Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67611 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tukina
"Studi partisipasi politik pada awalnya memusatkan perhatian pada determinan-determinan dan pola-pola partisipasi politik dalam kaitanya dengan aspek modernisasi sosial ekonomi. Masalah modernisasi sosial politik berkaitan dengan masalah kemiskinan di perkotaan. Dalam pandangan umum, Pemerintahan yang baik adalah tercermin dari pikiran publik, partai dan legislator yang independen. Idealnya kelembagaan politik yang ada adalah merupakan repesentasi dari rakyatnya. Dengan partisipasi politik maka diharapkan antara warga yang miskin diperkotaan dan pembuat kebijakan atau keputusan politik dapat saling memahami terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Partisipasi politik warga Bantaran Ciliwung dalam Pemilihan umum 1999 merupakan fenomena menarik apalagi diadakan pada masa reformasi politik di Indonesia.
Dalam penelitian terdapat dua variabel, yaitu : variabel bebas (Independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Studi ini merupakan penelitian lapangan (field research), Teknik penelitian yang digunakan adalah obeservasi dan wawancara mendalam (indepth interview) serta studi kepustakaan dan dokumentasi. Pendekatan penelitian adalah deskriptif-kualitatif dengan data yang bersifat eksploratif Lokasi penelitian di Bantaran Ciliwung, Kelurahan Kampung Melayu, Kec. Jatinegara, Kodya Jakarta Timur. Wawancara dilakukan dengan informan yang dianggap mengetahui banyak terhadap pokok permasalahan tersebut dengan menggunakan pedoman wawancara (guide interview).
Pemilihan umum 1999 berbeda dengan sebelumnya. Kualitas Pemilu 1999 dipengaruhi oleh kebebasan berpolitik, komunikasi politik dan pemberian sesuatu dalam politik. Media komunikasi politik mempengaruhi, pertama, dalam hal isu-isu politik (pesan, program, platform dan agenda partai). Kedua, pendidikan politik (wawasan politik). Ketiga, perilaku politik. Pemberian sesuatu dalam politik memberi semangat dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar, terutama dalam kampanye sedang dalam pemberian suara dan penghitungan suara tidak ditemui. Partisipasi politik warga Bantaran Ciliwung dalam Pemilu 1999 tinggi, namun dalam pengambilan keputusan warga menyerahkan kepada tokoh politik yang lebih tinggi, bahkan ada yang masa bodoh dengan politik karena merasa bukan merupakan urusan utamanya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Jatnika
"Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu negara dengan memberikan suara secara langsung dalam bilik suara. Dari seluruh warga negara yang memiliki hak pilih, terdapat warga negara yang pertama kali ikut serta dalam pemilihan umum, yaitu pemilih pemula (17-21 tahun). Mereka tidak memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya. Namun, ketiadaan pengalaman bukan berarti mencerminkan keterbatasan menyalurkan aspirasi politik. Mereka tetap melaksanakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.
Pertanyaan penelitian (research question) yaitu faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula di DKI Jakarta dalam menentukan pilihan politiknya kepada satu partai politik tertentu dalam suatu sistem multipartai pada Pemilu 2004? Studi ini menggunakan uraian teori partisipasi, budaya politik dan perilaku pemilih. Kemudian menentukan variabel berdasarkan teori tersebut yaitu afiliasi politik orang tua, identifikasi kepartaian, figur, agama, dan isu-isu politik.
Lokasi penelitian tersebar di kelima wilayah kota DKI Jakarta yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara dengan digunakan cluster dan simple random sampling. Pengumpulan data di lapangan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Responden ditentukan secara purposive. Responden yang diperoleh sebanyak 198 dari 200 responden. Studi ini mengungkapkan secara umum pendapat responden terhadap afiliasi politik orang tua menyatakan mempunyai pengaruh yang semakin kuat apabila orang tua aktif dalam partai politik, terutama sebagai pengurus partai. Begitu juga terhadap figur tokoh dan identifikasi politik menurut mereka mempunyai mempunyai pengaruh yang kuat, sedangkan variabel agama dan isu-isu politik/program partai tidak begitu besar pengaruhnya dalam menentukan pilihan politiknya.
