Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70330 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kazuko Budiman
"ABSTRAK
Agama adalah gejala kebudayaan dalam kehidupan manusia dan menunjukkan arti kehidupan manusia yang pokok bahkan dapat menyelasaikan masalah manusia yang sulit (Kishimoto, 1972:17). Sedangkan menurut Suparlan agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang menata hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem nilai, karena pada dasarnya aturan-aturan bersumber pada etos dan pandangan hidup (Suparlan, 1981182:86). Ditambahkannya pula, para ahli agama (yaitu ulama, pendeta, pastor dsb.) mendalami agama yang dianutnya untuk mencapai suatu pengertian yang mendalam mengenai hakekat kebenaran Tuhan dan agama yang dianutnya. Pengetahuan agama tersebut dapat digunakan oleh para tokoh atau pemimpin agama untuk memperkuat keyakinan umatnya dalam mencari kebenaran yang mutlak melalui ajaran-ajaran agamanya. Studi mengenai agama seperti ini merupakan suatu upaya yang melihat agama dari perspektif penganutnya atau bersifat normatif. Di samping itu agama juga dapat dijadikan suatu sasaran studi dengan menggunakan perspektif yang Iain yaitu sebagai masalah kebudayaan atau masalah sosial. Dengan kata lain agama dilihat dari sudut kebudayaan atau sebagai pranata sosial atau juga sebagai seperangkat simbol-simbol (Suparlan, 1981182:76).
Sehubungan dengan hal tersebut yang dimaksud dengan kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan.
Geertz mengartikan kebudayaan sebagai ; It denotes an historically transmitted pattern of meanings embodied in symbols, a system of inherited conceptions expressed in symbolic forms by means of which men communicate, perpetuate, and develop their knowledge about and attitudes toward life (Geertz,1973:89)
Terjemahannya:
Kebudayaan menunjuk pada pola-pola arti yang diwujudkan dalam simbol-simbol, sistem yaitu merupakan sistem konsep-kosep yang diungkapkan dan diteniskan dalam pola-pola simbolik dengan cara berkomunikasi, mengabadikan dan mengembangkan pengetahuan tentang sikap terhadap kehidupan.
Geertz juga mengartikan. kebudayaan sebagai sistem pola-pola arti yang diungkapkan dalam simbol hingga dilestarikan dalam kehidupan manusia, dan perlu melihat hubungan yang sistematik dalam berbagai macam gejala kebudayaan (Geertz, 1973:44). Suparlan, simbol adalah garis penghubung antara pemikiran manusia dengan kenyataan yang ada di luar. dengan makna pemikiran harus selalu berhubungan atau berhadapan (Geertz dalam Suparlan, 1981:61).
Simbol-simbol itu pada hakekatnya ada dua, yaitu: (1) yang berasal dari kenyataan luar yang terwujud sebagai kenyataan-kenyataan sosial dan ekonomi; dan(2) yang berasal dari dalam dan yang terwujud melalui konsepsi-konsepsi dan struktur-struktur sosial. Dalam hal itu simbol-simbol menjadi arahbagi perwujudan model dari dan model bagi sistem-sistem konsep dalam suatu cara yang sama dengan bagaimana agama mencerminkan dan mewujudkan bentuk-bentuk sistem sosial (Suparlan,1981:61).
