Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pius Sugeng Prasetyo
"ABSTRAK
Kebijakan dalam menangani masalah pemukiman kumuh menunjukkan adanya kecenderungan yang mengarah pada usaha untuk menyingkirkan pemukiman beserta penghuninya dari kawasan yang menjadi tempat bernmukimnya. Kebijakan pemerintah yang demikian ini dilatarbelakangi oleh kepentingan bahwa kawasan perkotaan sedapat mungkin harus bersih dari keberadaan pemukiman yang kumuh (slum area). Di lain pihak, masyarakat dengan keterbatasan yang dimilikinya mempunyai kepentingan untuk memperoleh lahan yang dapat digunakan untuk bermukim. Perbedaan kepentingan ini sering menimbulkan konflik antara pemerintah dengan masyarakat . Suatu hal yang jarang dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan, bahwa penataan atau pengelolaan suatu kawasan pemukiman. yang kumuh dapat dilakukan tanpa harus menggusur para pemukim yang menempati kawasan tersebut. Hal ini ingin menegaskan bahwa masyarakat yang bermukim di pemukiman kumuh perlu diberi suatu kesempatan untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya dalam mengelola permkimannya. Dengan demikian kebijakan yang dibuat sebaikaya mengarah pada suatu pemberdayaan (empowerment) masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya prakarsa serta partisipasi yang muncul dari masyarakat pemukim, temyata mampu mengelola kawasan pemukimau yang semula merupakan pemukiman yang kumuh menjadi suatu pemukiman yang layak untuk dihuni. Pengelolaan yang dilakukan tersebut didasarkan pada suatu konsep yang muncul dari masyarakat itu sendiri yang dikenal dengan nama Konsep Tri Bina yang mencakup Bina Manusia, Bina Usaha, dan Bina Lingkungan.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat pemukim yang didasarkan pada konsep tersebut, ternyata dapat mengintegrasikan antara kepentingan pemerintah di satu pihak dengan kepentingan masyarakat pemukim itu sendiri di lain pihak. Tentu saja upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat tersebut tidak dapat lepas dari peran serta tokoh-tokoh masyarakat serta kelompok kelompok yang ada diluar pemukiman tersebut. Oleh karena itu pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memberikan kesempatan bagi individu atau kelompok seperti misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat ikut serta dalam menangani masalah munculaya pemukiman kumuh tersebut.
Berdasarkan kasus yang diambil dari kawasan pemukiman di Daerah Aliran Sungai Code Kotamadya Yogyakarta maka hal ini dapatlah dijadikan suatu usulan model percontohan, mengingat pemerintah juga masih mempunyai keterbatasan dalam menyediakan fasilitas pemukiman yang mudah dijangkau oleh masyarakat yang berada pada lapisan bawah."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Nasir Basyah
"Salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional adalah jumlah penduduk yang besar. Apabila mereka itu dibina dengan baik, dapat dikerahkan sabagai sumber daya manusia yang produktif bagi pembangunan. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar itu dapat pula menjadi faktor penghambat dan merupakan titik rawan dalam mata rantai pembangunan nasional. Dalam kenyataan besarnya jumlah penduduk dan penyebarannya yang tidak merata seringkali nenimbulkan kondisi yang kurang sehat dalan bidang sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan, mengingat rendahnya pendidikan dan kondisi kesehatan. Menurut data statistik, pertumbuhan penduduk dan angkatan keria pada kurun waktu 1981-2010 dapat diganbarkan sebagai berikut. Dalam dasawarsa 1961-1971. Laju pertumbuhan penduduk kira-kira sebesar 2,1 2 pertahun, sedangkan.pada kurun waktu 1971-1980 dan 1980-1985 laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,3 2 dan 2,1 2 pertahun. Kurun waktu 1990-2000 pertumbuhan penduduk."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadi Lambali
"Penelitian mengenai implementasi kebijakan. di Indonesia masih jarang dilakukan. Studi implementasi sendiri mulai nampak pada awal tahun 1970-an. Sampai akhir Repelita V penelitian mengenai Implementasi kebijakan, khususnya permukiman kumuh masih terbilang langka. Permukiman kumuh di kota-kota besar disebabkan oleh besarnya laju urbanisasi yang tinggi. Laju urbanisasi Kotamadya Ujung Pandang 1,8 %, angka tersebut melebihi angka pertumbuhan penduduk Kotamadya Ujung Pandang yakni 1,7 %.
