Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137530 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suharman
"Income Tax Born By The Government On Worker's Income From His Or Her Work (Case Study at Foreign Investment Tax Service Office Four)The policy on Income Tax that is born by the government is established in connection with the manpower issues and agreement made by and between the government and labor unions and entrepreneur association. The author is interested in studying how tax exemption in respect of part of the income should be given to the workers so that it is not in violation of the prevailing laws and satisfies the principles of justice.
The tax base is calculated by subtracting the total amount of taxable income (gross income) with permitted deductions. Common permitted deductions are deductible expenses, namely costs spent to earn income, and personal exemption, that is the cost spent to satisfy the minimum living needs.
Type of the research used in the preparation of this writing is descriptive analysis and the data gathered through interview with the officers of the Directorate General of Tax, tax consultants, taxpayers that are registered with Foreign Investment Tax Service Office Four, as the persons deducting tax from the workers' income. The research of secondary data was conducted through library, tax laws and regulation and other research.
The result of the research indicates that the statutory provisions that have retroactive effect as in the case with Government Regulation Number 47 of 2003 can bring difficulties to the tax deductors so that the tax deductors tried to deal with such difficulties by making false reports for the purpose of tax payment.
The statutory provisions on exemption of part of income from tax contain rules that are against the principles of justice. The exemption of part of income from tax must be applied to all taxpayer taking into account the minimum living need and principles of tax withholding.
xiii + 137 pages + 8 tables + 9 appendices
Bibliography : 35 books, 16 laws and regulations, 5 articles /scientific works /seminar papers from year 1942 up to 2004.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosdiana
"Penelitian mengenai evaluasi implementasi kebijakan PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah bagi PNS atas penghasilan yang dibebankan kepada keuangan negara pada Departemen Keuangan dan pengaruh faktor komunikasi dan kecenderungan pelaksana terhadap kepatuhan bendahara pengeluaran dalam implementasi kebijakan tersebut.
Penelitian ini dilakukan pada satuan kerja di Departemen Keuangan di Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai yang bersifat evaluasi dengan sampel sebanyak 56 bendahara pengeluaran dan menggunakan analisis korelasional.
Implernentasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang diambil oleh individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. Keberhasilan implementasi kebijakan PPh Pasal 21 atas PNS diukur dari tingkat kepatuhan bendahara pengeluaran dalam melaksanakan kewajiban perpajakan atas pembayaran penghasilan kepada PNS yang dibebankan kepada keuangan negara. Dengan mengevaluasi kebijakan pada saat diimplementasikan dapat diketahui apakah tindakan administrator program, staf dan pelaku lainnya telah sesuai dengan standar dan prosedur yang ditentukan. Kepatuhan bendahara pengeluaran dipengaruhi oleh faktor komunikasi dan kecenderungan pelaksana. Salah satu fungsi komunikasi adalah untuk memberikan informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Kecenderungan pelaksana adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Dalam penentuan kebijakan perpajakan hendaknya didasarkan pada azas-azas pemungutan perpajakan antara lain keadilan dan kesederhanaan administrasi. Azas keadilan dimaksudkan adalah pajak harus adil dan merata dikenakan kepada orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut dan sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Pembebanan pajak adil apabila setiap wajib pajak menyumbangkan suatu jumlah untuk dipakai guna pengeluaran pemerintah sebanding dengan pengeluarannya. Kesederhanaan administrasi adalah bahwa ketentuan pajak hendaknya mudah dipahami baik oleh wajib pajak maupun oleh fiskus.