Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180549 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edarwan
"Terdapatnya perubahan struktural dimana Daerah Otonom dituntut untuk dapat berperan lebih besar dan hal ini mengharuskan daerah untuk lebih mampu berotonomi dalam pembiayaan pembangunan. Sebagai akibat perubahan struktural tersebut memerlukan penyempurnaan berbagai kebijaksanaan terutama yang menyangkut kebijaksanaan sistem bantuan pembiayaan pembangunan kepada daerah agar dana bantuan dapat dikelola secara efisien dan efektif. Hal ini sangat penting mengingat peranan bantuan pemerintah pusat relatif dominan didalam struktur APBD.
Permasalahan selanjutnya sampai sejauhmana dana bantuan dapat memotivasi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sehingga kebutuhan fiskal daerah dapat terpenuhi guna menyediakan pelayanan publik dan mengatasi ketimpangan pembangunan antar daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sistem bantuan pemerintah pusat kepada Daerah Otonom di Indonesia, dengan studi kasus Daerah Tingkat I Lampung dan Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Data yang digunakan, yaitu data sekunder yang bersifat krat silang antar propinsi dan antar daerah tingkat II1 di Dati I Jawa Barat dan Lampung pada tahun 1989/1990 dan 199211993. Teknik analisa secara kuantitatif dan deskriptif.
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :
Sistim bantuan keuangan dari pemerintah pusat kepada Daerah Otonom sebagian besar menggunakan sistem bantuan secara khusus (Specific Grant) dengan ketentuan dan persyaratan ketat, termasuk bantuan Inpres Dati I, dan Dati II walaupun disebut Bantuan Blok tetapi dilaksanakan dengan persyaratan ketat. Kondisi demikian dirasakan sangat menghambat upaya-upaya mewujudkan otonomi daerah.
Sistim bantuan kepada daerah tidak berhubungan dengan upaya peningkatan pendapatan asli daerah, tetapi telah berhubungan dengan jumlah penduduk dan pelayanan publik perkapita atau kebutuhan fiskal daerah perkapita.
Sistem bantuan pembangunan melalui program Inpres pada umumnya belum berdasarkan para kriteria atau variable yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan dari masing-masing bantuan Inpres tersebut.
Hasil analisa dari temuan penelitian memberikan rekomendasi, agar sistem bantuan difokuskan pada bantuan umum yang bersifat Blok (Block Grant) dengan persyaratan lunak dan didasari formula yang jelas, sesuai dengan kebutuhan fiskal daerah, keseimbangan bantuan antar daerah dan mendorong upaya peningkatan pendapatan asli daerah guna mendorong otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armin
"Tarik menarik antara desentralisasi dan sentralisasi di berbagai negara termasuk Indonesia, selalu menjadi perbincangan yang menarik. Sulit ditentukan titik keseimbangan yang tepat antara sentrabsasi di satu pihak dan otonomi daerah di pihak lain. Demikian juga mengenai otonomi dan kontrol, Pemerintah Pusat sulit menentukan titik keseimbangan yang tepat antara otonomi dan kontrol. Berbagai undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah yang diterapkan juga tidak berhasil menentukan keseimbangan yang dapat menyenangkan semua pihak.
Pemerintah Pusat mengalami dilema antara otonomi dan kontrol, karena di satu pihak Pemerintah Pusat mempunyai political will (kemauan politik) untuk memperbesar otonomi daerah, tetapi di pihak lain Pemerintah Pusat me1akukan kontrol yang sangat ketat .terhadap penyelenggaraan otonomi daerah.
Otonomi daerah dapat diukur dari adanya kebebasan bergerak bagi pemerintah daerah untuk membuat dan melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhan daerah. Untuk itu Pemerintah Daerah memerlukan Pendapatan Asli Daerah yang tinggi, sehingga dapat mandiri dan mengurangi ketergantungannya. terhadap Pemerintah Pusat. Sebab Pendapatan Asli Daerah yang tinggi sangat menunjang pelaksanaan otonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi selalu mengalami peningkatan, selama lima tahun terakhir (1991/1992 s.d. 1995/1996) rata-rata peningkatannya sebesar 32,89%, dan kontribusinya terhadap APBD rata-rata 37,61%.
