Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130325 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lamech A.P., compiler
"ABSTRAK
Kemajemukan hukum atau pluralisme hukum merupakan salab satu tema penting dalam nuansa kajian antropologi hukum (Rouland, 1992:2-4). Pluralisme hukum seperti dijelaskan oleh Hooker (1975:2-4) berkembang antara lain melalui pemerintahan kolonial dan berdirinya negara-negara baru. Di Indonesia misalnya, proses terjadinya pluralisme hukum berawal dari penerapan hukum oleh penjajah terutama pada masa kolonial Belanda ketika penduduk Indonesia (jajahan) digolongkan menjadi tiga golongan dimana masing-masing tunduk pada hukum yang berlainan, yaitu golongan Eropa, Timur Asing, dan golongan Bumiputera (lihat: Arief, 1986:10-14; Ter Haar, 1980:21-25). Semenjak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, sistem hukum nasional diwarnai oleh koeksistensi hukum formal dari negara dan hukum adat dari kelompok-kelompok etnis di Indonesia. Dalam hal ini, corak pluralisme hukum di Indoensia diwarnai oleh hukum formal yang sebagian merupakan peninggalan hukum kolonial dan produk hukum baru pemerintah Indonesia di satu pihak dan di lain pihak adalah hukum adat dari masing-masing kelompok etnis yang diakui keberadaannya oleh negara.
Eksistensi dan penerapan hukum yang berbeda-beda dalam kenyataan hidup bermasyarakat menimbulkan pandangan yang berbeda mengenai hukum mana yang menjadi pilihan utama untuk diterapkan. Salah satu aliran pendapat menyatakan bahwa bagaimanapun juga, dalam situasi pluralisme hukum, pada akhirnya yang menentukan adalah hukum dari negara. Pendapat yang dikenal dengan sebutan legal centralism ini ditentang oleh Griffiths (1986:4) yang menyatakan bahwa pada kenyataannya hukum negara itu tidak sepenuhnya berlaku. Dalam masyarakat dapat dikenai lebih dari satu tatanan hukum. Di Indonesia kritik dari Griffiths ini didukung oleh kenyataan bahwa terdapat kasus-kasus dimana hukum nasional belum menjangkau semua lapisan masyarakat. Alfian (1981:148), misalnya, menunjukkan peranan yang kurang berarti dari hukum nasional dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat Aceh. Tingkah laku mereka banyak dipengaruhi oleh norma-norma atau nilai-nilai agama dan adat daripada peraturan-peraturan hukum yang seyogyanya harus berlaku. Pada sisi lainnya, terutama dalam kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa, terdapat juga situasi dimana lembaga hukum formal untuk menyelesaikan konflik atau sengketa tidak mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan yang jauh terpencil. Contoh dari situasi seperti ini dijumpai pada orang Tabbeyan, sebuah desa di Kabupaten Jayapura (Irian Jaya), dimana terjadi konflik baik antar warga masyarakat itu sendiri maupun antara warga desa itu dengan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) yang konsesi hutan di daerah tersebut, namun tidak mudah memperoleh akses untuk menggunakan lembaga peradilan formal untuk menyelesaikannya (Tjitradjaja, 1993).
Keberadaan yang sesungguhnya dari sistem-sistem hukum dalam situasi pluralisme hukum dapat dilihat dalam pola pilihan yang dibuat terhadap sistem-sistem hukum tersebut dan hagaimana sistem-sistem hukum yang berbeda itu secara efektif dapat dipakai untuk menyelesaikan setiap masalah hukum yang timbul dalam masyarakat yang bersangkutan, terutama dalam penyelesaian sengketa yang timbul (Hooker, 1975). Secara teoritis semua sistem hukum mendapat peluang yang sama untuk dipilih sebagai sistem yang diandalkan dalam menghadapi setiap peristiwa hukum. Namun demikian pada kenyataannya pilihan-pilihan hukum mana yang dipakai bergantung pada strategi pembangunan hukum negara yang bersangkutan dan situasi-situasi nyata yang mengarahkan pilihan atas suatu sistem hukum. Dalam kaitan inilah proses penyelesaian sengketa pada suatu situasi pluralisme hukum dapat dipakai sehagai suatu pendekatan dalam menganalisa keberadaan dan keefektifan dari sistem hukum yang ada dalam memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi oleh warga masyarakat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusmadi Murad
Bandung: Alumni, 1991
346.043 RUS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus SAA
"Tesis yang berjudul di atas terdiri dari 173 halaman. Tesis tersebut terbagi dalam lima bab, yakni Bab I, Pendahuluan, Bab II, Gambaran umum Kabupaten Jayawijaya. Bab III, tentang pola pemukiman orang Dani. Bab IV, Aktivitas keluarga orang Dani. Bab V, perumahan sehat yang diperkenalkan pemerintah dan Bab VI, berisi kesimpulan dan saran. Tesis ini berisi tiga peta wilayah penelitian, delapan tabel, delapan bagan, dan dua gambar bangunan perumahan.