Adapun yang penting yang sering dilupakan, yaitu yang berkenaan dengan bagaimana ajaran agama itu telah terwujud sebagai kebudayaan dan karenanya seringkali berbeda dari ajaran aslinya yang ada dalam kitab-kitab sucinya, walaupun belum tentu bertentangan dengan itu, dan bagaimana ajaran-ajaran agama itu terwujud dalam tindakan dan kelakuan manusia dan dalam kehidupan sosial manusia sehingga ajaran-ajaran agama tersebut mempunyai pengertian dan masuk akal bagi pelakunya sendiri maupun bagi orang lain yang ada dalam kehidupan sosialnya (Suparlan, 1981182:86)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siuli Hemas Saraswati
"ABSTRAK
Komunitas Kakure Kirishitan ditemukan pada masa Meiji ketika seorang pastor Perancis membangun Gereja di daerah Nagasaki setelah kaikoku (buka negara). Ketika hukum kebebasan beragama dikeluarkan pada tahun 1890, tidak semua orang dari komunitas ini mau kembali ke Gereja Katolik, dan memilih untuk hidup dengan agama yang telah diwariskan oleh leluhur mereka. Agama Kakure Kirishitan merupakan hasil sinkretisme antara agama Katolik pertengahan, Budhisme Jepang, Shinto, dan kepercayaan rakyat yang terjadi secara represi karena persekusi pada masa pemerintahan Tokugawa. Dengan menggunakan metode dekriptif analitis, kepustakaan, dan melihat agama sebagai hasil kebudayaan, penelitian ini bertujuan membahas konsep santo-santa Gereja Katolik yang dianut oleh umat Kakure Kirishitan, dan kekhasan yang timbul dari penganutan konsep tersebut dalam pemujaan leluhur yang membedakannya dengan pemujaan leluhur secara umum di Jepang. Kakure Kirishitan mengambil konsep orang kudus dari santo-santa yang digunakan untuk menguduskan leluhur mereka supaya dapat menjadi kami Kristen, dan berbeda dengan pemujaan leluhur yang bertempatan di kuil, tempat suci yang digunakan Kakure Kirishitan merupakan kuburan martir.

ABSTRACT
The Kakure Kirishitan community was discovered during the Meiji period when a French priest was building a Church in Nagasaki after Kaikoku (open country). When the law on religious freedom was issued in 1890, not all the people from this community wanted to return to the Catholic Church, and chose to live by the religion inherited from their ancestors. Kakure Kirishitan religion was the result of syncretism between medieval Catholicism, Japanese Buddhism, Shintoism, and popular belief which occurred in repression because of persecution during the Tokugawa administration. By using descriptive analytical method, literature review method, and seeing religion as a cultural outcome, this study aims to discuss the concept of Catholic Church s saints adhered to by the Kakure Kirishitan people, and the peculiarities that arise from the submission of these concepts in ancestral worship that distinguish them from ancestral worship generally found in Japan. Kakure Kirishitan took the concept of holiness from the saints which is used to sanctify their ancestors in order to become Christians Kami, and in contrast to the worship of ancestors who took place in temples, the sanctuary used by Kakure Kirishitan was a tomb of martyrs."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Kusumawati
"Tesis ini pada dasamya mengkaji bagaimana cara orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis mempertahankan tradisi pemujaan leluhur.Dalam hal ini fokus penelitian penulis adalah upaya penyesuaian yang dilakukan pada makanan sesaji yang dipersembahkan oleh orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis dalam upacara pemujaan leluhur. Dalam mengkaji masalah ini penulis menggunakan pendekatan strukturalisme yang diperkenalkan oleh Levi Strauss untuk mengetahui sejauh mana penyesuaian itu terjadi dan pada tingkat apakah terjadi perubahan itu.
Pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode etnografi, yang memusatkan perhatian pada upaya yang dilakukan penganut Khonghucu di Cimanggis dalam makanan sesaji pada upacara pemujaan leluhur. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengarnatan, wawancara mendalam dan penggunaan literatur yang relevan.
Hasil penelitian yang penulis lakukan pada orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis memperlihatkan bahwa salah satu cam yang dipilih dan diinginkan oleh mereka untuk mempertahankan tradisi pemujaan leluhur adalah dengan melakukan resistensi pasif Yang dimaksud dengan resistensi pasif adalah suatu penolakan untuk menyerah pada keadaan lingkungan yang berubah, kekuasaan, pemaksaan atau kekerasan tanpa memperlihatkan perlawanan (secara lisan atau lainnya) terhadap orang yang melakukan pemaksaan tersebut atau lingkungan yang berubah. (Horace B & English, 1958: 460). Orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis menolak untuk menyerah pada keadaan lingkungan yang berubah atau beberapa peraturan diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru. Namun mereka juga tidak memperlihatkan perlawanan (secara lisan atau lainnya). Untuk tetap mempertahankan kebudayaan Tionghoa ini, mereka lalu melakukan beberapa penyesuaian.
