Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72004 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Made Cita
"ABSTRAK
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor 756/KPTSII/90 tertanggal 17 Desember 1990. Kelengkapan peraturan seperti tersebut merupakan unsur penting dalam suatu sistem pengelolaan taman nasional. Namun yang lebih penting lagi adalah dukungan dan peranserta masyarakat.
Dukungan dan peranserta masyarakat itu hanya akan diperoleh, apabila di satu pihak taman nasional ini dapat meberikan manfaat nyata bagi masyarakat, dan di pihak yang lain, masyarakat memahami bahwa, eksistensi taman nasional ini penting bagi generasi mendatang sehingga perlu dilestarikan. Akan tetapi di dalam kenyataannya bahwa, taman nasional ini relatif belum dapat mendorong pemanfaatan secara rasional dari kawasan marginal, sementara masyarakat untuk sebagian besar kehidupannya bergantung pada sumberdaya alam yang ada di hutan, yang pada umumnya dimanfaatkan atas dasar hak-hak tradisional. Aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam yang dibutuhkan oleh masyarakat demi kelangsungan hidupnya, diduga mempunyai dampak terhadap ekosistem Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak aktivitas masyarakat terhadap ekosistem Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, serta pola-pola bagi aktivitas masyarakat yang menimbulkan dampak tersebut. Untuk itu, lokasi penelitian ditetapkan di dalam kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dan di wilayah pedesaan sekitarnya. Penelitian di dalam kawasan dilakukan dengan cara pengamatan terutama pada unit-unit pengamatan tertentu, yaitu di sepanjang jalan setapak, lintasan satwa, tempat makan satwa, daerah rawa, sungai dan kawasan marginal. Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan fisik kawasan, potensi flora maupun fauna serta tingkat pengelolaan taman nasional ini. Sedangkan penelitian terhadap masyarakat di sekitarnya dilakukan dengan menggunakan schedule terhadap 150 unit sampel yang ditarik secara multiple stage random sampling. Di samping itu dilakukan pula wawancara terhadap sejumlah responden. Tujuannya adalah untuk mengetahui pola-pola bagi aktivitas masyarakat yang diduga menimbulkan dampak terhadap ekosistem Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabarman Ranudiwiryo
"ABSTRAK
Fluktuasi debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat tinggi, hal ini mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Debit sungai yang tinggi akan menyulitkan dalam pemanfaatan sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir berbanding lurus dengan intensitas curah hujan artinya curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi secara langsung terhadap besarnya debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Dipihak lain kapasitas peresapan (infiltrasi) di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat kecil.
Penggunaan lahan yang berbeda pada setiap daerah aliran sungai akan mengakibatkan perbedaan jumlah air hujan yang sampai dipermukaan tanah; hal ini akan mempengaruhi besar-kecilnya aliran air limpasan (water run off).
Adanya tanaman penutup lahan (cover crops) akan memperkecil volume dan kecepatan aliran permukaan dan dapat meningkatkan kapasitas peresapan suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara banjir dengan kerusakan ekosistem di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. lndikator kerusakan ekosistem yang diukur adalah : debit banjir pada sungai utama (Bengawan Solo) dan cabang-cabang sungai, kapasitas sungai, curah hujan, kapasitas peresapan, sedimen terangkut dan luas tata guna lahan di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Data yang terkumpul dianalisis untuk mencari hubungan antara kerusakan komponen ekosistem dengan bencana banjir yang terjadi di daerah aliran Bengawan Solo Hilir.
Dari hasil analisis tersebut diperoleh suatu bentuk hubungan komponen ekosistem dengan bencana banjir sebagai berikut :
1) semakin tinggi curah hujan akan semakin besar debit banjir,
2) semakin sempit luas vegetasi penutup lahan (cover crops) semakin kecil tingkat peresapan air ke dalam tanah,
3) semakin meningkat debit banjir semakin meningkat pula erosivitas lahan dan semakin tinggi tingkat sedimentasi serta semakin menurun kapasitas sungai.
Dalam upaya menurunkan debit banjir agar sesuai dengan kapasitas sungai (full bank flow) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas peresapan, penurunan kecepatan dan volume aliran permukaan (run of]) dengan mempertebal profit tanah di daerah aliran Bengawan Solo Hilir, memperluas lahan bervegetasi (cover crops) dengan pepohonan yang mempunyai fungsi konservasi.
Dari hasil perhitungan debit sungai pada setiap sub daerah aliran sungai (Y), pengukuran luas sub daerah aliran sungai (Xl), curah hujan (X2), pengukuran luas vegetasi penutup lahan (cover crops) (X3), pengukuran peresapan (X4) serta mengevaluasi kegiatan manusia di setiap sub daerah aliran sungai (C), maka banjir di daerah Bengawan Solo Hilir merupakan fungsi dari (X1,X2,X3,X4 dan C) dari hasil hubungan tersebut didapat bentuk hubungan sebagai berikut :
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 +
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) S.Semarmendem: Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.0030X3 - 0,043X4 + 0,8882C
Dari persamaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa banjir di daerah Bengawan Solo Hilir sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang berada di sub daerah aliran sungai. Untuk menurunkan debit banjir dan meningkatkan kapasitas resapan perlu dibuat sumur resapan sebanyak 272 (dua ratus tujuh puluh dua) unit sumur resapan.