Penanggulangan masyarakat yang bermukim pada wilayah-wilayah kumuh belum mempuayai suatu model implementasi yang baku. Sistem yang mengatur mengenai proyek dan program yang diimplementasikan belum memadai, terutama menyangkut komunikasi (Communication), sumber daya (resources), disposisi atau sikap (disposition or attitudes) dan struktur birokrasi (bureaucratic structure). Dari pemikiran di atas penelitian ini berjudul Implementasi Kebijakan permukiman Kumuh di Kotamadya Dati II Ujung Pandang.
Dalam penelitian im dikaji mengenai (1) sejauh mana implementasi kebijakan pemukiman kumuh di Kotamadya Dati II Ujung Pandang. (2) Bagaimana pengaruh implementasi kebijakan terhadap permukiman kumuh di Kotamadya Dati II Ujung Pandang. (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan permukiman kumuh di Kotamadya Dati II Ujung Pandang.
Implementasi kebijakan pemukiman kumuh di Kotamadya Dati II Ujung Pandang dilakukan oleh beberapa departemen, instansi, dan organisasi kemasyarakatan. Departemen yang terkait antara lain: Depattemen Sosial dan Departemen Pekerjaan Umum, masing-masing pada tingkat I (Propinsi) dan tingkat II (Kotamadya), Dinas Kesehatan bekerja sama BKKBN. Semua Departemen dan Dinas tersebut bekerja sama dengan Pemerintah daerah Kotamadya antara lain: Bappeda Tingkat II, Bangdes, Kecamatan dan kelurahan serta lembaga-lembaga dan organisasi yang terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan permukiman kumuh di Kotamadya Dati II Ujung Pandang belum terlaksana secara maksimal. Hal ini sangat dipengaruhi oleh peranan lembaga-lembaga pemerintah yang terlibat langsung dalam pelaksanaan permukiman kumuh tersebut. Pengaruh implementasi kebijakan publik terutama menyangkut sistem komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap, dan struktur birokrasi sangat mempengaruhi implementasi kebijakan permukiman kumuh di Kotamadya Dati II Ujung Pandang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan permukiman kumuh antara lain faktor pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Faktor ini terakumulasi menjadi satu ke dalam sistem kehidupan masyarakat kumuh di Kotamadya Dati II Ujungpandang.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto Wirjosiswojo
"Dalam seminar sehari gerakan Ciliwung Bersih tanggal 22 Ag ustus 1989 dikemukakan bahwa Alur Ciliwung dengan panjang + 117 km, dihuni o l eh ± 6 . 264. 509 jiwa, serta tata gunanya diperuntukan sebagaf sawah , situ dan sungai, ladang, perkebunan, bangunan dan pekarangan . Salah satu penyebab banjir adalah berkurangnya jalur hijau sebagai penyanggah air. Hal ini disebab kan meningkatnya pertambahan penduduk dan kebutunan tanah untuk bermukim. Permukiman sesuai dengan ketentuan pemerintah adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan kehidupan.
Permukiman penduduk yang tidak sesuai dengan ketehtuan pemerintah merupakan penyimpangan dari pola permukiman dan keadaan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku penduduk. Perilaku penduduk terhadap Daerah Alur Sungai yang dapat mempengaruhi pola permukiman antara lain adalah karena tingkat pendidikannya yang belum memadai terutama mengenai lingkungan hidup. Demikian juga jenis pekerjaan penduduk yang beraneka ragam belum meberikan dampak yang positif terhadap pemeliharaan lingkungan. Di samping itu perencanaan dan pengawasan Pemerintah Daerah terhadap pembatasan pertambahan penduduk serta tata guna tanah belum secara keseluruhan dapat di1aksanakan. Keadaan ini dapat dikemukakan pada hal-hal sebagai berikut :
  1. Berkurangnya jalur hijau di sepanjang Daerah Alur Sungai.
  2. Bertambahnya jumlah permukiman di Daerah Alur Sungai menimbulkan pula bertambahnya aktivitas pembuangan sampah rumahtangga ke badan air.
  3. Banyaknya rumah penduduk yang dibangun menjorok ke badan sungai sehingga mengakibatkan penyempitan atau mengubah A1ur Sungai.