Sasaran kajian pada orang Dani yang bermukim di lembah Balim Kecamatan Wamena. Masalah penelitian adalah mengapa perumahan ideal di lingkungan pemukiman sehat yang diperkenalkan pemerintah tidak diterima dan dihuni komunitas lokal orang Dani? Untuk meniawab permasalahan di atas dilakukan melalui beberapa pertanyaan penelitian, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Tehnik pengumpulan data di lapangan melalui pengamatan dan wawancara. Pemukiman yang dimaksud dalam tesis ini adalah pemukiman yang mengandung unsur-unsur, yaitu tata ruang, bangunan perumahan, keluarga penghuni dan adaptasi keluarga.
Tesis ini membahas tentang empat temuan utama, yakni pertama, konsep penataan ruang pemukiman dan fisik konstruksi bagunan perumahan tradisional dan pola baru yang diperkenalkan pemerintah atau pemukiman sehat. Kedua, tidak dihuninya pemukiman sehat. Ketiga, modifikasi perumahan sehat. Keempat, pengorganisasian anggota keluarga penghuni pemukiman.
Hasil temuan pertama menunjukkan bahwa pola pemukiman orang Dani di lembah Balim Wamena, dewasa ini terdiri dari dua pola pemukiman, yakni pola tradisional yang di sebut silimo dan pola baru yang diperkenalkan pemerintah yang disebut perumahan ideal dilingkungan pemukiman sehat. Makna pemukiman tradisional atau silimo mengandung dua komponen utama, yakni ruang dan penghuni. Hasil kajian menuniukkan bahwa penataan ruang silimo adalah melingkar dan dikelilingi pagar, di dalamnya terbagi dalam sebelas ruang, yakni muso hulak, hunu, ebe-ae, hakse, honai, pilamo, wam dabula, wam lalma, oaiyagi dan sili. Kesebelas ruang tersebut ditata secara berurutan mulai dari muso hulak sampai dengan oaiyago, setiap ruang mempunyai fungsi dan makna mendalam bagi kehidupan mereka. Sebelas ruang antar satu dengan lainnya berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai silimo yang ideal. Wujud fisik kesebelas ruang dalam silimo ada yang tsrbuka dan ada yang tertutup, ruang yang tertutup berada dalam bangunan, masing-masing ruang dipisah dengan pagar mini, intensitas pemanfaatan ruang sill sedangkan ruang lainnya terbatas.
Silimo yang ideal terdiri dari lima bangunan, yakni ebe-ae, honai, pilamo, wam dabula dan hunu. Wujud fisik konstruksi bangunan terbagi dua, yakni bangunan bulat dan bangunan memanjang. Fisik bangunan honai, ebe-ae dan pilamo berbentuk bulat dan hanya satu ruang berlantai dua, sedangkan bangunan hunu dan wam dabula memanjang, di dalamnya disekat menjadi beberapa ruang sesuai kebutuhan penghuni. Honai dan ebe-ae berfungsi sebagai tempat tinggal, reproduksi dan sosialsasi. Pilamo berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda sakral kebudayaan mereka dan lantai dasar sebagai sarana sosialsasi. Pertumbuhan penghuni mempengaruhi penambahan dan pemugaran bangunan di dalam silimo. Hunu berfungsi sebagai tempat pengelolaan makanan dan wamdabula berfungsi sebagai tempat pemeliharaan ternak babi.
