Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141179 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusri
"ABSTRAK
Persaingan bisnis yang sehat akan menguntungkan semua pihak, termasuk konsumen dan usaha kecil. Tujuan persaingan adalah untuk menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa kelompok usaha tertentu. Dengan adanya persaingan, konsumen dapat menikmati mutu barang/jasa yang baik dengan tingkat harga yang bersaing. Konsumen juga dapat memilih barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Kecuali itu, mekanisme pasar yang sehat memungkinkan terbukanya kesempatan berusaha selebar-lebarnya, sehingga dapat meningkatkan iklim berusaha yang kondusif. Dalam persaingan usaha, produsen dituntut memberi pelayanan yang terbaik. kepada konsumen. Produsen yang tidak mampu bersaing dengan sendirinya akan mengalami kegagalan dalam manjalankan bisnisnya. Oleh karena itu, dalam teori invisible hand, Adam Smith menyatakan bahwa, pemerintah tidak perlu ikut campur terlalu jauh di bidang bisnis, karena melalui mekanisme pasar itu sendiri akan lahir struktur pasar yang sehat. Namun kenyataannya mekanisme pasar tidak pernah sempurna, bahkan tidak jarang terjadi persaingan yang tidak sehat. Dengan tidak terkendalinya mekanisme pasar, sistem ekonomi akan terjerumus pada sistem "free fight liberalism" dan praktik-praktik "monopoli". Kedua fenomena ini mesti dihindari, karena bertentangan dengan Sistem Demokrasi Ekonomi.
Tesis ini bertujuan untuk mengkaji; 1) bagaimana bentuk praktik persaingan bisnis di Indonesia; 2) bagaimana dampak praktik monopoli terhadap perlindungan konsumen dan usaha kecil; serta 3) bagaimana peranan pranata hukum untuk mengatasi dampak monopoli tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Pada prinsipnya, monopoli bukanlah sesuatu yang mutlak dilarang dalam sistem perekonomian nasional, karena beberapa sektor yang vital bagi negara dan bangsa boleh dikuasai oleh negara sesuai dengan amanat konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Sedangkan praktik monopoli yang merugikan masyarakat, yang biasanya dilakukan oleh swasta, "dilarang" karena dikhawatirkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu. Melalui pemusatan ekonomi tersebut rakyat akan tersisih karena prilaku para monopolis cendrung untuk mencari keuntungan maksimum dengan mengabaikan kepentingan umum.
Monopoli yang disebut belakangan ini merupakan salah satu wujud persaingan yang tidak sehat (unfair competition), sehingga akibat yang ditimbulkan lebih banyak negatifnya dibandingkan dengan sisi positifnya, terutama terhadap konsumen dan usaha kecil. Konsumen sangat tergantung pada produsen tanpa bisa menuntut kualitas barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Dalam kondisi seperti ini, konsumen juga kehilangan haknya untuk memilih barang dan jasa, karena hanya ada satu produsen yang menghasilkan barang dan jasa yang sejenis. Di samping itu, karena tidak ada saingan, produsen dengan seenaknya dapat menaikkan harga barang/jasa dengan cara membatasi jumlah produksi dan distribusi. Di samping itu praktik monopoli dapat mempersempit kesempatan berusaha bagi usaha kecil untuk mengembangkan usahanya karena adanya praktik-praktik yang membatasi persaingan bisnis (restrictive business practice). Praktik-praktik monopoli tersebut masih mewarnai iklim berusaha di Indonesia, sementara para pelakunya belum dapat digugat ke pengadilan karena pranata dan lembaga hukum yang ada masih bersifat parsial.
Mengingat banyaknya praktik-praktik bisnis yang tidak sehat terjadi selama ini, konsumen menjadi tidak berdaya mepertahankan haknya untuk mendapatkan barang yang bermutu dengan harga yang bersaing, maka sudah sewajarnya pemerintah turun tangan dengan menggunakan kewenangan yang ada padanya. Sebagai negara kesejahteraan (welfare state), pemerintah berkewajiban turun tangan untuk mengendalikan mekanisme pasar melalul kebijakan-kebijakan negara yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kasus ini, pemerintah perlu segera mengundangkan Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Persaingan Usaha, yang telah lama disiapkan dalam bentuk naskah rancangan akademik oleh beberapa lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah. Dengan adanya kedua pranata hukum ini diharapkan praktik monopoli yang membawa dampak negatif bagi konsumen dan usaha kecil dapat dihindari. Di samping itu perlu adanya institusi hukum yang menyelenggarakan berbagai pranata hukum dimaksud, seperti Komisi Perdagangan Nasional (Federal Trade Cornission, atau Fair Trade Commission).