Dari uraian-tersebut maka masalahnya adalah sebagai berikut :
Seberapa jauh pengaruh tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan
penduduk setempat dengan pola permukiman di Daerah
A1ur Ci11wung ?.
Hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut ;
  1. Penduduk yang mempunyai pendidikan tinggi bermukim lebih jauh dari tepi sungai daripada penduduk yang berpendidikan dasar dan menengah,
  2. Penduduk yang mempunyai pekerjaan bukan sebagai pegawai negeri bermukim lebih dekat ke tepi sungai dari pada pegawai negeri.
Jenis penelitian adalah survai, observational cross sectional dengan menggunakan sampel secara acak. Besarnya sampel ditentukan berdasarkan taksiran proporsi jumlah subyek dan interval konfidensi ditetapkan sebesar 95%. Jumlah sampel di kelurahan Bidaracina adalah 58 KK dan di kelurahan Baranangsiang 30 KK. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan pengujian hipotesis dengan uji Ch1 Square.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut :
  1. Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk setempat, maka mereka ternyata semakin agak jauh bermukim dari Daerah Alur Ciliwung. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk yang berpendidikan tinggi mempunyai persepsi yang lebih baik terhadap pola permukiman penduduk danipada mereka yang berpendidikan dasar dan menengah, berarti pendidik an dapat mempengaruhi pola permukiman.
  2. Jenis pekerjaan penduduk setempat ternyata tidak mempengaruhi mereka untuk bermukim di Daerah Alur Ciliwung. Hal ini berarti dengan jenis pekerjaan apapun tidak mempengaruhi pola permukiman.
  3. Perencanaan diarahkan kepada status, penempatan dan proses kegiatan penduduk dengan upaya membatasi pertambahan penduduk. Sedangkan pendidikan diarahkan kepada pendidikan non formal yang memprioritaskan pendidikan berwawasan lingkungan.
  4. Pengawasan dilakukan dalam hal tata guna tanah- untuk mencegah berkurangnya jalur hijau, pemakaian tanah negara dan pengendalian bahaya banjir.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Lalita Basuki
"Penataan ruang merupakan upaya aktif manusia dalam membina hubungan dengan lingkungan hidup, yaitu dengan mengubah lingkungan alam menjedi lingkungan budaya dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks. Sehubungan dengan kenyataan itu, Rapoport (1977) mengajukan tiga pertanyaan umum, yaitu 1) bagaimana manusia membentuk lingkungan binaan yang spesifik, 2) bagaimana lingkungan binaan tersebut memberi pengaruh pada manusia, dan 3) bagaimana bentuk-bentuk interaksi timbal baiik antara manusia dan lingkungan. Tata ruang permukiman tradisional Bali merupakan wujud adaptasi aktif terhadap lingkungan hidup dengan pola pemanfaatan ruang-ruang permukiman yang diiandasi filosoti agama Hindu Baii dan falsafah budaya setempat yang menghargai tinggi keseimbangan (equilibrium). Tata ruang tradisional sebagai wadah kehidupan tidak bebas dari pengaruh modernisasi, termasuk perkembangan teknoiogi dan masuknya nilai-nilai budaya baru. Kecenderungan masyarakat Bail untuk mempertahankan niiai-nilai keseimbangan budaya dalam menata ruang permukiman tradisional yang justru. merupakan daya tarik pariwisata, menjadi hal yang melatarbelakangi peneiitian ini.

Spatial arrangement is a human effort in building their relations with the environment actively, changing it to be a cultural environment, to fulltill their complicated needs. According to that fact, Rapoport (1977) proposed three general questions, 1) how do people shape their environment?, 2) how and to what extent does the physical environment affect people??, 3) how do people and environment act in this two-way interaction? Spatial arrangement in the traditional Balinese settlement was an active adaptation toward the environment based on the spatial settlement pattem. their heritage, the Hindu Bali religious, and the vemaoular culture philosophy which highly appreciated the equilibrium. Traditional spatial arrangement as an ordered for the living environment was not free from the modernization influences, included technology and the new culture values. Tendency to conserve the equilibrium culture values in spatial arrangement of the traditional Balinese settlement which exactly will be attractived for tourism, was the main reason for this study."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T10849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprimeno Sabdey
"Penelitian ini mengkaji perubahan kebudayaan yang dalam hal ini adalah konsep-konsep yang berkaitan dengan sistem kepercayaan yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan corak dan pola pemanfaatan dan pengelolaan ruang pemukiman desa Lubu' Hiju', Kalimantan Tengah. Penelitian ini mencoba menjelaskan kaitan antara masuknya ajaran kristen (dalam hal ini kristen protestan) ke dalam sistem kepercayaan orang Lubu' Hiju' dengan fenomena perubahan pola ruang pemukiman desa Lubu' Hiju'. Selanjutnya penelitian ini juga melihat bagaimana peran hal-hal lain seperti para pendatang, HPH dan informasi-informasi luar, pada peniscayaan perubahan-perubahan yang terjadi (tidak hanya pada persoalan pola pemukiman) pasca masuknya ajaran kristen dalam sistem pengetahuan orang Lubu' Hiju'.