Penghuni silimo terdiri dari manusia dan hewan, tumbuhtumbuhan dan benda-benda kebudayaan mereka. semuanya menempati ruang masing-masing. Keluarga penghuni silimo di organisir melalui tiga kelompok, yakni keturunan patrilineal, perkawinan dan tempat tinggal. Adanya pemisahan keluarga penghuni dalam rumah khusus, yaitu wanita di ebe-ae dan laki-laki di honai. Kebudayaan orang Dani adanya larangan perkawinan dalam klen dan gabungan klen yang tergolongan dalam satu moleti atau paroh masyarakat, yaitu waya dan vita. Keluarga penghuni silimo dapat membangun dan menata tata ruang silimo maupun fisik konstruksi bangunan perumahan yang sesuai dengan tuntutan alami, kehidupan sosial dan kebudayaan mereka.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan terintegrasi sesama anggota keluarga di silimo dilakukan berbagai aktivitas. Aktivitas yang diangkat dalam karya tulis ini, yakni sistem kepemimpinan, mats pencaharian hidup, poly pengelolaan makanan, kepercayaan, pola pengasuhan anak dan transformasi budaya. Semua aktivitas ini merupakan kegiatan yang dilakukan anggota keluarga dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka di silimo.
Konsep pemukiman sehat dan perumahan ideal yang diperkenalkan pemerintah pada orang Dani mengandung dua kontponan besar yakni pertama ruang dan kedua penghuni. Penataan ruang pemukiman sehat terbagi dua, yaitu ruang hidup atau ruang serba guna dan ruang tidur. Untuk membatasi ruang yang satu dengan ruang lain nya dengan dinding bangunan perumahan. Ruang hidup atau ruang serba guna berfungsi sebagai sarana untuk berbagai aktivitas penghuni, sedangkan ruang tidur berfungsi untuk tidur.
Konsep penataan ruang perumahan sehat terbatas hanya dua ruang, sedangkan konsep penataan ruang silimo sebelas ruang, persepsi orang Dani bahwa Ruang dalam perumahan sehat tidak mencukupi kebutuhan atau dianggap kurang lengkap untuk dihuni, fisik konstruksi bangunan sebagaimana dikemukakan diatas adalah tidak sesuai dengan kondisi lingkungan alam, penggabungan keluarga dalam satu bangunan perumahan tidak sesuai dengan kehidupan sosial dan kebudayaan orang Dani. Ketidak sesuaian konsep pemukiman sehat berakibatkan perumahan sehat yang di perkenalkan pemerintah sejak tahun 1970-1990 tidak diterima dan dihuni orang Dani. Penghuni perumahan sehat yang diperkenalkan pemerintah di peruntukan bagi keluarga inti.
Berkat transformasi kebudayaan, di mana orang Dani yang membuka diri dan menerima konsep perumahan sehat yang diperkenalkan pemerintah dapat memodifikasi bangunan tersebut. Wuaud modifikasi adalah di belakang perumahan sehat di bangun honai sebagai tempat tingggal, reproduksi dan sosialisasi di belakang honai di bangun wam dabula sebagai sarana pemeliharaan ternak babi sedangkan perumahan sehat digunakan untuk menyimpan peralatan kerja mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Hindom
"Secara keseluruhan Tesis ini mempelajari dampak pembangunan nasional terhadap petani Dani, terutama mengkaji respon-respon yang tampak maupun tidak tampak dalam kehidupan sehari-hari mereka dalam lingkungan pembangunan nasional. Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam kajian tesis ini adalah kehidupan ekonomi nasional memasuki kehidupan ekonomi orang Dani yang bertumpu pada budi daya mereka yang secara mendalam telah terpadu serta mengakar dan merupakan bagian dari budaya mereka yang sulit terpisahkan. Kehadiran pembangunan mau tidak mau terjadi berbagai benturan. Untuk itu dapat dilihat sejauhmana antisipasi masyarakat terhadap benturan akibat pembangunan tersebut dan perlu dilihat dari berbagai respon yang timbul hal inilah yang menjadi pokok perhatian dalam kajian tesis ini.
