Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40593 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Musmodiyono
"ABSTRAK
Isi Ringkasan :
Kali Surabaya memegang peranan sangat penting bagi kehidupan warga Kotamadya Surabaya dan sekitarnya yang berjumlah hampir dua juta enam ratus ribu jiwa, karena air Kali Surabaya ini merupakan air baku PDAM Kotamadya Surabaya. Oleh karenanya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya perlu dilaksanakan dengan baik.
Sehubungan dengan hal tersebut karakteristik maupun kualitas Kali Surabaya perlu diteliti. Untuk menganalisis masalah ini digunakan data sekunder dari tahun 1991 sampai 1994, tentfama parameter BOD. Analisis difokuskan terhadap variabel debit, sumber pencemar, BOD, dan pengembangan rumus Met Calf & Eddy Lt = Lo. e 4'. Bila terdapat pertambahan cemaran BOD digunakan rumus konsentrasi campuran: C camp = C1Q1+C2 Q2 (Q1 + Q2) dengan menggunakan rumus-rumus tersebut, maka kadar BOD pada setiap titik di sepanjang Kali Surabaya dapat diperkirakan. Penggunaan rumus atau model tersebut bergantian tergantung situasinya.
Dari hasil ini dibuat kurva yang menyatakan hubungan antara kadar BOD dan lokasi sumber pencemar dengan keterangan jarak dari Mlirip.
Model atau perhitungan tersebut diplotkan dengan hasil observasi pengukuran BOD pada 11 titik lokasi pengambilan contoh selama pemantauan 4 bulan (April-Juli 1994). Ternyata model tersebut memperlihatkan kurva yang baik.
Terdapat 19 pabrik di sepanjang Kali Surabaya yang diperhitungkan dalam penelitian ini, dan 6 pabrik yang merupakan sumber pencemar yang potensial. Karena pengolahan air limbah kurang efektif, mengakibatkan kualitas air Kali Surabaya melampaui baku mutu air golongan B (bahan baku air minum).
Dari 6 pabrik yang potensial mencemari tersebut, terdapat 3 pabrik yang letaknya di bagian hilir Karangpilang, tetapi di bagian hulu Ngagel.
Perhitungan simulasi BOD dilakukan, apabila 3 pabrik yang memiliki potensi mencemari tersebut mengoiah air limbahnya hingga memenuhi standar (30 mg/l - SK Gubernur Jatim no. 414/1987), sehingga kadar BOD di intake Karangpilang dapat memenuhi air golongan B (SK Gubernur .Jatim no.413/1987). Demikian juga di Ngagel.
Bila 3 pabrik lainnya yang terletak di bagian hi lir Karangpilang memenuhi baku mutu air limbah Jatim, maka kualitas air Kali Surabaya di Ngagel akan lebih baik

ABSTRACT
Water Pollution Study Due To Organic Waste A Case Study Of The Surabaya River, East JavaSummary
The river of Surabaya has an important role and function for sustaining the health and well being of the people who live along and in the surrounding of the river. Almost 2.6 million people of the Municipality of Surabaya rely on the river for their drinking water supply. Hence efforts to control the river pollution need to be well organized and implemented
In this connection, Study on the characteristics as well as the quality of the river is considered as the first step in the framework of good river pollution control implementation. It was conducted through a detailed analysis, based on secondary data of 1991 to 1994 viewed from the BOD evaluation parameter.
Analysis was focussed on the variables of flow rate, pollution sources, BOD, using the model developed by Met Calf & Eddy Lt = Lo. e 4', and the formula Cmix = CI Q1 + C2 Q2 (Q1+Q2) by using those formulas the BOD values could be predicted at every spot along the river. The use of the model and the formula is interchangable according to any new pollution source.
The model then was observed and applied across the real situation in the field at 11 spots within 4 months (April-Juli 1994). Apparently the model is applicable to the river by comparing the BOD prediction curve.
Along the river there are 19 factories and only 6 factories are considered as the most potential sources of pollution. At present most of those factories do not treat the waste water discharge and caused the decline in the quality of the river.
The study manipulates BOD values of three factories up stream of Karangpilang intake and three factories down stream of Karangpilang intake but up stream of Ngagel intake.
If water discharge of three factories, which is up stream of Karangpilang intake, comply with effluent standard (30 mg /1 - SK Gubernur Jatim no. 414/1987), so that the BOD value at Karangpilang intake fulfill the stream standard category B (SK Gubernur Jatim no. 413/1987). The same is true a1 Ngagel as well.
Father, if those. factories situated downstream of Karangpilang meet the East Java waste wafer discharge standard, thence the Surabaya river water quality at Ngagel will be much better.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silmina Sabila
"Transportasi laut kapal berpotensi memberikan bahaya pencemaran melalui kecelakaan kapal. Kargo curah kering berbahaya yang diangkut dapat secara langsung memberikan paparan terhadap lingkungan laut. Kargo curah kering seperti batu bara dan bijih besi merupakan contoh jenis kargo curah kering berbahaya. Namun, saat ini informasi mengenai bahaya pencemaran dari tumpahan kargo curah kering masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bahaya pencemaran dari tumpahan kargo curah kering akibat kecelakaan kapal X, menganalisis kebijakan penanggulangan, serta menyusun strategi keberlanjutan penanggulangan. Metode yang digunakan adalah mixed methods kuantifikasi risiko bahaya pencemaran, dampak sosial ekonomi, analisis komparatif kebijakan, serta analisis SWOT untuk penyusunan strategi. Hasil yang didapatkan yaitu tumpahan kargo curah kering kapal X termasuk kategori risiko rendah. Tumpahan berdampak terhadap kondisi lingkungan laut, dengan estimasi sebaran tumpahan 874,187km2. Tidak terdapat dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat di sekitar lokasi. Terdapat legal gap atas kebijakan yang berlaku. Strategi yang dapat dilakukan adalah menyusun contingency plan nasional dan mengoptimalkan monitoring kecelakaan kapal.

Marine transportation has the potential to pose a pollution threat through ship accidents. Dangerous dry bulk cargoes carried may provide direct exposure to the marine environment. Dry bulk cargoes such as coal and iron ore are examples of dangerous dry bulk cargoes. However, current information regarding the dangers of pollution from spilled dry bulk cargo is still very limited. Therefore, this study aims to analyze the pollution hazard from spills of dry bulk cargo due to the X ship accident, analyze prevention policies, and develop strategies for sustainability of countermeasures. The method used is a mixed methods descriptive analysis of hazards, socio-economic impacts, policy comparative analysis, and SWOT analysis for strategy formulation. The results obtained are that the dry bulk cargo spill has an impact on marine environmental conditions, with an estimated spill distribution of 874,187km2. There is no socio-economic impact on the community around the location. There is a legal gap over the applicable policies. The strategy that can be implemented is to develop a national contingency plan and to optimize monitoring of ship accidents."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hetty Adriasih
"Tujuan penelitian ini adalah menguji hipotesa dan dari basil pengujian tersebut dapat digunakan untuk memprediksi upaya-upaya spa yang harms dilakukan pemerintah DKI Jakarta bersama instansi terkait dalam menanggulangi agar jumlah penderita sakit akibat pencemaran air tersebut tidak meningkat. Melalui program dan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan terwujud masyarakat yang sehat, tinggal pada pemukirnan yang layak huni dalam lingkungan yang bersih ,serasi dan teratur.
Dari hasil dan pembahasan melalui analisis cluster dan regresi diperoleh kesimpulan bahwa memang kepadatan penduduk berpengaruh terhadap rasio penderita sakit akibat pencemaran air, hal ini dapat dilihat dari basil regresi pada Model VI dimana rasio penderita sakit akibat pencemaran air yang dapat dijelaskan oleh kepadatan penduduk adalah sebesar 77,5 % dan sisanya sebesar 22,5 % dijelaskan oleh sebab lainnya.
Kondisi ini terjadi pada 5 ( lima ) kecamatan yaitu kecamatan Palmerah, Taman Sari, Jatinegara, Matraman dan Tebet yang merupakan wilayah prioritas penanggulangan meningkatnya penderita sakit akibat pencemaran air. Sesuai hipotesa bahwa kepadatan penduduk yang tinggi berpotensi terdapatnya pencemaran air karena daya dukung lahan yang terbatas, sehingga jarak rumah satu dengan lainnya berdekatan. Apabila ditambah dengan prasarana air bersih dan sanitasi wilayah tersebut yang kurang baik maka perlu pula dipertimbangkan pengaruh rasio pemakai sumber air non PAM dan perilaku masyarakat terhadap kebersihan terhadap wilayah itu.