Penelitian ini menggunakan pendekatan participant observation seperti yang dianjurkan oleh Spradley. Dan dalam pengurnpulan data dilakukan pengamatan terlibat, wawancara dan diskusi-diskusi kelompok. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan diri dengan cara menjadi bagian dari masyarakat tersebut sebagai guru sekolah dasar selama masa penelitian. Dengan pendekatan seperti ini, keberadaan peneliti di tengah-tengah masyarakat tidak menjadi terlalu asing dan dapat diterima dengan baik. Pendekatan participant observation dilakukan untuk menggali semua informasi yang dimiliki masyarakat berkenaan dengan sejarah yang mereka alami sendiri maupun yang mereka serap dari penuturan generasi sebelumnya. Pendekatan ini efektif karena hubungan yang dibangun antara subjek dan peneliti adalah hubungan antara anak dan orang tua yang sedang mempelajari cerita-cerita masa lalu dari kebudayaannya sendiri.
Pemukiman orang Lubu 'Hiju' selalu berkembang ke arah hilir desa. Bagian hilir ini adalah bagian yang boleh dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan lahan pemukiman mereka. Sedangkan bagian hulu adalah bagian yang dianggap sakral dan tidak boleh dibangun. Bagian ini ditandai oleh adanya seonggok batu yang dianggap mempunyai kuasa yang mampu menolong seluruh anggota kampung, selain itu juga dianggap bisa menghukum kalau hal-hal tertentu yang ditakuti dalam sistem kepercayaan mereka dilanggar. Batu ini di sebut sebagai batu panahan yang proses pelestariannya dibungkus dengan konsep pamali. Menjadi menarik ketika penelitian ini dilakukan, batu yang dibungkus dengan konsep pamali tersebut sudah tidak berada pada tempatnya dalam pola pemukiman desa Lubu' Hiju' ini. Pengembangan desa tidak lagi berjalan ke arah hilir saja, tetapi sudah berkembang juga ke arah hulu.
Penelitian ini lebih khusus berkaitan dengan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan secara teoritis disebabkan oleh 2 (dua) hal yang berasal dari dalam dan dan luar masyarakat itu sendiri. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Lubu' Hiju' dimulai oleh adanya persentuhan mereka dengan kebudayaan lain. Masyarakat Lubu' Hiju' mengalami perubahan secara cepat terjadi setelah masuknya ajaran kristen yang secara prontal mengintervensi konsep-konsep khususnya yang berkaitan dengan sistem kepercayaan mereka. Perubahan yang diawali dari kristenisasi ini pada tahun-tahun berikutnya lebih dimantapkan lagi oleh regenerasi kepemimpinan adat dan laman yang tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan mereka, ditambah lagi oleh kedatangan guru-guru sekolah yang semuanya beragama kristen, ledakan penduduk yang tidak alami, pertemuan mereka dengan kebudayaan luar (dalam hal ini jawa) lewat pedagang-pedagang kain, dan kedatangan perusahan kayu (HPH) yang beroperasi di sekitar Lubu' Hiju'.