Berdasarkan pilihan politiknya, terdapat perbedaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih partai politik. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut (1) Pemilih Partai Golkar menyatakan bahwa orang tua mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan pilihan politik responden; (2) Pemilih PDIP memiliki hubungan emosional kuat dengan partai nasionalis yang menjadi identifikasi partai mereka. Pilihan politik mereka juga dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (3) Pemilih PPP dipengaruhi oleh orang tua dan agama yang dianut responden sehingga membentuk identifikasi politik; (4) Pemilih Partai Demokrat, ternyata perilaku politiknya hanya dipengaruhi secara kuat oleh citra figur tokoh idola yang menjadi calon presiden dari partainya; (5) Pemilih PAN dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (6) Pemilih PKS dipengaruhi oleh faktor agama yang membentuk identifikasi partai berasas Islam, dan diperkuat dengan pemahaman berdasarkan program dan komitmen/janji partai; (7) Pemilih PDS mendapat pengaruh kuat dari orang tua dan agama yang dianut.

General election is one form of political participation as a realization of democracy. During the election, people become the most determining party on political process in a country that voted directly inside the polling booths. From overall voters with voting rights there were voters who cast their votes for the first time in general election, those are young voters (17-21 years of age) or often called beginner voters. They do not have voting experience of previous elections. However, without voting experience does not mean lack opportunity to channel their political aspiration. They still fulfill their voting rights at the voting polls (TPS).
The research question is what factor(s) influencing beginner voters in DKI Jakarta in making their political decision on particular political party in a multiparty system on 2004 General Election? This study used the analysis of participation theory, political culture and voter behavior. Next, determining the variables based on those theories namely parents' political affiliation, party's identification, figure, religion, and political issues.
The research location spread over five regions of DKI Jakarta that is West Jakarta, Central Jakarta, South Jakarta, East Jakarta and North Jakarta with cluster and simple random sampling. Field data collections were using questionnaires. Respondents were chosen purposively. There were 198 counted respondents out of 200 respondents.
The study generally shows that the parents' political affiliation variable has a stronger influence especially when the parents are active in political parties as party's official members. Figure symbol and political identification variables also have a significant influences, while religion and political issues/party's program variables do not have a significant influence toward beginner voter's behavior in deciding their political choice. Although for certain party voters, religion factors have a strong influence.
Based on political choice, there were distinguish factors influencing beginner voters' behavior. This matter can be seen as follows (I) Golkar Party voters expressed that parents have strong influence on changing respondents political choice; (2) PDIP voters had strong emotional relations with nationalist party which became their party's identification. Their political choice was also influenced by parents and model figure who became a candidate for president; (3) PPP voters were influenced by parents and respondents' religions for their political identification; (4) Democrat Party voters, it turns out that their political behavior only influenced by a strong image figure of idol of their candidate for president; (5) PAN voters were influenced by parents and model of president figure of their party; (6) PKS voters were influenced by religion factor which identified this Islamic party, and strengthened by an understanding of program and commitment/promises of he party; (7) PDS voters got strong influence from parents and their religions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utang Suwaryo
"Umat Islam Indonesia pada umumnya tengah mengalami perubahan (transformasi), khususnya NU sebagai organisasi keagamaan Islam. (jami'yah diniyah islamiyah) yang anggotanya cukup banyak, mencapai sekitar 15 juta dan cabang-cabangnya tersebar luas di seluruh Nusantara. Perubahan ini disebabkan oleh perubahan situasi dan kondisi yang ada, sehingga NU ditantang harus mampu merubah format lamanya dalam memandang kehidupan politik dengan format baru, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan konstelasi yang ada yang akan menjamin keberadaan NU itu sendiri. Dengan demikian, maka akan timbul kemungkinan adanya kebudayaan. politik baru pada kalangan warga NU baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Sepanjang kehidupannya dari mulai dilahirkan yaitu pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H) di Surabaya Jawa Timur oleh Hadratus Syeikh Hasyim Asya'ri dan KH Abdul.Wahab Hasbullah sampai sekarang NU mengalami pasang surut dalam kehidupan politik, partisipasi mereka dalam politik berubah-ubah, sesuai dengan pernbahan pandangan mereka dalam menanggapi kehidupan politik. NU didirikan bermula sebagai organisasi sosial non politik, non kooperasi yang ketat dengan Pemerintah Kolonial Belanda dan sebagai jawaban atau reaksi dari kalangan ulama Ahlus Sunnah wal Jamaa'h terhadap gerakan pembaharuan Islam yang tumbuh di Saudi Arabia yang menamakan dirinya Wahabi yang selanjutnya menjalar ke Indonesia melalui Muhamadiyah, Al Irsyad dan Persis.