Pustaka : 41 literatur dan artikel terbitan 1968 - 1994

ABSTRACT
The fluctuation of the water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is very high. This is the reason why flood is encountered during the wet season and dryness in the dry season. The flow of the river causes difficulties in utilizing the water resources, both in quality as well as in quantity. The river water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is directly proportional to the rainfall intensity, which means that the higher the rain fall intensity the higher river flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area. On the other hand the infiltration rate of the water in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is too low. The difference of land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area causes a difference in the rain water volume reaching the land surface, affecting the rate of water run off. The existence of cover crops can reduce the volume and velocity of water run off and increase the infiltration rate of a catchments area. This study is conducted to assess the correlation between flood and ecosystem destruction in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area. The indicators of the ecosystem destruction which will be measure are : the main stream (Bengawan Solo Lower Stream) and its tributaries discharge, river capacity, rain fall, infiltration capasity, sediment loads, and land use area at each sub catchments area. All the data collected will be analyzed to be use as parameters of the correlation between flood and the ecosystem destruction at bengawan Solo Lower Stream catchments area. The result of the data analysis at Bengawan Solo Lower Stream catchments area are as follows :
1. The higher the rain fall intensity, the higher the flood discharge.
2. The narrower the cover crops area, the lesser the infiltration capasity.
3. The higher the discharge the higher the erosion and the higher sedimentation rate, resulting in the decrease of the river capacity.
In order to reduce the peak river discharge so as to match the river capacity (full bank flow) the infiltration capacity needs to be enhanced, the velocity and volume of water run off needs to be reduced by thickening the soil profile at Bengawan Solo Lower Stream catchments area, widening the cover crops area and planting vegetation which have conservation function. Based on the calculation of river discharge (Y) at each sub catchments area, area measurement of the sub catchments area (Xl), measurement of the rain fall intensity (X2), measurement of the cover crops area (X3), measurement of the infiltration capasity (X4) and by evaluating the human resources activity (C) the result of calculation as follows:
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 + 0,951C
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) Semarmendem River : Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.003030 - 0,043X4 + 0,88820
From the above equations it can be concluded that floods at Bengawan Solo Lower Stream catchments area is more due to human resources activities in the sub catchments area. Bengawan Solo Lower Stream catchments area is characterized by many meanders, high sedimentation, and the horizontal erosion which more intensive than the vertical erosion. Most of rain water (90%) falling in Bengawan Solo Lower Stream becomes run off water while (10%) will infiltrate into the ground. The land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area may be divided into 6 (six) groups i.e. forest, bushes, dry land, rice fields and swamps. Floods normally occur in December up to March.
In order to limit floods discharge and increase infiltration capacity reforesting is required in each sub catchments area of rivers which is estimated as follows :
(1) Wulung R : 311 km2 (72,66 %),
(2) Grabagan R: 79 km2 (72,48 %),
(3) Tinggang R: 80 km2 (66,12 %),
(4) Batokan R: 147 km2 (70,33 %),
(5) Gandong R: 176 km2 (69,74 %),
(6) Tidu R: 91 km2 (69,74 %),
(7) Kening R: 512 km2 (62,21 %),
(8) Pacal R: 269 km2 (75,14 %),
(9) Besuki R: 98 km2 (75,38 %),
(10) Merkuris R: 81 km2 (75,70 %),
(11) Ingas R: 97 km2 (69,78 %),
(12) Cawak R: 61 km2 (69,78 %),
(13) Serving R: 237 km2 (69,91 %),
(14) Brangkal R: 232 km2 (65,91 %),
(15) Semarmendem R: 230 km2 (65,71 %) .
Foods can be reduced so as to match the river capacity (full bank flow) if 55,95 % to 75,70 % of the Bengawan Solo Lower Stream catchments area which is in the form of forest with conservation function, while in the settlement areas 272 infiltration well are required.
References : 41 Textbooks an articles, published during period 1986 - 1994;ABSTRAK
Fluktuasi debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat tinggi, hal ini mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Debit sungai yang tinggi akan menyulitkan dalam pemanfaatan sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir berbanding lurus dengan intensitas curah hujan artinya curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi secara langsung terhadap besarnya debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Dipihak lain kapasitas peresapan (infiltrasi) di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat kecil.
Penggunaan lahan yang berbeda pada setiap daerah aliran sungai akan mengakibatkan perbedaan jumlah air hujan yang sampai dipermukaan tanah; hal ini akan mempengaruhi besar-kecilnya aliran air limpasan (water run off).