xvi + 159 halaman + glossary + gambar + peta + foto + daftar pustaka + riwayat penulis"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Aris Saleh
"ABSTRAK
Kawasan permukiman menurut RTRW Propinsi Jawa Barat adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam dan buatan manusia, sehat dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha. Secara ruang apabila digunakan untuk kegiatan permukiman akan memberi manfaat meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunakan prasarana dan sarana permukiman, meningkatkan perkembangan lintas sektoral dan subsektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya, tidak mengganggu fungsi lindung, tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam, meningkatkan pendapatan nasional dan daerah, menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Permukiman menurut Pasal 1 (3) Undang-Undang No.4/1992, adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Depok selama 12 tahun (sampai tahun 2002) meningkat hampir 5 kali lipat dengan laju pertambahan penduduk 13,6 % pertahun. Pertambahan penduduk ini memberi tekanan terhadap Kota Depok dan mengakibatkan semakin meluasnya daerah permukiman. Indikasi terjadinya ketidaksesuaian penggunaan tanah di Kota Depok dapat dilihat dari basil overlay antara permukiman eksisting dengan lokasi permukiman RTRW Kota Depok 2010 yang terdistribusi di 6 kecamatan dengan luas yang berbeda¬beda. Target objek penelitian adalah permukiman yang terbangun di kawasan non-budidaya terutama di kawasan sempadan sungai karena telah melanggar "Fungsi Lindung". Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis mengenai kesesuaian tanah untuk permukiman berdasarkan aspek fisik tanah dan aspek legalitas. Untuk pembanding dan membantu hasil analisis spasial tersebut dilakukan pengambilan angket di lokasi penelitian.
Klasifikasi kesesuaian tanah didasarkan kepada kelas interval terhadap total nilai yang diperoleh setiap poligon hasil overlay melalui pembobotan dan skoring, yang kemudian dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu, Sangat Sesuai (SI), Cukup Sesuai (S2), Sesuai Marginal (S3) dan Tidak Sesuai (N). Dari hasil analisis spasial kesesuaian tanah untuk permukiman berdasarkan aspek fisik tanah didapatkan bahwa klassifikasi kesesuaian tanah daerah yang diteliti untuk Kelas Sangat Sesuai (Si) memiliki luas 1%, Kelas Cukup Sesuai (S2) adalah 4%, Kelas Sesuai Marginal (S3) dengan luas tanah 85% dan Tidak Sesuai (N) dengan luas 10% dari luas seluruh daerah penelitian. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi permukiman yang diteliti kurang layak dijadikan lokasi permukiman.
Dari hasil analisis spasial kesesuaian tanah untuk permukiman berdasarkan aspek Legalitas berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor: 8 Tahun 2005 Tentang Sempadan Sumber Air dan Peraturan Daerah Kota Depok No. 18 tahun 2003 tentang Garis Sempadan sungai didapatkan telah terjadi penyimpangan penggunaan tanah di kawasan sempadan Ci Liwung khususnya dalam lokasi penelitian terdapat permukiman seluas 108.417,62 m2.
Dari hasil penilaian terhadap variabel analisis didapatkan salah satu faktor pendorong terjadinya penyimpangan penggunaan tanah tersebut adalah variabel akses, Hasil analisis SIG menunjukkan bahwa kawasan sempadan Ci Liwung mempunyai akses yang baik tehadap jalan raya (Margonda Raya). Dari hasil angket didapat jawaban tentang keamanan tempat tinggal Sangat aman 18%, Aman 44%, Cukup aman 28%, Tidak aman 10% dan Sangat tidak aman 0%. Dengan demikian mereka menganggap bahwa lokasi tempat tinggal mereka adalah aman walaupun berada di kawasan yang terlarang untuk permukiman.

ABSTRACT
Land suitability is defined as the adaptability of land for a certain purpose of use. Land suitability for settlement area is general referred to suitability related to law, security and safety of the inhabitants. For example, the utilization of a certain land use must be in line with City Spatial Planning on land utilization, easily accessible, free of flood, in stable land condition, distanced from pollution sources, and have water resources.
The use of a certain land that does not in line with its purpose of use, will create generally some problems as happened in Depok in the last several years. Natural disasters such as landslide and flood at the end of the year, hit some settlement areas in Depok causing some material damages and loss of lives. The indication of unsuitability in Depok can be seen from the overlay result between the existing settlement areas and settlement locations from the City Spatial Planning of Depok 2010 distributed over 6 sub-districts with different area sizes. The targeted object of the research is the settlement areas in the non-cultured areas, especially in the buffer zone of a river, because it is against its "conservation function" as defined by the law. Spatial analysis is done with a geographic information system (GIS) on the land suitability for settlement area based on the land's physical and legal aspects. A questionnaire is also collected in the research location for the purpose of bench marking and supporting the spatial analysis.