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pelaksanaan kebijakan PPh Pasal 21 atas penghasilan PNS yang ditanggung oleh pemerintah belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Tingkat kepatuhan yang rendah terutama pada penentuan dan dasar waktu penentuan tanggungan, dan penggunaan besaran PTKP yang berlaku. Penyebab bendahara pengeluaran patuh atau tidak patuh terhadap ketentuanketentuan yang ditetapkan disebabkan karena pertama, bendahara pengeluaran tidak mengetahui ketentuan yang ada dan kedua, bendahara pengeluaran mengetahui ketentuan yang ada, tetapi sebagian melaksanakan dan sebagian lagi tidak melaksanakannya. Pengaruh komunikasi dan kecenderungan bendahara pengeluaran secara simultan terhadap kepatuhan sebesar rX1X2Y=0,480 (cukup kuat), artinya bahwa komunikasi berupa sosialisasi oleh DJP dengan menggunakan berbagai media atau diktat yang dilakukan oleh BPPK, kemampuan petugas penyuluh pajak/diklat serta koordinasi dengan instansi terkait dan kecenderungan bendahara pengeluaran (meliputi pengetahuan dan keterampilan, persepsi terhadap sistem insentif dan reward serta perilaku pelaksana) berpengaruh cukup kuat dan positif terhadap kepatuhan bendahara pengeluaran. Dari hasil uji F diperoleh kesimpulan bahwa pengaruh komunikasi terhadap kepatuhan bendahara pengeluaran adalah signifikan. Besarnya kontribusi komunikasi dan kecenderungan bendahara pengeluaran terhadap kepatuhan adalah sebesar 23,04% dan sebanyak 76,96 % disebabkan oleh faktor fain misalnya sumber dana, struktur birokrasi, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian diatas disarankan (1) penyuluhan atau sosialisasi DJP disarankan agar lebih intensif ke bendahara pengeluaran/instansi pemerintah karena potensi pajak yang berasal dari APBN cukup besar; (2) untuk memenuhi prinsip keadilan, pajak yang terutang alas pembayaran gaji PNS tidak lagi ditanggung oleh pemerintah sehingga dana tersebut dapat dialihkan untuk befanja negara lainnya misalnya pengadaan barang dan jasa publik. Jika afasan untuk menanggung pajak karena penghasilan yang lidak memadai seharusnya telah tercermin dalam Personal Exemption (PTKP); (3) dalam menentukan jenis kebijakan pajak, pemerintah harus mempertimbangkan kemudahan administrasi. Dalam hubungan dengan kebijakan pemerintah untuk menanggung PPh yang terutang otas pembayaran gaji PNS, sebaiknya dikenakan PPh secara final. Selain mudah dalarn pelaksanaan dan pengawasannya, PNS selaku wajib pajak tidak perlu memperhitungkan dalam SPT tahunan serta masalah keadilan yang biasanya terjadi akibat pelaksanaan PPh final tidak relevan lagi karena pada akhirnya pajak yang terutang ditanggung pemerintah sehingga tidak berpengaruh terhadap penghasilan neto PNS.

There are two objectives of this research. First, we evaluated the implementation of PPh Pasal 21 (Income Tax Article 21) policy declared by the government. Second, we analyzed the effect of the communication and the disposition of expenditure treasures factors to the compliance of expenditure treasurer in accordance with the policy. The object of the policy is on the income of public servants, which is burdened to the public finance of Ministry of Finance.
The research was conducted at the work units of Ministry of Finance in Jakarta. The method used is survey that is by evaluating 56 samples of expenditure treasurers and analyzing their correlation.
Implementation of policy as actions gotten by individual (or groups) of government or private directed to achieve purposes had been determined in previous policy decision. The success of implementation of Income Tax Article 21 policy of public servant may be measured from compliance level of expenditure treasures in implementing tax obligation for payment income to public servant which is burdened to public finance. Evaluating policy in the time of implementing, it may be known whether administrator action of program, staff and other actors had been suitable with standard and procedure determined. The compliance of expenditure treasures is influenced by communication and disposition of implementers. The functions of commmunication are for giving information regarding how implement any policy. Disposition implementers are altitude and characteristic owned by implementers such as commitment, honesty, and democratic behavior. In determining tax policy, it should be based on levying principles such as equity and Administrative simplicity. Equity is the subjects of every state ought to contribute towards the support of the government, as nearly possible, proportion to their respective abilities; that is, in proportion to the revenue which they respectively enjoy under the protection of the state. Administrative simplicity is that tax regulation should be understood by tax payer or liscus easily.