Maka saran yang dapat disampaikan adalah bahwa masalah pencemaran air tidak terlepas dari penyediaan air bersih dan kondisi sanitasi yang ada di wilayah DKI Jakarta. Hal ini perlu penanganan yang lebih serius dengan melibatkan pemerintah pusat, organisasi profesi, LSM, swasta dan segenap lapisan masyarakat. Secara ideal masyarakat mengkonsumsi air yang memenuhi persyaratan kesehatan melalui sistim penyediaan air bersih dari PDAM namun sampai saat ini rata-rata cakupan pelayanannya bare 20-30% penduduk perkotaan. Melihat adanya kendala-kendala yang dihadapi PDAM dalam memperluas jaringan distribusi pelayanannya ( biaya investasi yang besar ) maka upaya lain yang dapat dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam menanggulangi peningkatan penderita sakit akibat pencemaran air adalah perlu terlebih dahulu mengikut-sertakan masyarakat ( pelibatan masyarakat ) mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi serta mengevaluasi program dan kegiatan-kegiatan dalam rangka menjaga kelestarian lingkungannya agar hidup bersih dan sehat sehingga pencemaran dapat dikurangi. Perencanaan kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian air dan lingkungan hidup serta hidup sehat dan teratur disajikan dalam bentuk contoh Logical Framework Matrix."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Iryani
"Kualitas udara di wilayah industri pada umumnya menunjukkan kecenderungan meningkatnya polusi yang disebabkan adanya emisi gas dari aktivitas industri dan transportasi. Jenis dan jumlah emisi atau pencemar udara bergantung pada jenis dan atau jumlah industri yang ada di wilayah itu. Pada umumnya pencemar udara yang berasal dari industri dan transportasi berupa partikel debu dan gas-gas seperti oksida nitrogen (NOx), oksida belerang (SOx), karbonmonoksida (CO), dan hidrokarbon (HC).
Emisi gas dari udara dapat langsung masuk ke badan air atau terbawa oleh air hujan dan meresap melalui tanah ke badan air. Gas-gas buang yang mengandung oksida nitrogen dan oksida sulfur (NOx dan SOx) dapat bereaksi dengan molekul-molekul air di udara membentuk asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) kemudian turun ke bumi sebagai hujan asam. Melalui sistem rembesan dalam tanah (ground wafer cycle), hujan asam ini berpengaruh terhadap kualitas air sumur.
Daerah Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dengan luas wilayah 36,42 km2 merupakan contoh wilayah industri yang padat transportasi dan banyak aktivitas industrinya. Terdapat lebih dari 13.748 kendaraan bermotor dan 228 industri berskala besar dan sedang yang ada di Kecamatan Cibinong-Citeureup dan Gunung Putri (BPS Kab. Bogor, 2000). Jenis industri yang ada meliputi industri rumah tangga, farmasi dan obat-obatan, tekstil, kimia, otomotif, dan semen.
Berdasarkan data sebelumnya (tahun 1999), pH rata-rata air hujan di wilayah Cibinong-Citeureup adalah 5,07. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi hujan asam di wilayah tersebut. Kualitas air sumur penduduk di wilayah Cibinong-Citeureup juga rendah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diperoleh data bahwa pH rata-rata air sumur di wilayah Cibinong-Citeureup 5,09 (tahun 1995) dan turun menjadi 4,63 pada tahun 1999.
Untuk mengetahui apakah kualitas udara berpengaruh pada kualitas air hujan dan apakah kualitas air hujan memang berpengaruh pada kualitas air sumur, maka dilakukan penelitian dengan mengukur parameter-parameter kunci. Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengetahui kualitas air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dan wilayah pembanding, dengan mengukur konsentrasi ion nitrat (NO3-), ion sulfat (S042 ), dan keasaman (pH);
(b) mengetahui kualitas air sumur penduduk wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dan wilayah pembanding, dengan mengukur konsentrasi ion nitrat (NO3-), ion sulfat (SO42), keasaman (pH), logam Fe, dan kesadahan/CaCO3;
(c) mengetahui hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur; dan (d) mengetahui pengaruh pencemaran udara yang berasal dari kualitas air hujan terhadap kualitas air sumur.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat: (a) memberikan informasi mengenai kualitas air hujan dan air sumur di wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri terutama kepada PEMDA setempat, industri yang mencemari, dan masyarakat/penduduk di wilayah itu; (b) memberikan informasi mengenai bahaya pencemaran terhadap badan air terutama air sumur yang digunakan untuk keperluan rumah tangga kepada masyarakat/penduduk di wilayah penelitian, serta memberikan solusi untuk pengolahan air agar dapat dipakai untuk air minum.
Hipotesis yang diajukan adalah: (a) terdapat perbedaan kualitas air hujan dari wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dengan wilayah pembanding; (b) terdapat perbedaan kualitas air sumur penduduk dari wilayah industri Cibinong Citeureup-Gunung Putri dengan wilayah pembanding, dan (c) terdapat hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur.
Penelitian dilakukan dengan metode survei dan expost facto, dimana sampel air hujan diambil dari 14 titik lokasi penelitian dan air sumur diambil dari sumur-sumur penduduk yang berada pada lokasi yang sama dengan pengambilan air hujan.
Parameter pH (derajat keasaman), daya hantar listrik (DHL), dan Total Dissolved Solids/total padatan terlarut (TDS) diukur langsung di lapangan, sedangkan pengukuran konsentrasi N03 (nitrat), S042 (sulfat), logam Fe (besi), dan kesadahan (CaCO3) dilakukan di Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA-Universitas Pakuan Bogor.
Data penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan dan di laboratorium. Data sekunder diperoleh dari penelitian sebelumnya, studi pustaka, instansi terkait, dan dari sumber-sumber lain. Data primer dan sekunder ini kemudian dianalisis secara deskrptif dan dilakukan uji statistik Two-Independent-samples Test untuk menguji perbedaan kualitas air hujan dan air sumur di wilayah industri dan wilayah pembanding, dan uji Bivariate correlation, utuk melihat hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
(a)Air hujan untuk wilayah industri mempunyai nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 4,47; kadar nitrat (NO3) 3,3302 mg/L; sulfat (SO42) 3,5806 mg/L, sedangkan untuk wilayah pembanding, nilai rata-rata derajat keasaman (pH) adalah 6,13; kadar nitrat (NO3) 0,0283 mg/L dan sulfat (SO42-) 0,0079 mg/L. Jadi pada tingkat kepercayaan 95% secara statistik diperoleh nilai Z hitung (-2,58 untuk pH, -2,575 untuk S042-, dan -2,569 untuk N03), sehingga terdapat perbedaan kualitas air hujan dari wilayah industri dengan wilayah pembanding untuk parameter derajat keasaman (pH), kadar nitrat (NO3), dan sulfat (SO42-);
Air sumur penduduk di wilayah industri mempunyai nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 4,11; kadar nitrat (NO3-) 6,19 mg/L; sulfat (SO42) 5,44 mg/L, besi (Fe) 0,27 mg/L, dan kesadahan (CaCO3) 30,10 mg/L sedangkan untuk wilayah pembanding, nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 6,70; kadar nitral (NO3-) 0,4011 mg/L; sulfat (SO42) 1,6599 mg/L, besi (Fe) 0,3508 mg/L, dan kesadahan (CaCO3) 34,30 mg/L. Jadi pada tingkat kepercayaan 95% secara statistik diperoleh nilai Z hitung (-2,569 untuk pH, -2,260 untuk S042-, -2,569 untuk N03, -0,584 untuk Fe dan -0,857 untuk Ca C03), maka terdapat perbedaan kualitas air sumur penduduk dan wilayah industri dengan wilayah pembanding untuk parameter derajat keasaman (pH), kadar nitrat (NO3-), dan sulfat (S042), tetapi tidak terdapat perbedaan untuk parameter kandungan besi (Fe) dan kesadahan (CaCO3);(c} Nilai koefisien korelasi (r) antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) adalah sebesar -0,976. Jadi terdapat hubungan negatif yang cukup erat antara pH dengan konsentrasi besi (Fe) dalam air sumur. Makin rendah pH (makin asam), konsentrasi besi makin tinggi.
Jadi kesimpulan umum dari penelitian ini adalah: Pencemaran udara yang berasal dari air hujan berpengaruh terhadap kualitas air sumur.
Selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian lanjutan untuk menentukan besarnya persentase distribusi dari sumber bahan pencemar (industri/pertanian), kepadatan penduduk, jenis/kondisi tanah dan akibat yang berpengaruh terhadap kualitas air sumur. Hal ini penting untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas air sumur dan menentukan prioritas dalam pengendalian pencemaran air sumur. Untuk sumur-sumur yang mempunyai derajat keasaman tinggi (nilai pH rendah), maka untuk menaikkan nilai pH bisa diberikan CaO (kapur). Hal ini pemah diteliti sebelumnya dimana untuk menaikkan pH satu liter air sumur dari 5,732 menjadi 7,00 (pH netral), jumlah CaO yang diperlukan adalah 0,0204 gram.