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
"Dalam kehidupan perekonomian Indonesia diperlukan adanya pengaturan mengenai batas-batas yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam persaingan usaha dan untuk itu telah terbit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) beserta dibentuknya lembaga pengawas bagi pelaksaannya yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Permasalahan pokok yang diteliti adalah kesesuaian antara dasar dan pertimbangan-pertimbangan yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 serta amar Putusannya dibandingkan dengan ketentuan dalam UU Anti Monopoli. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001, dan UU Anti Monopoli; bahan hukum sekunder meliputi buku, artikel ilmiah dan penelaahan para ahli hukum terhadap praktek monopoli dan persaingan tidak sehat serta bahan hukum tertier dan dianalisis dengan metode kualitatif untuk disimpulkan dalam bentuk eksplanatoris¬analitis.
Hasil penelitian mengarah pada kesimpulan bahwa dasar dan pertimbangan hukum yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 telah sesuai dengan Pasal 22 UU Anti Monopoli yang melarang Pelaku Usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan Pemenang Tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Sanksi berupa larangan untuk mengikuti Tender serupa selama 2 (dua) tahun di seluruh wilayah Republik Indonesia, yang dijatuhkan kepada Pelaku telah sesuai dengan kewenangan KPPU menurut pasal 47 ayat (1) dan (2) huruf c untuk menjatuhkan sanksi admiministratif berupa larangan melakukan kegiatan usaha bagi pelanggar UU Anti Monopoli serta hasil pemeriksaan Majelis Komisi yang dapat membuktikan telah terjadinya Persekongkolan antara Pelaku dengan Panitia Pelelangan dan Kepala Dinas Perternakan berupa perlakuan khusus bagi peserta lelang tertentu.

In the business realm particularly in Indonesian economic life, there is a need of regulation that determines the matters allowed and prohibited in term of business competition, and for that reason the government has made the Law No.5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopoly Practice and Unfair Business Competition (Anti Monopoly Law), while at the same time established the supervising body for the implementation, named the Supervising Committee on the Business Competition. The main problem to be addressed here is whether the basis and considerations used by the committee in its decision No.07IKPPU-LI12001 and its implementation have been in accordance with the Anti Monopoly Law. This research is conducted by using a normative legal research method, based on secondary data consists of primary legal material (The Committee's Decision No.07IKPPU-LI12001, and the Anti Monopoly Law); and secondary data comprising books, scientific articles and unfair competition, as well as tertiary legal material, which are being analyzed in form of explanatory analytical.
The result shows that the basis and the legal consideration used by the Committee in the decision mentioned above has already in accordance with the Article 22 Anti Monopoly Law that prohibits a business practitioner to collude with other party to manipulate and determine the winner of the auction. The punishment imposed to them, in form of 2 (two) years of ban to participate in any auction in the territory of Republic of Indonesia, is in accordance with the Article 47 section (1) and (2) letter c, mentioning the imposing of administrative punishment in form of prohibition to conduct any business activity. In addition, the investigation conducted by the Board of Commission also has managed to prove the collusion committed by the convict and the auction committee, as well as the Chief of Farming Bureau, in form of the grant of privilege to certain auction participants.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
"Dalam kehidupan perekonomian Indonesia diperlukan adanya pengaturan mengenai batas-batas yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam persaingan usaha dan untuk itu telah terbit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) beserta dibentuknya lembaga pengawas bagi pelaksaannya yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Permasalahan pokok yang diteliti adalah kesesuaian antara dasar dan pertimbangan-pertimbangan yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 serta amar Putusannya dibandingkan dengan ketentuan dalam UU Anti Monopoli. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001, dan UU Anti Monopoli; bahan hukum sekunder meliputi buku, artikel ilmiah dan penelaahan para ahli hukum terhadap praktek monopoli dan persaingan tidak sehat serta bahan hukum tertier dan dianalisis dengan metode kualitatif untuk disimpulkan dalam bentuk eksplanatoris¬analitis.
