Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115122 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soejono
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pemutusan hubungan ikatan perkawinan (perceraian), di Kotamadya Ujung Pandang, secara umum ingin mengetahui sejauh mana peranan komunikasi, terutama komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), ikut berpengaruh terhadap pemutusan hubungan ikatan tersebut. Walaupun secara umum terlihat bahwa faktor penyebab pemutusan hubungan tersebut, terdiri dari berbagai faktor, antara lain adalah perbedaan persepsi, sikap, kepercayaan, perbedaan latar belakang keluarga, dan perbedaan pandangan. Namun disisi lain hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata terjadinya pemutusan hubungan tersebut, banyak disebabkan karena komunikasi yang terjadi diantara mereka tidak efektif dan juga tidak harmonis. Hal ini disebabkan antara suami dan isteri belum saling terbuka dalam berbagai hal, terutama yang menyangkut masalah pribadi masing-masing.
Sisi lain dari hasil penelitian ini, dapat dibuktikan bahwa ternyata pada tahap awal hubungan sampai pada masa pacaran, tahapan tahapan perkembangan hubungan yang mereka lalui, belum sepenuhnya berjalan sebagaimana dijelaskan dalam teori penetrasi sosial. Pada tahap perkembangan hubungan yang terakhir, seharusnya telah terjadi hubungan yang stabil diantara mereka. sehingga perbedaan yang terdapat diantara mereka, dapat diterima sebagaimana adanya. Namun sebaliknya yang terjadi, karena perbedaan yang terdapat sebelum mereka menikah, cenderung ditutup-tutupi.
Selanjutnya setelah mereka memasuki jenjang ikatan perkawinan, perbedaan perbedaan yang sebelumnya disembunyikan, secara berangsur-angsur mulai nampak dipermukaan. Masalah mulai timbul, manakala dalam interaksi, perbedaan yang terdapat diantara mereka sudah mulai menyinggung masalah pribadi. Sebagai akibatnya, akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan tidak pernah dapat terselesaikan secara tuntas. Seandainya pada masa pacaran mereka sudah dapat saling terbuka satu sama lainnya, mungkin konflik yang terjadi diantara mereka dapat diatasi dan diredam. Namun karena sewaktu masa pacaran satu sama lain belum sampai dapat mengenal pribadi masing masing secara lebih mendalam, memungkinkan sulit bagi mereka untuk mengatasi setiap konflik yang ada.
Cinta saja ternyata tidak dapat menjamin kelangsungan hubungan ikatan suami dan isteri. Tanpa komunikasi yang harmonis, kemesraan dalam keluarga sulit dapat diwujudkan. Karena dalam setiap kehidupan keluarga, perbedaan sikap dan pendapat sulit dapat dihindari, bahkan tidak mengherankan apabila dalam setiap keluarga konflik sering terjadi. Konflik seperti telah dikemukakan pada bagian awal, tidak selalu negatif. Bahkan menurut Coser ( 1958 ), konflik diperlukan dalam batas - batas tertentu, karena konflik, merupakan salah satu ujian bagi toleransi diantara pasangan suami istri. Dengan adanya konflik akan memungkinkan antara satu dengan lainnya dapat saling mengetahui pribadi masing - masing. "
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Aprihadi
"Status perkawinan menjadi permasalahan sebelum pasangan suami istri
mengajukan isbat nikah dan mengajukan gugatan perceraian. Selanjutnya, permasalahan dalam pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 3082/Pdt.G/2016/PAJT dan Nomor: 1751/Pdt.G/2017/PAJT. Oleh karena itu, penulis meneliti isbat nikah dan gugatan perceraian yang didahului isbat nikah di Pengadilan Agama. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif yaitu dengan mengkaji konsep hukum Islam, ketentuan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam terkait isbat nikah dan perceraian. Hasil dari penelitian ini adalah status perkawinan pada isbat
nikah ditentukan dari terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan, isbat nikah pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 3082/Pdt.G/2016/PAJT tidak dikabulkan dan putusan telah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan dan KHI. Selanjutnya, isbat nikah pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 1751/Pdt.G/2017/PAJT dikabulkan dan gugatan cerai dikabulkan telah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian, saran kepada masyarakat untuk memperhatikan rukun dan syarat perkawinan dalam permohonan isbat nikah dan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.
