Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103116 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Marha Setianingsih
"LATAR BELAKANG
Paleografi yang berasal dari kata Yunani palaios' (kuna) dan graphein (menulis), merupakan ilmu yang mempelajani jenis, bentuk, perkembangan atau perubahan aksara (De Casparis 1975: 5). Salah satu obyek paleografi adalah prasasti. Dalam bahasa Jawa Kuna, prasasti sering juga disebut Sang Hyang Ajna Haji Praasti, yang artinya perintah (ajna) raja yang mulia. Prasasti sendiri berarti syair pujian (metrical eulogistical) (Atmodjo 1994: 4).
Di Nusantara kajian paleografi untuk pertamakali telah dilakukan oleh Raffles dalam karyanya yang berjudul The History of Java. Ia membandingkan aksara yang terdapat dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Indonesia saat itu. "Ayunan langkah" Raffles ini segera diikuti oleh K.F.Holle, Cohen Stuart dan J.H. Kern, disusul L.C. Damais dan J.G. de Casparis. Belakangan, beberapa sarjana Indonesia dan asing lainnya ikut berkiprah menggeluti hal yang sama.
Dalam sejarah kebudayaan masa klasik Indonesia, terlihat adanya perkembangan yang sekilas menampakkan perbedaan dan perubahan antara kebudayaan masa Jawa Tengah dan kebudayaan masa Jawa Timur dalam kurun waktu abad ke - 9 hingga ke - 14. Perkembangan dimaksud tampak sebagai sebuah perkembangan budaya yang meluas dan mencakup waktu yang cukup panjang.
Perubahan dalam bidang kesenian terlihat pada bangunan candi (arsitektur), relief dan arca. Karya seni bangunan candi di Indonesia menurut kronologinya dibagi menjadi dua, yaitu zaman Jawa Tengah yang menghasilkan langgam Jawa Tengah dan yang berjaya pada masa sebelum 1000 Masehi, serta zaman Jawa Timur yang meliputi masa sesudah tahun 1000 M (sampai sekitar pertengahan abad ke - 16) (Soekmono 1986: 234)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Geraldine
"Prasasti sīma merupakan maklumat raja yang dikeluarkan untuk memberikan anugerah berupa daerah sīma kepada pihak tertentu. Hal tersebut biasanya dilakukan untuk kepentingan bangunan suci atau sebagai bentuk balas jasa raja kepada masyarakat yang telah menunjukkan loyalitas kepadanya. Pada abad XIII–XV M, khususnya pada masa Kerajaan Majapahit, terjadi banyak peperangan dan pemberontakan, sehingga pembahasan mengenai loyalitas menjadi penting. Oleh sebab itu, tulisan ini dibuat untuk mengungkap bentuk-bentuk loyalitas apa saja yang ditunjukkan oleh masyarakat Jawa Kuno pada abad XIII–XV M, faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk-bentuk loyalitas yang ditunjukkan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, dan melalui tiga tahap: pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka terhadap prasasti dari abad XIII–XV M yang mengindikasikan adanya loyalitas, analisis data mengenai bentuk-bentuk loyalitas masyarakat Jawa Kuno, dan penafsiran data yang dilakukan dengan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas serta bentuk-bentuk loyalitas yang ditunjukkan. Bentuk-bentuk loyalitas masyarakat Jawa Kuno abad XIII–XV M dapat dibagi ke dalam tiga kelompok: jasa dalam perang, pengabdian luar biasa, dan menjaga kesejahteraan rakyat/negara. Kemudian, faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas adalah faktor keagamaan, sedangkan bentuk-bentuk loyalitas yang ditunjukkan dipengaruhi oleh faktor kondisi kenegaraan dan kedudukan sosial. Diketahui pula bahwa loyalitas masyarakat Jawa Kuno terbentuk secara alami, tetapi juga menunjukkan karakteristik dari loyalitas kontraktual.

