Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114496 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggraini
"Kajian tentang femininitas masih relevan dalam kehidupan moderen. Karena konsepsi gender- bermanfaat bag i seseorang untuk menempatkan dirinya sesuai dengan tempatnya dalam kehidupan. Demikian kiranya "ideology? gender dapat bertahan mengatasi derasnya arus kebudayaan moderen yang telah menanamkan pengaruhnya hampir di seluruh belahan bumi.
Pendekatan folklor dalam penelitian ini didasari pada pemikiran bahwa folklor adalah Cermin Cara berpikir yang berisikan nilai-nilai dari masyarakat pendukungnya.
Bertolak dari konsep Clifford Geertr maka nilai? nilai berada dalam kehidupan seseorang melalui proses belajar secara turun menurun. Pembenaran terhadap nilai-nilai akan menjadi penggerak dalam batin yang mempengaruhi perilaku seseorang sehingga menyebabkannya memiliki kekhususan yang membedakannya dengan orang lain. Karena kebudayaan bersifat universal, melainkan spesifik.
Dalam masyarakat Rusia, wanita ibarat motushk Ells yang rela berkorban untuk anak-anaknya yang tak terkira banyaknya. Dalam karya-karya sastra Rusia abad kesembilan belas sifat-sifat feminin ' terlukis dalam diri isteri--isteri setia yaitu pada tokoh Tatyana dan isteri-isteri Dekabris.
Studi ini dilakukan terhadap wanita-wanita Rusia yang tinggal di Jakarta yaitu dalam lingkungan budaya yang berbeda. Dengan demikian maka manfaat penelitian adalah Untuk mengetahui sampai sejauh mana sifat budaya masih melekat, sementars suatu etnik telah meninggalkan batas budaya dan geografisnya? Sehubungan dengan ini maka Barth berpendapat bahwa sifat budaya dapat berlanjut, meskipun terjadi pembauran karena adanya status terdikotomi yaitu hubungan yang bersifat saling ketergantungan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amurwani Dwi Lestariningsih
Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2011
305.42 AMU g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Puspa Khoirunnisa
"Jurnal ini membahas cerminan dari 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita melalui kacamata feminisme radikal dengan mengamati ketujuh perempuan yang digambarkan sebagai korban kejahatan laki-laki serta keterkaitannya dengan budaya patriarki di Indonesia serta bagaimana perempuan digambarkan dalam sebuah media komunikasi massa (film). Tekanan dan kekerasan yang terjadi pada perempuan, fisik hingga emosional, berakar pada keadaan biologis yang dianggap sebagai ?objek‟ dan mengakibatkan ketidaksetaraan gender.
Kesimpulan yang didapat adalah jika perempuan mampu menjalankan hak dan kewajibannya tanpa mengikuti ?kodrat‟ dan konstruksi peran gender, perempuan mampu terhindar dari tekanan dan kekerasan seperti yang digambarkan dalam film ini.

This journal discusses the reflection of 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita the movie focusing on radical feminism point of view by observing the seven women whom illustrated as male victim of crime and its connection to patriarchy culture in Indonesia and how women is described on mass communication media (movie). The pressure and violence against women, physical through emotional, rooted out of their biological condition that considered being an ?object‟ and as a result of gender inequality.
Conclusion of this matter is that if women are able to conduct their right and responsibility without following ?nature‟ and constructed gender roles, women are able to avoid pressure and violence that‟s pictured in this movie.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018
305.42 DAR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hearty, Free
"Penelitian ini melihat kontestasi pemikiran feminisme dan ideologi patriarki dalam tiga teks berbudaya Arab-Muslim, yakni: Women at Point Zero (WAPZ) karya Nawal El Saadawi (1976), A Wife for My Son (AWfMS) karya Ali Ghalem (1969), dan The Beginning and The End (TBTE) karya Naguib Mahfoudz (1949). Karena yang diamati adalah pertarungan ideologi, maka karya sastra di sini diperlakukan sebagai satu aspek budaya. Dengan begitu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan budaya. Pengkajian budaya lebih mengamati aspek politis dari kehadiran teks sastra. Dalam hal ini teks sastra dianggap bisa menyosialisasikan berbagai hal untuk membangun atau meruntuhkan suatu ideologi.