The Influence of Air Pollution To The Quality Of Well Water(Case Study: Well Water Used by Population of the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri Industrial Districts)Generally, the air quality in the industrial districts indicates the increase of pollution due to the existence of gas emission coming from industrial and transportation activities. The type and the number of emission or air pollutant will depend on the type and or the quantity of industries located in respective district. In general, air pollutant which comes from industry and transportation consists of dust particles and gasses such as nitrogen oxides (NOx), sulfur oxides (SOx), carbon monoxide (CO), and hydrocarbons (HC).
Gas emission from the air could directly come to the body of water or be brought by rainwater and then absorbed to the body of water through the ground. The exhausts that contain nitrogen oxides and sulfur oxides (NOx and SOx) could react with water molecules in the air to form sulfuric acid (H2SO4) as well as nitric acid (HNO3), afterwards they fall to earth as an acid rain. Through the ground water cycle system, this acid rain influences the quality of well water.
The Cibinong-Citeureup-Gunung Putri districts with area of 36.47 km2 are the example of industrial districts that have massive transportation and have many industrial activities. There are more than 13,748 motor vehicles and 228 large as well as medium scale industries which are located in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri sub-districts (BPS [Central Bureau of Statistics] of Bogor Regency, year 2000). The industries available are including household, pharmaceutical and medicines, textile, chemical, automotive, and cement industries.
Base on previous data year of 1999, the average of the acidity (pH) of rainwater in Cibinong-Citeureup districts was 5.07. This indicates that there has been an acid rain occurred on these districts. The quality of well water used by population of Cibinong-Citeureup becomes worst. Based on the previous research, the average of acidity (pH) of well water in the Cibinong-Citeureup districts was 5.09 (year 1995) and it decreased to 4.53 in 1999. In order to find out whether the air quality gives influence to the quality of rainwater and whether the quality of rainwater really gives influence to the well water, a research it needed by measuring the key parameters.
This research has purposes to: (a) find out the quality of rainwater in the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts as well as in the reference district by measuring the concentration of nitrate ion (NO3-), sulfate ion (SO42'), and acidity (pH); (b) find out the quality of well water used by population in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts as well as the quality of well water in the reference district by measuring the concentration of nitrate ion (N03), sulfate ion (SO42-), acidity (pH), Fe metal, and hardnesslCaCO3; (c) to find out the corelation between degree of acidity (pH) and concentration of iron metal (Fe) in the well water; and (d) to find out the influence of air pollution which comes from the quality of rainwater to the quality of well water.
The output of research hopefully could: (a) gives information about the quality of rainwater and the quality of well water in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts to the respective local government (PENIDA), all industries who tend to create pollution as well as society / population of those districts; (b) gives information to the society / population in the research location regarding the danger of pollution to the body of water, mainly the domestic well water, and also gives a solution about the treatment for the water that would use as a drinking water.
The proposed hypothesis was: (a) there is difference between the quality of rainwater in the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts and that of the reference district; (b) there is difference between the quality well water of population in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts and that of the reference district; (c) there is a correlation between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) in the well water.
Research is carried out by using a survey and ex post facto methods where the samples of rainwater were collected from 14 research locations, while sample of well water were collected from the residential wells at the same location whit that of samples of rainwater were collected.
Degree of acidity (pH), electric conductivity (DHL), and total dissolved solids (TDS) parameters were measured directly on the spot, while concentration of N03 (nitrate), SO4 (sulfate), Fe (iron), and hardness (CaCO3) were analyzed at the Laboratory of Chemical, Faculty of Mathematics and Natural Sciences (MlPA) University of Pakuan, Bogor. Research data consist of primary and secondary data. Primary data were obtained by direct measurement on the spot and at the laboratory. Secondary data were obtained from previous research, bibliography (references), related institutes, as well as other sources of information. These primary .and secondary data were, then analyzed descriptively and statistically with Two-Independent-Samples Test to examine the difference of rainwater and well water quality in the industrial districts and the reference district. One more test called Bivariate Correlation is done in order to see the correlation between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) in the well water.
Research conclusions were:
(a) Rainwater in the industrial districts has average value of acidity degree (pH) of 4.47; nitrate (NO3-) content of 3.3302 mg/L; sulfate (SO42-) content of 3.5806 mg/L, while rainwater in the reference district has the average value of acidity degree (pH) of 6.13; nitrate (NO3) content of 0.0283 mg/L and sulfate (SO42-) content of 0,0079 mg1L. Thus, at 95% level of confidence, statistically it was obtained the calculated Z value (-2.58 for pH, -2.575 for S042-, and -2.569 for N03-), so that there was a difference between the quality of rainwater in the industrial districts and that the reference district for the parameter of degree of acidity (pH), nitrate (NO3-), and sulfate (SO42') content;
(b)Well water used by population of the industrial districts has average value of acidity degree (pH) of 4.11; nitrate (NO3') content of 6.19 mg/L; sulfate (50422') content of 5.44 mg/L,; iron (Fe) content of 0.27 mg/L; and hardness (CaCO3) of 30.10 mg/L, while well water in the reference district has the average value of acidity degree (pH) of 6.70; nitrate (NO3-) of 0.3508 mg/L; and hardness (CaCO3) of 4.30 mg/L. Thus, at 95% level of confidence, statistically it was obtained the calculated Z value (-2.569 for pH, -2.260 for 5042-, -2.569 for NC3-, -0.584 for Fe and -0.857 for CaCO3). So that there was a difference between the quality of well water of the industrial districts and that of the reference district for the parameter of degree of acidity (pH), nitrate (NO3-) content and sulfate (SC42..) content, but there is no significant difference for the parameter of iron (Fe) content and hardness (CaCO3);
(c) the value of correlation coefficient (r) between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) is -0.976. Hence, there is a close negative correlation between pH and concentration of iron (Fe) in the well water. The lower (the more acid) the pH, the higher the concentration of iron (Fe).
The general conclusion of this research is: Air pollution which come from rainwater affected to the quality of well water. For the next step, it is suggested to conduct a further research to determine the distribution percentage of the source of pollutant materials (industry/agriculture), population density, type/condition of soil and aquifer that influence to the quality of well water. This is important to be done to find out the most influencing factor to the quality of well water, and to determine the priority in reference ling the well water pollution. To increase the pH value for the wells that have high degree of acidity (low pH value), it could be added with CaO (quick lime). It has been examined previously, where 0,0204 gram of CaO was needed to increase the pH of one liter of well water from 5.732 to 7.00 (neutral pH)."
2002
T3039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mudarisin
"Sungai adalah torehan dipermukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawa dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut.
Sungai Cipinang merupakan salah satu dari 13 Sungai di DKI Jakarta yang mengalir melewati Kotamadya Jakarta Timur dengan hulu sungai Situ Jatijajar Kotamadya Depok dan bermuara di Sungai Sunter. DAS Sungai Cipinang meliputi 5 wilayah kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur Yaitu Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Makasar dan Kecamatan Jatinegara. Luas DAS Cipinang 4.526,32 Ha dan panjang sungai 30,165 km.
Di Daerah pengaliran Sungai ini terdapat berbagai kegiatan usaha yaitu kegiatan industri, rumah sakit dan pemukiman. Dengan adanya berbagai kegiatan ini maka sungai Cipinang selain menampung curah hujan juga menampung limbah dari berbagai kegiatan tersebut. Akibat masuknya beban limbah dari berbagai kegiatan tersebut tanpa didukung oleh kemampuan daya tampung sungai yang memadai maka terjadilah pencemaran. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemantauan kualitas air sungai Cipinang dan pengolahan data dengan metode storet yang dilakukan BPLHD DKI Jakarta.
Adanya industri dan usaha kegiatan lainnya seperti pasar dan rumah sakit di sepanjang daerah aliran Kali Cipinang Jakarta Timur pada satu nisi dapat membawa keuntungan bagi penduduk karena terciptanya lapangan kerja serta meningkatnan pendapatan perkapita, sedangkan dampak yang lebih terasa akibat adanya industri tersebut adalah meningkatnya pencemaran lingkungan. Di sepanjang sungai Cipinang terdapat ± 60 Industri besar dan menengah yang terdiri atas industri makanan, farmasi, tekstil dan proses metal (Elektropating), kemudian 5 rumah sakit , dan 5 pasar yang berpotensi besar sebagai sumber pencemar.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian:
1) Apakah beban pencemar yang berasal dari kegiatan Instansional (industri, rumah sakit dan pasar) lebih besar dari pencemar yang berasal dari kegiatan pemukiman (rumah tangga),
2) Berapa besar nilai kecepatan reakasi orde satu,(k) Sungai Cipinang yang merupakan faktor penting dalam pengendalian pencemaran zat organic,
3) Berapa besar daya tampung sungai Cipinang terhadap beban pencemar baik yang berasal dari kegiatan instansional maupun non-instansional (pemukiman penduduk).
Hipotesis yang disajikan dalam penelitian ini adalah:
1). Beban pencemar organik dari kegiatan permukiman penduduk lebih besar dibandingkan dengan beban dari kegiatan instansional (industri, rumah sakit dan pasar).