Adanya tanaman penutup lahan (cover crops) akan memperkecil volume dan kecepatan aliran permukaan dan dapat meningkatkan kapasitas peresapan suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara banjir dengan kerusakan ekosistem di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. lndikator kerusakan ekosistem yang diukur adalah : debit banjir pada sungai utama (Bengawan Solo) dan cabang-cabang sungai, kapasitas sungai, curah hujan, kapasitas peresapan, sedimen terangkut dan luas tata guna lahan di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Data yang terkumpul dianalisis untuk mencari hubungan antara kerusakan komponen ekosistem dengan bencana banjir yang terjadi di daerah aliran Bengawan Solo Hilir.
Dari hasil analisis tersebut diperoleh suatu bentuk hubungan komponen ekosistem dengan bencana banjir sebagai berikut :
1) semakin tinggi curah hujan akan semakin besar debit banjir,
2) semakin sempit luas vegetasi penutup lahan (cover crops) semakin kecil tingkat peresapan air ke dalam tanah,
3) semakin meningkat debit banjir semakin meningkat pula erosivitas lahan dan semakin tinggi tingkat sedimentasi serta semakin menurun kapasitas sungai.
Dalam upaya menurunkan debit banjir agar sesuai dengan kapasitas sungai (full bank flow) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas peresapan, penurunan kecepatan dan volume aliran permukaan (run of]) dengan mempertebal profit tanah di daerah aliran Bengawan Solo Hilir, memperluas lahan bervegetasi (cover crops) dengan pepohonan yang mempunyai fungsi konservasi.
Dari hasil perhitungan debit sungai pada setiap sub daerah aliran sungai (Y), pengukuran luas sub daerah aliran sungai (Xl), curah hujan (X2), pengukuran luas vegetasi penutup lahan (cover crops) (X3), pengukuran peresapan (X4) serta mengevaluasi kegiatan manusia di setiap sub daerah aliran sungai (C), maka banjir di daerah Bengawan Solo Hilir merupakan fungsi dari (X1,X2,X3,X4 dan C) dari hasil hubungan tersebut didapat bentuk hubungan sebagai berikut :
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 +
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) S.Semarmendem: Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.0030X3 - 0,043X4 + 0,8882C
Dari persamaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa banjir di daerah Bengawan Solo Hilir sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang berada di sub daerah aliran sungai. Untuk menurunkan debit banjir dan meningkatkan kapasitas resapan perlu dibuat sumur resapan sebanyak 272 (dua ratus tujuh puluh dua) unit sumur resapan.
Pustaka : 41 literatur dan artikel terbitan 1968 - 1994

ABSTRACT
The fluctuation of the water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is very high. This is the reason why flood is encountered during the wet season and dryness in the dry season. The flow of the river causes difficulties in utilizing the water resources, both in quality as well as in quantity. The river water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is directly proportional to the rainfall intensity, which means that the higher the rain fall intensity the higher river flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area. On the other hand the infiltration rate of the water in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is too low. The difference of land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area causes a difference in the rain water volume reaching the land surface, affecting the rate of water run off. The existence of cover crops can reduce the volume and velocity of water run off and increase the infiltration rate of a catchments area. This study is conducted to assess the correlation between flood and ecosystem destruction in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area. The indicators of the ecosystem destruction which will be measure are : the main stream (Bengawan Solo Lower Stream) and its tributaries discharge, river capacity, rain fall, infiltration capasity, sediment loads, and land use area at each sub catchments area. All the data collected will be analyzed to be use as parameters of the correlation between flood and the ecosystem destruction at bengawan Solo Lower Stream catchments area. The result of the data analysis at Bengawan Solo Lower Stream catchments area are as follows :
1. The higher the rain fall intensity, the higher the flood discharge.
2. The narrower the cover crops area, the lesser the infiltration capasity.
3. The higher the discharge the higher the erosion and the higher sedimentation rate, resulting in the decrease of the river capacity.
In order to reduce the peak river discharge so as to match the river capacity (full bank flow) the infiltration capacity needs to be enhanced, the velocity and volume of water run off needs to be reduced by thickening the soil profile at Bengawan Solo Lower Stream catchments area, widening the cover crops area and planting vegetation which have conservation function. Based on the calculation of river discharge (Y) at each sub catchments area, area measurement of the sub catchments area (Xl), measurement of the rain fall intensity (X2), measurement of the cover crops area (X3), measurement of the infiltration capasity (X4) and by evaluating the human resources activity (C) the result of calculation as follows:
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 + 0,951C
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) Semarmendem River : Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.003030 - 0,043X4 + 0,88820
From the above equations it can be concluded that floods at Bengawan Solo Lower Stream catchments area is more due to human resources activities in the sub catchments area. Bengawan Solo Lower Stream catchments area is characterized by many meanders, high sedimentation, and the horizontal erosion which more intensive than the vertical erosion. Most of rain water (90%) falling in Bengawan Solo Lower Stream becomes run off water while (10%) will infiltrate into the ground. The land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area may be divided into 6 (six) groups i.e. forest, bushes, dry land, rice fields and swamps. Floods normally occur in December up to March.