The research shows that the Income Tax Article 21 policy implementation on public servant income had not been fully implemented according to the rules. The low level of compliance is found especially on the determination of the amount and the time base of the responsibility as well as the income taxes exemption (PTKP). The reasons why the officers do not comply the rules are, first, they don't know the rules, and second, they know the rules but some just ignore them. It is found that the effect of the communication and the disposition of expenditure treasures factors on the compliance is rX1X2Y=0.480 (strong enough), which means that the communication in the form of socialization by Directorate General of Tax through publication in the media or training held by BPPK, instruction capability of the tax/trainer officers, coordination with related institution, and tendency of the expenditure treasures (which includes the knowledge, skills, and perceptions on the incentive systems, reward, and public servant behaviors) affect the compliance of expenditure treasures strongly and positively. The F test shows that the effect of communication on the compliance is significant. The communication and the tendency of the officers affect the compliance by 23A%, where the rest is caused by other factors, such as the fund sources and the structure of bureaucracies.
Based on the research, we proposed a number of suggestions. First, the instruction or socialization of Directorate General of Tax should be more intensively directed to the expenditure treasurers/government institution since the potential taxing from state budget is relatively high. Second, the implementation of the policy need to meet the justice principle, i.e. the tax liabilities of public servants payroll should not be borne by the government. Therefore, those funds can be transferred to other expenditures, such as the procurement of public goods and services. Moreover, if there is a reason of bearing the tax despite the inadequate income, the criteria should be clearly defined. In the last two years, the government has completed the formulation income taxes exemption (PTKP), as such the tax liabilities only apply for the higher income of public servants and high officers. The reason to bear the taxes on public servants' small income should be reflected on Personal Exemption (PTKP). Third, in order to determine the kind of tax policies, the government should consider the simplification of the administration. In accordance with the government policies to bear the payable income taxes on public servants payroll, the final income tax should be implemented. Besides it is easy to be executed and maintained, the public servants as the taxpayers do not need to account their income in the SPT and the justice problem that is usually happened on final income tax implementation would not be a relevant matter since the taxes owed is borne by government. Therefore, it would not affect the net income of the public servants.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiet Septiana Rosario
"Skripsi ini membahas tentang kebijakan PPh Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan berupa Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif Telkom. Pembahasan berdasarkan latar belakang dan implementasi kebijakan PPh Ditanggung Pemerintah sertadampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyebutkan bahwa latar belakang diberikannya kebijakan PPh Ditanggung Pemerintah dikarenakan pemberian kompensasi yang dilakukan pemerintah sebagai konsekuensi atas terminasi dini hak eksklusif Telkom dan suatu bentuk kemudahan dan kepastian hukum dalam pemungutan PPh terutangatas kompensasi yang bersifat net of tax.
Implementasi kebijakan ini melibatkan beberapa instansi pemerintah. Konsep PPh Ditanggung Pemerintahyang in-out, yaitu pencatatan dilakukan pada dua sisi, penerimaan pajak dan pengeluaran (subsidi pajak), sehingga tidak berdampak pada defisit.

This thesis discusses the policy of the Government for the Income Tax bornedto form the Exclusive Right of Early Termination Compensation Telkom. Discussion based on the background and implementation of tax policy is covered government and impact ofthis policy. This study is a descriptive qualitative research design. The results stated that given the background of tax policy because the government is covered by government grant as a consequence of the early termination of Telkom's exclusive rights and a form of simplicity and legal certainty in the collection of income tax payable on the compensation which is net of tax.