2). Jika koefisien kecepatan rekasi orde satu (k) diketahui maka strategi pengendalian pencemaran sungai cipinang dapat dirumuskan.
3). Daya tampung Sungai Cipinang akan meningkat jika pasokan debit ditingkatkan dan pengurangan beban masuk pada Sungai.
Variabel penelitian adalah debit, kecepatan aliran, waktu alir, kadar BOD. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran lapangan kecapatan aliran dengan current meter, pengambilan sampel air limbah untuk dianalisis di laboratorium dan data sekunder dari Pemerintah Daerah DICE Jakarta. Pemilihan lokasi sampling berdasarkan segmentasi/ruas yang ada.
Perhitungan daya tampung beban dilakukan dengan metoda Streeter-Phelp sedangkan nilai kecamatan reaksi orde satu (k) dilakukan dengan metoda Thomas.
Analisis BOD dilakukan dengan metode Winkler di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI dengan hasil sebagai berikut: JI. Radar AURI ( 12.92 mg/lt), J1. Lap-tembak ( 20 mg/lt), 31. Ciracas ( 34 mg/lt), Lingkar Rambutan (48 mg/lt), JI.Pondok Gede (111 mg/lt), Halim PK ( 66 mg/lt) dan JI. Basuki Rahmat (90 mg/lt)
Hasil perhitungan beban pencemar domestik adalah sebagai berikut: Ruas-1 (1.115 kg/hari), ruas-2 (1.592 kg/hari), Ruas-3 (2.193 kg/hari), Ruas-4 (4.349 kg/hari), Ruas-5(3.740 kg/hari), Ruas-6 (3.064 kg/har), Ruas-7 (5.039 kg/hari). Sedangkan untuk beban pencemar industri adalah : Ruas - 1(7,97 kg/khari), Ruas-2( 97,76 kg/hari), Ruas-3 (56,25 kg/har), Ruas-4 (167,94 kg/hari), Ruas-5 (47,03 kg/hari) dan Ruas- 6(30 kg/hari).
Hasil simulasi perhitungan daya tampung beban pencemar dengan metode Streeter-Pheip dengan nilai (k) =0,28 Jika Debit awal 2,5 m3/lt, BOD = 5 mg/lt, BOD Pddk = 50 mg/lt, dan Industri Zerro adalah sebagai berikut : JI.Radar (1.080 kg/hari), Lap.Tembak (2.220 kg/hari), Ciracas (4.173 kg/hari), Lingkar Ram (6,923 kg/hari), Pondok Gede (12,2914 kg/hari), Halim Pk (16,704 kg/hari), Basuki R (20.182 kg/hari) dan IG.Ngurah Rai (27,53 kg/hari).
Menjawab beberapa rumusan permasalahan di atas, beberapa kesimpulan dibuat sebagai berikut :
1. Beban limbah Domestik mempunyai kontribusi 98 °ft sedangkan beban limbah Industri 2 %, dengan demikian kontribusi beban domestik jauh lebih besar dibandingkan dengan Industri.
2. Nilai kecepatan reakasi orde satu (k) Sungai Cipinang cukup besar yaitu 0,28 / hari hal ini menunjukkan bahwa potutan pada Sungai Cipinang didominasi oleh zat organik dengan demikian sebenarnya Sungai Cipinang mempunyai potensi yang cukup besar untuk melakukan self Purification. Namun karena panjang Sungai hanya ± 30 km sehingga waktu alir relatif singkat maka proses self Purification yang terjadi tidak optimal.
3. Daya tampung Sungai Cipinang pada kondisi existing sangat rendah namun demikian daya tampung dapat ditingkatkan jika pasokan debit dari hulu diperbesar dengan tetap menjaga kualitas, Melakukan intervensi terhadap limbah domestik sambil tetap melakukan pengawasan limbah dari kegiatan Industri sehingga pemulihan sungai terwujud.
Berdasarkan hasil pembahasan, saran-saran yang dapat diberikan adalah :
1. Melakukan pengelolaan secara terpadu melalui pendekatan ekosistem dari hulu sampai hilir antara Pemerintah DKI Jakarta dan Kotamadya Depok dalam melakukan pengendalian pencemaran terutama dalam pasokan debit dan kualitas air di bagian hulu sebelum masuk ke Kotamadya Jakarta Timur.
2. Melalukan pengolahan limbah domestik sebelum dibuang ke sungai dengan membangun IPAL komunal baik dilakukan oleh Pemerintah maupun swadaya masyarakat.
3. Melakukan pembinaan secara intensif kepada para perusaha industri yang dalam proses produksinya mengeluarkan atau membuang air limbah ke Sungai Cipinang, untuk berperan serta aktif dalam mencegah pencemaran dengan mentaati ketentuan beban limbah yang ditentukan.
4. Melakukan pengawasan dan tindakan tegas terhadap para pengusaha yang membuang air limbahnya tidak memenuhi ketentuan serta memberikan pengahragaan kepada pengusaha yang selalu taat dan patuh dalam melakukan pengelolaan lingkungan.
Daftar Kepusatakaan : 40 (1982 ? 2004)

River is engrowing on the earth surface that is representing natural waterway is leading the water and other constituents from the upstream area to the downstream area and finally is flowing into the sea.
Cipinang River is one of 13 (thirteen) river in Jakarta is flowing through the East Jakarta Municipality with upstream of this river is Jatijajar Pond in Depok Municipality and is jointing into the Sunter River. Watershed of Cipinang River is including 5 (five) districts in East Jakarta Municipality namely Pasar Rebo District, Ciracas District, Kramat Jati District, Makasar District, and 3atinegara District. The Cipinang Watershed area is 4,526.32 Ha and length of the river is 30.165 km.
There are various business activities in this river basin such as industrial activity, hospital, and human settlements. Cipinang River is carrying all wastes from those activities too, while it is carrying the rainfall. The impact of all wastes from those activities without supported by river's carrying capacity is created the contamination. It will proved by monitoring the water quality of Cipinang River and data are processing with staret method is done by BPLHD DKI Jakarta, is noted at the following Table 1-1:
The advantages of the industry and other activities existence like traditional markets and hospital to the community who leaves all along this river development basin in East Jakarta are creating some employment and are increasing income per capita, while the impacts of those industries are increasing the environmental stained. There are ± 60 middle and big industries along the Cipinang River such as food industry, pharmacy, textile, and metal process (Electroplating), moreover, 5 (five) hospitals and 5 (five) traditional markets are potentials as wastes production.
Based on the background at the above mentioned, the problems of this research are:
1) Are the institutional activities (industries hospital, and markets) having more waste than household activity's?
2) How fast the first order (k) reaction of Cipinang River that is important factor in organic waste controlling?
3) How big is Cipinang River's carrying capacity from all waste, even they are coming from institutional activities or they are coming from non-institutional activities (human settlement)?
This research's hypotheses are:
1) The human settlement activity has more organic wastes than the institutional activities (industry, hospital, and market),
2) If velocity of the first order (k) has been known, waste controlling at Cipinang River can be formulated,
3) Cipinang River's carrying capacity will be mounted up if there is an increasing discharge from the upstream.
Research variables are discharge, velocity, time, and BOD concentration. Current meter on site did data collection such as velocity measurement, waste sampling was analyzed in laboratory, and secondary data was obtained from DKI Jakarta Local Government. Sampling location was based on water trench.
Carrying capacity was estimated by Streeter - Phelp method, while the first order reaction in each district was estimated by Thomas method. BOD was analyzed in Environmental Health Technical Policlinic Laboratory - Health Department of RI by Winkler method with the following result: 31. Radar AURI (12.92 mg/L), 31. Lap. Tembak (20 mg/L), 31. Ciracas (34 mg/L), Lingkar Rambutan (48 mg/L), 31. Pondok Gede (111 mg/L), Halim PK (66 mg/L), and 31. Basuki Rahmat (90 mg/L).
The simulation result was indicating that domestic wastes were as follows: 1st segment (1,115 kg/day), 2nd segment (1,592 kg/day), 3rd segment (2,193 kg/day), 4th segment (4,349 kg/day), 5th segment (3,740 kg/day), 6th segment (3,064 kg/day), and 7th segment (5,039 kg/day). Meanwhile, the industrial wastes were as follows: 15t segment (7.97 kg/day), 2nd segment (97.76 kg/day), 3rd segment (56.25 kg/day), 4th segment (167.94 kg/day), 5th segment (47.03 kg/day), and 6th segment (30 kg/day).