Hasil penelitian mengarah pada kesimpulan bahwa dasar dan pertimbangan hukum yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 telah sesuai dengan Pasal 22 UU Anti Monopoli yang melarang Pelaku Usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan Pemenang Tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Sanksi berupa larangan untuk mengikuti Tender serupa selama 2 (dua) tahun di seluruh wilayah Republik Indonesia, yang dijatuhkan kepada Pelaku telah sesuai dengan kewenangan KPPU menurut pasal 47 ayat (1) dan (2) huruf c untuk menjatuhkan sanksi admiministratif berupa larangan melakukan kegiatan usaha bagi pelanggar UU Anti Monopoli serta hasil pemeriksaan Majelis Komisi yang dapat membuktikan telah terjadinya Persekongkolan antara Pelaku dengan Panitia Pelelangan dan Kepala Dinas Perternakan berupa perlakuan khusus bagi peserta lelang tertentu.

In the business realm particularly in Indonesian economic life, there is a need of regulation that determines the matters allowed and prohibited in term of business competition, and for that reason the government has made the Law No.5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopoly Practice and Unfair Business Competition (Anti Monopoly Law), while at the same time established the supervising body for the implementation, named the Supervising Committee on the Business Competition. The main problem to be addressed here is whether the basis and considerations used by the committee in its decision No.07IKPPU-LI12001 and its implementation have been in accordance with the Anti Monopoly Law. This research is conducted by using a normative legal research method, based on secondary data consists of primary legal material (The Committee's Decision No.07IKPPU-LI12001, and the Anti Monopoly Law); and secondary data comprising books, scientific articles and unfair competition, as well as tertiary legal material, which are being analyzed in form of explanatory analytical.
The result shows that the basis and the legal consideration used by the Committee in the decision mentioned above has already in accordance with the Article 22 Anti Monopoly Law that prohibits a business practitioner to collude with other party to manipulate and determine the winner of the auction. The punishment imposed to them, in form of 2 (two) years of ban to participate in any auction in the territory of Republic of Indonesia, is in accordance with the Article 47 section (1) and (2) letter c, mentioning the imposing of administrative punishment in form of prohibition to conduct any business activity. In addition, the investigation conducted by the Board of Commission also has managed to prove the collusion committed by the convict and the auction committee, as well as the Chief of Farming Bureau, in form of the grant of privilege to certain auction participants.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaya Putra Zega
"Sektor kepelabuhan merupakan sektor strategis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, oleh karakteristiknya yang demikian maka pengelolaannya diserahkan kepada BUMN dan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah. Legitimasi ini diperoleh secara konstitusional yakni, Pasal 33 UUD 1945 yang menghendaki sektor-sektor penting, strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara atau dalam bahasa lain dikelola oleh negera melalui perusahaan negara atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk. Kemudian oleh Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 kembali menegaskan hal yang serupa. Namun, ternyata dalam prakteknya oleh BUMN atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah melakukan praktek monopoli. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba menganalisis bentuk-bentuk monopoli, pandangan KPPU, serta proses pembuktian terhadap pelanggaran praktek monopoli yang terjadi di sektor kepelabuhanan.