Marital status becomes a problem before husband and wife
file a marriage isbat and file a divorce suit. Furthermore, the problems in the judge's consideration in the East Jakarta Religious Court Decision Number: 3082/Pdt.G/2016/PAJT and Number: 1751/Pdt.G/2017/PAJT. Therefore, the author examines the isbat of marriage and divorce claims that are preceded by the isbat of marriage in the Religious Courts. The research was conducted using a juridical-normative method, namely by examining the concept of Islamic law, the provisions of the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law related to the isbat of marriage and divorce. The results of this study are the marital status of the isbat Marriage is determined from the fulfillment of the pillars and conditions of marriage, the marriage isbat in the decision of the East Jakarta Religious Court Number: 3082/Pdt.G/2016/PAJT was not granted and the decision was in accordance with the Marriage Law and KHI. Furthermore, the isbat marriage in the decision of the East Jakarta Religious Court Number: 1751/Pdt.G/2017/PAJT was granted and the divorce suit was granted in accordance with the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law. Thus, suggestions to the public to pay attention to the pillars and conditions of marriage in the application for marriage isbat and divorce claims to the Religious Courts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karsiyam
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Meitha Ria Rizkita
"Setiap manusia pasti mempunyai keinginan untuk melangsungkan perkawinan, yang bersifat kekal, satu kali untuk selamanya. Namun mempertahankan perkawinan yang menyatukan dua pribadi berbeda dengan kepentingan yang berbeda pula itu sulit sehingga pada akhirnya banyak perkawinan berakhir dengan perceraian. Perceraian sendiri seringkali malah menimbulkan masalah baru yang akhirnya menyebabkan banyak pihak berinisiatif untuk membuat Perjanjian untuk mencegah masalah tersebut yaitu Perjanjian Akibat Perceraian. Seperti pada kasus Tuan A ? Nyonya B dan Tuan X ? Nyonya Y yang mengikat diri dalam Perjanjian Akibat Perceraian. Akan tetapi, baik dalam KUHPerdata maupun UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan belum ditemukan ketentuan yang mengatur secara jelas dan spesifik mengenai Perjanjian Akibat Perceraian secara satu kesatuan. Sehingga dasar hukum dari berlakunya Perjanjian Akibat Perceraian ini harus dilihat dari dua sisi, sisi materilnya yaitu pasal 41 UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan sisi formilnya yaitu pasal 1320 KUHPerdata. Isi dari Perjanjian Akibat Perceraian ini pun harus tetap mengikuti ketentuan dalam KUHPerdata dan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Every human being must have desire to create an everlasting marriage, once and for all. But the retained the marriage uniting two different people with different interests si hard so that in the end a a lot of marriages ended in divorce. Divorce itself even cause problems that eventually led to the many people who take the initiative to make arrangements to prevent those problems, namely The Agreement Due to A Divorce. As in the case of Mr. A ? Mrs. B and Mr. X ? Mrs. Y which is binding themselves in the agreement due to a Divorce. However, both in The Code of Civil Law as well as Act No.1 of 1974 about Marriage is not found the provisions that regularry clearly and specially about The Agreement Due To A Divorce in one unit. So the legal basis of the enactment of The Agreement Due To A Divorce should be viewed from two sides, the material side based on Article 41 of Act. No.1 of 1974 about Mariage and The Formyl based on Article 1320 of The Code of Civil Law. The content of The Agreement Due to A Divorce must still follow the provisions in The Code of Civil Law and Act No.1 of 1974 about Marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nadia Shabira Putri
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana harta bersama diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam. Menurut Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, pembagian harta bersama ditentukan setengah bagian untuk masing-masing suami istri, namun dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis No. 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls, hakim memutuskan bagian harta bersama yang berbeda dari apa yang ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu 1/3 bagian untuk istri dan 2/3 bagian untuk suami. Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai harta bersama dan pembagiannya dalam hal terjadi perceraian?; 2. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis Nomor 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls sudah tepat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam? Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyerahkan pengaturan mengenai pembagian harta bersama kepada hukumnya masing-masing, sedangkan Kompilasi Hukum Islam mengatur masing-masing suami istri mendapatkan setengah bagian dari harta bersama. Peneliti juga memperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kurang tepat karena istri juga telah berkontribusi dengan baik dalam usaha mendapatkan harta bersama sehingga berhak untuk mendapat bagian harta bersama yang sama dengan suami.