In order to limit floods discharge and increase infiltration capacity reforesting is required in each sub catchments area of rivers which is estimated as follows :
(1) Wulung R : 311 km2 (72,66 %),
(2) Grabagan R: 79 km2 (72,48 %),
(3) Tinggang R: 80 km2 (66,12 %),
(4) Batokan R: 147 km2 (70,33 %),
(5) Gandong R: 176 km2 (69,74 %),
(6) Tidu R: 91 km2 (69,74 %),
(7) Kening R: 512 km2 (62,21 %),
(8) Pacal R: 269 km2 (75,14 %),
(9) Besuki R: 98 km2 (75,38 %),
(10) Merkuris R: 81 km2 (75,70 %),
(11) Ingas R: 97 km2 (69,78 %),
(12) Cawak R: 61 km2 (69,78 %),
(13) Serving R: 237 km2 (69,91 %),
(14) Brangkal R: 232 km2 (65,91 %),
(15) Semarmendem R: 230 km2 (65,71 %) .
Foods can be reduced so as to match the river capacity (full bank flow) if 55,95 % to 75,70 % of the Bengawan Solo Lower Stream catchments area which is in the form of forest with conservation function, while in the settlement areas 272 infiltration well are required.
References : 41 Textbooks an articles, published during period 1986 - 1994"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemanfataan sumberdaya alam melebihi daya dukungnya , akan memicu terjadinya bencana lingkungan . Situasi ini mengharuskan kita belajar dari perilaku masyarakat adat dalam mengelola lingkungan. Secara ekologis manusia memiliki keterikatan dan ketergantungan dengan alam sekitarnya dalam membentuk keseimbangan lingkungan...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Hunaifi
"Skripsi ini mendeskripsikan dan menganalisis dinamika respon yang dilakukan oleh sekelompok petani padi dalam menyiasati permasalahan agroekosistem pesisir. Dinamika dan perubahan itu didorong dari usaha-usaha petani dalam mengupayakan berbagai praktik ujicoba, kreativitas, dan inovasi untuk dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan taraf/kesejahteraan hidup petani. Melalui peran sejumlah petani dalam melakukan tindakan agensi untuk memroses dan memengaruhi rekan petani yang lain dalam menindaklanjuti introduksi pengetahuan dari luar. Hal itu kemudian berpengaruh pada tumbuhnya pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan kreatif petani dalam kasus strategi mereka menghadapi persoalan praktik pertanian yang berisiko. Tumbuhnya pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan petani tersebut ditujukan sebagai upaya intensifikasi untuk meningkatkan taraf hidup petani. Selain itu, dengan tujuan yang sama, mereka pun melakukan upaya diversifikasi pekerjaan dengan melakukan berbagai praktik usaha baru di luar bertani.

This thesis describes and analyzes the dynamics of the response made by a group of rice farmers in coastal agroecosystem get around the problem. Dynamics and the change was driven from the farmers' efforts in spearheading a variety of practice tests, creativity, and innovation to improve agricultural productivity and the level / standard of living of farmers. Through the role of farmers in a number of agency action to process and influence the other fellow farmers to follow up the introduction of knowledge from outside. It was later influential in the growth of decision-making and creative actions of farmers in case their strategy addressing the issue of agricultural practices at risk. The growth of decision-making and actions are aimed at farmers as the intensification of efforts to improve the living standard of farmers. In addition, with the same purpose, they were making efforts to diversify the work with a variety of new business practices outside the rice farming."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hidayati
"Pengelolaan ekosistem lamun yang tepat perlu dilakukan untuk mencapai keberlanjutan. Pendekatan yang dapat digunakan yaitu jasa ekosistem. Tujuan riset ini adalah menganalisis struktur komunitas lamun, nilai ekonomi ekosistem lamun, serta persepsi pemangku kepentingan, penduduk, dan wisatawan. Penelitian dilakukan di pulau pemukiman di Kepulauan Seribu. Analisis yang digunakan yaitu analisis struktur komunitas lamun, analisis total nilai jasa ekosistem lamun, serta analisis deskriptif untuk menjelaskan persepsi masyarakat. Hasil riset menunjukkan bahwa ada enam jenis lamun yang ditemukan yaitu Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides. Tutupan lamun berkisar antara 13,16 – 58,87%. Densitas lamun 57,00-246,86 ind/m2. Indeks diversitas 0,796-1,326, dan indeks dominansi 0,576-1,04. Status lamun di Kepulauan Seribu secara umum tergolong miskin. Total nilai ekonomi lamun di Kepulauan Seribu yaitu Rp21.501.460.102.547/tahun. Nilai ekonomi ekosistem lamun dipengaruhi oleh kondisi padang lamun. Ada perbedaan persepsi tentang ekosistem lamun antara pemangku kepentingan, penduduk, dan wisatawan. Perbedaan dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