Kemudian pada tahun 1942-1945 NU dipaksa untuk bekerja sama dengan Pemerintah Jepang melalul wadah MIAI (Majlis Islam A'la Indonesia) yang merupakan satu-satunya badan yang menghimpun aspirasi umat Islam di Indonesia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, agama dan kelaskaran (bersenjata). Setelah tahun 1945 MIAI berubah menjadi Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) dimana NU dalam Masyumi ini memperoleh status keanggotaan istimewa. Aspirasi politik NU seluruhnya diwakilkan melalui Masyumi.
Karena dalam tubuh Masyumi terjadi keretakan, maka NU keluar dari Masyumi dan pada tahun 1952 NU berdiri sendiri sebagai partai politik dan secara langsung bebas berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan atas nama sendiri sampai tahun 1973. NU menyusun program perjuangan sendiri yaitu ingin menegakkan syaria't Islam secara konsekuwen. NU berusaha mewujudkan suatu negara kesatuan berdasarkan Islam yang menjamin dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan memeluk agama, dan kebebasan mempunyai serta mengembangkan pikiran dan paham yang tidak merugikan. Haluan perjuangan NU adalah perdamaian, bentuk negara yang diinginkan adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Rahayu
"Tasawuf dan politik cenderung dianggap sebagai konsep yang saling bertolak belakang. Tasawuf politik merupakan istilah yang menunjukkan sinergitas antara tasawuf dan politik, dimana politik dapat mencapai tujuan idealnya dengan menerapkan nilai-nilai tasawuf. Dalam karya ilmiah ini, hubungan antara tasawuf dan politik diteliti pada komunitas tasawuf perkotaan, yaitu komunitas Kenduri Cinta dan hubungannya dengan partisipasi politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi politik dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner dengan teknik purposive sampling. Selain kategori demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap partisipasi politik, terdapat variabel bebas yang diuji antara lain Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Situasi dan Lingkungan Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif untuk mengetahui hubungan antar variabel dan metode inferensial untuk mengetahui pengaruh variabel, baik secara parsial maupun global. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta cenderung rendah. Berdasarkan hasil uji global, semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Sementara pada hasil uji regresi, variabel Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik berpengaruh secara positif terhadap tingkat partisipasi politik. Namun, variabel Motivasi Politik berpengaruh secara negatif, sehingga semakin meningkat motivasi politik, maka semakin menurun tingkat partisipasi politiknya. Penelitian ini dapat disempurnakan dengan menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh informasi yang lebih detail dan mendalam terkait kecenderungan tingkat partisipasi politik yang rendah pada jamaah Kenduri Cinta.

