Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215294 dokumen yang sesuai dengan query
cover
F.X. Suarif Arifin
"ABSTRAK
Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan intensi melakukan sanggama pada mahasiswa di Jakarta dengan pacarnya, dengan harapan dapat diketahui faktor mana yang berpengaruh pada intensi tersebut dalam waktu satu minggu apakah faktor sikap atau faktor norma subyektif (dan Perceived Behavior Control), dengan menjadikan Theory of Reasoned Action dari Fishbein dan. Ajzen {1975) sebagai acuan teori dalam meneranakan intensi tersebut, dan telah dirodifikasi menj adi Theory of Planned Behavior dari Ajzen (1985).
Penelitian ini berangk:at dari hasil penelitian Sarlito Wirawan Sarwono bersama Garakan Remaja Untuk. KependudLtk:an dan Radio Prambors di Jakarta (1981), Bahwa dari 417 responden. 15,3% responden remaja pernah melakukan hubungan sex, baik dengan pacar sendiri maupun dengan orang lain. Kecenderungan untuk melakukan hal tersebut meningkat sesuai dengan tingkat pendidikan dan usia responden, yaitu 7,1 % dari pelajar SLTP, 11.3 7. dari pelajar SLTA, dan 24,8 % dari mahasiswa. Keadaan ini tentu memprihatinkan mengingat kelompok usia remaja yang berjumlah hempir seuarLh dari penduduk Indonesia, merupakan kelompok yang secara potensial berperan dalam meningkatkan produktivitas nasional dan dalam penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) pada masa depan, tetapi juga potensial untuk menggagalkan keberhasilan program keluarga berencana yang sudah tercapai dengan relatif baik.
Tjipta Lesmana (1995) dalam bukunya yang berjudul Pornografi Dalam Media Massa, menul ia bahwa kebebasan seks yang dahulu dianggap hanya "monopoli" bangsa-bangsa barat, tampaknya, sudah dipraktekkan oleh sebagian besar orang Indonesia. Hubungan seks sebelum nikah (premarital sex), pacaran yang sangat menjurus pada sanggama, seks bersama pria/wanita yang bukan suami/istrinya dan segala bentuk kebebasan seks lainnya - termaauk affair di tempat k.erja - ternyata, sudah lama menggejala dalam masyarakat perkotaan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa baik Sikap maupun Norma Subyektif memberikan sumbangan terhadap intensi bersanggama dengan pacarnya pada remaja di Jakarta. Dengan penelitian ini kecuali untuk remaja non mahasiswa Norma Subyektif memberi sumbangan secara signifikan.
Hasil analisis lebih lanjut memperlihatkan Kecenderungan sebagai berikut :
1. Ramaja pria yang sudah mengenal orangtua pacar dan pacarnya sudah dikenalkan kepada orang tua, remaja pria tersebut memiliki intensi sanggama yang lebih rendah dibanding dengan remaja pria yang belum mengenal orang tua pacar, dan pacarnya belum dikenalkan kepada orang tua remaja pria tersebut.
2. Sedangkan pada remaja wanita yang sudah mengenal orang tua pacar, dan pacarnya sudah dikenalkan kepada orang tua remaja wanita tersebut memiliki intensi sanggama yang lebih tinggi dibanding dengan remaja wanita yang belum mengenal orang tua pacar, dan pacarnya belum dikenalkan kepada orangtua remaja wanita tersebut.
3. Remaja yang patuh dalam beribadat memiliki intensi sanggama yang lebih rendah dibanding remaja yang agak patuh dalam beribadat.
4. Remaja yang pernah bersanggama memiliki intensi sanggama yang lebih tinggi dibanding remaja yang belum pernah bersanggama.
