Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155663 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donanta Dhaneswara
"ABSTRAK
Baja AISI 3215 merupakan salah satu kelas baja karbon rendah, yang penggunaannya untuk machinery steels. Dalam aplikasinya material ini mengalami gesekan dan pembebanan kejut.
Dalam penelitian ini dilakukan proses karburisasi padat dengan menggunakan media karburisasi yang berbeda, yaitu Green Petroleum Cokes dan Arang Tempurung Kelapa. Proses karburisasi dilakukan pada temperatur 890°C, 920°C dan 950°C dengan waktu tahan 1 jam, 2 jam, 3 jam dan 4 jam.
Dengan peningkatan waktu tahan dan temperatur, secara umum harga kekerasan permukaan Baja AISI 3215 semakin meningkat dari 223 HVN menjadi 958 HVN, demikian pula untuk kedalaman kulit hasil karburisasi dari 0 Pm mencapai 1910 pm.
Dari kedua media karburisasi, ternyata media Green Petroleum Coke lebih baik jika dibandingkan dengan media Arang Tempurung Kelapa."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Juriah Mulyanti
"Paduan Baja Mangan Austenit adalah salah satu baba komersial yang banyak digunakan dalam industri karena memiliki kekerasan dan ketangguhan yang cukup tinggi. Kekerasan dan ketangguhan baja sangat dipengaruhi oleh kandungan Mn dan proses perlakuan panas yang diterapkan.
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kandungan Mn dalam paduan baja mangan austenit, maka dilakukan penelitian dengan membandingkan paduan baja mangan austenit dengan kandungan Mn masing-masing 10%, 11%, 12%, 13% dan 14%. Sedangkan untuk mengetahui perlakuan panas yang sesuai, dilakukan perlakuan austenisasi dengan variasi temperatur 970°C, 1010°C, 1050°C, 1090°C dan 1130°C selama 45 menit yang diilcuti pencelupan air. Proses temper dilakukan untuk separuh sampel dengan pemanasan pada temperatur 300°C selama 60 menit.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada kondisi as cast, penambahan Mn akan meningkatkan nilai kekerasan tetapi menurunkan harga impak. Pada. proses perlakuan panas, kenaikan temperatur austenisasi menyebabkan turunnya nilai kekerasan dan naiknya harga impak, sementara proses temper menyebabkan naiknya kekerasan meski tidak terlalu besar. Pada penelitian ini kekerasan dan ketangguhan yang optimum diperlihatkan pada paduan baja mangan austenit dengan kandungan 13% Mn yang mengalami perlakuan panes dengan temperatur austenisasi 970°C selama 45 menit, pencelupan air, tanpa temper."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian
"Dengan latar belakang beberapa kali pengalaman mendapatkan kebocoran di sistem perpipaan pada salah satu pembangkit listrik panas bumi. Maka dilakukan uji polarisasi yang dilakukan di laboratorium untuk material:
- CS A106 Gr.B : Material untuk pipa kondensat
- API 5 CT/J55 : Material ?Casing? untuk sumur injeksi
- Stl. 410/15% Cr : Material untuk poros pompa
- SUS 316 : Material untuk sudu pompa.
Dan dilakukan pula uji lapangan yang menggunakan Electrical resistant probe sebagai pembanding. Untuk pengujian terhadap produk korosi dilakukan dengan menggunakan XRD dan EDX.
Hasil analisis menunjukan bahwa material baja paduan dari A106 dan J55 tidak mampu membentuk lapisan pelindung dan untuk material 316 SS dan 15% Cr. mampu membentuk lapisan pasif yang sangat besar sampai mempunyai tegangan sekitar 1100 mV Vs SCE(standard calomel electrode) pada lingkungan air kondensat yang berasal dari panas bumi. Hal ini menunjukan bahwa material 316 SS dan 15% Cr. sangat baik sekali dipakai dilingkungan tersebut.
Hasil analisis sampel korosi menunjukan bahwa senyawa-senyawa yang terbentuk adalah Fe3O4 (Magnetite) dan Fe2O3 (Hematite), dan senyawa FeO(OH) (Ferric OxyHydroxide). Hal ini menunjukan bahwa adanya komponen oksigen terlarut yang ikut menyebabkan terjadinya peristiwa korosi.
Dari hasil semua pengujian dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa peristiwa penyebab seringnya terjadi kegagalan atau kebocoran di sistem perpipaan kondensat tersebut adalah akibat terjadinya peristiwa korosi dan erosi.