Sufism and politics tend to be considered as contradictory concepts. Political Sufism is a term that shows the synergy between Sufism and politics, where politics can achieve its ideal goals by applying the values of Sufism. In this study, the relationship between Sufism and politics is examined in an urban Sufism community, namely the Kenduri Cinta community and its relationship with political participation. The aim of this research is to determine the level of political participation and analyze the factors that influence the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. The method used in this research is a quantitative method by distributing questionnaires with a purposive sampling technique. Apart from the demographic categories which include age, gender, education level, and economic level which will be analyzed how the impact toward political participation, other independent variables also had been tested including Political Concern, Political Motivation, Political Situation and Environment, Political Education and Political Orientation. Data analysis was carried out using descriptive methods to determine the relationship between variables and inferential methods to determine the influence of variables, both partially and globally. The results show that the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation tends to be low. Based on the results of the global test, all independent variables together have an impact toward the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. Meanwhile, in the regression test results, Political Concern, Political Motivation, Political Education and Political Orientation have a positive effect on the level of political participation. However, the Political Motivation variable has a negative impact, so that the more political motivation increases, the lower the level of political participation. This research can be refined by using qualitative methods to obtain more detailed and in-depth information regarding the tendency for low levels of political participation among the Kenduri Cinta congregation."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achyar
"Pembahasan terhadap topik yang melihat adanya korelasi antara tingkat status sosial ekonomi dengan partisipasi politik ini, sesungguhnya diilhami oleh suatu obsesi pada gagasan yang agafc besar, yaitu demokrat isas i. Adapun yang penulis maksud dengan demokratisasi adalah proses pengambilan dan pengaplikasian nilai-nilai demokrasi secara utuh dalam setiap kegiatan politik.
Untuk mewujudkan hal tersebut, satu hal yang tak bisa ditawar-tawar adalah perlu adanya perluasan partisipasi politik rakyat aecara mandiri (autonomous}, Namun di dalam fcenyataannya, perluasan partisipasi politik rakyat tersebut, tidak hanya terkait dengan sistem politik secara makro, tetapi juga berkelindan dengan segi-segi kehidupan sosial dari rakyat itu sendiri. Dalam hal ini faktor-faktor seperti pendidikan, pekerjaan dan penghasilan memainkan peranan penting dalam mempengaruhi tingkat partisipasi politik rakyat.
Dari beberapa studi yang dilakukan oleh para ilmuwan politik seperti Almond, Infceles, Verba dan Nie, menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara tingkat pendidikan dengan sikap kewarganegaraan yang aktif. Variabel-variabel seperti jenis kelamin, tempat tinggal, pefcerjaan, penghasilan, dan usia dapat disejajarkan dengan variabel pendidikan dalam menentukan tindakan-tindakan politik.
Temuan yang diperoleh oleh para sar.jana tersebut, nienibukt ikan bahwa tingkat status sosia! ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat partisipasi politik. Dari pernyataan tersebut, lahirlah rumusan "semakin tinggi ti ngkat status sosial ekonomi seseorang, semakin tinggi tingkat partisipasi politikoya".
Dalam kaitannya dengan masyarakat pekerja sektor informal, penulis ingin melihat, apflkah rumusan tersebut di atas tetap terjaga keberlakuannya terhadap suatu lapisan masyarakat kota yang berdasarkan tingkat status sosial ekonomi bcrada pada posisi yang rendah. Atau apakah akan ditemukan hal-hal baru yang khusus berkenaan denoan kehidupan mereka yang unik.
Singkatnya penelitian ini dapat dikatakan suatu usaha verifikasi terhadap teori yang melihat adanya hubungan antara tingkat status sosial ekonomi dengan tingkat partisipasi politik dengan mencoba menerapkannya pada masyarakat peker.ja sektor informal.
Dipilihnya masyarakat sektor informsi sebagai objek kejadian , mengingat kelompok ini keberadaannya merupakan suatu fenomena yang menarik di wilayah perkotaan. Hal itu disebabkan oleh jumlah mereka yang dari masa ke raasa terus bertambah secara meyakinkan, sehingga secara fcuantitatif merupakan sumber daya politik yang cukup potensial untuk diberdayakan. Selain itu, persoalam umum di negara Dunia Ketiga sampai saat ini adalah bagaimana meningkat kan partisipasi politik masyarakatnya yang cenderung apatis.
Penelitian ini di lakukan di Kelurahan Manggarai Selatan Kecamatan Tebet , Kotamadya Jakarta Selatan.Dipilihnya kelurahan tersebut sebagai lokasi penelitian, berdasarkan beberapa pert imbangan, antara lain merupakan salah satu sentra dari para pefcerja sektor informal, sebab jaraknya yang relatif dekat dengan pusat pemerintahan dan perdagangan. Selain itu, kedudukannya juga berada dalam satu wilayah di mana penulis melangsungkan pendidikan.