Pembangunan nasional bukan bertujuan semata-mata untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara fisik tetapi lebih dari itu untuk meningkatkan olah pikir masyarakat agar cita rasa dan perilakunya berubah ke arah nilai-nilai yang mengharapkan kehidupan yang lebih baik. Begitu pula dengan kehidupan pembangunan bagi orang Dani yang mendiami lembah Baum yang menginginkan agar kehidupan mereka hari esok lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai perubahan-perubahan yang secara sadar dilakukan oleh masyarakat walaupun dalam konteks yang kecil dan berjalan secara lamban. Perubahan yang nampak lebih adaptif bagi masyarakat adalah perubahan pada sektor pertanian karena adanya keterbukaan masyarakat mengadoptif berbagai perubahan yang ada. Disamping itu selain sebagai makanan pokok mereka juga mempunyai hubungan dengan kebudayaan mereka dimana ubi manis dan babi merupakan konsumsi utama dalam merayakan berbagai perayaan adat mereka.
Ubi manis merupakan jenis tanaman yang diusahakan secara turun temurun dari generasi ke generasi, dan juga babi kedua bahan makanan ini memiliki nilai religi yang sangat tinggi. Sehubungan itu kelestariannya sampai saat ini terus di jaga dan dipelihara malah ditingkatkan lagi karena telah menambah fungsi ekonomi bagi mereka. Walaupun dikatakan ubi manis merupakan jenis tanaman transfer dari leluhur mereka begitu juga babi tetapi mereka adaptif dengan keanekaragaman jenis tanaman lain begitu juga ternak yang diperkenalkan baik pertama kali oleh para missionaris maupun melalui kegiatan pembangunan. Ini menandakan adanya respon masyarakat yang sangat positif mengadaptasi berbagai perubahan.
Baik pembangunan fisik maupun non fisik yang telah menyentuh masyarakat Dani di Wamena, merupakan suatu peluang untuk dapat merubah pola kehidupan kearah yang lebih baik. Orang Dani berhasil menangkap peluang-peluang akibat sentuhan pembangunan itu dengan menggeserkan pola kehidupan mereka dahulu dari pertanaian berburu dan meramu yang hasilnya sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang terbatas telah bergesar ke pertanian menetap untuk memenuhi kebutuhan konsumen hingga orientasi produk mereka bukan semata orientasi subsisten tetapi telah ke orientasi pasar. Ini merupakan suatu kompetisi positif dimana mereka berperan aktif didalamnya dan mau menerima berbagai peluang.
Perubahan lainnya yang nampak pada kehidupan masyarakat Dani adalah perubahan di sektor pendidikan baik formal maupun informal, kesehatan, kemasyarakatan, pariwisata, industri rumah tangga dan telah tersedianya berbagai sarana dan prasarana yang kesemuanya ini mengharapkan adanya perubahan bagi masyarakat. Dengan melihat berbagai kegiatan masyarakat yang beradaptasi dengan pembagunan nasional itu sendiri dapat dikatakan respon masyarakat positif terhadap penyelenggaraan pembangunan.
Tidak dipungkiri pembangunan selain mengahasilkan hal-hal yang positif juga dapat menciptakan berbagai hal yang bertentangan dengan kehendak masyarakat. Namun kesemua ini oleh masyarakat Dani di lembah Balim sementara ini dapat mengatasinya dengan baik. Padi yang dulunya mendapat tanggapan benturan seakan-akan mengganggu kelestarian budaya mereka sekarang telah dikembangkan dengan begitu pesat dan memberi peluang ekonomi yang cukup besar bagi mereka.
Semua keterlibatan masyarakat dalam menangkap berbagai speluang yang ada menandakan masyarakat merasa diperlakukan sebagai pelaku dalam pembangunan nasional.
Intervensi budaya luar yaitu semenjak kehadiran para missionaris sekitar tahun 1954 telah mengadopsi budaya-budaya baru dan secara bertahap masyarakat mulai mengalami perubahan. Bila lihat dari kurun waktu di atas dan perubahan yang sekarang dialami masyarakat dapat dikatakan masyarakat telah cepat mengalami perubahan dan dengan budi daya yang ada mereka berusaha meningkatkan usaha mereka di satu pihak mereka masih menjaga kelestarian budaya mereka walaupun sudah terjadi modifikasi antara lain budaya perang-perangan.