Waste carrying capacity was estimated by Streeter-Phelp, which has (kk value = 0.28 if the discharge comes from the upstream was 2.5 m /sec, BOD concentration = 5 mg/L, BOD Pddk concentration = 50 mg/L, and Industrial BOD concentration was zero was as follows: 31. Radar (1.080 kg/day), 31. Lap. Tembak (2,220 kg/day), II. Ciracas (4,173 kg/day), Lingkar Rambutan (6,923 kg/day), 31. Pondok Gede (12,291 kg/day), Halim PK (16,704 kg/day), 31. Basuki Rahmat (20,182 kg/day), and 31. I. G. Ngurah Rai (27,530 kg/day).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11962
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Setiadi Radjab
"ABSTRAK
Peningkatan kebutuhan akan obat di Indonesia telah menyebabkan peningkatan jumlah dan kegiatan industri farmasi. Sampai dengan tahun 1992, tercatat di Departemen Kesehatan sebanyak 257 buah industri farmasi.
Kegiatan utama industri farmasi adalah mengolah bahan baku menjadi produk berupa obat atau bahan baku obat, namun akibat pengolahan ini terbentuk pula limbah. Adanya limbah industri farmasi, terutama limbah cairya akan berkaitan erat dengan masalah pencemaran lingkungan; khususnya pencemaran badan air yang disebabkan oleh limbah cair yang dibuang tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan dilakukan antara lain dengan penerapan Baku Mutu Lingkungan. Salah satu Baku Mutu Lingkungan ini tertuangdalam Surat Keputusan Menteri KLH No. 03/MenKLH/II/1991 tentang BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN YANG SUDAH BEROPERASI, yang menetapkan Baku Mutu Limbah Cair bagi 14 jenis industri. Jumlah parameter untuk pemeriksaan limbah cair bagi setiap industri dalam Surat Keputusan ini berkisar antara 3 sampai 8 parameter.
Masalah yang dihadapi sehubungan dengan Baku Mutu Lingkungan adalah bahwa industri farmasi belum termasuk dalam 14 industri yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri KLH No. 03/MenKLH/II/I991 tersebut, sehingga untuk pemeriksaan limbah cairnya secara rutin, jumlah parameter yang diperiksa cukup besar; hal ini akan menghasilkan informasi kompleks.
Masalah pertama adalah berkaitan dengan penetapan peringkat mutu limbah. Mutu limbah cair industri ditetapkan dengan membandingkan nilai parameter hasil pengujian limbah cair industri terhadap nilai Baku Mutu Limbah Cair. Bila seluruh nilai hasil pengujian berada di bawah nilai Baku Mutu, maka limbah tersebut termasuk "bersih" (baik), sebaliknya apabila seluruh nilai parameter berada di atas nilai Baku Mutu, maka limbah tersebut termasuk "pencemar" (buruk). Dengan banyaknya parameter yang perlu diuji, maka tak mudah untuk menentukan peringkat mutu limbah cair apabila dari hasil pengujian tersebut sebagian parameter melampaui nilai Baku Mutu, sebagian lagi tidak melampaui. Kesulitan dapat diatasi apabila hasil pengujian limbah cair dapat dinyatakan dalam suatu nilai tunggal berupa INDEKS yang dapat mewakili informasi kompleks hasil pengujian tersebut.
Masalah kedua adalah: besarnya jumlah parameter yang perlu diperiksa, khususnya untuk pemantauan rutin limbah cair industri, selain menghasilkan informasi kompleks, juga membutuhkan fasilitas lebih lengkap, waktu lebih lama dan biaya lebih besar, yang pada akhirnya akan menurunkan motivasi industri untuk memeriksa atau memeriksakan limbahnya. Apabila jumlah parameter dapat disederhanakan, maka masalah ini dapat diatasi, dan akan dapat meningkatkan motivasi industri dalam melakukan pemantauan limbah cairnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh penyederhanaan informasi dalam memberikan gambaran kondisi limbah cair Industri; khususnya mendapatkan Indeks Pencemaran dan Parameter Nyata industri farmasi. Indeks Pencemaran merupakan nilai tunggal yang mewakili makna nilai parameter hasil pengujian limbah cair, sedangkan Parameter Nyata merupakan beberapa parameter tertentu yang nilai hasil pengujiannya cukup dapat menyatakan kondisi limbah cair industri.
Lokasi penelitian dipilih wilayah DKI Jakarta berdasarkan beberapa pertimbangan: (1) Dari 257 industri farmasi di Indonesia, 73 buah di antaranya berada di DKI Jakarta; (2) Mengacu pada satu Baku Mutu berdasarkan Surat Keputusan Gub. DKI No. 1608/1988; (3) Pengujian limbah cair dilakukan oleh satu laboratorium. Unit analisis adalah limbah cair efluen industri fannasi, dengan data berupa hasil pengujian limbah cair industri terhadap 23 parameter yang terdiri dari 3 data primer dan 115 data sekunder tahun 1990, 1991 clan 1992, berasal dari 28 sampel industri famnasi.
Analisis dilakukan dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis). Analisis Komponen Utama (AKU) adalah metode Multi Axis Ordination, yang termasuk dalam kelompok MDSA (Multivariate Descriptive Statistical Analysis), digunakan untuk menganalisis dan menyimpulkan suatu data matriks yang besar. Untuk pengolahannya digunakan perangkat lunak SAS dan SPSS.
Dad Analisis Komponen Utama ini diperoleh (1) Final Communality yang merupakan nilai yang menyatakan besamya informasi tiap parameter terhadap fenomena yang diamati; (2) Plot Ordinasi Variabel terhadap Komponen Utama yang menunjukkan pengelompokan karakteristik parameter terhadap fenomena. Nilai Final Communality merupakan dasar penetapan Nilai Robot Parameter sehingga telah dapat ditetapkan Nilai Robot dari 23 parameter limbah cair efluen industri farmasi. Nilai Bobot ini menunjukkan besarnya proporsi keterlibatan parameter pada mutu limbah cair.
Indeks Pencemaran (IP) diperoleh dengan memasukkan faktor Nilai Bobot, Nilai Parameter basil pengujian limbah cair dan Nilai Baku Mutu tiap parameter dalam rumus:
(V1 X B1) + (V2 X B2) +
(Vn X Bn)
IP= (BM1 X B1)+(BM2 X B2) +....(BMn X Bn)
IP = Indeks Pencemaran
V = Nilai parameter i
Bi = Nilai Bobot parameter i
BMi Nilai Baku Mutu untuk Parameter i
Indeks Pencemaran dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam menetapkan peringkat kualitas limbah cair, dan merupakan indeks dengan skala "naik", artinya semakin besar nilai indeks semakin "buruk" kualitas limbah; dengan Nilai Ambang Batas pada nilai indeks = 1,00.
Nilai Indeks Pencemaran (dihitung dari 23 parameter) 118 contoh limbah cair efluen industri farmasi menunjukkan bahwa 59,32% dari limbah cair efluen industri farmasi dalam penelitian ini memberikan nilai IP < 1,00.
Parameter Nyata limbah cair industri farmasi telah diperoleh berdasarkan urutan besarnya Nilai Bobot parameter dan karakteristik pengelompokan parameter dalam Plot Ordinasi Variabel terhadap Komponen Utama. Lima Parameter Nyata tersebut adalah BOD, Kekeruhan, Fosfat, Warna dan Amoniak.
Nilai Indeks Pencemaran berdasarkan 23 parameter dengan nilai Indeks Pencemaran berdasarkan 5 parameter (Parameter Nyata) memperlihatkan hubungan yang kuat dengan nilai korelasi = 0,93411, sehingga 5 Parameter Nyata dapat digunakan dalam pemantauan kualitas limbah cair industri farmasi.
Parameter Nyata limbah cair industri farmasi diharapkan dapat merupakan masukan dalam penetapan Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Farmasi sebagaimana telah ditetapkan bagi 14 Industri lain dalam Surat Keputusan Menteri KLH No. 03/MenKLH/II/1991. Diharapkan pula bahwa Indeks Pencemaran dan Parameter Nyata ini dapat dikembangkan untuk jenis-jenis industri lain.

ABSTRACT
The increasing demand of medicines in Indonesia, have increased the number and the activities of pharmaceutical industries. Up to 1992 there were 257 registered pharmaceutical industries at the Department of Health. The main activity of pharmaceutical industry is manufacturing raw materials to produce medicines or other materials. But as the consequence of the main process, they also generate waste. Pharmaceutical waste, especially their liquid waste, will closely interrelate to the pollution; particularly water pollution caused by there untreated discarded waste.
One of the efforts to control the pollution is by applying Environmental Standard; which one is the Decree of Minister of Population and Environment No. 03/MenKLH/II/1991 about Effluent Standard for Existing Industries, which establishes Waste Water Effluent Standard for 14 kinds of industries. According to the Decree, there are only three to eight parameters that should be analyzed.
The problem according to the Effluent Standard is that pharmaceutical industries haven't been included into the 14 industries in the Decree of Minister of Population and Environment No. 03/MenKLH/II/1991, so that a great number of parameters should be involved in their liquid waste analysis; which provides complex information.