Hasil yang ditemukan melalui penelitian ini, menunjukkan bahwa para pekerja sektor informal memi 1 iki latar belakang status sosial yang rendah, tetapi tidak dengan status ekonominya. Demikian juga, untuk bentuk partisipasi politik yang melibatkan banyak waktu, biaya, tenaga dan pikiran, serta yang berupa aksi protes, partisipasi mereka cenderung rendah. Tetapi untuk bentuk partisipasi politik yang tidak bersifat intensif dan menyita waktu seperti penggunaan suara dalam pemilu , keikutsertaan mereka cenderung tinggi.
Hasil uji hipotesis melalui analisa tabel silang, menunjukkan bahwa untuk partispasi politik yang tidak bersifat intensif dan berupa aksi protes, seperti pada penggunaan suara dalam pemilu dan melakukan aksi demontrasi atau mogak, variabel pendidikan dan penghasilan tidak berpengaruh , Sementara untuk partisipasi politik yang bersifat intensif seperti ikut organisasi , mencari koneksi dan melakukan lobi variable pendidikan dan penghasilan memiliki pengaruh yang signifikan. Sedangkan sifat pekerjaan yang dimiliki oleh para pekerja sector informal apakah yang menetap atau tidak menetap, tidak memiliki berpengaruh terhadap semua bentuk partisipasi politik yang ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subijanto
"1. Pembangunan nasional dan pembangunan politik
Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh 'bangsa Indonesia, pada hakekatnya bertujuan untuk:
"Mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, berdaulat, tertib dan damai".
Pembangunan sebagaimana dimaksud meliputi segala aspek kehidupan seluruh rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya aspek kehidupan bidang politik. Pembangunan di bidang politik, secara nasional merupakan salah satu tugas Departemen Dalam Negeri, yang dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal Sosial Politik. Ini dapat dilihat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 1974 tanggal 26 Maret 1974 tentang tugas pokok Departemen Dalam negeri, yaltu:
"Menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pemerintahan umum, otonomi daerah, pembangunan masyarakat desa dan agraria"
Sedangkan urusan pemerintahan umum, yang dimaksud adalah:
"Urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketemtraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk rumah tangga Daerah".
Pembangunan politik tersebut di atas adalah dalam rangka tercapainya stabilitas politik dalam negeri, dengan sendirinya juga stabilitas keamanan nasional. Dengan dicapainya stabilitas keamanan nasional tersebut, maka pelaksanaan pembangunan dibidang lainnya diharapkan akan dapat berjalan dengan baik. Atas dasar ini, maka pembinaan politik masyarakat perlu mendapatkan perhatian yang serius supaya pelaksanaan dan perwujudannya dapat terarah sehingga pada gilirannya dapat melahirkan suatu kehidupan masyarakat yang menunjang kesinambungan pembangunan Nasional.
2. Sistem pembinaan politik.
Berdasar pada Keputusan Presiden di atas, maka yang berwenang mengadakan pembinaan politik terhadap masyarakat adalah Menteri Dalam Negeri, yang taktis operasionalnya dilakukan oleh Dirjen Sospol. Mengingat luasnya wilayah negara Indonesia dengan jumlah penduduknya yang cukup banyak?"
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1981
320.9 Par
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1981
320.9 Par
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tulus Guritno
"Dengan otonomi daerah maka diharapkan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan di daerah tersebut semakin tinggi karena salah satu hakekat sekaligus tujuan diadakannya otonomi adalah terjadinya peningkatan partisipasi politik masyarakat.
Berbagai hasil studi mengidentifikasi bahwa faktor yang paling mempengaruhi atau berhubungan positip dengan partisipasi politik adalah faktor Status Sosial Ekonomi (SSE) yang terdiri dari variabel tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan suatu verifikasi terhadap sebuah teori yang melihat adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat Status Sosial Ekonomi dengan tingkat Partisipasi Politik yang mengambil setting pada masyarakat di Kabupaten Banyumas selama menjadi Daerah Percontohan Otonomi.