The proper management of seagrass ecosystems needs to be done to achieve sustainability. The approach that can be used is ecosystem services. The purpose of this research is to analyze the structure of seagrass communities, the monetary value of seagrass ecosystems, as well as perceptions of stakeholders, residents and tourists. The research was conducted on residential islands in Kepulauan Seribu, Jakarta. The method used is analysis of seagrass community structure, analysis of the total value of seagrass ecosystem services, and comparing people's perceptions. Research shows that there are six types of seagrass found, namely Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, and Enhalus acoroides. Seagrass cover ranges from 13.16 - 58.87%. Seagrass density 57.00-246.86 ind/m2. Diversity index 0.796-1326, and dominance index 0.576-1.04. The status of seagrass in the Kepulauan Seribu is classified as poor. The total economic value of seagrass in the Kepulauan Seribu is IDR 21,501,460,102,547/year. The economic value of seagrass ecosystems is affected by seagrass conditions. There are differences in perceptions of seagrass ecosystems between stakeholders, residents, and tourists. Differences are affected by the knowledge and experience."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
T51742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bustamin
"ABSTRAK
Analisis siklus karbon pada ekosistem pesisir menunjukkan pentingnya keberadaan vegatasi pesisir seperti alga makro, lamun, dan mangrove, tetapi diabaikan dari penghitungan siklus karbon di lautan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biomassa, kandungan karbon, dan nilai ekonomi pada kandungan karbonnya di perairan Lombok Barat. Untuk Biomassa yang terbesar di Stasiun 1 dan 2 terdapat pada jenis Thalassia hemprichii 2.424.50 dan 809.50 gbk/m2 dan jenis Syringodium isoetifolium 174.75 gbk/m2 pada Stasiun 3. Laju kecepatan penyerapan karbon pada Stasiun 1 0.50 gC/m2/hari sehingga bila setahun sebesar 180,68 gC/m2/tahun untuk jenis T. hemprichii dan C. rotundata. Sedangkan pada Stasiun 2 laju penyerapan karbon sebesar 0.37 gC/m2/hari sehingga bila setahun sebesar 133,83 gC/m2/tahun untuk jenis E. acoroides, S. isoetifolium dan C. serrulata. Harga karbon global sebesar 20-50 USD per ton CO2 pada tahun 2020-2030 atau dalam rupiah per ton CO2 setara dengan Rp. 270.000-675.000 1 USD = Rp 13.500 . Stasiun 1, sekitar 82,2 ha, estimasi harga cadangan karbon sebesar Rp. 11.093.639.405 - Rp. 27.734.098.512, dan Stasiun 2 sekitar 27,74 ha, estimasi harga cadangan karbon sebesar Rp. 3.232.497.935 - Rp. 8.081.244.838. Stasiun 3, sekitar 175.13 ha, estimasi harga cadangan karbon sebesar Rp. 26.513.474.319 - Rp. 66.283.685.798.

ABSTRACT
Analysis of the carbon cycle in coastal ecosystems demonstrates the importance of coastal vegetation such as macro algae, seagrass, and mangroves, but neglected from carbon cycle calculations in the oceans. This study aims to determine the biomass, carbon content, and economic value of carbon content in the waters of West Lombok. The largest biomass in Station 1 and 2 is found on Thalassia hemprichii 2,424.50 and 809.50 gbk m2 and Syringodium isoetifolium 174.75 gbk m2 type on Station 3. The rate of carbon absorption rate at Station 1 0.50 gC m2 day so that if a year of 180.68 gC m2 year for the type of T. hemprichii and C. rotundata. While at Station 2 the rate of carbon absorption is 0.37 gC m2 day so that if a year of 133.83 gC m2 year for the type of E. acoroides, S. isoetifolium and C. serrulata. Global carbon price of 20 50 USD per ton CO2 in 2020 2030 or in Rupiah per ton CO2 equivalent to Rp. 270,000 675.000 1 USD Rp 13,500 . Station 1, about 82.2 ha, estimated carbon stock price of Rp. 11,093,639,405 Rp. 27,734,098,512, and Station 2 about 27,74 ha, estimation of carbon stock price equal to Rp. 3,232,497,935 Rp. 8,081,244,838. Station 3, about 175.13 ha, estimated carbon stock price of Rp. 26,513,474,319 Rp. 66.283.685.798 "
2017
T49583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najmi Firdaus
"Ekosistem alami sebagai entitas yang terkait dengan keanekaragaman hayati, memiliki peran sangat penting dalam memberikan layanan ekosistem, yaitu beragam manfaat langsung dan tidak langsung yang dibutuhkan untuk keberlanjutan kehidupan di bumi dan untuk mendukung kesejahteraan manusia, sebagai bagian integral dari ekosistem. Pertumbuhan populasi manusia yang meningkat pada skala global menyebabkan meningkatnya tekanan antropogenik pada alam dengan mengubah penggunaan lahan melalui fragmentasi, degradasi, dan deforestasi dengan laju yang cepat. Dilaporkan bahwa lebih dari dua pertiga layanan ekosistem global yang dimanfaatkan tidak terkendali telah terdegradasi lebih cepat dibandingkan waktu pemulihannya. Keadaan ini dapat mengancam aliran produk dan layanan ekosistem di masa depan di berbagai wilayah terutama di daerah