Based on various experiences of leaks to the condensate piping system at one of the geothermal energy installations, a polarization test was carried out at the laboratory on the following material:
- CS A106 Gr.B : used for Condensate pipe
- API 5 CT/J55 : used for Casing of injection well
- Stl. 410/15% Cr : used for Pump?s shaft
- SUS 316 : used for Pump impeller
A field test was also carried out using an electrical resistance probe for comparison and corrosion products were tested using XRD and EDX.
The results of analysis showed that carbon steel alloys A106 and J55 did not form a protective layer but 316 SS and 15 % Cr grade was capable of forming a thick passive protective layer with having potential around 1100 mVVs SCE (standard calomel electrode) in an environment of condensate produced from geothermal power plant. This shows that grade 316SS and 15% Cr grades are highly suitabel for use in this environment.
The result of analysis of the corrosion sample shows that the compounds formed were Fe3O4 (Magnetite) and Fe2O3 (Hematite) and FeO (OH) (Ferric OxyHydroxide). This shows that there was a dissolved Oxygen component which contributed to the occurrence of corrosion. From the results of all tests and analysis carried out, the conclusion is that repeated failure and leaks in the condensate piping system was caused by corrosion and erosion.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T21576
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susilahadi
"Tesis ini berbasis pada penelitian full-scaled dari sambungan balok-kolom ( beam-column joint) eksterior. Baik balok maupun kolom keduannya merupakan penampang komposit dari penampang kotak baja (di bagian luar) serta beton tanpa tulangan di bagian dalam. Tidak dipasang shear connector pada balok maupun kolom komposit ini. Kolom berdimensi (500x500x3200)mm, sedang balok berdimensi (300x500x2300)mm. Tebal pelat baja 4mm dan mutu baja fy=270 MPa. Beton yang digunakan adalah fc?=33 MPa. Balok dan kolom dihubungkan dengan pelat setebal 16 mm yang dipasang pada sisi atas dan sisi bawah balok dengan alat sambung las. Benda uji dirancang untuk mengalami kehancuran lentur pada titik sejauh 30 cm dari muka kolom. Uji beban dengan menggunakan beban quasi-static berkapasitas 100 ton dengan kemampuan simpangan maksimum sebesar +30/-30 cm. Leleh pertama terjadi pada beban lateral 20 ton dalam simpangan 22 mm. Daktilitas sambungan sebesar 5,93.

The thesis is based on full-scalled exterior joint. Beam and column are composite sections consisted of steel plate ( out side) and conctrete without reinforced ( inner side). There are no shear connector in the beam and column. The dimension of column is 500x500x3200 mm and the beam is 300x500x2300mm. The thickness of the plate is 4 mm ( fy=270 MPa). Beam and column are joined by 16mm thickness of plate steel in both upper side and lower side of beam by welding. The sample is designed to be bending-collapsed in 30 cm away from the column face. Loading test is performed by quasi-static load of 100 tf capacity actuator with +30/-30 cm maximum displacement. First yielding is occurred in 20 tf lateral force and 22mm lateral displacement. Ductility of the joint is 5.93."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29603
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Purnomowati
"Proses karburisasi pada umumnya merupakan proses pengerasan permukaan (case hardening) yang bertujuan untuk meningkutkan kekerusan permukaan baja karena semakin keras sifat baja maka ketahahanan ausnyu pun akan meningkat pula.
Penelitian tentang karburisasi padat dengan menggunakan Green Petroleum Cokes sebagai media karburisasi dan CaCO3 sebagai energizer terhadap Baja SCM 435 (JIS G 4105) dilakukan untuk mengetahui pengaruh media karburisasi tersebut terhadap kekerasan Baja SCM 435 yang dilakukan pada temperatur karburisasi yang berbeda, yaitu 850, 900 dan 950° C dengun waktu tahan selama 4 jam dan kemudian di-quench ke dalam Castrol Oil dan air.
Kekerasan rata-rata permukaan dan kedalaman pengerasan Baja SCM 435 hasil proses karburisasi yang dilakukan pada temperatur 850, 900, dan 950°C yang kemudian ditahan selama 4 jam dan dilakukan pencelupan nada Castrol oil dan air meningkat. Kekerasan Baja SCM 435 yang dicelup dalam air Iebih besar dibandingkan dengan yang dicelup dalam Castrol Oil.