Implementation of this policy involves several government institutions. Borned to income tax concept of government that in-out, which is performed on two-sided recording, tax revenues and expenditures (tax subsidies), so no impact on the deficit."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yehezkiel
"Pandemi COVID-19 berdampak signifikan terhadap sektor kehidupan manusia, seperti konstruksi, sehingga Pemerintah Indonesia memberikan insentif perpajakan di mana salah satunya adalah insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah. Namun, realisasi insentif tersebut cukup rendah pada tahun 2020 dan mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2021. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor deteminan dalam implementasi kebijakan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja pada sektor konstruksi menggunakan teori implementasi dari Grindle dengan menggunakan dimensi content of policy dan context of implementation. Pendekatan penelitian ini adalah post positivistdengan teknik analisa data secara kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang didapatkan dengan mengaplikasikan teknik pengumpulan data melalui field research melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan insentif PPh Pasal 21 DTP telah memberikan kebermanfaatan bagi pegawai pada sektor konstruksi. Implementasi tersebut pun dipengaruhi oleh sembilan determinan berdasarkan teori implementasi dari Grindle Indikator di mana interests affected menunjukkan keputusan perusahaan konstruksi memanfaatkan insentif adalah untuk membantu para pegawainya, type of benefits menunjukkan adanya kebermanfaatan bagi pegawai perusahaan konstruksi dengan bertambahnya penghasilan yang diterima, extent of change envisioned menunjukkan keikutsertaan perusahaan konstruksi didasarkan pada tujuan yang jelas untuk membantu pegawai, site of decision making meunjukkan bahwa keputusan perusahaan konstruksi telah melalui proses pengambilan keputusan pada jajaran direksi, program implementors menunjukkan adanya keterlibatan banyak pihak dalam implementasi kebijakan insentif PPh Pasal 21 DTP, resources committed menunjukkan adanya sumber daya yang digunakan perusahaan konstruksi dan juga Kementerian Keuangan dalam implementasi kebijakan insentif PPh Pasal 21 DTP, power, interest, and strategies of actor involved menunjukkan adanya kekuatan, keinginan, dan strategi perusahaan konstruksi untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, institution and regime characteristics menunjukkan adanya alasan perusahaan konstruksi untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, compliance and responsiveness menunjukkan adanya kepatuhan perusahaan konstruksi untuk menjalankan kewajiban pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 DTP. Selain itu, ditemukan dua faktor pendukung, yaitu kondisi finansial wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak. Namun, terdapat empat faktor penghambat, antara lain keterlambatan petunjuk teknis, kurangnya sosialisasi dari pemerintah, terbatasnya wajib pajak yang berhak memanfaatkan insentif, dan kendala administratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu apresiasi kepada pemerintah dengan keseriusannya untuk membantu pegawai terdampak pandemi COVID-19 dan juga mendorong wajib pajak agar lebih aktif dalam menjalankan kewajiban perpajakan. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan oleh pemerintah, seperti sosialisasi, kesiapan sistem perpajakan, dan dampak yang ditimbulkan suatu kebijakan kepada masyarakat.