Pendekatan budaya feminis, khususnya feminis Muslim, digunakan untuk mengamati bagaimana gagasan feminis dimunculkan menghadapi dominasi laki-laki, dan bagaimana citra perempuan sebagai korban atau citra perempuan yang berpotensi memperjuangkan kesetaraan ditampilkan dalam teks-teks WaPZ, AWfMS dan TBTE. Pendekatan budaya post-feminis yang digagas Naomi Wolf digabungkan dengan pandangan Fatima Mernissi dari feminis Muslim, digunakan untuk mengamati ketiga teks. Naomi Wolf menggunakan pendekatan Feminis Korban dan Feminis Kekuasaan untuk melihat permasalahan yang dihadapi perempuan dalam memperjuangkan ideologi feminisme. Feminis Kekuasaan adalah cara yang melihat potensi perempuan dan menganggap perempuan sebagai manusia biasa, sama seperti laki-laki, untuk menjadi setara. Kesetaraan memang sudah menjadi hak perempuan tanpa harus dimohon dari orang lain. Sedangkan Feminis Korban adalah cara yang digunakan dengan membuat catatan penderitaan perempuan karena kejahatan lelaki di bawah budaya patriarki, sebagai jalan menuntut hak. Gagasan Wolf ini sejalan dengan pemikiran Fatima Mernissi yang melihat permasalahan dengan melakukan pendekatan yang mempraktekkan toleransi, menunjukkan potensi diri, dan bukannya pembenaran diri sendiri. Wolf dan Mernissi punya pandangan sama, bahwa perlu membangun citra baru perempuan yang mengemukakan potensi diri yang mampu dan berhak untuk setara dengan laki-laki.
Nawal El Saadawi yang terkenal sebagai feminis yang aktif menggugat kekuasaan lelaki, dalam teks WAPZ menggunakan cara Feminis Korban. Nawal menggambarkan "catatan daftar kehancuran hidup Firdaus" dalam usahanya menggugat kekuasaan lelaki. Dalam kata pengantar dan cerita narator, Nawal membangun citra Firdaus yang korban kejahatan lelaki, sebagai perempuan yang berani dan terhormat. Namun lewat Firdaus yang menarasikan kisah hidupnya, yang muncul adalah gambaran kelemahan perempuan yang dengan mudah dibodohi dan ditindas lelaki tanpa pemberontakan yang berani. Keberanian Firdaus yang dimunculkan dengan membunuh mucikari dan menolak mengajukan grasi, tidak membangun citra baru perempuan. Keputusan membunuh muncul karena keadaan terdesak, tidak menunjukkan keberanian.
Dalam AWfMS, Ghalem tidak setajam dan sekeras Nawal mengangkat perjuangan perempuan yang menuntut perubahan. Namun caranya yang terkesan hati-hati mengusung gagasan perubahan dan modernisasi, Ghalem lebih menunjukkan bentuk pembelaan terhadap laki-laki. Laki-laki dalam teks dimunculkan juga sebagai korban budaya. Apalagi Ghalem secara tegas membedakan pemikiran tentang perubahan dan modernisasi dengan gagasan feminisme yang diangkat tokoh Fatouma. Sama seperti Nawal, Ghalem juga tidak membangun citra baru perempuan. Perempuan masih dimunculkan sebagai korban dalam konsep "Feminis Korbrm", dengan sifat dan sikap yang telah dibentuk budaya patriarki. Fatiha, tokoh utama, berontak hanya dalam gagasan. Sedangkan sikap dan pilihan hidup bertentangan dengan pikiran-pikiran yang menolak dominasi laki-laki. Ia menolak kawin paksa, tapi tidak menolak ketika dipaksa kawin dengan lelaki yang tidak dia kenal. Ia ingin mandiri tapi menggantungkan hidup kepada suami. Pada akhir kisah, Fatiha berontak dengan meninggalkan suami dan rumah mertua, tapi ditolak oleh orang tuanya. Menunggu dan berharap, seperti inilah citra perempuan yang ditampilkan. Khas patriarkis.
Dalam TBTE, Mahfoudz memunculkan tokoh perempuan yang berbeda. Mahfoudz menyorot potensi perempuan tidak dengan perspektif feminisme. Namun ketika potensi tersebut disorotnya, gambaran ini meruntuhkan mitos-mitos yang membagi kerja laki-laki dan perempuan. Gambaran ini bahkan membangun citra baru perempuan yang kuat, tegas, dan mandiri dalam membuat keputusan-keputusan. Citra seperti ini memungkinkan perempuan menunjukkan kemampuan dan berjuang memperoleh hak secara setara dengan laki-laki. Cara yang menyorot potensi perempuan seperti ini disebut sebagai "Feminis Kekuasaan".