Akhirnya dapat dikatakan respon masyarakat Dani terhadap pembangunan nasional sangat positif, kemudian daya vita rasa masyarakat yang membentuk prilaku mereka mudah mengadopsi barbagai perubahan yang datang merupakan suatu sumber daya yang secara alamiah dimiliki oleh masyarakat. Untuk itu perlu di jaga dan dilestarikan serta diperhatikan sebagai modal pembangunan di masa datang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hellin Septhreananda Damus
"Hukum adat menjadi pedoman yang penting bagi masyarakat adat untuk mengamankan keberadaan mereka dan sumber daya alam yang berada di dalam kawasan hutan adat dari penggunaan yang berlebihan baik dari pihak-pihak luar atapun dari masyarakat adat itu sendiri. Implementasi dari peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berjalan dengan baik, Pemerintah masih memandang kawasan hutan adat sebagai salah satu sumber terbesar untuk perkembangan perekonomian Indonesia dengan menggunakan kebijakan pemerintah yang bersifat mengeksploitasi sumber daya alam dalam kawasan hutan adat yang dapat mengganggu hingga membahayakan kehidupan masyarakat adat disekitarnya. Pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah pengakuan dan perlindungan hak atas tanah masyarakat hukum adat Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara dan bagaimanakah peran dan tanggung jawab PPAT dalam sengketa hak atas tanah yang terjadi antar masyarakat adat Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Empiris dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara. Implementasi peraturan-peraturan yang ada terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara belum dilakukan secara baik. Pemerintah hingga masyarakat Kabupaten Malinau mengakui keberadaan masyarakat hukum adat hingga wilayahnya, namun kurang memperhatikan hak-hak dari masyarakat hukum adat tersebut terutama hak ulayat dari masyarakat hukum adat itu. Dalam menjamin kepastian hukum untuk masyarakat hukum adat sebagai pemegang hak atas tanah bagi tanah milik mereka masing-masing maka haruslah dilakukan pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah pertama kali bagi mereka yang belum mendaftarkan tanahnya. Dalam kasus yang diangkat di penelitian ini, peran utama seorang PPAT adalah membantu dan mendukung proses kegiatan pendaftaran pertama kali bagi para pihak yang berkepentingan atau para pemegang hak atas tanah tersebut.

Customary law is an important guideline for indigenous peoples to secure their existence and natural resources within customary forest areas from excessive use either from outside parties or from the indigenous peoples themselves. The implementation of the applicable laws and regulations has not gone well, the Government still views customary forest areas as one of the biggest sources for Indonesia's economic development by using government policies that exploit natural resources in customary forest areas which can disrupt and endanger the lives of indigenous peoples surrounding. The main issues raised are how the recognition and protection of land rights of the Dayak Lundayeh customary law community in Malinau District, North Kalimantan and what are the roles and responsibilities of the PPAT in land rights disputes that occur between indigenous Dayak Lundayeh communities in Malinau District, North Kalimantan. This study uses empirical legal research methods using data collection tools in the form of literature studies and interviews. The implementation of existing regulations regarding the customary rights of customary law communities in Malinau District, North Kalimantan, has not been carried out properly. The government and the people of Malinau Regency recognize the existence of customary law communities and their territory, but pay little attention to the rights of these customary law communities, especially the ulayat rights of these customary law communities. In guaranteeing legal certainty for customary law communities as holders of land rights for their respective lands, land registration must be carried out. Land registration activities for the first time for those who have not registered their land. In the case raised in this study, the main role of a PPAT is to assist and support the process of first-time registration of interested parties or holders of land rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiarsih Pramasweri
"Lahan di sekitar rel (lebih tepatnya tanah bantaran rel) seharusnya merupakan ruang yang diperuntukkan bagi pengoperasian kereta api dan tidak diperbolehkan adanya tanaman-tanaman tinggi ataupun bangunan-bangunan yang berdiri. Hal ini mengacu pada Pasal 35, 36, 37, dan 178 Undang-Undang No.23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian UU Perkeretaapian. Kenyataan yang terjadi di lapangan, tanah yang dimaksud justru jauh dari kondisi yang ideal. Banyak bangunan di samping jalur rel yang berdiri, baik permukiman maupun pusat perdagangan, baik yang permanen (tembok) maupun yang non-permanen.