The first problem is related to the establishment of the level of wastewater quality. The industrial wastewater quality is determined by comparing the value of the parameters resulted by their liquids waste analysis to the value of the Waste Water Effluent Standard. If all of the parameters are under the threshold value, then the liquid waste will be dean (good); and if all of them are higher than the threshold value, then it will be polluter (bad). It is difficult to establish the level of the liquid waste quality - especially using such great number of parameters - if some of the parameters are higher and some are less than the threshold value. It is also not easy comparing the liquid waste quality of one industry to another, or comparing the liquid waste of the same industry in the different time. Such problems could be overcame if there is a single value system that represents the information of the value of all the parameters. The single value system is INDICES system.
The second problem is according to the great number of parameters should be involved. Besides providing complex information, it also takes much time, needs more complete facilities, more cost and at least could decrease the motivation of the industries to examine their liquid waste. If the number of parameters could be simplified, then such problem would be overcame.
The objective of this study is to find a simple useful information system to determine the condition of pharmaceutical effluent liquid waste; mainly to find the Pollution Indices and the Parameters of Significance of pharmaceutical industry. Pollution Index is a single value that represents the values of parameters produced by industrial liquid waste analysis; while Parameters of Significance is special parameters that are important to be detected to describe the condition of industrial waste water.
The area of the study covered DKI Jakarta according to considerations that 73 of 257 pharmaceutical industries were located in DKI Jakarta; it referred to the same Effluent Standard based on the Decree of the Governor of DKI No. 1608/1988; and the liquid waste analysis were done by one laboratory. The unit of analysis was pharmaceutical effluent liquid waste. The data covered 3 primary data and 115 secondary data during 1990, 1991 and 1992, which came from the 28 samples of pharmaceutical industries.
Data analysis were done by using Principle Component Analysis, a Multi Axis Ordination method included in Multivariate Descriptive Statistical Analysis, which is used to analyze and to obtain the summary of a large amount of data. SAS and SPSS were soft wearing used for data processing based on the objective wanted to be achieved.
Principle Component Analysis generates: (1) Final Communality, which provides the magnitude of information of each parameter upon the studied phenomena. (2) Plot Ordination of Parameters to the Principle Component that pictured the clustered parameters specified to the studied phenomena.
Weight Value of 23o£ the wastewater parameters were determined based on their Final Communality. The Weight Value indicates the proportion of involvement of the parameters to the wastewater quality. Pollution Indices were determined by transforming such factors: Weight Value; the value of each parameter according to the waste water analysis, and the value of each parameters in the Effluent Standard; to the formulae:
(V1 X B1) + (V2 X B2) +
(Vn X Bn)
IP= (BM1 X B1)+(BM2 X B2) +....(BMn X Bn)
IP = Pollution Indices
Vi = Value of parameter i
Bi = Weight Vale of parameter i
BMi= Value of Parameter i in the Effluent Standard
Pollution Indices, which is used to establish the level of pharmaceutical liquid waste quality, is an increase index. It means that the greater is the value of the index; the worst is the liquid waste quality.
Pollution Indices of 118 samples of pharmaceutical effluent liquid waste which were computed to the 23 parameters showed that 59.32% of pharmaceutical effluent liquid waste in this research presented Pollution Indices Value < 1.00.
Parameters of Significance of pharmaceutical wastewater had been found based on the sequence of the Weight Value of parameters and their specified duster in the Plot Ordination of variable toward the Principle Component. The five of Parameters of Significance found were: BOD, Turbidity, Phosphate, Color and Ammonia.
There were high correlation Cr = 0.93411) between Pollution Indices value based on the 23 parameters and Pollution Indices value based on 5 Parameters of Significance; so that the Parameters of Significance which represented 23 parameters could be used for pharmaceutical effluent liquid waste monitoring.
Parameters of Significance of pharmaceutical waste water was expected to be an input for pharmaceutical waste water Effluent Standard in the same manner as established for 14 Industries in the Decree of Minister of Population and Environment.
There is a hope that Pollution Indices and Parameters of Significance system would be developed for other kind of industries.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Mochamad Ramdhany
"Pemanfaatan air tanah oleh penduduk wilayah Bandung saat ini masih penting dan utama. Cara umum pengambilannya adalah dengan sumur bor atau sumur gali. Tetapi wilayah-wilayah pemukiman padat di Bandung menghadapi kecenderungan gangguan terhadap kualitas air tanah dan Iimbah domestik yang tinggi, karena tidak memiliki sistem sanitasi dan pengolah ekskreta yang baik dan terintegrasi (Komunal).
Wilayah Desa Citeureup dengan kepadatan penduduk 82 jiwa/ha pada tahun 2003, berada di sekitar sempadan Sungai Cikapundung hilir yang tercemar oleh limbah cair domestik hasil kegiatan manusia berupa sampah dan Iimbah tinja. Sumur-sumur air tanah masyarakat Desa Citeureup mempunyai risiko tercemar oleh koli-fekal yang merupakan bakteri indikator limbah ekskreta karena beberapa kemungkinan yaitu kondisi lingkungan (hidrogeologi dan sanitasi Iingkungan), dan sosial-budaya yang berkaitan. Ekskreta merupakan pembawa utama bagi penyakit bawaan air sepeti diare berdarah, Cholera, dan sebagainya.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mempelajari tingkat pencemaran bakteri koli-fekal pada air sumur gall penduduk di wilayah Desa Citeureup yang berada di sekitar sempadan Sungai Cikapundung hilir, kondisi lingkungan (sanitasi dan hidrogeologi), dan kondisi lingkungan sosial yang berhubungan. Hasil kajian diharapkan bermanfaat sebagai masukan untuk pengelolaan Iimbah domestik (sanitasi Iingkungan) dan penyediaan air bersih di wilayah pemukiman yang rawan terhadap pencemaran jenis ini.
Penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode yang dipakai adalah metode survei yang dilakukan sebagai benkut:
1. Survei kandungan koli-fekal pada air sumur gall secara purposive sampling dan teknik pengambilan contoh air secara grab sampling.
2. Survei kondisi hidrogeologi dan kondisi unit sumur
3. Survei kondisi sosial yang bersifat kross-seksional tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku sanitasi dan pemeliharaan air
Hasil analisis peta sebaran koli-fekal pada sumur gall dan penampang aliran sistem sungai-air tanah adalah bahwa di wilayah kajian terdapat beberapa pola hubungan aliran air tanah-air sungai, yaitu pola arah aliran air sungai mengisi air tanah, air sungai mengisi dan diisi air tanah, dan pola aliran ke sungai dengan air sungai mengisi air tanah. Tingkat pencemaran koli-fekal telah jauh di atas persyaratan air minum yang ditetapkan pemenntah, yaitu antara 1500-93000 MPNImI. Kondisi yang berhubungan dengan tingkat pencemaran koli-fekal yang tinggi adalah penyerapan koli-fekal dari sungai yang tercemar koli-fekal karena arah aliran air dari sungai ke sistem air tanah, kepadatan tangki septik dan resapan saluran limbah domestik (ekskreta) terbuka pada segmen dengan arah aliran dari air tanah ke sungai. Kondisi bangunan fisik beberapa sumur yang tidak baik menyebabkan pencemaran kolifekal secara vertikal juga terjadi.
Hasil uji statistika deskriptif terhadap aspek sosial yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku penduduk tentang pemeliharan sumber air dan cara sanitasi adalah:
1. Sebaran pengetahuan responden adalah: 33,8% responden berpengetahuan kurang, 38,2% cukup, dan 28,0% baik. Sebaran sikap adalah: 25% responden bersikap kurang, 60,3% cukup. dan 14,7% balk. Sebaran perilaku adalah: 36,8% responden berperilaku kurang, 55,9% cukup, dan 7,3% balk.
2. Hubungan antar subvariabel hanya signifikan antara pengetahuan dengan sikap. Sedangkan perilaku penduduk tentang sanitasi dan pemeliharaan air tidak berhubungan dengan sikap dan pengetahuan.

The use of ground water among Bandung inhabitants is still prevalent. The technigues of drawing groundwater were through dug-wells and artesians. The densely populated settlements in the Bandung at the moment are facing problems about groundwater quality and the big amount of domestic waste, due to the poor sanitary system and management of faeces which are not integrated.
The desa of Citeurep area has a population density of 82 people/ha in the year of 2003, locates at the downstream riverbank of Cikapundung river has been contaminated by domestic waste water as results of public activities. The groundwater wells of the community at desa Citeurep has the risk to be contaminated by coliform bacilli which is the faeces indicator of contamination due to several factors i.e., the factor of environment (hydrogeology and environmental sanitation) as well as behavioral factors. Faeces is the major source of agents of water borne diseases such as diarrhea, cholera etc.