tropis, khususnya Indonesia, sebagai salah satu di antara negara-negara dengan tingkat keanekaragaman hayati terbesar di dunia (megabiodiversitas). Kebutuhan untuk menjaga kelestarian ekosistem beserta layanan yang dihasilkan sangat mendesak untuk dilakukan. Hal ini mendorong perlunya dilakukan upaya-upaya untuk mengidentifikasi, melindungi, dan mengelola area yang penting untuk penyediaan layanan ekosistem, agar keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem tetap terpelihara. Layanan ekosistem bertumpu pada keanekaragaman hayati, tetapi hubungan fungsional antara keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem tidak diketahui dengan baik. Berbagai strategi dilakukan untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Namun, tidak ada strategi khusus yang dilakukan untuk layanan ekosistem. Salah satu strategi penting dalam konservasi keanekaragaman hayati adalah perencanaan konservasi sistematis. Strategi ini bertujuan untuk mengidentifikasi area prioritas di mana upaya konservasi harus difokuskan. Gagasan layanan ekosistem sejak lama digunakan sebagai argumen dasar untuk menjustifikasi konservasi keanekaragaman hayati dan diasumsikan bahwa melestarikan keanekaragaman hayati juga berarti pada saat yang sama melestarikan layanan ekosistem. Karena itu, pada beberapa dekade terakhir berkembang gagasan untuk memasukkan konsep layanan ekosistem ke dalam konservasi, terutama yang berkaitan dengan perencanaan konservasi keanekaragaman hayati. Disertasi ini mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan integrasi layanan ekosistem dalam perencanaan konservasi di DAS Cidanau. Pertama-tama dilakukan kajian tentang dampak perubahan tutupan lahan terhadap layanan ekosistem, khususnya hasil air, yang merupakan layanan utama dari DAS Cidanau. Hasil menunjukkan adanya perubahan tutupan lahan di DAS Cidanau dari tahun 1996 ke 2019, karena konversi lahan untuk persawahan dan lahan pertanian. Perubahan tutupan ini diproyeksikan masih akan berlanjut hingga 2030 dan turut memengaruhi dinamika layanan hasil air dari DAS Cidanau. Area potensial untuk layanan hasil air ditemukan terutama di bagian tenggara dan selatan yang merupakan area hulu DAS Cidanau. Area ini perlu diprioritaskan dalam upaya konservasi perairan dan kehutanan untuk memelihara pasokan air dari DAS Cidanau secara berkelanjutan. Kajian kedua membahas tentang identifikasi area prioritas konservasi berbasis layanan ekosistem yang diterapkan untuk mengembangkan kerangka konservasi spasial di DAS Cidanau pada tingkat sub-DAS. Empat layanan ekosistem penting terdiri dari hasil air, kualitas habitat, penyimpanan karbon, dan retensi sedimen, dipetakan untuk mengetahui distribusi spasial dari masing-masing layanan dan hubungan antara layanan ekosistem, jenis tutupan lahan, dan nilai indeks Total Ecosystem Services (TES). Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan spasial yang besar dalam pasokan berbagai layanan ekosistem, di mana indeks TES bervariasi hingga mencapai tujuh kali lipat di antara satu sub-DAS dengan sub-DAS yang lain. Sejumlah sub-DAS di area hulu DAS Cidanau menunjukkan potensi lebih tinggi untuk menghasilkan beberapa layanan secara simultan. Area potensial yang teridentifikasi ini dapat dijadikan rujukan sebagai area prioritas di mana upaya konservasi harus difokuskan. Terakhir, kajian ketiga, mendiskusikan tentang state of the art penelitian layanan ekosistem di Indonesia antara tahun 1998 dan 2020, berdasarkan artikel yang dipublikasikan yang dihimpun pada basis data bibliografik Scopus. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana layanan ekosistem diteliti di Indonesia dan untuk mengetahui kesinambungan atau keselarasan topik-topik yang dikaji dalam disertasi ini dengan kajian lainnya. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa masalah keanekaragaman hayati, deforestasi, dan kelapa sawit mencirikan kecenderungan terkini penelitian layanan ekosistem di Indonesia. Selain itu, keberlanjutan, perubahan iklim, dan perubahan penggunaan dan tutupan lahan merupakan fokus utama penelitian yang menjanjikan di masa depan. Perubahan penggunaan dan tutupan lahan, adalah salah satu topik yang berkaitan erat dengan perencanaan konservasi dan layanan ekosistem. Perubahan tutupan lahan juga merupakan salah satu faktor pengungkit utama krisis layanan ekosistem global. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan keselarasannya dengan perkembangan riset layanan ekosistem, khususnya di Indonesia. Layanan ekosistem harus dielaborasi secara eksplisit dalam upaya konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Terlepas dari beberapa keterbatasannya, disertasi ini menawarkan perspektif baru tentang konservasi dan model yang dihasilkan dapat berguna untuk perencanaan konservasi di DAS Cidanau dan kawasan lain yang relevan.