Peningkatan kekerasan Baja SCM 435 hasil proses karburisasi padat yang cukup tinggi menunjukkan bahwa Green Petroleum Cokes dapat digunakan sebagai altematd media karburisasi padat yang sudah ada dan sering digurakan sepertiarang kayu. Demikian pula halnya dengan CaCO3 dapat digunakan sebagai energizer pada proses karburisasi padat untuk meningkatkan kekerasan Baja SCM 435."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41617
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahman
"Material High-Strength Low Alloy Steel (HSLA) yang digunakan dalam pembuatan produk tooth excavator mengalami retak dalam jumlah besar akibat proses heat treatment yang kurang optimal setelah didiamkan selama 2 bulan. Penelitian sebelumnya menemukan keberadaan fasa yang tidak homogen dan keberadaan austenit sisa pada baja. Kemohogenan fasa dibutuhkan untuk mendapatkan struktur mikro yang stabil. Penelitian ini akan berfokus pada prosess heat treatment material pada perlakuan pre-tempering yang dilakukan setelah proses normalisasi. Pre-tempering yang dilakukan pada temperatur 677 ℃ dengan variable waktu tempering masing-masing selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam. Berdasarkan hasil percobaan, pre-tempering yang dilakukan mempengaruhi perubahan fasa yang terbentuk dibandingkan hasil normalisasi. Perubahan yang terjadi yaitu perubahan fasa yang sebelumnya upper-bainite, bainitik-ferit, dan austenit sisa pada hasil normalisasi menjadi fasa granular bainite, bainitik-ferit, austenit sisa, dan persebaran karbida pada sekitar batas butir setelah dilakukan pre-tempering. Kemohogenan fasa juga terlihihat setelah dilakukan pre-tempering selama 3 jam tanpa mengalami coarsening. Selain itu, pre-tempering juga menyebabkan penurunan nilai kekerasan pada baja HSLA akibat terjadinya proses recovery. Diharapkan setelah proses pre-tempering yang optimal terjadi perubahan fasa yang terbentuk secara homogen sehingga dapat ditekan dan dihindarinya fenomena delayed crack saat proses perlakuan panas selanjutnya.

High-Strength Low Alloy Steel (HSLA) materials used in the manufacture of tooth excavator products have cracked in large numbers due to sub-optimal heat treatment process after being allowed to stand for 2 months. Previous studies have found the presence of non-homogeneous phases and the presence of residual austenite in steels. Homogeneous pahses is needed to obtain a stable microstructure. This research will focus on the process of heat treatment materials in pre-tempering treatment conducted after the normalization process. Pre-tempering is carried out at a temperature of 677 ℃ with variable tempering time each for 1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours and 5 hours. Based on the results of the experiment, the pre-tempering carried out affected the change in phase formed compared to the results of normalization. Changes that occur are changes in the previously upper-bainite, bainitic-ferrite, and residual austenite phases in the normalization results to the granular phase of bainite, bainitic-ferrite, residual austenite, and the distribution of carbides around the grain boundaries after pre-tempering. Homogeneous phases was also seen after pre-tempering for 3 hours without experiencing coarsening. In addition, pre-tempering also causes a decrease in the value of hardness in HSLA steel due to the recovery process. It is expected that after an optimal pre-tempering process, the phase changes will occur which are formed homogeneously so that it can be suppressed and avoided the phenomenon of delayed cracking during the subsequent heat treatment process"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Putri Nasaruddin Siradz
"Baja paduan rendah (high strength low alloy steel) atau baja HSLA memiliki aplikasi luas termasuk dalam industri alat berat untuk komponen bucket tooth pada excavator. Bucket tooth dikirim ke konsumen dalam keadaan tanpa cacat namun saat diterima, produk mengalami retak yang diindikasikan sebagai delay crack. Delay crack diduga terjadi akibat terjadinya transformasi isotermal pada austenit sisa yang bersifat metastabil sehingga menghasilkan tegangan sisa dan terjadi inisiasi retak selama masa pengiriman. Penelitian ini berfokus pada proses perlakuan panas yang dilakukan, khususnya pada tahap austenisasi. Austenisasi dilakukan selama 28 menit dengan variabel temperatur 850oC, 870oC, 900oC, dan 926oC. Karakterisasi yang dilakukan yaitu metalografi, pengujian kekerasan mikro dan makro, serta pengujian kuantitatif fasa austenit sisa menggunakan program image analyzer. Mikrostruktur yang dihasilkan berupa tempered martensite. Nilai kekerasan baja naik dengan meningkatnya temperatur austenisasi sampai temperatur 900oC kemudian turun pada 926oC. Jumlah austenit sisa menurun dengan naiknya temperatur austenisasi sampai temperatur 900oC kemudian naik pada temperatur 926oC. Temperatur austenisasi paling optimal dengan nilai kekerasan tertinggi dan persentase jumlah austenit sisa terendah pada 900oC. Jika jumlah austenit sisa rendah, maka kemungkinan terjadi transformasi isotermal pada temperatur ruang dari austenite sisa menjadi fasa lain juga menjadi lebih sedikit sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya delay crack.