The aim of this study was to identify the level of groundwater contamination due to Fecal-Coli in the dug wells of community in the riverbank of Ckapundung river , desa Citeurep, Bandung and the relations of several factors such as the sanitation and hydrogeological factors as well as socio behavioral factors of community. The results of study hopefully could be benefit as input information to manage the domestic waste/ environmental sanitation and clean water supply in high risk areas in the outskirts of any river.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayrisna Sari
"Pencemaran yang terjadi di sekitar daerah aliran sungai di pengaruhi oleh faktor penggunaan tanah dan aktivitas penduduk di sekitar daerah aliran sungai. Permasalahan yang timbul adalah bertambahnya jumlah total beban pencemar di yang terdapat di daerah aliran sungai yang menyebabkan penurunan kualitas air. Pemodelan merupakan metode yang banyak digunakan untuk mendapatkan manajemen daerah aliran sungai (DAS) yang baik karena memenungkinkan untuk dilakukan peramalan terhadap dampak-dampak yang mungkin akan terjadi. Model sistem dinamik telah digunakan beberapa peneliti untuk mempelajari pencemaran air sungai.
Penelitian ini dilakukan pada Kali Caringin, Kali Angsana, dan Ci Putat yang merupakan anak sungai dari Kali Angke dan Kali Pesanggrahan yang tersebar di Kecamatan Sawangan Kota Depok. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hasil simulasi model dinamik terhadap sumber pencemar dan kualitas air parameter fosfar, nitrat, dan nitrit. meluasnya willayah pemukiman akan meningkatkan nilai sumber pencemar dalam sungai di Kecamatan Sawangan Kota Depok. Hasil penelitan menunjukan bahwa model sistem dinamik dapat menghasilkan simulasi yang baik pada wilayah yang memiliki karakteristik yang homogen.

Contamination that occurred around the watershed is influenced by land use factors and people's activities around the watershed. The problem that arises is increasing the total amount of pollutant load contained in the watershed that led to a decrease in water quality. Modelling approach is widely used to get best management in watershed because it is possibility to do forecasting of impacts could be happened in future. Model System Dynamic has been used to study of river water pollution.
This research is take place at Kali Caringin, Kali Angsana, and Ci Putat located in Kecamatan Sawangan, Kota depok. That hugging of residencial area will cause increasing pollutan sources and phospat and nitrat consentration in the rivers. This research tells us that model system dynamic can make good simulation in watershed that homogeneous area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Kusumawati Budirahardjo
"Informasi penting dalam startegi konservasi air tanah adalah tingkat kerentanan
air tanah terhadap pencemaran. Untuk ini pendekatan Index & Overlay, metoda
DRASTIC yang berdasarkan faktor hidrogeologi dapat digunakan. Metoda yang
berasal dari Amerika ini, memerlukan data cukup intensif sehingga perlu diuji
kemungkinannya untuk bias akibat kendala data yang terbatas yang merupakan
kondisi umum di Indonesia.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan distribusi kerentanan pencemaran
antara hasil DRASTIC dengan simulasi komputer. Simulasi dikerjakan dengan
bantuan software GMS (Groundwater Modelling System) yang membagi kelas
distribusi berdasarkan kecepatan dan arah aliran air tanah serta penyebaran
partikel pencemar. Selanjutnya hasil simulasi diuji tingkat sensitivitasnya untuk
mencari parameter yang sensitif. Wilayah studi yang digunakan dalam pengujian
ini adalah Jakarta dan sekitarnya.
Perbandingan di atas menunjukkan bahwa distribusi kelas kerentanan dipengaruhi
oleh besaran kecepatan dan arah vektor kecepatan. Perbandingan peta kerentanan
Metoda DRASTIC dengan simulasi menunjukkan hasil yang sudah mendekati.
Selanjutnya hasil analisa sensitivitas terhadap parameter K dan constant head
menunjukkan bahwa kedua parameter ini tidak sensitif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa DRASTIC dapat digunakan dalam kondisi keterbatasan data
karena ketidakakuratan parameter akifer tidak akan mengakibatkan
penyimpangan informasi yang berarti.

Essential information in conserving groundwater is knowledge of its vulnerability
to pollution. DRASTIC, an Index & Overlay approach from US EPA, was
developed to assess the vulnerability based on hydrogeology information. The
method, however, might be considered as data demanding as compared to data
scarcity that is common in Indonesia. As such, it is necessary to study any
possibility of biased due to data limitation.
The pattern of velocity flow vector field obtained from computer simulation has
been used to assess the bias. Prior to that, sensitivity characteristic of the model to
the aquifer parameter variation was also examined to measure the effect of data
accuracy.
The result shows that the model not sensitive to accuracy of K and changes of
constant head at boundary condition. Therefore the result of comparison would be
independent to the accuracy of K and constant head. Comparison between the
vector field and the vulnerability derived by DRASTIC shows good agreement.
Therefore can be concluded that DRASTIC able to use under limited information
of aquifer parameter. The inaccuracy of aquifer data will not cause significant
error.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
T25082
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarsih
"Kebijaksanaan di bidang energi merupakan bagian integral dari kebijaksanaan nasional yang secara menyeluruh berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk dan penyediaan energi. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan listrik terus meningkat dari tahun ke tahun. Khususnya untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali konsumsinya 80% dari konsumsi listrik seluruh Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan skenario tingginya pertumbuhan kebutuhan listrik rata-rata dalam Repelita V menjadi 15,5% per tahun, kemudian meningkat lagi menjadi 17,7% per tahun pada Repelita VI dan kemudian baru menurun sampai 14,1% pada Repelita VU. Dalam rangka untuk memenuhi laju pertumbuhan permintaan akan listrik dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah Republik Indonesia membangun beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), salah satu diantaranya adalah PLTU Tambak Lorok Semarang. PLTU Tambak Lorok adalah suatu pusat pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas terpasang 300 MW yang menggunakan uap sebagai penggerak utama turbin guna menghasilkan tenaga listrik. Sistem ini bekerja dengan menggunakan air laut sebagai cairan kerja. Air laut diubah menjadi uap di boiler (ketel uap) dan keluar dari turbin, kemudian uap dimasukkan ke kondensor (mesin pengembun) dengan pendingin berasal dari air laut sehingga mencair kembali. Buangan air pendingin berupa air panas ini dikeluarkan melalui outlet menuju kolam pelabuhan Tanjung Emas. Buangan air ini disebut "limbah air panas" yang akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu pada suatu perairan. Dalam penelitian ini masalah ditekankan pada simulasi model dinamika sistem pencemaran limbah air panas terhadap sifat fisikkimia air dan biota perairan di saluran pembuangan (outlet). Apabila limbah air panas tersebut dibuang ke dalam suatu perairan yang berlebihan hingga melampaui kemampuan dayadukung lingkungan perairan itu, maka limbah air panas akan berbahaya bagi lingkungan perairan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kualitas perairan terhadap sifat fisik-kimia air dan indeks keanekaragaman biota perairan (plankton). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran atau merumuskan model pengaruh limbah air panas terhadap sifat fisikkimia air dan biota perairan secara sederhana. Untuk selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan masukan kebijaksanaan pengelolaan yang baik terhadap pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sehingga akibat sampingannya dapat ditekan serendah-rendahnya. Hubungan antara setiap faktor yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk setiap faktor yang berpengaruh adalah berbeda. Hal ini menunjukkan kompleksitas model pencemaran limbah air panas. Untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap faktor dan bentuk hubungan antar faktor dengan simulasi model dipilih pendekatan dengan metode analisis dinamika sistem yang menggunakan program "Powersim Version 2.01" copyright tahun 1993-1995 ModellData AS. Untuk uji validasi model digunakan analisis satuan, simulasi model dalam bentuk grafik dan tabel serta verifkasi. Simulasi model terhadap parameter BOD dan COD sebagai nilai awal digunakan nilai baku mutu menurut Kepmen KLH No. Kep.O2/Men.KLH/1/1988 tentang Pencemaran Air Laut Untuk Budidaya Perikanan. Verifikasi model dilakukan dengan melakukan pengukuran di lapangan sebanyak 2 (dua) kali sampling pada 6 stasiun pengamatan di perairan kolam pelabuhan Tanjung Emas. Selain itu untuk keperluan verifikasi juga digunakan data hasil survai hidro-oceanologi Tambak Lorok (1993), studi ANDAL PLTU Tambak Lorok Blok II (1995) dan hasil pemantauan (1995-1996). Untuk melihat gambaran sebab-akibat antar faktor tersebut dilakukan dengan mengembangkan sub-sistem model dan membangunnya dari sub-sistem-sub-sistem model tersebut sehingga menjadi sistem yang besar. Dengan melalui asumsi-asumsi yang diambil dari beberapa simulasi, maka simulasi model dapat mendukung konsep siklus pencemaran limbah air panas yang berpengaruh terhadap berbagai faktor yang membentuk suatu sistem pencemaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa limbah air panas yang dibuang ke perairan dapat merubah kondisi perairan yang berakibat naiknya suhu lebih tinggi dari suhu ambien level-nya (30°C ) dengan Δt sebesar 7°C. Naiknya suhu perairan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air, maka kelarutan oksigen makin rendah sehingga kandungan oksigen