Ketiga teks menunjukkan cara yang berbeda memunculkan kontestasi pemikiran feminisme dan ideologi patriarki. Perbedaan ini menampakkan bahwa kepedulian tentang diskriminasi jender dan kehendak memperjuangkan kesetaraan, tidak serta merta membuat sesorang bisa mengatur langkah strategis untuk memperjuangkan kesetaraan tersebut. Hal ini menunjukkan pula bahwa seorang feminis yang memperjuangkan keberpihakkan terhadap perempuan, bisa pula terjebak dalam perilaku yang dikonstruksi budaya patriarki. Secara sadar atau tidak, mereka terjebak dalam sikap yang meminggirkan perempuan dan mengukuhkan kekuasaan laki-laki.

The Contestation of Feminist Ideas and Patriarchal Ideology: An Analysis on Three Arab-Muslim Culture Literary Texts from a Moslem Feminist PerceptionThis research explores the contestation of feminist ideas and patriarchal ideology in three Arab-Moslem culture literary texts: Women at Point Zero (WaPZ) by Nawal El Saadawi (1976), A Wife for My Son (AWfMS) by Ali Ghalem(1969), and The Beginning and The End(TBTE) by Naguib Mahfoudz (1949). Referring to ideology contestation the above, literary works are viewed from a cultural aspect. Thus, the approach used is cultural. Cultural study perceives political aspects of a literary text. In this case, the literary text is assumed as being able to include everything, to build, or to destroy an ideology.
A cultural approach of feminists, especially Moslem feminists, is used to view how feminists ideas develop when the domination of men, and how the image of women as victims, or those having the potential to fight for equality is presented in the texts of WaPZ, AWIMS and TBTE. The cultural approach of post-feminism initiated by Naomi Wolf coupled with the view of Moslem feminist, Fatima Mernissi, is used to analyze those three texts. Naomi Wolf uses a Victim Feminist and Power Feminist approach to see problems facing women in their fight for feminist ideology. A Power Feminist approach is one way of seeing women's potential and assuming women as ordinary human beings, to become equal to men. Equality is truly considered as a woman's right without having to wrench it from others. A Victim Feminist approach shows women's suffering caused by men's under the culture of patriarchy, as a vehicle to demand justify. Wolfs idea is in line with Fatima Mernissi's, i.e. addressing problems through tolerance, showing self-potentials rather than self-justification. Both Wolf and Mernissi express it is necessary to build a new image of women, showing their self-potentials and entitled to be equal to men.
Nawal El Saadawi, famous as an active feminist, attacks men's power in the WaPZ text in a Victim Feminist manner. Nawal depicts "notes on the list of Firdaus living destruction" in an effort to fight men's power. In the narrator's account and preface, Nawal builds Firdaus image as the victim of men. But through Firdaus account of her life story, shows woman's weakness, i.e. she is easily cheated and victimized by men without offering resistance. The bravery of Firdaus by killing a pimp and refusing clemency does not produce a new image of women. The decision to kill is based on reason rather than bravery.
In AWfMS, Ghalem is not as keen and hard as Nawal in raising the problem of women's struggle for change. However, by a seemingly careful way of introducing change and modern ideas, Ghalem defends men. Man in literary text is considered also a cultural victim. More than anything else, Ghalem expresses the idea of change and modernization by introducing feminist Fatouma. Like Nawal, Ghalem does not build a new image of women. Woman is still a victim in the "Victim Feminist" concept, in which character are formed by patriarchal culture. Fatiha, the leading character, opposes patriarchy only in her mind. Her attitude and choices to live are against men's domination. She refuses a forced marriage, but agrees to be married to man she's never seen before. She wishes to be self-supporting, but depends economically on her husband. The end of the story shows how Fatiha rebels by leaving her husband and parent's in-law's house, but her parents refused to take her back. She just waits and hopes, a woman's image, typically built by patriarchy.
In TBTE Mahfoudz presents a different woman figure. Mahfoudz highlights the potential of woman unlike that approved of feminism. However, when emphasizing such potential, this picture demolishes myths with respect to the labor division of men and women. In fact, this picture builds a new image of woman who is strong, coherent, and self-supporting in making decisions. This image enables women to show their ability and to struggle for rights equal to men's. Stressing woman's potential like this is perceived as "Power Feminist".