The Port services is a essential facilities that have high economic value, by such characteristics shall be conducted by State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government. It has the constitutionally legitimacy obtained, namely Article 33 UUD 1945 that requires essential facilities controlled by the state or managed by the country through the State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government. Then by Article 51 of Competition Law No. 5/1999 reaffirm it. However, such conditions in practice by State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government turned out to conduct monopolistic. Therefore, this study attempts to analyze the forms of monopoly, the Business Competition Supervisory Commission's view, and the process of proving the violation of monopolistic that occurred in the Port services."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Bistok
"Pada tanggal 5 Maret 1999 Indonesia telah mengadopsi sebuah produk hukum yang mengatur Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Produk hukum tersebut adalah UU Nomor 5 Tahun 1999 yang mulai efektif berlaku 1 (satu) tahun sejak diundangkan, itu berarti berlaku sejak tanggal 5 Maret 2000. Guna memberi penyesuaian kepada para pelaku usaha, UU tersebut memberi tenggat waktu peralihan selama 6 (enam) bulan sejak UU diberlakukan, yang berarti terhitung mulai tanggal 5 September 2000 UU tersebut berlaku tanpa pengecualian. Karena UU tersebut telah dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, maka UU Nomor 5 Tahun 1999 mengikat seluruh rakyat Indonesia.
Untuk mengawasi pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut KPPU'. Melaksanakan amanat UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, Presiden membentuk serta menetapkan susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Guna menjalankan tugas dan peran KPPU tersebut untuk pertama kali telah ditetapkan 11 (sebelas) orang anggota KPPU dengan Keputusan Presiden Nomor 162/M Tahun 2000 setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. Sejak penetapannya pada tanggal 7 Juni 2000, KPPU telah menangani 144 kasus, baik yang dilaporkan oleh pengusaha dan masyarakat maupun yang diselidiki atas inisiatif KPPU, dan diantaranya telah mendapat putusan/penetapan sebanyak 18 kasus. Dari sekian banyak kasus tersebut yang menarik perhatian masyarakat banyak adalah kasus "Tender Penjualan Saham dan Convertible Bonds PT. Indomobil Sukses International, Tbk". Dalam pengamatan penulis, besamya perhatian masyarakat terhadap kasus Indomobil (selanjutnya disebut kasus PT. Indomobil) tersebut karena beberapa alasan. Periama, kasus tersebut terkait dengan masalah penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjadi bagian program penyehatan yang ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Persoalan BLBI tersebut memang menjadi perhatian luas bukan saja para aparatur hukum, pakar hukum, pakar ekonomi, pengamat politik, pengusaha, tetapi telah menyita perhatian sebagian besar rakyat Indonesia, terrnasuk pemerintah sendiri. Besarnya perhatian masyarakat dan beragamnya latar belakang pemikiran yang menilai kasus Indomobil tersebut menjadikan persoalan tersebut tidak cukup lagi dilihat sekedar permasalahan hukum per se, melainkan sudah kompleks sehingga telah memasuki ruang persepsi sosiologis."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lida Noor Meitania
"Perkembangan dunia bisnis dengan menggunakan internet menciptakan kegiatan bisnis-ke-bisnis yang menawarkan berbagai keuntungan. Pasar B2B ini diramalkan akan dua kali lebih besar setiap tahunnya di beberapa tahun yang akan datang. Keunikan, real time, many-to-many jaringan penghubung dari intemet memungkinkan kegiatan-kegiatan yang tidak ada di dunia offline dengan informasi yang sangat kaya sebagai suatu ciri dunia maya. Namun dimana informasi sangat kaya dan pertukaran informasi diiakukan secara intensif, informasi juga dapat menjadi ancaman bagi persaingan.
Dalam penulisan teals ini dikaji mengenai pengertian bisnis-ke-bisnis (B2B) pasar perdagangan melalui elektronik, kasus-kasus yang berkaitan dengan bisnis-ke-bisnis (B2B) pasar perdagangan melalui elektronik, dan sejauhmana Undang-undang Nomor 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur praktek-praktek tersebut.