Salah satu pemanfaatan tanah bantaran rel di luar peruntukkan pengoperasian kereta adalah di sekitar jalur rel Stasiun Universitas Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan nama Jalan Sawo. Lahan yang dimaksud digunakan sebagai tempat berdirinya bangunan-bangunan untuk aktivitas perdagangan. Di lahan tersebut berdiri bangunan bertembok dan bangunan dari kayu/triplek sebagai kios-kios yang disewa oleh para pedagang.
Pemanfaatan tanah di Jalan Sawo untuk kegiatan perdagangan tersebut tidak dikenakan sanksi walaupun bertentangan atau melanggar UU Perkeretaapian. Hukum formal pada kenyataannya sulit berjalan sebagaimana mestinya. Artinya, di sini ada ketumpangtindihan antara hukum formal dengan peraturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kesepakatan yang dimaksud lebih dipilih untuk dijadikan acuan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya melalui suatu mekanisme interaksi sosial tertentu yang bersifat akomodatif dan dapat mendatangkan keuntungan ekonomis bagi mereka.

The land beside the railway should have been a space for operating of the train, include not allowed existance of high trees or buildings araound them. It?s according to Undang-Undang No. 23/2007 Tentang Perkeretaapian. In fact, the land what I mean is far from the ideal condition. There are so many buildings beside the railway, for living or trading acitvity. One of the land using beside the railway for trading activity is at around University of Indonesia Railway Station, known as Jalan Sawo.
The illegal land using for trade activity isn?t been prevented or punished, inspite avoid the rule, UU Perkeretaapian. In fact, the state law can not operate effectively as it must be. It means, there's an overlapping mechanisms between the state law with the rules or regulations made by the negoitations among the actors who exist to use the land for trading activity. Here, the negotiations are more being chosen by people to be their guidance by the social interaction mechanisms which is accomodatively for them and become their economic benefits."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Kasus pertanahan muncul sebagai akibat kebijakan pemerintahan yang inkonsisten, bias, dan tumpang tindih. UUPA No. 5/1960 menjadi dikebiri dengan keluarnya kebijakan sektorial misalnya perundang-undangan tentang Pertambangan; Kehutanan; Pemerintahan daerah (Otonomi) yang masing-masing menempatkan tanah sebagai suatu objek yang sama, sementara masing-masing departemen memiliki penafsiran yang berbeda-beda atas penguasaan objek tersebut..."
JHB 18 (2002)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Christina
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mifta Nur Rizki
"Suku Minangkabau yang bermukim di Sumatera Barat dikenal memiliki sistem kekeluargaan Matrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak perempuan serta mengutamakan hak-hak perempuan dibanding dengan hak-hak yang diperoleh laki-laki, tidak terkecuali dalam hal pengelolaan Pusako. Salah satu bentuk Pusako adalah tanah ulayat. Dalam masalah tanah ulayat ini, sering terjadi permasalahan sengketa antar masyarakat di Minangkabau. Penyelesaian sengketa ini, salah satunya dilakukan melalui Kerapatan Adat Nagari yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Hal tersebut menarik untuk diteliti, dengan pokok permasalahan bagaimanakah peranan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan masalah atau sengketa tanah ulayat di Minangkabau khususnya di Nagari Sulit Air. Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis-sosiologis didasarkan pada data primer dan data sekunder. Dari hasil penelitian didapat bahwa Peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air sudah melemah dan mengalami kemerosotan.

Minangkabau tribe who settled in West Sumatra recognizes the Matrilineal kinship systems, which draw from the female lineage and prioritize women's rights than men’s, including rights in terms of management Pusako. Issues regarding communal land involved some disputes which frequently arise among people in Minangkabau. One of mechanism of these disputes settlement are done through Kerapatan Adat Nagari which stipulated under Law No. 13 of 1983 regarding Nagari As Indigenous Peoples Unity In the Province of West Sumatra. Aforementioned issue is interesting to be studied further under the question of how is the role of Kerapatan Adat Nagari in resolving communal land problems or disputes in Minangkabau especially in Nagari Sulit Air. The method used in this research is socio-juridical approach which based on primary data and secondarydata. Hence, the research result is that nowadays the role of Kerapatan Adat Nagari Sulit Air is weakening and declining."
2013
S46664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>