5. Semakin tingoi Mean Perkiraan Prosentase Sanggama terhadap 100 pria dan 100 wanita yang seusia, maka semakin tinggi pula Mean Intensi Sanggama bila dibandingkan baik antara remaja mahasiswa dengan remaja non mahasiswa/i, maupun remaja mahasiswi dengan remaja non mahasiswi."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Gunawan
"Saat ini di Indonesia sedang diberlakukan peraturan baru yang mengharuskan para pengemudi mobil untuk menggunakan sabuk pengaman. Kebijakan ini berlandaskan UU No. 14/1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan diperkuat dengan Keputusan Menteri Perhubungan No.85 / 2002 tentang pemberlakuan kewajiban melengkapi dan menggunakan sabuk keselamatan. Berdasarkan peraturan ini, toleransi masih dapat diberikan pada pengemudi yang mobilnya belum dilengkapi dengan sabuk pengaman. Tapi mulai November 2005 sudah tidak ada alasan bagi pengemudi untuk tidak menggunakan sabuk pengaman. Hal ini berarti bahwa cepat atau lambat, masyarakat Indonesia harus membiasakan diri dengan penggunaan sabuk pengaman.
Masyarakat Indonesia saat ini belum terbiasa dengan peraturan baru tersebut. Kesadaran akan kegunaannya juga dianggap masih rendah. Meskipun pemerintah telah mengupayakan penegakkan peraturan tersebut dengan tindakan yang cukup tegas, masih belum dapat dipastikan efeknya secara luas mengingat data-data yang diperoleh masih terpusat pada kota-kota besar seperti Jakarta dan itu pun hanya pada daerah tertentu.
Berdasarkan latar belakang inilah penelitian dilakukan. Secara umum penelitian ingin mengetahui sejauh mana pengemudi mobil di Jakarta berniat untuk mengenakan sabuk pengaman saat mengemudi. Informasi ini dapat memberikan gambaran mengenai keberhasilan upaya sosialisasi dan penegakan hukum yang dilakukan pemerintah sehubungan dengan pemakaian sabuk pengaman. Tujuan lain adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yang paling mempengaruhi intensi atau niat pengemudi di Jakarta untuk mengenakan sabuk pengaman. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan pendekatan atau metode sosialisasi yang paling efektif untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya sabuk pengaman.
Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini digunakan teori planned behavior dari Ajzen dan Fishbein (1980). Dalam teori ini disebutkan bahwa intensi atau niat untuk melakukan suatu perilaku ditentukan oleh interaksi dari tiga faktor yaitu sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan persepsi kontrol individu terhada perilaku (PBC) yang juga merupakan persepsi mengenai situasi-situasi yang menghambat atau mendukung dilakukannya suatu perilaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya, intensi untuk mengenakan sabuk pengaman cukup tinggi (mean 5.39). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketiga variabel independen memiliki hubungan dengan intensi. Meskipun demikian, diantara ketiga faktor tersebut, hanya faktor PBC yang memiliki sumbangan yang signifikan (beta 0.723 sig.0.01) ketika pengaruh dari ketiga variabel diukur secara simultan. Mesti hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap pengemudi cenderung positif (mean 29.53) dan dorongan sosial untuk mengenakan sabuk pengaman juga cenderung tinggi ( mean 303.66) hal ini tidak banyak berpengaruh terhadap niat dari pengemudi di Jakarta untuk mengenakan sabuk pengaman. Mereka cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor situasional seperti ada tidaknya pengawasan dari polisi, desain sabuk pengaman, dan kondisi dijalan raya.