Dalam penelitian ini dikaji dua masalah pokok yakni: pertama, sejauh mana kontrol Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi dalam pengelolaan keuangan daerah. Kedua, apakah dampak kontrol terhadap kebebasan Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi dalam membuat dan melaksanakan kebijakan di bidang keuangan daerah. Teori yang digunakan untuk mendasari permasalahan ada dua yakni: Pertama, teori kontrol, kedua teori otonomi daerah. Instrumen penelitian adalah wawancara mendalam (indepth interview).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi sangat ketat. Akibatnya Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi kurang bebas membuat dan melaksanakan kebijakan yang dibutuhkan daerahnya. Setiap bantuan keuangan Pemerintah Pusat terhadap daerah diikuti oleh petunjuk, pengarahan dan pengendalian sehirigga Pemerintah Daerah Tingkat II Bekasi kurang bebas dalam menyusun, mengalokasikan dan melaksanakan anggaran sesuai dengan kebutuhan daerah. Anggaran yang agak bebas disusun, dialokasikan dan dilaksanakan adalah anggaran yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Firsada
"Berdasarkan berbagai pertimbangan manajerial, administrasi, dan kemungkinan untuk berkembang, peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II (Daerah Otonom Tingkat Kabupaten/Kotamadya) adalah tepat dan wajar. Permasalahannya adalah bagaimana keberadaan Daerah Tingkat I Lampung kelak, apakah masih tetap hidup atau ditiadakan. Dari hasil penelitian dengan mempergunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, menunjukkan bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah Tingkat II untuk diatur dan diurus sebagai urusan rumah tangganya. Ada jenis jenis urusan tertentu dari suatu urusan yang karena sifatnya dan kemanfaatannya lebih tepat, berdayaguna dan berhasilguna apabila diurus oleh Daerah Tingkat I.
Kenyataan menunjukkan, peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II hanya mengakibatkan jenis urusan dari suatu urusan rumah tangga Daerah Tingkat I yang berkurang, bukan jumlah urusannya. Peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II berimplikasi kepada peranan Daerah Tingkat I, peranan internal dan peranan eksternal. Peranan internal berupa upaya maksimalisasi urusan-urusan rumah tangga sendiri, sedangkan peranan eksternal berupa pembinaan terhadap Daerah Tingkat II bersifat konsultatif dan koordinatif dalam rangka mendorong kemandirian Daerah Tingkat II dalam berotonomi.
Berdasarkan landasan konstitusional; pendemokrasian, peranan Daerah Tingkat I sebagai Daerah Otonom serta berdasarkan sistem otonomi nyata, maka keberadaan Daerah Tingkat I Lampung tetap diperlukan, meskipun urusan (jenis urusan) rumah tangganya relatif sedikit karena diserahkan kepada Daerah Tingkat II. Efektifitas dan efisiensi merupakan salah satu pertimbangan dari diletakkannya Titik Berat pada Daerah Tingkat II. Dalam hubungan ini ternyata meniadakan Daerah Tingkat I (pada Propinsi), sistem penyelenggaraan dan Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah akan menjadi tidak efisien dan efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada hakekatnya undang-undang tentang pemerintahan daerah merupakan penjabaran dan pelaksanaan dari UUD 1945, terutama penjabaran dari pengaturan yang tercantum di dalam pasal 18...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fujiartanto
"Dalam rangka pemulihan kehidupan sosial ekonomi masyarakat akibat krisis, Pemerintah menerapkan kebijakan reformasi bidang pembangunan dan pemerintahan, diantaranya melalui ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai konsekuensi, daerah otonom (termasuk Kota Depok yang ditetapkan melalui UU No. 15 Tahun 1999) perlu melakukan penataan elemen utama penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang terintegrasi membentuk pemerintah daerah dalam menjalankan peran dan fungsinya secara politis dan administratif, meliputi: (a) adanya kewenangan daerah, (b) dibentuknya perangkat daerah, (c) tertatanya persona (pegawat), (d) tersedianya dukungan keuangan daerah, (e) berfungsinya unsur perwakilan rakyat, dan (f) peningkatan penerapan menajemen pelayanan publik. Mengingat cakupan masing-masing elemen sangat luas, maka dalam penelitian ini hanya membatasi tiga aspek (penataan kewenangan daerah, penataan perangkat daerah, dan penataan pegawai daerah), yang diharapkan dapat menghasilkan gambaran representatif kesiapan Pemerintah Daerah Kota Depok mengimplementasikan otonomi daerah.