Ecosystems, as entities of biological diversity, play a significant role in providing direct and indirect benefits in the form of ecosystem services, which are essential for the sustainability of life on earth and the support of human well-being. However, the increasing growth of the human population on a global level is leading to an uncontrollable increase in anthropogenic pressure on nature, resulting in land use changes through fragmentation, degradation, and deforestation at an unprecedented rate. It is estimated that more than two-thirds of the global ecosystem services have been degraded faster than they have been recovered, thus threatening the provision of future ecosystem products and services, particularly in the tropics and in Indonesia, a country known for its extraordinary biodiversity (mega-biodiversity). Consequently, preserving ecosystems and the services they provide has become an urgent requirement. This wealth encourages initiatives to identify, protect, and manage areas that are vital for the provision of ecosystem services so that biodiversity and ecosystem services can be maintained. Although ecosystem services are dependent on biodiversity, the functional relationship between biodiversity and ecosystem services is still not fully understood. Numerous strategies have been implemented to conserve biodiversity, yet no specific plan has been designed to sustain ecosystem services. One of the most effective strategies for biodiversity conservation is the implementation of systematic conservation planning, which aims to identify priority areas where conservation measures should be concentrated. It is assumed that conserving biodiversity also means preserving ecosystem services, which is why the idea of including ecosystem services in biodiversity conservation planning has been developed in recent years. This dissertation discusses issues related to the integration of ecosystem services in conservation planning in the Cidanau watershed. Firstly, a study was conducted to investigate the impact of land cover changes on ecosystem services, such as water yields, in the Cidanau watershed. Results showed a change in land cover between 1996 and 2019 due to land conversion for paddy fields and agricultural land, and this is projected to continue until 2030 and affect water yield services in the Cidanau watershed. The main areas with potential for water product services are located in the southeast and south, which are the upstream areas of the Cidanau watershed. Therefore, they should be prioritized when it comes to water conservation and forestry efforts in order to ensure a sustainable water supply from the Cidanau watershed. Secondly, a study was conducted to identify conservation priority areas based on ecosystem services in order to develop a spatial conservation framework in the Cidanau watershed at the sub-watershed level. Four essential ecosystem services, such as water yield, habitat quality, carbon storage, and sediment retention, were mapped to evaluate the spatial distribution and the link between ecosystem services, land cover types, and Total Ecosystem Services (TES) index values. Results demonstrated considerable spatial discrepancies in the supply of the different ecosystem services, with the TES index varying up to sevenfold from one sub-watershed to another. Several sub-watersheds in the upstream Cidanau watershed area were identified as having a higher potential for multiple services production. This data can be utilized as a reference for priority areas where conservation efforts should be focused. Finally, a study was conducted to examine the stateof the art of ecosystem services research in Indonesia between 1998 and 2020, based on published articles compiled in the Scopus bibliographic database. This study was conducted to determine the extent to which ecosystem services are studied in Indonesia and to determine the harmony of the topics studied in this dissertation with other studies. Results indicated that biodiversity, deforestation, and oil palm issues characterize the current trends in ecosystem services research in Indonesia. Additionally, sustainability, climate change, and land use and land cover changes are the main focus of promising future research. Land use and land cover change are topics closely related to conservation planning and ecosystem services and are key contributors to the global ecosystem services crisis. Therefore, this study shows its alignment with the development of ecosystem services research, particularly in Indonesia. Explicitly defining ecosystem services is essential for the sustainable conservation of natural resources and biodiversity. By emphasizing the importance of ecosystem services, this dissertation offers a new perspective on conservation. The resulting model can be beneficial for conservation planning in the Cidanau watershed and other related areas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Charles Johan Parlindungan
"Tesis ini membahas tentang kekuatan Non Governmental Organization (NGO) dalam menjalankan strategi kampanye mereka untuk mengubah kebijakan aktor yang menjadi target mereka. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisa studi kasus Strategi Advokasi Rainforest Action Network dalam Perlindungan Kawasan Ekosistem Leuser periode tahun 2013-2019. Pertanyaan penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah “Bagaimana strategi advokasi Rainforest Action Network untuk melindungi Kawasan Ekosistem Leuser dari masalah kerusakan lingkungan periode tahun 2013-2019?”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Rainforest Action Network (RAN) berhasil dalam menjalankan kampanye mereka terhadap berbagai perusahaan besar yang melakukan deforestasi di Kawasan Ekosistem Leuser. Kerangka teori yang digunakan adalah Transnational Advocacy Network (TAN) oleh Keck dan Sikkink. RAN menggunakan empat strategi utama dalam kampanyenya yaitu Information Politics, Symbolic Politics, Leverage Politics, and Accountability Politics. Jejaring transnasional yang dimiliki, sarana penyebaran informasi serta kemampuan RAN dalam menjalankan kampanye mereka adalah faktor-faktor penting yang berkontribusi terhadap keberhasilan advokasi RAN di Kawasan Ekosistem Leuser.