The sīma inscription is an edict issued by the king as a gift to be given to certain parties. This is usually done for the upkeep of sacred buildings or as a way for the king to reward those who have shown him loyalty. The XIII–XV Centuries AD, especially in the Majapahit Era, was a time ripe with wars and rebellions, so it is important to discuss about loyalty during this time. Therefore, this paper is written to express the forms of loyalty shown by the Ancient Javanese people, the factors that influence the formation of loyalty, and the the forms of loyalty shown. This research was conducted with a descriptive qualitative method, which includes three stages: data collection carried out by literature study of the inscriptions from XIII–XV Centuries AD which indicates the people's loyalty, data analysis on the forms of loyalty of the Ancient Javanese people, and data interpretation which explains the factors that influence the formation of loyalty and the forms of loyalty shown. The forms of loyalty shown by the Ancient Javanese people in XIII–XV Centuries AD can be divided into three categories: service in war, extraordinary dedication, and maintaining the welfare of the people/kingdom. The factor that caused the formation of that loyalty is religion, while the forms of loyalty shown are influenced by the kingdom's political condition and social status. It is also known that the Ancient Javanese people's loyalty were formed naturally, but it also shows characteristics of contractual loyalty.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adytio Hardianto
"Prasasti merupakan sumber primer dalam mempelajari kehidupan masyarakat Jawa Kuno pada masa Hindu-Buddha. Dalam prasasti disebutkan secara langsung akan kontak dengan orang-orang asing yang disebut dalam prasasti sebagai wka kilalan. Penyebutan tersebut pertama kali dilakukan pada prasasti-prasasti Airlangga (abad ke-11) hingga masa Majapahit (abad ke-15). Orang-orang asing tersebut disebutkan dalam prasasti berdatangan ke Jawa dari berbagai daerah-daerah Asia hingga Afrika. Dalam masyarakat Jawa dikenal akan adanya sistem penggolongan berupa sistem kasta yang memisahkan masyarakat menjadi beberapa golongan berupa brahmana, ksatriya, waisya, dan sudra. Menurut prasasti diketahui kerajaan-kerajaan Jawa Kuno memberi peraturan khusus untuk orang asing yang berupa larangan dan pajak tambahan. Peraturan yang ditetapkan dalam prasasti terhadap orang asing memberi gambaran seakan-akan orang-orang asing yang berkunjung ke Jawa hanyalah pedagang. Menurut berita asing dan naskah kuno dapat diketahui motivasi, peran, dan kedudukan dari orang-orang asing yang berkunjung ke Jawa bukan hanya pedagang. Motivasi kedatangan mereka dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu motivasi agama, politik, dan ekonomi. Ketiga jenis motivasi tersebut dapat memberi gambaran peran-peran orang asing yang berkunjung ke Jawa, contohnya sebagai seorang prajurit, pendeta, utusan, dan pedagang. Dari peran-peran tersebut dapat diketahui kedudukan peran orang-orang asing dalam masyarakat Jawa beragam.

Inscriptions serve as primary sources for studying the ancient Javanese society during the Hindu-Buddhist period. These inscriptions directly mention contacts with foreigners referred to as "wka kilalan." This reference is used first in the Airlangga inscriptions (11th century) and continues through the Majapahit era (15th century). The inscriptions state that these foreigners arrived in Java from various regions in Asia to Africa. Within Javanese society, a caste system was recognized, dividing the population into distinct groups such as brahmana, ksatriya, waisya, and sudra. According to the inscriptions, ancient Javanese kingdoms implemented specific regulations for foreigners, including prohibitions and additional taxes. The regulations outlined in the inscriptions portray the foreigners' visits to Java as primarily involving trade. Contrary to the notion of foreigners merely being traders, insights from foreign accounts and ancient manuscripts reveal that their motivations, roles, and positions were not limited to commerce. The motivations for their visits can be categorized into three types: religious, political, and economic. These motivations provide a comprehensive view of the various roles undertaken by foreigners in Java, including as warriors, priests, envoys, and traders. Understanding these roles helps illustrate the diverse positions held by foreigners within Javanese society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Ayu Permatasari
"Tari topeng Korea adalah salah satu bentuk teater klasik yang diperkirakan mulai berkembang sejak periode Joseon. Tari topeng pada umumnya bertemakan kritik sosial. Oleh karena itu, jurnal ini ditulis dengan tujuan untuk menemukan kritik sosial yang ada dalam drama tari topeng Korea, cara kritik tersebut disampaikan dan tujuannya sebagai suara penyampaian kritik oleh masyarakat. Drama tari topeng yang akan dianalisis adalah drama tari topeng Kasan Ogwangdae dan Pongsan. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan sosiologi sastra. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan close reading.
Penelitian ini dapat disimpulkan, terdapat tiga kritik sosial utama yang ada dalam drama tari topeng Korea yaitu rahib yang ingkar, keangkuhan kaum bangsawan, serta hubungan cinta segitiga antara suami, istri, dan wanita simpanan yang ditemukan berdasarkan dialog-dialog yang ada dalam cerita dan bentuk topeng yang digunakan. Tujuan penyampaian kritik sosial ini sebagai pembuktian akan kesalahan-kesalahan yang terjadi di masa lalu dan peringatan agar hal yang sama tidak akan terjadi.