Oleh karena tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran terfokus pelaksanaan penataan kewenangan daerah, penataan perangkat daerah, dan penataan pegawai daerah, maka penelitian ini bersifat deskriptif anatisis, dengan pendekatan kualitatif dan dilakukan melalui survey lapangan. Teknik interview dan dokumentasi digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder, dan pengolahan serta analisisnya dilakukan melalui langkah-Iangkah: pengumpulan data, penilaian data, penafsiran data, dan penyimpulan. lingkup pembahasannya, dengan menerapkan pendekatan campuran, antara pndekatan konseptual dan pendekatan kebijakan pemerintah dalam peraturan perundangan.
Dalam penelitian menerapkan berbagai konsep dan kebijakan desentralisasi, otonomi daerah, kewenangan, penataan organisasi, dan personal. Berkaitan dengan implementasi otonomi daerah, penelitian ini memfokuskan tataran pada ketersediaan sumber daya (kewenangan), karakteristik institusi Implementasi (unit organisasi dan penataan personal). Dengan demikian, hasil penelitian tentang Implementasi otonomi daerah belum sampai pada tingkat masyarakat tetapi hanya pada tingkat suprastruktur pemerintahan daerah..Sehingga melalui pendeskripsian pelaksanaan penataan kewenangan daerah, perangkat daerah, dan kepegawaian daerah memberikan gambaran tentang kesiapan Kota Depok mengimplementasi otonomi daerah.
Sebagai implikasi ditetapkannya, Kota Depok sebagai daerah otonom melalui UU No. 15 Tahun 1999, maka dalam implementasinya, Pemerintah Daerah Kota Depok menetapkan "enam pilar pembangunan" sebagai kebijakan penataan penyelenggaraan pemerintahan daerah, diarahkan guna mencapai visi dan misi Kota Depok. Pertama, kebijakan penataan kewenangan diarahkan pada pendesentralisasian kewenangan ke Kecamatan dan Kelurahan. Pemahaman kewenangan yang abstrak menghambat pendelegasian wewenangan. Sesuai dengan Perda Kota Depok No. 46 Tahun 2000, menetapkan 22 bidang kewenangan, 166 sub bidang kewenangan, dan 1.511 rindan kewenangan. Pemerintah telah mengakul kewenangan melalui Kepmendagri No. 130-67 Tahun 2002, disertai dengan beberapa catatan verifikasi. Kedua, kebijakan penataan perangkat daerah diarahkan pada penyusunan perangkat daerah yang ramping dan kaya fungsi. Pelaksanaannya, diinformasikan telah mempertimbangkan kewenangan daerah, kebutuhan dan karakteristik daerah, kemampuan keuangan dan ketersediaan sumber daya manusia, serta disesualkan visi dan misi Kota Depok.