This thesis focuses on how joint assets are regulated, both in Law No. 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law. According to the Article 97 of Compilation of Islamic Law, the division of joint assets are determined half portions for each husband and wife, but the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls gave a different portion from what has been determined in Compilation of Islamic Law, 1/3 for the wife and 2/3 for the husband. Based on the preceding, the Writer formulated and discussed the following problems: 1. How Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law regulates the joint asset and its distribution as a result of divorce?; 2. Is the judge in the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls had a proper legal considerations based on Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law? This research is in the form of a normative juridical with the type of descriptive analytical research.
At the end, the Writer arrived at the conclusion that Law No. 1 of 1974 handed regulations regarding the joint assets division to the respective laws, while the Compilation of Islamic Law regulates that each husband and wife get half of the joint assets. The Writer also came to the conclusion that the judge?s legal considerations in the judgment discussed in this research are less proper because the wife has contributed well in the attempt to gain the joint assets so she is entitled to get a same portion of the joint assets with her husband.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Febriza Mirza
"Perkawinan adalah merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Akan tetapi tujuan dari perkawinan tidak selalu terlaksana sehingga mengakibatkan perceraian. Perceraian berdampak pada harta kekayaan masingmasing suami istri, harta kekayaan yang didapat dari hasil pencaharian suami istri dalam perkawinan akan menjadi harta bersama (harta suarang). Pembagian harta bersama akibat perceraian menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974, adalah ditentukan menurut hukumnya masing-masing, yaitu hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Pada masyarakat Adat Minangkabau, apabila terjadi perceraian maka harta kekayaan perkawinan yang akan dibagi antara suami istri adalah hanya harta bersama (harta suarang) saja. Harta bawaan (harta pusaka tinggi) akan dikembalikan kepada masing-masing pihak. Dalam putusan Pengadilan Agama Padang No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg, harta pusaka tinggi milik istri dibagi 2 (dua) bagian untuk pihak penggugat dan tergugat (suami dan istri). Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dan data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembagian harta perkawinan akibat perceraian pada masyarakat Minangkabau adalah dibagi dua sama bagiannya antara suami istri, (1/2) bagian untuk suami dan (1/2) bagian untuk istri. Dan penyelesaian sengketa terhadap pembagian harta perkawinan akibat perceraian Analisis Putusan Pengadilan Agama No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg, telah sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan Hukum Adat, yaitu Majelis hakim memutuskan tanah yang menjadi harta bawaan (harta pusaka) tetap menjadi milik pihak yang memiliki, sedangkan bangunan (rumah) yang berada di atas tanah tersebut menjadi harta bersama (suarang) sehingga harus dibagi 2 (dua) antara suami istri (penggugat dan Tergugat).

Marriage is represent tying born the mind between a man and a woman as husband dan wife with an eye to form the happy family, however the target do not always executed so that cause the divorce. Divorce impact on wealth their husband and wife, treasure obtained from the work of husband and wife in marriage will be the property together (harta suarang). The division of property with a result of divorce act according to act No. 1 in 1974 is determined according to the law of each, namely religious law, legal customs and other legal. In the Minangkabau, if the event of divorce and wealth to be divided between husband and wife is only property together (harta suarang). The estate of origin (the estate of inheritance high) will be returned to each party. In a verdict religious courts Padang No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg ,the estate of inheritance high belonging to the wife split into two parts for parties to plaintiff and defendant (husband and wife). The research method used is the juridical normative, and the data used are secondary data. The result of research shows that the division of property due the divorce of marriage in Minangkabau is divided into two parts to the husband half and half for wife. And dispute resolution against the estate of the division of property divorce marriage due to an analysis of judical decisions religions No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg had been in accordance with the act No. 1 in 1974 to license and customary law namely the judge decided the ground that becomes fixed treasure origin (estate of inheritance high) still the parties who have and and building that was sitting on the ground is property together so that it should be split into two between husband and wife."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukti Hidayat