The three texts offer different points of view in contesting feminist ideas and patriarchal ideology. This difference shows that the concern for gender discrimination and the will of fighting for equality do not necessarily make someone able to plan strategic steps to fight for equality. It is also indicates that feminists fighting for women's preference can be trapped also in a patriarchal cultured behavior. Consciously or not, they are trapped in an attitude forcing out women and confirming men's power.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
D538
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misiyah
"Realitas empirik di Indonesia, kejatuhan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 memang mengakhiri era otoriterisme politik Soeharto, namun bukan berarti akhir dari eksistensi rejim Orde Baru. Ruang ekspresi politik menjadi relatif terbuka, namun kekuatan politik otoriterisme dan patriarkis juga masih tetap menjadi ancaman. Ruang politik yang terbuka menjadi ajang pertarungan kelompok-kelompok yang memperjuangkan demokrasi berhadapan dengan kelompok-kelompok yang berpotensi menjadi ancaman bagi demokrasi. Dalam perspektif perempuan, perubahan politik yang terjadi pada era rejim pasca Soeharto tidak membawa kemajuan yang berarti bagi perempuan Indonesia karena parameter perubahan sosial politik hanya mengedepankan perubahan di ranah publik. Dalam perspektif feminisme, perubahan sosial tidak hanya bersandar pada ranah publik, tetapi memperhitungkan transformasi yang terjadi pada tingkat individu sama pentingnya dengan perubahan kolektif. 'Masalah perempuan adalah masalah politik' sebagai ide dasar feminis poskolonial mempunyai sumbangan yang mampu menggugat ukuran-ukuran formal di ranah publik yang pada dasarnya ukuran-ukuran tersebut dirumuskan oleh semangat patriarki. Disinilah signifkansi penelitian ini, sebuah penelitian yang merespons sistem sosial politik Indonesia yang tunggal, yaitu sistem yang dikonstruksi berdasar cara Pandang patriarki dan mengakibatkan penindasan perempuan menjadi persoalan yang kasat mats tetapi belum mendapat perhatian.
Pengungkapan ketertindasan penting dilakukan dengan cara membangun kesadaran bahwa perempuan dikonstruksi menjadi kelompok tertindas. Melalui kesadaran ini, masalah ketidakadilan perempuan dianggap sebagai masalah penting yang perlu disikapi secara serius dan tidak ditinggalkan dalam proses-proses demokratisasi. Kesadaran kritis dan otonomi perempuan merupakan aspek penting dalam melakukan proses-proses pembebasan perempuan dari ketertindasannya. Dalam masyarakat yang secara kultural maupun struktural mengalami ketimpangan hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, penindasan perempuan merupakan keniscayaan terjadi dalam segala aspek kehidupan. Sistem patriarki telah terintegrasi dalam kehidupan individu maupun institusi sosial menyebabkan perempuan tersubordinasi, mengalami kekerasan, perlakuan diskriminatif, dan marginalisasi. Berangkat dari situasi tersebut, rumusan masalah yang diajukan adalah "seberapa efektif Pendidikan Feminis dapat mendorong tumbuhnya kesadaran kritis dan otonomi perempuan di Indonesia?"
Meskipun penelitian ini mengkaji sebuah program kerja tetapi tidak dimaksudkan untuk melakukan monitoring evaluasi. Oleh karena itu, teori yang digunakan bukan teori-teori monitoring evaluasi tetapi teori feminisme poskolonial. Adapun pendekatan penelitian ini adalah pendekatan penelitian feminis (feminist research).
Temuan-temuan penelitian ini mencakup beberapa hal. Pertama, adanya hubungan positif antara kesadaran kritis dengan aksi-aksi transformatif. Hal ini tercermin pada pengaruh Pendidikan Feminis dalam memperkuat kemampuan pemimpin lokal ('PL') mencakup tiga hal yaitu: (1) semakin menguatnya kesadaran kritis terhadap ketertindasan perempuan di wilayah Sulwesi Utara. Dalam konteks masyarakat Sulaweasi Utara yang plural, kesadaran atas ketertindasan perempuan dibarengi dengan kesadaran bahwa kelas, ras, etnis, dan agama. Berbagai sumber penindasan ini saling terkait dan memperkuat satu sama lain (interlocking system). (2) Semakin menguatnya otonomi perempuan yang terwujud dalam sikap-sikap perlawanan dengan menolak sunat perempuan, poligami, jilbab, kewajiban melayani hubungan seks kepada suami dan pemaksaan untuk menggunakan alat-alat KB tertentu. (3) Tumbuhnya kemampuan melakukan aksi-aksi transformatif dengan perspektif feminisme dan pluralisme.