Berdasarkan Perda Kota Depok No. 47 Tahun 2000 dan Perda Kota Depok No. 48 Tahun 2000, perangkat daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, 14 Dinas, 3 UPTD, 1 Cabang Dinas, dan 6 Lembaga Teknis Daerah (Badan/Kantor), 6 Kecamatan dan 37 Kelurahan. Namun, dengan ditetapkannya PP No. 8 Tahun 2003, Pemerintah Daerah akan menata kembali perangkat daerah. Ketiga, kebijakan penataan pegawai diarahkan pada peningkatan kapasitas dan kapabilitas pegawai. Telah dilakukan penataan staf 5.964 orang (termasuk dalam jabatan struktural 390 orang), pengembangan pegawai, mutasi, dan penegakkan disiplin pegawai. Dengan dltetapkannya PP No. 9 Tahun 2003, pemerintah daerah akan menata kembali pegawal daerah dengan mengadopsi pola nasional.
Hasil analisa menunjukan bahwa: kebijakan "enam pilar pembangunan" sebagai kebijakan penataan penyelenggaraan pemerintahan daerah belum konsisten dengan visi dan misi Kota Depok. Pertama, dalam mengidentifikasi kewenangan untuk didelegasikan ke Kecamatan dan Kelurahan, serta diserahkan pada Propinsi, masih mengacu pada kewenangan dari Departeman/LPND, bukan pada Perda Kota Depok No. 46 Tahun 2000, sehingga pelaksanannya tidak konslsten. Penataan bidang kewenangan "Daerah Kota" belum dilakukan, masih terdapat adanya overlapping antar bidang kewenangan; cenderung mempersamakan antara sub bidang, dan rlndan kewenangan dengan suatu kegiatan/aktivitas; serta pelaksanan penataan kewenangan tidak melakukan need assessment Dengan adanya verifikasi, Pemerintah Daerah belum melakukan penyempumaan kewenangan dan rnenyampaikan kepada Pemerintah. Kedua, mengacu pada Kepmendagri dan Otda No. 50 Tahun 2000, menunjukan bahwa organlsasi perangkat daerah Kota Depok memiliki struktur lebih ramping. Namun demiklan, dalam pelakanaan penataan, pembentukan organisasl perangkat daerah belum rnemperhatikan kewenangan daerah, kebutuhan/karakterlstik daerah, kemampuan keuangan dan ketersediaan sumber daya manusia, dan belum sesual visi dan misi Kota Depok."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"One of the spirits of decentralization in carrying local governance aout currently, is signed by regional willing to conduct regional expansion. It is realized by the establishment of new autonomous region. There are some considerations on the establishment of new autonomous region, such as to get the service closer to people, efficiency of national governance implementation, effectivity of resources use and capability, strangthening local democracy and effort to maintain locality uniqueness. Nevertheless, whatever is the reason of the establishment of new autonomous region, refers to the last aims achievement, which is to make governance more efficient on the use of provided resources, the governance more efficient on the use of provided resources, the governance is more effective in realizing people's welfare and more democratic where all the rights and responsible are conducted fairly."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Desentralisasi & otonomi daerah adalah perubahan besar (big-bang) bagi Indonesia. Sejak diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah , kebijakan pemekaran daerah mengalami perubahan yg signifikan. Selama pemerintahan orde baru , pemekaran relatif stagnan dan cenderung top - down policy. Saat ini pemekaran daerah adalah Bottom - Up Policy. Sejak 1999 hingga Januari 2008 telah terbentuk 164 daerah baru yg terdiri dari 7 provinsi baru,, 134 kab. baru, & 23 kota baru. Permasalahan timbul ketika pemekaran daerah lebih dilihat sebagai fenomena politik tanpa melihat persyaratan teknis proseduralnya. Akibatnya banyak daerah yg tdk berkinerja secara optimal . oleh karena itu evaluasi terhadap kinerja/ dampak dr kebijakan pemekaran sangat diperlukan. Tujuan dr studi ini adalah pertama, mengevaluasi perkembangan & dampak pelaksanaan pemekaran daerah di tingkat kab.