Land suitability classification is performed based on the interval class value obtained by each polygon resulted from the overlay, through weighting and scoring. Land suitability is then classified into 4 classes: Very Suitable (SI), Suitable (S2), Marginally Suitable (S3), and Not Suitable (N). The result of spatial analysis of the Iand suitability for settlement area based on the physical aspects of the land shows that only 1% of the researched area falls into the class Very Suitable (SI); 4% into the class Suitable (S2); 85% into the class Marginally Suitable (S3), and 10% falls into the class Not Suitable (N). This analysis shows that most of the areas being used for settlement, is actually moderate suitable for settlement purpose.
The result of spatial analysis of the land suitability for settlement area based on the legal aspect, i.e. Local Regulation of The Province of West Java, No: 812005 on Buffer Zone of Water Resources and Local Regulation of The City of Depok No. 18/2003 on River's Buffer Line, shows an infraction of these laws because of the existing settlement areas in Ci iwung's buffer zone of 108,417,62 m2.
From the result of variable analysis, it is found out that one of the factors causing this unsuitability of land use, is the accessibility. The GIS- analysis shows that Ci Liwung buffer zone is easily accessible from a big road (Margonda Raya Street). From the questionnaire, it is also found out that 18% of the people living in this buffer zone think that the place is very safe, 44% think it is safe, 28% think it is moderately safe, 10% think is unsafe, and 0% think it is very unsafe. Therefore, they consider that their area is safe although it is located in the forbidden zone for settlement.
"
2007
T20649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriani Soemantri
"Skripsi ini bcrusaha untuk menur.jukkan hubungan ao - sial yang terjadi anter transmigran dan transmigran dengan masyarakat setempat, di Proyek Pemukiman Transri.grasi Dendang I - Jambi. Hubungan aosial adalah polo interaksi berulang yang terjadi diantara dua orang/kelompok manusia atau lebih.Sirbol- sinboll) yang bersumber pada kebudayaan terten-tu diwuj;.:a'kan oleh pelaku kotika 'aerhubungcn dclam ling - kungan kebudayaan nasional, umun clan suku bangsa inilah yang ingin ditunjukkan oalam skripsi ini.Sebagai pegangan &.lam penyucun n skripsi ini, digu_nakan suatu kerangka yang diusulkan Suparlan (1979) untuk menggabungkan ide Bruner mengenai tiga komponen sebagai andikasi perwujudan kesukubangsaan dengan ide Oespres mengenai tiga suasana interaksi, menjadi 3 lingkungan kebudayaan, yaitu lingkungan kebudayaan naaional,umum,suku - bangsa. Ketiga lingkungan kebudayaan ini, berpengaruh a - tau turut menentukan perwujudan kelakuan don interaksi Para pelaku."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S12696
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1992
363.509 5 POL (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Cahya Pratiwi
"Skripsi ini membahas mengenai perkembangan permukiman kolonial di Kawasan Braga Bandung. Kawasan ini berada di lokasi yang strategis yaitu di antara stasiun kereta api dan Jalan Raya Pos sehingga kawasan ini dijadikan sebagai suatu pemukiman pada masa kolonial. Pemukiman di kawasan ini berupa pertokoan, pusat hiburan, kantor dan pabrik. Sehubung dengan latar belakang permasalahan maka permasalahan penelitian yaitu, bagaimana perkembangan pemukiman yang ada di kawasan Jalan Braga dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Braga. Metode penelitian yang digunakan terdapat tiga tahap yaitu pengumpulan data, analisis, dan interprestasi. Setelah itu hasil dari penelitian ini berupa gambaran perkembangan permukiman di kawasan Braga dalam beberapa periode berdasarkan persebaran bangunan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
This undergraduate thesis discusses about the development of the colonial settlement area of Braga Bandung. This area is located in a strategic which is between the railway station and De Groote Postweg make this area serve as a settlement in the colonial period. The settlement in this area is shops, entertainment centers, offices, and factories. Based on the background of the problems that have been explained, the research problem is how the development of settlements in the Jalan Braga area and what are the factors that influence the development of the Braga area. The research method used there are three stages: data collection, analysis, and interpretation. After that the results of this study are in the form of a description of the development of settlements in the Braga area in several periods based on the distribution of buildings along with the factors that influence them."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>