Bisnis-ke-bisnis pasar perdagangan melalui elektronik dapat berupa berbagai bentuk namun secara sederhananya merupakan sebuah sarana melalui katalog beberapa penjual yang dibuat untuk disajikan kepada konsumen pada satu site di intemet, sehingga konsumen dapat secara mudah membandingkan harga yang ditawarkan oleh berbagai penjual. Keuntungan-keuntungan yang ditawarkan oleh aktifitas tersebut adalah efisiensi dalam aktifitas perdagangan seperti administrasi, pembayaran, dan pengiriman barang; penghematan biaya administrasi termasuk menghemat waktu dan tenaga; pengurangan biaya pencarian (search cost), biaya yang berasal dari pengenalan atau identifikasi supplier dan visa versa; menjadikan suatu channel penjualan baru yang sebelumnya tidak bersemangat menjadi bersemangat; pembelian secara mandiri (maverick purchasing); pembelian secara bersama-sama (joint purchasing); intergrasi sistem, penggabungan sistem lama dengan sistem baru; supply chain management; dan outsourcing tugas-tugas tertentu melalui kolaborasi; dana danya middleman, seorang pedagang atau trader yang membeli dari produsen dan menjualnya kepada peritel atau konsumen. Beberapa kegiatan perdagangan melalui elektronik berbasis internet tersebut berpotensi melanggar hukum persaingan, yaitu pendaftaran nama domain, perjanjian berupa pertukaran informasi, monopsoni, dan perjanjian berupa larangan masuk. Pendaftaran nama domain yang mengahalangi pelaku usaha lainlpesaiagnya untuk melakukan transaksi melalui internet, tidak secara tegas diatur dalam Undang-undang, namun analisis praktek tersebut dapat menggunakan ketentuan Pasal 16. Perjanjian berupa pertukaran informasi jika berupa penetapan harga diatur Pasal 5 sampai dengan Pasal 8. Pasal yang mengatur larangan kegiatan monopsoni adalah Pasal 18. Praktek berupa larangan masuk dapat diantisipasi dengan Pasal 10 mengenai Pemboikotan. Terjadinya kegiatan perdagangan melalui elektronik berbasis intemet masih dapat diantisipasi dengan Undang-undang Nomor 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavenia Lauri Gricella
"Metode pernunjukan langsung dalam pengadaan insfrastruktur ketenagalistrikan dari PT PLN kepada Anak Perusahaannya (PT X) yang diteruskan pada Afiliasinya (PT Y) untuk melakukan percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK) dengan membangun Mobile Power Plant (MPP) merupakan bagian dari sinergi BUMN sebagaimana diamanatkan Permen BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara dan telah diubah dengan PER-15/MBU/2012. Metode Penunjukan Langsung ini digunakan karena mempunyai sejumlah keuntungan, antara lain efisien, mempercepat proses pengadaan dan kepastian penyelesaian pekerjaan. Namun demikian, tidak jarang metode tersebut dilaksanakan tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti dalam kasus ini yaitu tidak selaras dengan UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang melarang penggunaan Penyedia Jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui seleksi. Artinya metode penunjukan langsung dari BUMN ke Anak Perusahaan BUMN dan Perusahaan Terafiliasi BUMN dilarang. Dalam kasus ini juga diduga terjadi praktik monopoli, di mana PT Y menunjuk langsung Z sebagai pemasok gas turbin berdasarkan hasil comparative study. Padahal Z bukanlah satu-satunya penyedia, bahwa masih terdapat Penyedia lain yang juga mampu untuk mengerjakan pekerjaan dengan cepat sekalipun sifat pekerjaan mendesak. Tentunya penunjukan langsung ini berpotensi menimbulkan isu persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

The direct appointment method in the procurement of electricity infrastructure from PT PLN to its Subsidiaries (PT X) which was forwarded to its Affiliates (PT Y) to accelerate the Development of Electricity Infrastructure by building a Mobile Power Plant (MPP) is part of State-Owned Enterprise (SOE) Synergy as mandated by the Regulation Minister of State-Owned Enterprise (SOE) No. PER-05/MBU/2008 concerning the Implementation of Procurement of Goods and Services of State-Owned Enterprises and amended by PER-15/MBU/2012. This Direct Appointment Method is used because it has a number of advantages, including being efficient, speeding up the procurement process and the