COVID-19 has impacted human activities, significantly construction, and the government of Indonesia has stipulated several tax incentives that include tax incentives on employment income tax borne by the government. The realization of the tax incentive was low in 2020 and significantly increased in 2021. This research is purposed to analyze the determinant factor of implementation of a tax incentive on employment income tax borne by the government in the construction sector with the theory of implementation by Grindle. The approach of this research is post-positivist with a qualitative analysis method. The types of data are primary and secondary through interviews and literary studies. The research has shown that the implementation of a tax incentive on employment income tax borne by the government has given a positive impact on the employee in the construction sector. The implementation is affected by the determinant factor of the theory of implementation by Grindle that interests affected shows that the construction company have applied for the incentive with a purpose to help its employee; type of benefits shows that the benefit of the incentive is the increment of income of the construction employee; extent of change envisioned shows that the construction company has a good reason to apply for the incentive which is to help its employee; site of decision making shows that the construction company has had decision making process in the management; program implementors shows that there were a lot of people who have involved in the implementation process; resources committed; power, interest, and strategies of the actor involved shows that the construction company has shown the power, interest, and strategies to involved in the incentive; institution and regime characteristics shows that each stakeholder has its own reason to involved in the incentive; and compliance and responsiveness shows the obedient and responsibility of the stakeholders. Moreover, this research finds out that financial condition and compliance are the supporting factors. On the other hand, delay of the guidance, lack of information, limited recipient, and administrative problems are the obstacles that have affected the implementation. This research has also shown that the government should be appreciated for the effort and encourage the taxpayers to be more active. However, the government needs to improve the accessibility of information, the tax system, and the policy’s effect on the taxpayers."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Ruston
"Untuk menggali penerimaan pajak dari sektor usaha jasa konstruksi maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari. Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan. Mengacu pada sasaran pembaharuan sistem perpajakan nasional, maka setiap ketentuan perpajakan harus memperhatikan aspek keadilan serta jaminan atas kepastian hukum dalam pemungutan pajak.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis apakah ketentuan tersebut telah tepat ditinjau dad azas-azas perpajakan yang baik terutama aspek keadilan dalam pembebanan pajak, kepastian hukum, kesederhanaan pemungutan, serta kekuatan dan keabsahan dasar hukum pemungutan pajak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode .deskriptif analitis mencakup analisis teoritis melalui studi kepustakaan dan pendapat beberapa pakar perpajakan serta analisis empiris atas kasus-kasus di lapangan.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Peraturan Pemerintah yang mengenakan PPh Final atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi kurang mencerminkan azas keadilan, baik keadilan horizontal yang menekankan bahwa semua orang yang mempunyai penghasilan sama harus membayar pajak dalam jumlah sama maupun keadilan vertikal yang mewajibkan pajak yang semakin besar selaras dengan semakin besarnya kemampuan yang bersangkutan untuk membayar pajak.
Selain itu terdapat beberapa hal yang menyangkut ketidakpastian termasuk pengertian jasa konstruksi sehingga menimbulkan perbedaan interpretasi dalam pelaksanaannya. Di sisi lain, Peraturan Pemerintah tersebut telah mempunyai landasan hukum yang sah yaitu Undangundang (UU). Yang menjadi permasalahan adalah terlalu luasnya wewenang yang diberikan oleh UU sehingga dengan Peraturan Pemerintah dapat diatur tarif pajak tersendiri atas segala jenis penghasilan yang berbeda dari ketentuan UU itu sendiri. Hal ini menyimpang dari Undang-undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa segala pajak harus berdasarkan UU.
Menerapkan kembali tarif umum yang progresif dan tidak final lebih mencerminkan keadilan. Akuntansi Keuangan sangat memudahkan penetapan penghasilan neto usaha jasa konstruksi sehingga secara teknis pembukuan tidak terdapat masalah. Selanjutnya perlu ditinjau kembali ketentuan dalam UU yang memberi wewenang terlalu besar kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur tersendiri perlakuan PPh atas jenis-jenis penghasilan tertentu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminatun Djuhriah
"Profesi Dokter selain bekerja di Rumah Sakit/Klinik, dokter juga dapat membuka praktik mandiri. Untuk menghitung penghasilan netonya, dokter dapat menggunakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah dengan kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Profesi Dokter yang sudah tidak asing dikenal oleh masyarakat sebagai pekerja yang mayoritas waktunya diberikan untuk pasien membuat para pekerja profesi dokter kurang memiliki waktu untuk mencatat penghasilan dan menghitung pajaknya. Sehingga banyak para dokter yang menyampaikan aspirasinya kepada BKF maupun DJP menginginkan pengenaan PPh Final.. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi prospek skema penerapan PPh Final bagi tenaga ahli profesi dokter untuk dijadikan rekomendasi kebijakan prospektif atas PPh Final bagi tenaga ahli profesi dokter ditinjau dari asas Ease of Administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta mengadopsi paradigma post-positivisme dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif skema PPh Final bagi Profesi Dokter yang melakukan praktik mandiri memenuhi asas Ease of Administration. Namun, meskipun alternatif skema PPh Final telah memenuhi asas Ease of Administration, skema tersebut bukan menjadi solusi dari permasalahan-permasalahan profesi dokter. Terdapat beberapa alasan skema PPh Final tidak dapat menjadi alternatif dalam penelitian ini, salah satunya yaitu akan terjadi kemunduran hukum pajak dan mencederai asas keadilan yang dalam kebijakan NPPN sudah diakomodir oleh pemerintah.