"Perkawinan, merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan sah akan menimbulkan akibat Perkawinan. Salah satunya akibat Perkaiwnan terhadap harta benda. Akibat perkawinan terhadap harta benda diatur di dalam KUHPerdata yang mengatur percampuran harta. Pada saat ini harta benda perkawinan diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang mengatur adanya harta bawaan dan harta bersama. Setelah terjadi perceraian, harta bersama dibagi menurut hukum para pihak. Sepanjang belum ada putusan Pengadilan mengenai pembagian harta bersama, maka suami istri tidak berhak melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama tanpa persetujuan suami atau istri. Dalam hal suami atau sitri telah meninggal dunia dan telah terjadi perceraian, namun belum ada pembagian harta bersama, maka suami atau istri harus meminta persetujuan ahli waris untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama. Jika tidak, maka perbuatan hukum tersebut dapat batal demi hukum dan suami atau istri tersebut dapat digugat perbuatan melawan hukum. Hal ini yang terjadi dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 96/K/Pdt/2016 dimana istri telah menjual harta bersama yang dimiliki bersama dengan suaminya yang telah meninggal dunia (Pewaris). Dalam kasus tersebut istri telah menjual obyek harta bersama berupa tanah tanpa persetujuan ahli waris lain. Dalam hal ini istri memang berhak atas harta bersama tersebut, namun dalam hal ini belum ada putusan Pengadilan Negeri terkait pembagian harta bersama. Namun, walupun isteri masih berhak atas obyek harta bersama tersebut, obyek tersebut merupakan harta peninggalan yang diwariskan kepada ahli warisnya. Jadi perbuatan menjual tanah tersebut tanpa persetujuan ahli waris lain dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan jual beli batal demi hukum. Metode penulisan yang dipakai adalah normative dengan tipologi eskplanatoris.

Marriage, an inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife which is to form a happy family and eternal based on God. Legal marriage would lead to a result of marriage. One of them is a result to marriage property. As a result of marrige property set out in the Civil Code that regulates marital property. At this time, the regulation against marriage property has been regulated in the regulation of marriage that governs their personal property and marital property. After the divorce, marital property is divided according to the law of the parties. Throughout there has been no court decision on the division of marital property, the husband and wife are not entitled to take legal actions against the marital property without the consent of the husband or wife. In the case of a husband or wife had died and there has been a divorce, but there is no division of marital property, the husband or wife must seek approval heirs to take legal actions against the marital property. If not, then legal action can be null and void and the husband or wife may be sued a tort. This happened in the case of Decision No. 96 / K / Pdt / 2016 in which, the wife has been selling property that is owned jointly with her husband who had died (Heir). In such cases the wife had to sell an object of common property such as land without the consent of other heirs. In this case the wife is entitled due to the marital property, but in this case there has been no decision of the District Court related to the division of marital property .. However, even though the wife was still entitled to the marital property of the object, the object is a legacy bequeathed to his heir. So the act of selling the land without the consent of other heirs can be categorized as an act against the law and selling can be null and void. Writing method used is normative with explanatory typology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Kara
"Suatu tinjuan dalam praktek penyelesaian masalah Wewenang Pengadilan di Blangkejeren dan kasus Tanah Permata Hijau. Di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ( Undang-Undang Perkawinan). Salah satu konsekuensi yuridis setelah terjadiny aikatan perkawinan adalah timbulnya harta bersama, yakini harta yang diperoleh suami isteri selama berlangsungnya ikatan perkawinan. Pengaturan mengenai harta bersama ini ternyata sangat minim. Sehingga tida jarang menimbulkan kesalahpaham dikalangan masyarakat maupun para penegak hukum (hakim). Hal ini akan Nampak selaki dalam kasus-kasus perceraian, dimana peprsoalan hukum megenai harta bersama akan muncul di permukaan manakala diantara bekas suami isteri tersebut tidak tercapai kesepakatan mengenai pembagiannya, atau adanya kepentingan pihak ketiga yang melekat pada harta bersama tersebut. Penyelesaian terhadap sengketa ini menjadi lebih rumit lagi karena Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (pasal 37) sendir kurang jelas mengaturnya, karena memungkinkan pihak-pihak yang bersengketa menggunakan dalil-dalil hukum di luar Undang-Undang perkawinan sebagai dasar pembenar atas tindakan hukum yang dilakukannya. Sehingga para hakim yang menyelesaikan sengketa banyak yang terjadi dalam kekeliruan, karena kaedah hukum yang ditetapkannya tida sesuai dengan jiwa yang dikandung oleh Undang-Undang perkawinan. Dalam hubungan inilah, penulis skripsi menggunakan dua buah contoh kasus di atas sebagai bahan analisa untuk menemukan sejumlah asperk yuridis didalam harta bersama, yang dirasakan bermanfaat bagi kepentingan akademis maupun praktis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>