terlarut akan kecil. Dalam simulasi model dinamika sistem yang dihasilkan berdasarkan waktu, pada suhu di pelimbahan (outlet) sama dengan 37°C dan oksigen terlarut (DO) sama dengan 7 mg/l, maka indeks keanekaragaman yang diperoleh dari simulasi sebesar 2,63. Hal ini menunjukkan kondisi perairan yang tercemar dengan tingkat pencemaran sedang. Kenaikan suhu di perairan menyebabkan oksigen terlarut menurun, kebutuhan oksigen bialogi (BOD) meningkat dan kebutuhan oksigen kimia (COD) meningkat. Dalam simulasi model dinamika sistem terhadap waktu menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman yang dipengaruhi oleh aliran informasi dari DO, BOD dan COD serta adanya proses pendinginan adalah sangat kecil, mendekati nilai 0 (nol). Hal ini menunjukkan bahwa biota air yang berada di pelimbahan (outlet) mati semua, walaupun pada waktu dilakukan sampling masih dapat tertangkap beberapa jenis plankton. Mengingat bahwa plankton bersifat melayang-layang, maka tertangkapnya jenis ini diduga karena mendapat limpahan dari saluran pembuangan. Dengan adanya peningkatan suhu di perairan kolam Pelabuhan Tanjung Emas sebagai akibat limbah air panas PLTU diduga merupakan penyebab utama terjadinya penurunan jumlah dan jenis plankton di perairan tersebut. Indeks keanekaragaman terukur di pelimbahan (outlet) sebesar 1,43 dan 1,44. Ada dua jenis plankton yang dapat ditemukan di semua stasiun pengamatan yaitu Skeletonema dan Nitzchia yang mampu bertahan hidup pada suhu yang 37°C. Dalam simulasi model sistem dinamika menunjukkan bahwa adanya pengaruh suhu terhadap DO, BCD, COD, CL2, C02, nitrogen dan pH akan memperbaiki kondisi perairan dengan indeks keanekaragaman sama dengan 1,57 dan akan menurun sesuai dengan keadaan suhu terhadap waktu. Dengan meningkatkan kapasitas terpasang menjadi 500 MW menyebabkan debit air panas menjadi 250%, yang dapat mempercepat panasnya perairan, sehingga perairan menjadi cepat panas. Kenaikan panas ini akan menaikkan suhu dengan Δt 2°C, sehingga suhu menjadi 39°C. Kondisi ini menyebabkan menurunnya nilai indeks keanekaragaman. Meningkatnya kalor panas limbah air panas tersebut dapat menyebabkan terjadi resirkulasi panas ke intake. Dari simulasi model dinamika sistem menunjukkan bahwa peningkatan panas dari limbah air panas lebih cepat dari sebelumnya kapasitas terpasang ditingkatkan. Sedangkan aliran air panas menunjukkan kestabilan atau adanya "goal seeking" dalam waktu yang relatif lama. Untuk menjaga kondisi perairan yang baik, maka kebijaksanaan yang diambil adalah dengan memutuskan aliran limbah air panas (aliran materi) dalam model yang berarti limbah air panas tidak dibuang di pelimbahan (outlet) seperti keadaan pada saat sekarang ini. Karena dengan memutus aliran ini berarti memindahkan tempat pelimbahan (outlet) atau saluran pembuangan. Bahkan menurut hasil studi yang pernah dilakukan oleh PLN bekerja sama dengan UGM, menyarankan agar tidak ada resirkulasi ke intake safuran pembuangan air panas dipindahkan di sebelah timur kolam pelabuhan. Dari segi lingkungan hidup hal ini sangat menguntungkan, karena limbah air panas segera mengalami pengenceran oleh atmosir, sehingga nilai indeks keanekaragaman menunjukkan keadaan perairan yang tidak tercemar.
The policies in the energy sector are an integral parts of national policies as a whole, and are closely related to the growth of the economy and population and the supply of energy. The growth of economic, the demand for electricity continuously grows from year to year, especially in Java and Bali areas which consumes 80% of Indonesian electricity. The growth is in accordance to the forecast of electricity growth in the average of 15.5% per year during the fifth Repelita (National five year development planning) and the increase to 17.7% during the sixth Repelita before it decreases to 14.1% in the seventh Repelita. To fulfill the growing demand for electricity and to improve the service to users, the government of Indonesia had build several steam generated electrical power plant (PLTU), one of which is PLTU Tambak Lorok Semarang. PLTU Tambak Lorok is a power plant which uses steam as the main force to move the turbine to create electricity. This system is functioning by using sea water as the working liquid. The sea water is turned into steam in the boiler and out from turbine, the steam then being put in to a condenser with the chillier from sea water and to turn its thermal water discharged effluent back to sea water. The residual chillier which is now become hot water is discarded using an outlet to Tanjung Emas harbor pond. The discarded water is called "thermal effluent" and it will cause changes in sea temperature in the surrounding areas. In this research, the problem is emphasized on simulation of the dynamic model of thermal effluent system on the physical and chemical characteristics of sea water and aquatic biota in the waste outlet. If the water effluent is discarded excessively so that it exceeds the tolerance of surrounding sea water body, the waste will poisonous. This brings the declines in quality of the water in teems of the physical-chemical characteristics of water, and diversity index of aquatic biota (plankton). This research intents to capture the idea or to formulate the model of water effluent effect on the physical-chemical characteristic of the water and aquatic biota in a simple way. Furthermore, this research can be used as an inputs for the policy of good management to the Steam Power Plant, so that its environmental impact can be minimized. The relationship among each interacting and affecting factor behaves differently. This shows the complexity of the water effluent model. To know the immensity of the effects of each factor and relationship with the simulation of the model, one chooses an approach with the analytical method of system dynamic which uses the program "Powersim version 2.01" copyright 1993-1995 by ModellData, U.S.A. To validate the model, one uses unit analysis, model simulation in graphics and tables and verifications. in the model simulation on parameters BOD and COD, as the starting value one choose the standard quality value according to Kepmen KLH No. Kep.02/Men.KLH/1/1988 about the sea pollution for fishery. Model verification is done by measuring on the field with 2 samplings at 6 stations in the water at harbor Tanjung Emas. For observations, one also uses data from hydro-oceanology survey Tambak Lorok (1993), ANDAL study PLTU Tambak Lorok Blok II (1995) and observation result (1995-1996). Figuring the causal relationship among those factors is carried out by developing a subsystem model and build it from the model's sub-systems to make a big system. From the assumptions taken from several simulations, the model can support the concept of water effluent pollution cycle which affects various factors forming some kind of pollution system. Analysis results show that water effluent discarded into the water can change the water condition which make the temperature rises higher than the ambient level (30°C) with Δt as much as 7°C. The water temperature increase affects the oxygen solvability. The higher the temperature, the oxygen solvability is lower, so that the oxygen in the water is little. In the system dynamics model simulation produced with repeat to time, at waste temperature equal to 37°C and solved oxygen (DO) equal to 7 mg/l, the diversity index acquired from the simulation is 2.63. It shows the polluted water condition at the middle level. The increase of water temperature cause solved oxygen to decrease, biology oxygen demanded (BOD) increase, and chemical oxygen demanded (COD) to increase. The system dynamics model simulation with respect to time shows that diversity index affected by information flow from DO, BOD, and COD with the existence of the cooling system is very small, close to 0 (zero). This shows that the water biota which were in the outlet all died, although when sampled several kinds of plankton were still found. Recalling that plankton's float, the capture of these plankton's may originate from the outlet. With the increase of increase of temperature in the pond of Tanjung Emas Harbor because of water effluent, PLTU was thought the main culprit of the decrease of numbers and kinds of planks in the water. The diversity index measured in the outlet are 1.43 and 1.44. There were two kinds of plankton found in all the observation stations, namely Skeletonema and Nifzchia which survive at 37°C. The dynamics system model simulation showed that the temperature effect on DO, BOD, COD, C12, C02, nitrogen and pH will remedy the water condition with diversity index equal to 1.57, and will decrease according to the temperature condition with respect to time. Increasing the installed capacity to 500 MW causes the water effluent debit to increase 250%, which accelerate the increase of water temperature. This increases temperature by 2°C, so the temperature will be 39°C. This condition causes a re-circulation to the intake. The system dynamics simulation model shows that the heat increase from the water effluent was faster than before the installed capacity had been increased. In the mean time, the hot water flow shows the stability or there was "goal seeking° for a relatively long time. To maintain a good water condition, the policy taken is by disconnecting the heat flow (material flow) in the model, which means the water effluent is not discarded in the outlet as the current situation. The flow disconnection means moving the outlet or the waste channel. Even, according to the result of study conducted together by PLN and AGM, to stop the re-circulation to the intake, the water effluent channel to be moved to east of the harbor pond. From the natural environment, this is very beneficial because the water effluent will immediately be thinned out by the atmosphere, so that the value of diversity index shows an unpolluted water situation."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>