Doctor's profession apart from working in a hospital/clinic, doctors can also open independent practices. To calculate their net income, doctors can use the facilities provided by the government with the Net Income Calculation Norms (NPPN) policy. The medical profession, which is already familiar to the public as a worker whose majority of its time is devoted to patients, makes medical profession workers less time to record their income and calculate their taxes. So that many doctors who convey their aspirations to the BKF and DJP want it to be final. Therefore, the purpose of this study is to explore the prospects for the implementation of the Final Income Tax scheme for medical professional experts to be used as a prospective policy recommendation on Final Income Tax for medical professional experts in terms of the Ease of Administration principle. This study uses a qualitative approach and adopts a post-positivism paradigm with data collection techniques from literature studies and field studies through in-depth interviews. The results of the study show that the alternatif to the final income tax scheme for medical professionals who practice independently fulfills the principle of ease of administration. However, although the alternatif to the Final Income Tax scheme has fulfilled the Ease of Administration principle, this scheme is not a solution to the problems of the medical profession. There are several reasons why the Final Income Tax scheme cannot be an alternative in this study, one of which is that there will be a setback in tax law and will violate the principle of justice, which in the NPPN policy has been accommodated by the government."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmad Arijanto
"Sesudah Tax Reform Tahun 2000, Pemerintah telah menerbitkan peraturan perpajakan baru tentang transaksi obligasi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 139 Tahun 2000. Namun, peraturan tersebut masih menimbulkan kebingungan bagi Wajib Pajak karena aturan yang kurang jelas dan masih banyak hal yang belum diatur, sehingga diperlukan adanya ketentuan yang mengatur secara rinci pengenaan Pajak Penghasilan atas seluruh transaksi obligasi untuk menggantikan ketentuan tersebut.
Penulisan tesis ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai perlakuan dan pengenaan pajak atas transaksi obligasi yang komprehensif berdasarkan pendapat dari para ahli perpajakan, sehingga dapat digunakan sebagai acuan penetapan kebijakan perpajakan khususnya mengenai transaksi obligasi.
Tipe penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah (1) penelitian literatur termasuk penelitian berbagai peraturan perpajakan dan dokumen lainnya misalnya dari para pelaku pasar modal, dan (2) penelitian lapangan dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait seperti Wajib Pajak, pelaku pasar modal, konsultan pajak, dan aparat pajak.
Para ahli perpajakan sepakat bahwa untuk keperluan perpajakan dianut the S-H-S Income Concept, yang juga dianut oleh UU PPh tetapi dengan dimodifikasi menjadi realized income agar dapat dilakukan pemungutan pajak yang lebih mudah dan merupakan suatu global taxation dengan diterapkan satu struktur tarif progresif atas semua WajibPajak.
Kebijakan perpajakan tahun 2000 tersebut tidak sesuai dengan ketentuan UU PPh yaitu (1) Diskonto zero coupon bond dikenakan pajak sebelum terjadinya realisasi;(2) Pemotongan PPh final dari "nilai transaksi" yang hanya dikenakan atas transaksi penjualan obligasi yang dilakukan dan atau dilaporkan di bursa, tidak sesuai dengan global taxation dan tidak dapat menjangkau seluruh transaksi di pasar sekunder terutama over the counter, serta tidak menjamin asas keadilan dalam pemungutan pajak; (3) Terdapat beberapa hal yang belum diatur seperti premium dan diskonto atas obligasi dengan bunga, perlakuan perpajakan bagi WajibPajak yang memegang obligasi untuk tujuan trading, dan juga metode amortisasi diskonto maupun premium; dan (4) Penggunaan istilah "keuntungan modal" atas capital gains yang tidak dikenal dalam UU PPh dan juga tidak memenuhi source rules atas capital gains dalam ketentuan P3B dengan beberapa negara.