certainty of completing work. However, it is not uncommon for these methods to be implemented not in harmony with other laws and regulations, as in this case that is not harmony with Law No. 2 of 2017 concerning Construction Services which prohibits the use of Service Providers affiliated with development for public use without going through selection. This means that the method of direct appointment from State-Owned Enterprise, to State-Owned Enterprise’s Subsidiaries and State-Owned Enterprise’s Affiliated company is prohibited. In this case, a monopolistic practice is also suspected, where PT Y directly appoint Z as the gas turbine supplier based on the results of a comparative study. Whereas Z is not the only provider, there are still other providers who are also able to do the project quickly despite the nature of the urgent work. Of course this direct appointment has the potential to cause unfair business competition issues as regulated in Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Ulfah Anisariza
"Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998 dan untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut, Pemerintah Indonesia meminta bantuan keuangan kepada IMF (International Monetery Fund). IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan sebanyak US$ 43 Miliar dengan syarat, Indonesia melaksanakan reformasi sistem ekonomi dan hukum ekonomi melalui Undang-Undang Anti Monopoli. Maka pada tanggal 5 Maret 1999 Presiden mengesahkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan tujuan yang ingin dicapai adalah: (1) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; (2) Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil; (3) Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; (4) Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Masalah yang dikaji adalah: (1) Bagaimanakah pendekatan per se illegal dan rule of reason dalam penerapan Undang-Undang Anti Monopoli; (2) Kegiatan-kegiatan apa Baja yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha berdasarkan UU No.5 Tahun 1999; (3) Bagaimanakah keputusan KPPU dalam kasus Perum Peruri dan PT. Pura Nusapersada.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
Dari hasil penelitian disimpulkan: (1) Pendekatan per se illegal adalah suatu tindakan dinyatakan melanggar'hukum tanpa perlu pembuktian apakah tindakan tersebut mempunyai dampak negatif terhadap persaingan atau tidak sedangkan pendekatan rule of reason adalah suatu tindakan, baru dapat dinyatakan melanggar hukum apabila tindakan tersebut dapat dibuktikan,-mempunyai dampak negatif terhadap persaingan; (2) Kegiatan-kegiatan yang dilarang adalah penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position), kartel (cartel) dan hambatan masuk (barrier to entry); (3) Keputusan KKPU adalah Perum Peruri dan PT. Pura Nusapersada terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf b UU No.5 Tahun 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Arief Khumaidi
"Pada umumnya tujuan UU Antimonopoli di dunia adalah kesejahteraan konsumen. Di dalam UU Antimonopoli di Indonesia (UU No.5/1999) disamping hendak mencapai efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya dan kesejahteraan konsumen, juga mencakup tujuan-tujuan lain, yaitu melindungi usaha kecil, perkecualian terhadap koperasi dan pengecualian monopoli berdasar UU. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No 5/1999 menyebutkan tujuan kebijakan antimonopoli Indonesia. Pasal 2 UU No.5/1999 diharapkan akan membantu terwujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Pasal 3 UU No.5/1999 bertujuan menjamin sistem persaingan usaha yang babas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem ekonomi yang of lien. Sebagai tujuan, pasal 2 dan 3 UU No. 5/1999 tidak memiliki relevansi langsung terhadap pelaku usaha karena tidak menetapkan syarat-syarat kongkret terhadap perilaku usaha. Namun, pasal yang bercorak filosofis ini dapat digunakan untuk menerjemahkan menerapkan ketentuanketentuan yang meliputi persyaratan terhadap perilaku perusahaan monopolis tersebut. Peraturan persaingan usaha diterjemahkan dengan ciri sedernikian rupa sehingga tujuan-tujuan pasal 2 dan 3 tersebut dapat terwujud sebaik mungkin.