-kota utamanya dlm. hal perkembangan ekonomi, keuangan pemerintah , pelayanan publik, & kapasitas aparatur & rentang kendali . Kedua mengidentifikasi permasalahan yg muncul atas dilaksanakannya pemekaran daerah. Keempat menyusun & merumuskan rekomendasi kebijakabn berkaitan dengan pemekaran daerah beserta usulan-usulannya yg masih & akan diajukan oleh beberapa daerah. Ada beberapa metode evaluasi yg digunakan dlm studi ini . Pertama metode indeksasi dengan terlebih dahulu membentuk kelompok control - treatment untuk melakukan komparasi apple to antara daerah otonom baru dengan daerah bukan DOB 9Induk & kontrol) ,kedua evaluasi akan dilakukan dengan menggunakan metode metode propensity score matching untuk mencarai rerata dampak (Average Treatment Effect) dari suatu kebijakanpemekaran. Studi ini mengindikasikan bahwa kebijakan pemekaran belum berhasil mensejahterakan masyarakat di daerah pemekaran. beberapa rekomendasi untuk kebijakan pemekaran ini diantara pembenahan dlm proses pengusulan. kedua, pemerintah DOB harus memiliki syarat kapasitas minimal tertentu . ketiga, perlunya alternatif kebijakan selain pemekaran pd level kab./kota yati pemekaran di level kec./desa, kemudian tdk memberikan insentif fiskal utk memekarkan diri. Terakhir pengelolaan & pengaturan penyediaan layanan publik hendaknya memperhatikan keberagaman konidisi geografis daerah & bukan pd populasi saja."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dalmono Darusman
"Sehubungan dengan semakin dekatnya kemungkinan pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah Kabupaten Dati II Kebumen yang merupakan salah satu daerah yang menjadi daerah otonom, perlu melakukan persiapan-persiapan yang dibutuhkan untuk menyongsong pelaksanaannya. Salah satu hal penting untuk diketahui sebelum suatu daerah menyusun rencana pembangunnannya adalah : " bahwa daerah tersebut tahu di mana keberadaannya saat ini dan ke arah mana kecenderungan perkembangannya pada masa yang akan datang, bila tidak dilakukan rekayasa". Untuk itulah dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mengidentifikasi kondisi daerah Kabupaten Dati II Kebumen dalam persiapannya menuju pelaksanaan otonomi daerah.
Penelitian ini menggunalan pendekatan tinjauan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki Kabupaten Dati II Kebumen bila dihadapkan pada dua data nasional yaitu Propinsi Dati I Jawa Tengah dan Propinsi Dati I DI Yogyakarta. Konsep pemikiran teoritis yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah basis ekonomi (economic base) sedangkan alat analisis yang digunakan adalah location quotient (LQ), shift share, dan analisis regresi sederhana dengan metode ordinary least squares (OLS).
Untuk mengetahui keunggulan komparatif yang dimilikinya, maka digunakan analisis LQ terhadap NTB sektoral dan PDRB-nya. Sedangkan untuk mengetahui keunggulan kompetitif yang dimilikinya maka digunakan analisis LQ terhadap tingkat pelayanan pendidikan; dan tingkat kemampuan otonomi daerahnya. Sementara dengan analisis shift share terhadap NTB dan PDRB-nya akan diketahui posisi perekonomian daerah terhadap nasional. Kondisi tersebut merupakan gambaran keadaan sampai dengan saat ini, selanjutnya dengan menggunakan analisis regresi khususnya terhadap data yang runtun waktu maka akan dapat diketahui perkiraan kecenderungannya pada masa yang akan datang.
Di samping itu, untuk melihat prestasi dalam bidang pembangunan manusianya maka dalam penelitian ini juga digunakan analisis peringkat indeks pembangunan manusia (IPM)-nya. Sedangkan untuk melengkapi informasi dalam pembangunan di bidang pendidikannya, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis pembangunan pendidikan dari sisi permintaanya, yakni faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap pendidikan yang diperkenalkan oleh Todaro."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>