Oleh karena itu, disarankan untuk membuat suatu kebijakan yang komprehensif dan konsisten dengan yang dianut oleh UU PPh seperti (1) Pengenaan pajak saat realisasi; (2) Penerapan global taxation; (3) Perlakuan pajak yang komprehensif atas seluruh transaksi obligasi dan digunakan metode bunga efektif untuk amortisasi diskonto dan premi; dan (4) Menggunakan istilah yang taat asas dengan UU PPh dan memperhatikan tax treaties yang ditandatangani Indonesia tentang source rules dari berbagai jenis penghasilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Winarti
"Penerimaan negara dari pajak sangat diharapkan bagi Indonesia, terlebih lagi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2001 ditargetkan sebesar 70 % dari seluruh penerimaan. Posisi ini menggantikan pinjaman luar negeri yang selama ini mendominasi sumber penerimaan dalam APBN. Oleh karena itu segala upaya untuk mencapai target tersebut harus diusahakan untuk menjamin keamanan APBN.
Upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang umum dikenal adalah intensifikasi dan eksensifikasi. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih dari krisis moneter dan untuk mewujudkan sistim perpajakan yang adil, dimana semua Wajib Pajak yang berpenghasilan sama harus dikenakan pajak yang sama, maka penulis berusaha melakukan penelitian yang mendiskripsikan pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak penghasilan dengan studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tamansari.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa ekstensifikasi Wajib Pajak Penghasilan sudah dilaksanakan dengan beberapa kegiatan diantaranya penyisiran, pemanfaatan data internal, pemanfaatan data eksternal dan kerjasama dengan instansi lain. Sekalipun jumlah Wajib Pajak berhasil ditingkatkan tetapi tidak secara langsung dapat meningkatkan penerimaan negara karena banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya kondisi perekonomian yang belum pulih sehingga banyak Wajib pajak yang kehilangan penghasilan, kondisi politik yang kurang kondusif dan kerjasama dengan instansi lain yang belum baik. Oleh karena itu ekstensifikasi yang dilakukan harus ditindak lanjuti dengan intensifikasi.
Untuk meningkatkan kinerja maka dipaparkan bagaimana National Tax Administration Jepang memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak melalui public relation yang baik dan sosialisasi yang terus menerus untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan kewajiban Perpajakannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Yohan Widur
"Sejak APBN tahun anggaran 1998/1999 sektor pajak menjadi fokus penerimaan yang paling potensial, yang ditandai dengan adanya peningkatan yang signifikan dari penerimaan pajak dibandingkan tahun anggaran sebelumnya. Dalam APBN tahun 2001 ini, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar 4.182 triliun atau 65% dan total penerimaan dalam negeri yang sebesar Rp. 276.8 7 7, 7 triliun.
Besarnya target penerimaan pajak tersebut menuntut Direktorat Jenderal Pajak bekerja lebih keras untuk mencapainya dengan melakukan intensifikasi pemunggutan pajak, ekstensifikasi pemungutan pajak, serta perluasan subjek dan objek pajak Salah satu potensi penerimaan pajak adalah pajak penghasilan atas bunga tabungan dan deposito. Untuk itu pemerintah melakukan revisi peraturan pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan dari tarif sebelumnya 15% menjadi 20%, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 131 Tabun 2000.