Dari berbagai teori mengenai partisipasi politik dan hasil-hasil penelitian terdahulu di dapati bahwa untuk meneliti partisipasi politik harus diteliti pada setiap bentuk menurut intensitasnya. Karena partisipasi politik merupakan konsep payung di mana setiap bentuk partisipasi politik yang ada di dalamnya merupakan variabel yang berdiri sendiri.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripftiv/survey, pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling dengan jumlah responden sebanyak 198 orang. Sedangkan analisa data menggunakan analisis regresi logistik dan pengujian hipotesis memakai taraf signifikansi 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan dan penghasilan secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai bentuk partisipasi politik yang diteliti. Namun secara parsial baik variabel pendidikan maupun penghasilan tidak selalu memiliki pengaruh yang signifikan tehadap berbagai bentuk partisipasi politik.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar pemerintah daerah berhati-hati dan cermat dalam mengelola partisipasi politik ini dan secara mandiri mengadakan mobilisasi politik yang positip yang bertujuan menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi politik masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Firdaus
"Penelitian ini berkisar tentang aktifitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), PPSW (Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita) dalam melakukan pendidikan politik kepada kelompok perempuan yang ada di masyarakat. Aktiftas PPSW ini dalam perjalanannya menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi partsipasi politik perempuan di masyarakat yaitu di kelurahan Pondok Rangon, Jakarta Timur.
Penelitian ini dilatarbelangi dengan kondisi makro Indonesia setelah kejatuhan rejim Orde Baru dimana terjadi partisipasi politik masyarakat. Kondisi seperti itu juga membuat kelompok-kelompok perempuan, yang selama ini termarginalkan dalam politik, ikut berpartisipasi dalam berbagai hal. Tak terkecuali anggota kelompok perempuan yang berada di lapis bawah dan menamakan dirinya kelompok "Melati" yang selama ini didampingi PPSW di daerah Pondok Rangon, juga ikut berpartisipasi politik dalam lingkup komunitasnya.
Dari latar belakang persoalan seperti disebut di atas, pertanyaan penelitin diajukan seputar; pertama, bagaimana gambaran partisipasi politik di kalangan anggota kelompok perempuan lapis bawah (kelompok Melati) yang ada di Pondok Rangon, Jakarta Timur. Kedua, bagaimana gambaran pendidikan politik sebagai bentuk sosialisasi politik yang dilakukan PPSW terhadap anggota kelompok perempuan lapis bawah. Ketiga, bagaimana dampak pendidikan yang dilakukan PPSW dengan partisipasi politk perempuan lapis bawah yang selama ini terjadi di Pondok Rangon.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitati Hal ini dilakukan untuk bisa menggambarkan partisipasi politik anggota kelompok perempuan Melati, dan pendidikan politik yang dilakukan PPSW selama ini di Pondok Rangon, dan bagaimana dampak pendidikan politik itu secara mendetail.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendidikan politik yang dilakukan PPSW selama ini mempunyai pengaruh pada tingkatan anggota kelompok yang menjadi kader lokal. Sedangkan pada tingkatan anggota kelompok Melati lainnya, dampak pendidikan tersebut kurang banyak manfaatnya, bahkan bagian kelompok ini hanya memanfaatkan kelompok Melati sebagai sarana untuk simpan pinjam semata. Atau dengan meminjam analisa Caroline Q.N. Moser, seorang analisis gender, bahwa bagian kelompok perempuan ini hanya menggunakan kelompok sebagai wahana untuk pemenuhan kebutuhan "praktis" semata.
Rekomendasi dari hasil peneletian ini, PPSW selaku LSM pendamping harus melakukan refleksi terhadap pendidikan politik yang selama ini dilakukan terhadap kelompok perempuan dampingannya. Dalam konteks itu, pendidikan "community organazing" yang menjadi "awal (inti)" dalam strategi pendidikan politik yang digagas PPSW, harus dicermati ulang dalam implementasinya dilapangan. Sementara itu, pada tingkat kelompok Melati, anggota yang menjadi kader harus terus melakukan tugas-tugas "pengorganisasiannya" secara kontinue, terkhusus di lingkup komunitas Pondok Rangon."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>