Besarnya pengaruh faktor situasional berarti bahwa jika kita ingin meningkatkan intensi pengemudi untuk menggunakan sabuk pengaman maka perlu dilakukan kontrol terhadap faktor-faktor situasional tersebut, terutama oleh pihak pemerintah. Hal-hal yang disarankan peneliti berdasarkan hasil penelitian ini antara lain adalah, agar pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap pemakaian sabuk pengaman di sebanyak mungkin lokasi, jangan hanya terpusat di jalan-jalan utama. Pemerintah juga sebaiknya lebih terlibat secara aktif dalam mengontrol kualitas dan standar keamanan kendaraan, karena kendaraan yang beroperasi di Indonesia masih banyak yang kualitasnya dibawah standar keamanan dan kenyamanan yang layak. Penelitian terhadap sabuk pengaman juga harus ditingkatkan . Terakhir, dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya sabuk pengaman, pemerintah sebaiknya jangan hanya berfokus pada aspek penegakan peraturannya saja tapi juga harus memberikan pendidikan kepada masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah umum, dan sebagainya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimala Dewi Irzani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Ken Andarini Apriliyanti
"ABSTRAK
Mengenal keberadaan sebuah rumah sakit melalui kombinasi pemikiran, perasaan, pendapat dan pandangan publik tentang sebuah rumah sakit merupakan hal yang penting dalam membentuk belief atau keyakinan individu dan masyarakatnya. .Karena dipercaya bahwa dari keyakinan yang membentuk sikap akan membawa pada intensi untuk bertingkah laku pada penghujung proses adalah pemilihan rumah sakit tersebut. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh subjective behaviour belief, normative belief dan perceived behavior control terhadap intensi pasien dalam memilih jasa layanan kesehatan di suatu rumah sakit.
Penelitian ini menggunakan teori Planned Behavior dari Fishbein dan Ajzen (1988). Penyusunan alat mengacu pada skala dalam teori Planned Behavior dari Fishbein dan Ajzen dimana item-item dalam skala adalah keyakinankeyakinan yang berhasil dielisitasi sebelumnya lewat metode kelompok diskusi terarah Administrasi dilakukan pada subyek pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Pusat Pertamina. Hasil yang keluar adalah bahwa ketiga variabel (sikap, norma subyektif dan perceived behavior belief) tidak dapat untuk meramalkan intensi pasien memilih rumah sakit secara signifikan. Pada masa yang akan datang, diharapkan penelitian dengan menggunakan ketiga variabel sebagai alat prediksi ini dilakukan dengan lebih baik lagi, dimana konstruksi tiap item skala lebih dicermati, karakter sampel harus dipilih lebih selektif lagi, demikian pula dengan prosedur administrasi tes. Sehingga nantinya didapatkan hasil prediksi yang tepat dari intensi."
2004
S3339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Misbah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat seberapa besar kecenderungan auditor melakukan audit kecurangan (frctud audit). Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori planned behavior dari Ajzen (1988) yang menyatakan perilaku individu ditentukan oleh intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Ada tiga variabel yang berperan dalam intensi yaitu sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control. Besarnya bobot masing-masing variabel tersebut dapat menggambarkan bagaimana peranan yang diberikan terhadap timbulnya tingkah laku. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1) bagaimana gambaran intensi subyek, 2) bagaimana hubungan dari sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi, serta variabel-variabel mana yang paling berpengaruh, 3) bagaimana gambaran behavioral belief evaluasi terhadap behavioral belief normalive belief, motivalion to comply, perceived behavioral control belief, 4) bagaimana respon subyek terhadap intensi dan apa yang menjadi alasan pemilihan posisi intensi.
Yang menjadi independen variabel penelitian ini adalah sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control belief auditor untuk melakukan audit kecurangan. Sedangkan dependen variabel penelitian adalah intensi auditor untuk melakukan audit kecurangan. Subyek penelitian adalah 45 orang auditor di salah satu instansi pemerintah. Adapun pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dengan mengacu pada skala semantic dijferential, dengan teknik incidental sampling. Pengolahan data dilakukan melalui analisis deskriptif sampel, mean dan standar deviasi, serta korelasi dan analisis regresi berganda.
Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :
1. Intensi subyek untuk melakukan audit kecurangan cukup tinggi. Tidak terdapat perbedaan intensi yang signifikan antara kelompok berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja. Akan tetapi terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang mempunyai pengalaman melakukan audit kecurangan dengan yang belum pernah melakukan audit kecurangan.