Revisi ini menimbulkan keresahan di kalangan perbankan yang mengkbawatirkan akan mengurangi kompetensi perbankan di dalam negeri sehingga akan terjadi pelarian dana (capital flight) dan sektor perbankan ke sektor lain atau ke luar negeri. Sehingga sektor perbankan mulai menaikkan suku bunganya sebagai tindakan antisipasi. Tindakan tersebut berpotensi muncul permasalahan barn, yaitu naiknya suku bunga kredit yang akan membuat cost investasi akan mahal, yang akan diikuti dengan inflasi, yang pada akhirnya membuat proses pemulihan ekonomi menjadi terganggu.
Atas dasar tersebut, penulis tertarik untuk mengambil terra tersebut sebagai tesis. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah sungguh capital flight itu terjadi?, apakah efektif tindakan antisipasi perbankan dengan menaikkan suku bunganya ? seberapa jauh dampak yang terjadi bila sektor perbankan menaikkan suku bunga tabungan dan depositonya ?
Dari hasil penelitian, penulis memperoleh kesimpulan bahwa kekhawatiran terjadinya capital flight yang diakibatkan peraturan baru tersebut tidak atau belum terjadi, tindakan menaikkan suku bunga tabungan dan deposito sebagai tindakan antisipasi ternyata tidak efektif, karena sebagian besar nasabah kurang melihat suku bungs tabungan dan deposito sebagai indikator yang penting, artinya ada indikator-indikator lain yang lebih penting dari suku bunga yang dapat mempengaruhi nasabah untuk memilih sektor perbankan sebagai tempat investasi. Tindakan inenaildcan suku bunga tabungan dan deposito juga berpotensi naiknya suku bunga kredit yang diikuti dengan naiknya inflasi."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Muswati Putranti
"Kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan atas usaha jasa konsultan sekarang ini didasarkan suatu sistem pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif khusus yang bersifat final. Tesis ini menganalisis pelaksanaan kebijakan tersebut dari sudut pandang azas-azas perpajakan yaitu keadilan, kepastian dan kecukupan penerimaan. Hal ini dilatarbelakangi dengan perbandingan kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif progresif atas tambahan kemampuan ekonomis neto.
Undang-undang Pajak Penghasilan berserta petunjuk pelaksanaan serta peraturan di bawahnya menjadi acuan peraturan yang digunakan dalam menganalisis permasalahan. Penelitian bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metoda pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan data dokumenter serta studi kepustakaan.
Penentuan definisi penghasilan dalam undang-undang cenderung menggunakan konsep SHS yang telah disempurnakan yaitu menganut pengertian penghasilan atas realization accreation sehingga untuk mengukur konsep keadilan maka penghitungan pajak dihasilkan dari tambahan kemampuan ekonomis neto dengan penerapan tarif progresif agar prinsip equal treatment for the equals dapat tercapai. Disisi lain prinsip unequal treatment for the unequal juga harus dipenuhi agar Wajib Pajak yang mempunyai tambahan kemampuan ekonomis neto yang lebih besar harus memikul beban pajak yang lebih besar pula dan sebaliknya. Untuk itu perlu diperkenankan pengurangan beban pajak. Bila kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan bruto dengan penerapan tarif final tanpa diperbolehkan pengurangan, maka kebijakan ini lebih mengarah kepada pajak atas transaksi.
Pemungutan Pajak Penghasilan dengan cara pemotongan oleh pihak ketiga telah diakui merupakan salah satu kemudahan administrasi disamping terjaminnya keuangan negara. Namun demikian pemotongan tersebut akhirnya harus dihitung atas dasar penghasilan neto, sehingga keadilan tidak terabaikan. Kecenderungan pemerintah sekarang ini banyak mengintrodusir kebijakan pemotongan Pajak Penghasilan dengan tarif khusus yang bersifat final, berarti mengarah kepada kebijakan dengan sistem schedular. Dan pada akhirnya menggeser prinsip global taxation dalam kebijakan perpajakan kita menjadi schedular taxation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>