Kedua, adanya kesadaran kritis yang dibarengi dengan tindakan transformatif merupakan satu pola aksi-refleksi dalam siklus Pendidikan Feminis. Aksi-refleksi ini dapat berlangsung jika didukung oleh support group. Salah satu contoh support group yang ditemukan dalam penelitian ini adalah berdirinya organisasi PILAR Perempuan. Melalui program-program kerja PILAR Perempuan, para 'PL' dapat melakukan aksi dan refleksi.
Ketiga, adanya perbedaan fokus perhatian antara 'PL' perempuan dan laki-laki dalam melakukan aksi-aksi tranformatif. Seksualitas atau memperkuat otonomi tubuh merupakan fokus perhatian perempuan dan laki-laki lebih pada upaya mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvana Gustin Santoso
"Perilaku seksisme masih dijumpai di negara dengan tingkat kesetaraan gender yang cukup tinggi, salah satunya negara Jerman. Di era feminisme yang cukup baik, perilaku seksisme justru dilakukan oleh sesama perempuan. Sesama perempuan ini membentuk persaingan intraseksual atau feminine rivalry dengan standar yang dibuat laki-laki. Standar tersebut dibuat bukan karena pengaruh langsung dari laki-laki, melainkan melalui proses internalisasi objektifikasi perempuan terhadap diri sendiri dan orang lain. Isu tersebut akan diteliti melalui film Freibad (2022) yang disutradarai oleh Doris Dörrie. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teori Representasi oleh Stuart Hall dan teori film Auteur. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa persaingan antar perempuan banyak terjadi di ruang lingkup feminisme. Kehadiran laki-laki yang minim nyatanya masih memiliki pengaruh besar terhadap pandangan perempuan terhadap sesamanya. Kebebasan perempuan masih terkekang oleh standar laki-laki yang diaplikasikan kepada diri sendiri dan perempuan lain.

Sexist behavior is still found in countries with high gender equality index, such as Germany. In the feminism era, sexist behavior is actually carried out by fellow women. These women form an intrasexual competition or feminine rivalry with standards made by men. These standards are no longer made because of direct influence of men, but through the internalization process of women’s objectification of themselves and others. This issue will be researched through the film Freibad (2022) directed by Doris Dörrie. This study is conducted using the qualitative method through Representation theory by Stuart Hall and Auteur film theory. The results of this study show that competition between women occurs in the scope of feminism. The insignificant presence of men still has big influence on women’s view towards each other. Women’s freedom is still limited by male standards applied to themselves and other women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tampilan feminisme dan purity pada idola K-Pop perempuan terhadap intensi fanship dari fans laki-laki. Partisipan dalam penelitian ini adalah 93 individu laki-laki yang mengidentifikasi diri sebagai fans K-Pop dengan rentang umur 15–35 tahun (M = 20.88, SD = 4,02). Partisipan diberikan stimulus berupa vignette fiktif berupa foto, biodata fiktif, dan deskripsi kepribadian dari model dengan variasi pada tampilan ideologi feminisme dan pelanggaran purity. Hasil analisis Repeated Measures ANOVA menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara tampilan Feminisme (F(2,184) = 7,74, p = 0,001, ηp2 = 0,08) dan Purity (F(2,184) = 14,26, p < 0,001, ηp2 = 0,13) pada idola K-Pop perempuan terhadap intensi fanship, serta tidak terdapat interaksi yang signifikan antara feminisme dan purity pada idola K-Pop perempuan dalam mempengaruhi intensi fanship pada fans laki-laki (F(2,184) = 1,62, p > 0,05, ηp2 = 0,02). Post-hoc paired samples t-test dilakukan dan ditemukan bahwa perbedaan tingkatan intensi fanship lebih tinggi secara signifikan pada perlakuan feminisme dibandingkan dengan non-feminisme dan pada perlakuan tampilan purity dibandingkan dengan perlakukan purity violation. Penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki tidak ingin menjadi fans dari idola K-Pop perempuan yang menampilkan pelanggaran purity dan beridentitas feminis dengan menggunakan label feminis, tetapi justru memiliki preferensi terhadap idola yang menampilkan ideologi feminisme tanpa label.