Untuk melihat konsistensi tujuan UU No.5/1999 dengan pelaksanaannya, perlu dilakukan penelaahan putusan yang berkaitan dengan tindak anti persaingan di Indonesia, terutama kasus tindak antimonopoli yang terjadi di Indonesia yang telah diputuskan oleh KPPU maupun belum selesai diputuskan. Dari kasus-kasus ini akan didapatkan gambaran bahwa putusan-putusan kasus tersebut konsisten dengan tujuan UU No.5/1999. Beberapa kasus diantaranya Kasus Lelang Sapi, Kasus INACA dan Kasus Asosiasi Permebelaan Indonesia (Asmindo) dapat dilihat darn perspektif tujuan UU Antimonopoli pada umumnya di dunia, yaitu apakah dapat pencapaian efidensi dan kesejahteraan konsumen secara efektif menjadi dasar keputusan atau karena pertimbangan Pasal-pasal perkecualian yang bercorak diskriminatif. Dengan demikran, maka didapatkan kejelasan subtansi didalam UU No.511999, yaitu UU Antimonopeli Indonesia apakah hanya mengatur tujuan efisiensi dan kesejahteraan konsumen ataa lebib darn itu, Mengingat bahwa tujuan efisensi dan kesejahteraan dalam UU Antimonopli dan tujuan yang berkaitan dengan pasal-pasal perkecualian tersebut merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang hams di atur dalam penindangan di Indonesia. Barangkali, subtansi yang berkaitan. dengan pasal-pasal perkecualian dipisahkan dari UU No.5/1999 dan di agendakan menjadi UU tersendiri. Deegan demikian, tujuan UU Antimonopoli Indonesia yang murni menekankan hanya pada efisiensi dan kesejahteraan konsumen akan membantu menyelesaikan kasus-kasus persaingan tidak sehat di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiya Daswanta
"Mulai dekade 1990-an Indonesia dihadapkan pada tuntutan perdagangan beira.s seperti tuntutan Aswan Free Trade Agreement (AFTA), kesepalatan dalam rangka WTO (World Trade Organization) dart APEC (Asia Pacific Economic Cooperation). Proses globalisasi berlangsung dengan irama yang kian cepat ini hams dihadapi Indonesia dengan berbagai tindakan konkrit antara lain melalui deregulasi dibidang ekonomi atau berbagai tindakan lainnya untuk menjadikan kehidupan sektor ekonomi lebth efisien.
Pada tahun 1994 Indonesia telah meratifikasi persetujuan WTO melalui Undang -undang Nomor 7 Tahun 1994, secara garis besar persetujuan WTO adalah untuk meminimalisir hambatan - hambatan perdagangan antara negara - negara penandatangan persetujuan sehingga para pelaku bisnis dapat memaksimaikan transaksi bisnisnya.
Adanya upaya merninimaiisir hambatan - hambatan perdagangan, antara lain berupa pengurangan tarif seperti yang tercantum dalam GATT, bertujuan untuk dapat mempermudah akses ke pasar dalam negeri suatu negara mitra, dengan kemurlahan yang didapat disatu sisi akan mennbawa keuntungan besar bagi konsumen karena terdapat bermacam altematif barang yang dibutuhkan sehingga aim terjadi persaingan yang sempurna.
Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke - 4 yang mengbasilkan dokumen utama berupa Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha), mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi tercapainya Konsesus mengenai "Singapore Issue" dari KTM ke - 1. Namun perundingan mengenai isu - isu tersebut ditunda hingga selesainya KTM WTO ke - 5 pada tahun 2003 ini. Adapun yang disebutkan sebagai "Singapore Issue" adalah keputusan untuk membentuk 3 (tiga) kelompok baru yaitu kelompok kerja mengenai bidang perdagangan dan investasi (Trade and Investment}, kebijakan kompetisi (Trade and Competition Policy) dan tranparansi dalam pengadaan barang pemerintah (Transparency in Goverment Procurement).
Selanjutnya di Indonesia sendiri pada tahun 1999, sebagai usaha menciptakan ekonomi yang efisien, juga telah mengundangkan Undang -undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu Undang - undang nomor 5 Tahun 1999 {selanjutnya UU No. 51 1999) Undang - undang No.: 51 1999 merupakan puncak dari seluruh upaya yang mengatur masalah persaingan antar pelaku usaha dan larangan melakukan praktek monopoli.
Dalam sejarahnya upaya petunjuk membentuk hukum persaingan usaka telah dimulai sejak tahun 1970-an. Berbagai rancangan Undang - undang dan naskah akademik telah dimunculkan, namun baru pada tahun 1998, sebagian karena desakan International Monetary Fund (IMF), pembicaraan untuk membentuk masalah persaingan secara serius dilakukan. Walaupun agak terlambat, namun perlu disambut Kehadiran hukum yang mengatur persaingan antar pelaku usaha bagi bartgsa Indonesia merupakan kebutuhan yang sangat mendesak mengingat Indonesia adalah sebuah negara yang sedang dalam proses industrialisasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>