Korean mask dance is one of classic theater which is developed since Joseon’s period. Generally, Korean mask dance have social critical theme. The reason why this journal was written with the purpose to find the social critical in Korean mask dance drama, in the critical way could be extended by and the purpose as the voice to extend the critic by the society. Korean mask dance drama would be analyzed is mask dance drama of Kasan Ogwangdae and Pongsan. This research will be use sociology literature approachment. The research methodology were used are qualitative methodology and close reading.
This research had three main social critical conclusions in Korean mask dance drama which is about reluctant monk, the vain of nobleman, and the love triangle between husband, wife, and the mistress lady were found in the dialogues inside the story and the mask’s shape were used. The purpose is to tell the social critical as a proves of mistaken were happened in the past and became the order to warn the society not do something the same in the past.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shofa Nurhidayati
"Tanah sima adalah tanah yang tidak dapat diganggu gugat karena status keistimewaan dan kesakralannya. Kesakralan dari tanah sima didukung oleh adanya aturan berupa sanksi serta kutukan yang tertulis di dalam prasasti sima. Namun, pada kenyatannya masih terdapat beberapa perilaku atau tindakan yang bertentangan dari apa yang sudah diatur dalam prasasti sima dan dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang terjadi pada isi dan ketetapan tanah sima masa Jawa Kuno. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk dari penyimpangan, faktor yang melatarbelakangi dan pelaku yang melakukan penyimpangan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan bahwa pada masa Jawa Kuno diindikasikan terjadi empat penyimpangan yang kebanyakan dilatarbelakangi oleh faktor politik dan ekonomi. Penyimpangan dilakukan oleh berbagai macam kalangan, mulai dari raja hingga orang biasa. Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa tingkat status sosial seseorang dapat mempengaruhi besar kecilnya bentuk penyimpangan yang dilakukan.

Sima is a particular part of an area that cannot be disturbed because of its status as a sima land. The sacred of a sima land is shown in s ma rsquo's inscriptions that narrate the sanctions and curses for those who defy it. However, some sanctions doesn rsquo t follow the rule that has been written in the inscriptions. These actions is considered a deviation towards the regulation of sima in Ancient Java. This research discuss about form of deviations, its causabilities, and prepetators.
Result of the study showed indications that in the times of Ancient Java occurred four deviations from the rule. These deviation caused by political and economic factors, prepetators origin varies from many social group, including the court and commoners. This study also showed that social status of a person also affecting the scale of the deviation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Cahyanita
"ABSTRACT
Seseorang yang meninggal menyebabkan munculnya berbagai permasalahan mengenai kelanjutan hak dan kewajibannya, penyelesaiannya akan diatur dalam hukum waris. Pewarisan sudah berlangsung sejak zaman dahulu seperti pada masa Jawa Kuna. Pewarisan masa Jawa Kuna dapat diketahui berdasarkan prasasti dan kitab-kitab dari masa tersebut seperti kitab agama dan Manawadharmasastra. Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian mengenai pewarisan masa Jawa Kuna, tetapi belum pernah dibahas secara mendalam. Penelitian ini membahas mengenai penerapan pewarisan pada masa Jawa Kuna. Pewarisan dalam prasasti dikaitkan dengan kitab agama dan Manawadharmasastra yang menghasilkan penjelasan mengenai penerapan pewarisan masa Jawa Kuna. Pewarisan pada masa tersebut memiliki tiga unsur yaitu pewaris, harta warisan, dan ahli waris. Pewaris dan ahli waris masa Jawa Kuna berdasarkan prasasti tidak membedakan jenis kelamin. Harta warisan yang diteruskan dibagi menjadi dua yaitu harta berwujud yang berupa tanah, kebun, dan sawah, serta harta tidak berwujud berupa takhta, hak-hak istimewa, hutang piutang, dan pajak. Pewarisan pada masa Jawa Kuna menerapkan pewarisan parental seperti masyarakat adat Jawa sekarang ini.

ABSTRACT
People who dies causes the emergence of various problems regarding the continuity of his rights and obligations, the settlement will be regulated in law of inheritance. Inheritance has been going on since long time ago as in ancient Javanese. The inheritance of the Old Javanese can be known by the inscriptions and books of the period such as agama and Manawadharmasastra. Some researchers have done research on ancient Javanese inheritance, but have not been discussed in depth. This research discusses the application of inheritance in the Old Javanese period. Inheritance in the inscription is associated with the agama and Manawadharmasastra books which resulted in an explanation of the application of the ancient Javanese inheritance. Inheritance at that time had three elements: inheritors, inheritance, and heirs. The inheritors and the heirs of Javanese Kuna based on the inscription do not distinguish the sexes. The proceeds of the inheritance are divided into two: tangible property in the form of land, gardens, and fields, and intangibles in the form of thrones, privileges, accounts payable, and taxes. The inheritance of the Old Javanese implements parental inheritance such as the Javanese indigenous people today."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dance, E.H.
London: Longman, 1937
942 DAN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Matthews, Rupert
Essex: Miles Kelly, 2007
930.1 MAT a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Caldwell, Wallace Everett
New York: Holt, Rinehrt and Winston, 1963
930 CAL a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Manampiring
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2022
180 HEN f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>