Dengan menggunakan pendekalan strukturalisme yang diperkenalkan oleh Levi Strauss, penulis melihat bahwa dalam hal makanan sesaji, penyesuaian yang dlakukan oleh orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis sebetulnya hanya terjadi pada struktur permukaan dari set of knowledge orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis. Struktur dalamnya sama sekali tidak berubah. Selain itu konsep ?sudah menjadi takdir Tuhan? , konsep ?habis bagaimana lagi?, konsep da-tong yang berarti satu dunia atau universal harmony dan konsep chuantong yang berarti tradisi sangat membantu orang-orang Tionghoa berkompromi dan menggunakan kebijaksanaan yang praktis dalam memecahkan kesulitan yang mereka hadapi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maengkom, Laya
"Dalam menguraikan upacara religi tradisional ini, penulis membatasi permasalahan pada keluarga Cina yang merupakan unit sosial dasar di mana setiap anggotanya ikut ambil bagian dalam praktek dari pemeliharaan religi tradisional tersebut. Untuk dapat lebih memahami religi ini, penulis menguraikan pula latar belakang pemikiran yang mendasarinya. Pemujaan leluhur dalam masyarakat Cina bukan hanya merupakan suatu kepercayaan atau religi saja tetapi juga memiliki fungsi sosial dan turut berperan dalam kehidupan keluarga. Penulis akan menerangkan juga tentang perannya dalam kelangsungan keluarga. Membicarakan tentang religi ini, tidak lengkaplah jika tidak menerangkan tentang ritus upacaranya. Maka penulis mencoba untuk menggambarkan pelaksanaan upacaranya. Oleh karena kesempatan yang terbatas, selain menggambarkan bentuk upacara sembahyang Ce it cap go yang dilaksanakan pada tanggal 1 dan 15 setiap bulan menurut penanggalan Imlek - yin li, penulis juga menguraikan dua buah upacara yaitu pada hari menjelang Tahun Baru tanggal 29 bulan 12 Imlek yang jatuh pada tanggal 27-28 Januari serta pada tanggal 1 bulan 3 Imlek atau tanggal 5 April yang merupakan hari raya Ceng Beng."
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Furseth, Inger
"Is it true that religion is weakening in modern times, or are we facing religious resurgence? What is fundamentalism? How does it emerge and grow? What role does religion play in ethnic and national conflicts? Is religion a fundamental driving force or do political leaders use religion for their own purposes? Do all religions oppress women? These are some of the questions addressed in this book. An Introduction to the Sociology of Religion provides an overview of sociological theories of contemporary religious life. Some chapters are organized according to topic. Others offer brief presentations of classical and contemporary sociologists from Karl Marx to Zygmunt Bauman and their perspectives on social life, including religion. Throughout the book, illustrations and examples are taken from several religious traditions."
London: Routledge, 2016
e20529002
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"This article describes the dynamics of religious authority in Indonesia. It explores who is eligible to hold the religious authority and on what condition. One of the religious authoritives instution in Indonesia is MUI (the National Council of Indonesian Ulama)....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dais Dharmawan P.
"Relief Karmawibhangga terdiri dari 160 panil yang berisikan ajaran karma dari teks Mahakarmawibhangga. Relief Karmawibhangga banyak menggambarkan kehidupan masyarakat pada abad ke-9 sampai ke-10 M di Jawa. Relief ini digambarkan perilaku masayarakat baik dalam aspek sosial maupun aspek keagamaan seperti kegiatan keagamaan. Kegiatan keagamaan digambarkan pada 79 panil. Kegiatan keagamaan yang dimaksud adalah kegiatan pemberian derma, kegiatan pengajaran, kegiatan yang berkaitan dengan bangunan suci, dan kegiatan meditasi. Tokoh yang terlibat dalam kegiatan keagamaan tersebut sedikit banyak memperlihatkan adanya pengaruh dari jenis kelamin, status sosial, dan jumlah tokoh kepada penggambaran kegiatan keagamaan pada relief Karmawibhangga.

Relief Karmawibhangga consists of 160 panels containing doctrine of karma from the text of Mahakarmawibhangga. Karmawibhangga reliefs depicting the life of many people in the 9th until the 10th AD in Java. The relief described behavior in both the social aspects of society and religious aspects such as religious activities. Religious activities described in 79 panels. Religious activity in questions are the charitable giving activities, teaching activities, activities related to the sacred building, and meditation activities. People who are involved in religious activities more or less shows the influence of gender, social status, and the number of figures to the depiction of religious activity on Karmawibhangga relief."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PNMAS 22(1-3)2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>