2. Terdapat hubungan yang signifikan dari variabel sikap dan perceived behavioral control yang digali secara direct terhadap intensi auditor untuk melakukan audit kecurangan.
3. Belief yang dimiliki subyek mengenai tingkah laku untuk melakukan audit kecurangan adalah : bisa menegakkan kebenaran, menambah pengalaman, menambah wawasan tentang modus operandi kecurangan, dan mengetahui karakter dan sifat pelaku kecurangan. Normative belief mereka adalah atasan dan rekan dalam tim audit. PBC belief mereka adalah menyelamatkan kerugian negara, keterbatasan dana audit, mempunyai kemampuan.
4. Alasan pemilihan posisi intensi dari sangat berniat sampai agak berniat terutama karena telah mendapat pendidikan dan pelatihan audit kecurangan. Alasan pemilihan posisi netral adalah : tergantung penugasan dan tergantung masalah yang dihadapi. Alasan pemilihan posisi agak tidak berniat terutama karena data sulit dan mendapat tantangan dari pihak yang diaudit. Sedangkan alasan pemilihan posisi intensi tidak berniat karena waktu audit yang lama, tidak ada pengetahuan dan pengalaman.
Disarankan untuk mencobakan alat pada instansi lain sehinga dimungkinkan ditemukan hal-hal yang berbeda bila subyek, diperluas ; perlu dicennati hal-hal yang dapat mendorong dilakukannya audit kecurangan dan meminimalkan hal-hal yang menjadi penghambat timbulnya perilaku; mencoba mengembangkan auditor melalui pendidikan dan pelatihan yang mengacu pada belief yang dimiliki auditor."
2002
S3109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Badai Widyastuti Prasthari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sukrisno
"Adanya pemisahan antara program sarjana psikologi dengau program profesi psikolog menuntut mahasiswa Fakultas Psikologi UI untuk memustuskan apakah akan melanjutkan atau tidak melanjutkan ke program profesi setelah lulus sarjana psikologi. Secara teoritis keputusan tersebut membutuhkan proses pemilihan yang bijaksana karena akan sangat berpengaruh terhadap hampir seluruh aspek kehidupan di masa yang akan datang. Da1amkenyataannya banyak mahasiswa yang masih bimbang tanpa keputusan yang pasti.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar kecenderungan mahasiswa untuk melanjutkan ke program profesi serta memahami faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah planned behavior theory dari Ajzen (1988). Teori tersebut menekankan pentingnya intensi sebagai determinan terdekat dilakukannya suatu tingkah laku. Informasi penting lain yang bisa diperoleh adalah mengenai belief-belief yang mendasari intensi tersebut.
Dependent variable penelitian adalah intensi untuk melanjutkan ke program profesi. Sikap terhadap tingkah laku, norma subyektif, dan perceive behavior control yang dalam model planned behavior theory berperan sebagai determinan intensi, digunakan sebagai independent variab!es. Masing-masing variabel tersebut diukur dengan menggunakan skala semantic differential dengan sedikit modifikasi dari format yang dicontohkan oleh Ajzen (1980).
Dengan tehnik purposive sampling sebanyak 50 mahasiswa Fakultas Psikologi UI angkatan l992 dilibatkan sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan secara maupun kelompok. Untuk pengolahan data digunakan alat bantu komputer dengan melibatkan analisis deskriptif sampel, mean dan SD, korelasi, serta analisis multipel regresi.
Hasilnya diperoleh bahwa skor intensi mahasiswa baik secara keseluruhan maupun dalam kelompok-kelompok data kontrol berada di atas mean teoritis. Distribusi frekwensi skor intensi menunjukkan pengelompokkan persentase besar pada skor-skor tinggi. Jadi dapat dikatakan bahwa intensi mahasiswa Fakultas Psikologi UI untuk melanjutkan ke program profesi setelah lulus sarjana psikologi adalah relatif tinggi.