High strength low alloy steel has a wide application range, including the heavy equipment industry as material for bucket tooth of excavator. Bucket tooth was shipped to a consumer without any defects but when received, the product has a crack which was indicated as delayed crack. Delayed crack was suspected to happen because the retained austenite experienced isothermal transformation resulting in residual stress and crack initiation during the shipping period. This research focuses on the austenitizing stage of heat treatment process. Austenitizing was carried out for 28 minutes on 850oC, 870oC, 900oC and 926oC. The characterization conducted was metallogaphy, micro and macro hardness testing and retained austenite phase quantification using an image analyzer. The microstructure produced was tempered martensite. The hardness of steel increased with the rise of austenitizing temperature until 900oC, then it decreased at 926oC. The retained austenite amount of steel decreased with the rise of austenitizing temperature until 900oC, then it increased at 926oC. The optimum austenitizing temperature is at 900oC. With low amount of retained austenite, the possibility of isothermal transformation in room temperature of the retained austenite to other phases becomes less so it reduces the likelihood of delayed crack."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Taufiqullah
"ABSTRAK
Pada pengelasan baja, fenomena cold cracking atau retak dingin merupakan problem yang sangat signifikan. Fenomena ini sering terjadi setelah proses pengelasan selesai. Retak ini bisa terjadi pada daerah heat affected zone (HAZ) maupun pada logam las. Secara umum, cold cracking dapat diketahui dan dinyatakan sebagai hadirnya hidrogen dan tegangan pada struktur mikro yang sensitif terhadap retak pada kondisi temperatur di bawah 150oC. Proses pengelasan pelat tebal baja paduan rendah kekuatan tinggi (high strength steel) dalam pembuatan komponen memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap terjadinya fenomena cold cracking. Hal ini disebabkan adanya dua parameter yang saling mendukung yaitu pelat tebal dan baja paduan rendah untuk kemungkinan terbentuknya struktur mikro yang sensitif terhadap retak.
Baja paduan rendah kekuatan tinggi memiliki sensitivitas terhadap retak relatif tinggi karena memiliki nilai karbon ekuivalen (CE) yang tinggi. Sedangkan pelat tebal, laju pendinginan pengelasan menjadi lebih cepat karena daya serap panas lebih besar jika dibanding dengan pelat tipis. Pengontrolan laju pendinginan menjadi faktor utama pada proses pengelasan pelat tebal baja paduan rendah kekuatan tinggi untuk mendapatkan hasil lasan yang bebas dari cold cracking. Dalam penelitian ini dilakukan pengontrolan laju pendinginan pada proses pengelasan baja HSLA dengan tebal 40mm dengan menggunakan media pendinginan udara, blanket dan heater electric. Proses pengelasan yang digunakan Gas Metal Arc Welding (GMAW) dengan parameter pengelasan mengikuti parameter yang tercantum pada standar.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa cold cracking dapat dihindari dengan mengontrol waktu pendinginan pada temperatur rendah (T300- T100) agar lebih besar dari waktu pendinginan kritisnya. Penggunaan media pendinginan berupa electric heater dapat mencegah terjadinya cold cracking pada daerah HAZ lasan HSLA. Retak dapat terjadi karena adanya konsentrasi tegangan, variasi lokal kekerasan dan struktur mikro serta adanya patahan getas pada permukaan retak.

ABSTRACT
Cold cracking phenomenon is a very significant problem on steel weld. This phenomenon usually occurs after welding process finished. Crack often occurr on heat affected zone area. Generally, cold cracking is caused due to hydrogen diffuse during welding process and stress on micro structure which is susceptible to the crack at low temperature (under 150oC). Welding process on thick plate high strength low alloy steel has high risk to cold craacking phenomenon.
The cooling rate of thick plate during welding will increase the absorbtion of heat compare to thin plate. On the other hand, high strength low alloy steel is susceptible to the crack due to high carbon equivalent (CE). Controlling cooling rate is the main factor on thick plate HSLA welding process in order to prevent cold cracking phenomenon. This research will be done by controllong cooling rate on welding process of HSLA steel which have thickness of 40mm and using cooling media such as air, blancket and electric heater. Welding process is carried out by using Gas Metal Arc Welding (GMAW) with welding parameter as stated on the WPS.
The result showed that prevention of cold cracking can be done by controlling cooling time at low temperature (T300 - T100) in order to keep cooling time larger than critical cooling time. The use of cooling media with electric heater can prevent the cold cracking at the HAZ of HSLA weldment. Crack can be found on the weldment due to the present of stress concentration, local variation of hardness and micro structure and present of brittle fracture on the crack surface.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26011
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>