This research aims to examine the influence of the display of feminist ideology and purity in female K-Pop idols on the fanship intentions of male fans. The participants in this study were 93 male individuals who identified themselves as K-Pop fans, ranging in age from 15 to 35 years (M = 20.88, SD = 4.02). Participants were presented with stimuli in the form of fictional vignettes containing ‘idol’ photos, fictional biodata, and personality descriptions of a model with variations in the display of feminist ideology and purity violation. The results of the Repeated Measures ANOVA analysis show that there is a significant influence between the display of Feminism (F(2,184) = 7.74, p = 0.001, ηp2 = 0.08) and Purity (F(2,184) = 14.26, p < 0.001, ηp2 = 0.13) on female K-Pop idols towards fanship intention, and there is no significant interaction between feminism and purity in influencing fanship intentions for male fans (F(2,184) = 1.62 , p > 0.05, ηp2 = 0.02). Post-hoc paired samples t-test was carried out and it was found that the difference in fanship intention levels was significantly higher in the feminism treatment compared to non-feminism and in the display of purity treatment compared to the purity violation treatment. This findings indicate that men do not intend to be fans of female K-Pop idols who display purity violations and feminist labels, instead males prefer idols who display feminist ideology without labels."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Hari Wirawan
"Jurnal ini membahas tentang representasi perempuan dalam iklan bir Wieckse Rosé yang muncul di Belanda pada tahun 2007. Wieckse Rosé adalah minuman bir berwarna merah muda yang memiliki rasa buah yang cocok diminum oleh perempuan, sehingga bir ini masuk dalam kategori bir untuk perempuan atau vrouwenbier. Pada penelitian ini, penulis menganalisis sistem tanda berupa indeks, ikon dan simbol dalam iklan Wieckse Rosé, kemudian mengkaitkannya dengan teori feminisme eksistensialisme Simone de Beauvoir. Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka dari buku-buku semantik, periklanan, feminisme dan disajikan dalam bentuk analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, penggunaan indeks, ikon dan simbol dalam iklan Wieckse Rosé bertujuan untuk menuntut kesetaraan dalam beraktivitas di ruang publik dan sebuah koreksi mengenai citra perempuan di media yang tidak relevan dengan kondisi yang sebenarnya.

This journal talks about the representation of women in Wieckse Rosé beer commercials that appeared in Netherlands in 2007. Wieckse Rosé is a pink colored beer with fruit flavor that is suitable for women. In Nederland, this kind of beer is specifically for women, or as know as vrouwenbier. In this research, writer analyzed a sign sytem in the form of index, icons and symbols in this commercials and then connect them with the Simone de Beauvoir theory of existentialism feminism. The research in this journal using a literature review of semantics, advertising and feminism books. The results of this research shows that index, icons and symbols in advertising Wieckse Rosé are use to aim demand equality in activities in public spaces and a correction of the image of women in the media are not relevant to the actual conditions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Nurliana
"Penelitian yang berjudul "Sejarah wanita dan Perkembangan Feminisme di Ameriika" berusaha untuk mengungkapkan permasalahan tentang gerakan wanita dan feminisme di Amerika Serikat. Adapun permasalahan yang akan dijawab antara lain tentang situasi dan kondisi kaum wanita Amerika sejak masa kolonial hingga masa kini. Kemudian dikaji tentang dampak pengalaman dan kesadaran kaum wanita dan reaksi mereka yang menimbulkan gerakan feminisme.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang sesuai dengan kaidah-kaidahnya. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan pengalaman kaum wanita Amerika dalam proses perkembangan negara tersebut. Dari suatu masyarakat koloni menjadi nasyarakat industri yang modern oengan segala implikasi dan komplikasinya. Dari reaksi kaum wanita Amerika terhadap tantangan zaman yang mereka hadapi Rita mencoba untuk turut memahaminya. Sehubungan dengan itu, bila Rita merefleksikan pada Dengalaman historis kaum wanita Indonesia maka kajian tentang pengalaman bangsa lain akan sangat? bermanfaat.
Jadi dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasilnya diharapaan menjadi model dan inspirasi bagi penelitian tentang gerakan wanita Indonesia yang dewasa ini sedang mengalami perubahan sosial-budaya yang besar sebagai dampak dari perkembangan ekonomi dan industrialisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>