This thesis discusses the power of Non Governmental Organizations (NGOs) in carrying out their campaign strategies to change the policies of their target actors. This research uses qualitative research methods using case study analysis of the Rainforest Action Network Advocacy Strategy in the Protection of the Leuser Ecosystem for the period 2013-2019. The research question used in this thesis is "What is the Rainforest Action Network's advocacy strategy to protect the Leuser Ecosystem from environmental damage for the period 2013-2019?". The Purpose of this study is to find out how Rainforest Action Network (RAN) is successful in running their campaigns against large companies that are deforesting in the Leuser Ecosystem. The theoretical framework used is the Transnational Advocacy Network (TAN) by Keck and Sikkink. RAN used four main strategies in its campaign namely Information Politics, Symbolic Politics, Leverage Politics, and Accountability Politics. Transnational network, the dissemination information and the ability of RAN to run their campaigns are important factors that contribute to the success of RAN’s advocacy in the Leuser Ecosystem."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2003
577.7 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Fatkhiati Sadiah
"[ABSTRAK
Studi ini mengeksplorasi tentang pengelolaan kawasan agropolitan Selupu Rejang di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu yang telah ditetapkan sebagai kawasan rintisan pengembangan agropolitan sejak tahun 2002 yaitu di kawasan agropolitan Selupu Rejang, masih belum mencapai sasaran idealnya. Tekanan yang timbul akibat aktivitas budidaya yang intensif terutama di daerah pertanian dataran tinggi, menyebabkan kawasan menjadi tidak berkelanjutan. Data menunjukkan bahwa telah terjadi degradasi lingkungan di kawasan agropolitan Selupu Rejang akibat aktivitas pertanian yang tidak sesuai dengan kaidah ekologi di kawasan tersebut. Kondisi lingkungan yang terdegradasi tersebut dapat menyebabkan kawasan agropolitan menjadi tidak berkelanjutan, apalagi kawasan tersebut adalah dataran tinggi yang mempunyai peran penting untuk kestabilan ekosistem. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisis kondisi eksisting, menganalisis status keberlanjutan, serta membangun model pengelolaan kawasan agropolitan berkelanjutan yang mengintegrasikan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kawasan agropolitan dapat berkelanjutan jika mengintegrasikan aspek lingkungan yang sesuai dengan ekosistem Indonesia, yaitu ekosistem hutan hujan tropis. Analisis menggunakan analisis deskriptif, analisis spasial. Rap-Agrotropika, dan system dynamics. Hasil adalah model tersebut dapat menurunkan degradasi lingkungan dan secara simultan juga dapat meningkatkan produksi serta nilai tambah sektor pertanian, sehingga keberlanjutan sistem produksi pertanian, keberlanjutan ekonomi perdesaan, dan keberlanjutan lingkungan dapat dipertahankan dan ditingkatkan.;

ABSTRACT
This study explores the management of Selupu Rejang agropolitan area in Rejang Lebong regency, Bengkulu Province. Bengkulu Province has been designated as pilot area of agropolitan development since 2002. Selupu Rejang agropolitan was the one of agropolitan area which still has not reached the ideal target. Pressure on the environment was arising as a result of intensive farming activities, especially in the highland agricultural areas, causing the area becomes unsustainable. The data reveal that there has been environmental degradation in Selupu Rejang agropolitan due to agricultural activities. It is not in accordance with the principles of ecology in the region. Degraded environmental conditions can cause agropolitan become unsustainable, especially in the upland area that has an important role for the stability of ecosystem. Therefore, this study aims to build agropolitan area management model that integrates economic, social, and environment interests. Hence, the agropolitan development can be sustained by entering the interests of the environment in the development of the region in accordance with the rules of typical ecosystems in Indonesia, called the tropical rainforest ecosystem. This study uses descriptive analysis, spatial analysis, Rap- Agrotropika, and system dynamics. The result is a model that can reduce environmental degradation. It can also simultaneously increase production and add value to the agricultural sector. Finally, the sustainability of agricultural production systems, rural economy, and environment can be maintained and improved., This study explores the management of Selupu Rejang agropolitan area in Rejang Lebong regency, Bengkulu Province. Bengkulu Province has been designated as pilot area of agropolitan development since 2002. Selupu Rejang agropolitan was the one of agropolitan area which still has not reached the ideal target. Pressure on the environment was arising as a result of intensive farming activities, especially in the highland agricultural areas, causing the area becomes unsustainable. The data reveal that there has been environmental degradation in Selupu Rejang agropolitan due to agricultural activities. It is not in accordance with the principles of ecology in the region. Degraded environmental conditions can cause agropolitan become unsustainable, especially in the upland area that has an important role for the stability of ecosystem. Therefore, this study aims to build agropolitan area management model that integrates economic, social, and environment interests. Hence, the agropolitan development can be sustained by entering the interests of the environment in the development of the region in accordance with the rules of typical ecosystems in Indonesia, called the tropical rainforest ecosystem. This study uses descriptive analysis, spatial analysis, Rap- Agrotropika, and system dynamics. The result is a model that can reduce environmental degradation. It can also simultaneously increase production and add value to the agricultural sector. Finally, the sustainability of agricultural production systems, rural economy, and environment can be maintained and improved.]"
2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>