Dalam analisis multipel regresi dengan menggunakan sikap terhadap tingkah laku, norma subyektif, dan PBC sebagai predictor dan intensi sebagai criterion diperoleh nilai multipel korelasi yang signifikan. Hal ini berarti bahwa dalam konteks penelitian ini terdapat hubungan linear yang signifikan antara ketiga predictor dengan criterion-nya. Sedangkan dalam sumbangan unik setiap predictor, hanya PBC saja yang mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap naik turunnya skor intensi.
Dengan demikian hipotesis penelitian bahwa sikap terhadap tingkah laku memiliki sumbangan yang signifikan terhadap tingkah laku ditolak. Demikian juga ditolak hipotesis yang menyatakan bahwa ada sumbangan yang signifikan dari norma subyektif terhadap intensi melanjutkan ke program profesi. Hipotesis yang diterima adalah hipotesis adanya sumbangan yang signifikan dari variabel PBC terhadap intensi.
Dibandingkan dengan analisis multipel regresi tanpa PBC sebagai predictor, tampak bahwa sikap terhadap tingkah laku dan norma subyektif mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap intensi. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa variabel sikap dan norma subyektif mengukur common factors yang tercakup oleh PBC. Selain itu varians DV yang tercakup oleh IV mengalami peningkatan yang signifikan ketika dimasukkan variabel PBC.
Dalam analisis mean variabel dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan mahasiswa cenderung memiliki sikap yang negatif terhadap tingkah laku melanjutkan ke program profesi. Demikian juga dengan norma subyektif yang berada di bawah mean teoritis yang berani bahwa lingkungan sosial disekeliling para mahasiswa tidak terlalu menuntut mereka untuk melanjutkan ke program profesi. Dalam hubungannya dengan hambatan dan sumber-sumber daya yang mahasiswa untuk melanjutkan ke program profesi, mean PBC berada di atas mean teoritis. Hal ini berarti kebanyakan mahasiswa menganggap bahwa melanjutkan ke program profesi adalah sesuatu yang mudah. Oleh karena itu intensi mahasiswa tetap relatif tinggi meskipun sikap dan noma subyeknya unfavorable."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William, Martin
"Salah satu interaksi antara etnis Tionghoa dan pribumi ditunjukkan melalui perilaku menikah di antara keduanya. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), intensi dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya perilaku, yang dalam theory of planned behavior (Ajzen, 1988), intensi dianggap memiliki tiga determinan yaitu sikap, norma subyektif, dan kendali-perilaku-yang-dipersepikan. Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui intensi dewasa muda etnis Tionghoa untuk menikah dengan pribumi, dan melihat sejauh mana ketiga determinan tersebut mempengaruhi intensi.
Hasil analisis data yang diperoleh dari mahasiswa etnis Tionghoa menunjukkan bahwa dewasa muda etnis Tionghoa memiliki keinginan yang lemah untuk menikah dengan pribumi. Selain itu, sikap, norma subyektif, dan kendali-perilaku-yang-dipersepsikan dewasa muda etnis Tionghoa ditunjukkan memiliki pengaruh yang signifikan pada intensi, dengan pengaruh terbesar diberikan oleh norma subyektif.

Marriage is one kind of inter-ethnic interaction and also an example of a planned behavior. According to Fishbein and Ajzen (1975), intention can be used to predict whether someone will or will not perform a behavior. Theory of planned behavior (Ajzen, 1988) suggest that intention has three determinants which consists of attitudes, subjective norms, and perceived behavior controls. The purposes of this quantitative research are to find out the intention of young adults from Tionghoa ethnic to marry local Indonesian and to know how those three determinants gives their effects on intention.
The results indicates that young adults from Tionghoa ethnic has low intention to marry local Indonesian. Besides that, attitudes, subjective norms, and perceived behavior controls are found to be significantly correlated to the intention, and the variable that has biggest effect on intention is subjective norms.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>