Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171720 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Budi Nurhardjo
"Kelompok penduduk usia 65 tahun keatas (lanjut usia) di Indonesia jumlahnya relatif masih rendah dibanding kelompok penduduk usia lainnya. Meskipun demikian jumlahnya cenderung meningkat, baik secara absolut maupun proporsinya terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan. Berdasar data Biro Pusat Statistik (BPS), penduduk lanjut usia di Indonesia berjumlah 2,41 juta atau 2,51 % dari seluruh penduduk pada tahun 1971, meningkat menjadi 4,77 juta (3,25 7) tahun 1980 dan di tahun 1990 menjadi 8,92 juta atau sebesar 3,77 % dari keseluruhan jumlah penduduk. Dengan kata lain penduduk Indonesia sedang bergerak kearah struktur usia penduduk yang semakin menua (ageing population).
Peningkatan jumlah maupun proporsi penduduk lanjut usia tersebut merupakan implikasi dari keberhasilan pembangunan di segala bidang, khususnya di bidang kesehatan masyarakat yang semakin membaik di samping menurunnya angka kelahiran. Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang kesehatan masyarakat tampak adanya suatu peningkatan.
Disamping hal tersebut diatas, pemerintah berhasil dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB). Hal tersebut di atas memberikan indikasi bahwa semakin membaik derajat kesehatan masyarakat dengan penurunan angka kematian dan peningkatan angka harapan hidup serta penurunan angka kelahiran menjadikan salah satu faktor meningkatnya penduduk lanjut usia dimasa mendatang.
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia dimasa mendatang akan menyebabkan pola penduduk Indonesia akan berubah dari struktur usia penduduk muda (median umur dibawah 20) menjadi penduduk dewasa (intermidiate, yaitu dengan umur rata-rata 20 s/d 30 tahun), dan akhirnya akan menjadi struktur penduduk tua (median umur 30 tahun atau lebih). Proses perubahan dari penduduk muda kearah penduduk tua bersamaan dengan jumlah absolut serta prosentase penduduk lanjut usia (Agung, 1992)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Tunggal Basuki Joko Purwanto
"Penelitian yang dilakukan dalam rangka menyusun tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai " Karakteristik sosio-demografi dan aktivitas penduduk lanjut usia di Jawa Tengah serta isnplikasi sosial-ekonominya.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data SUPAS 1985. Analisis data dilakukan baik dengan statistik deskriptif maupun dengan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang berdimensi dua atau tiga, terutama digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif variabel dan hubungan antar variabel yang karena variabel tak bebas yang dipelajari bersifat dipelajari dalam penelitian ini. Analisis statistik inferensial digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik sosio demografi yang terdiri dari variabel jenis kelamin, tempat tinggal, status perkawinan, hubungan dengan kepala rumah tangga dan pendidikan penduduk lanjut usia sebagai variabel bebas dengan aktivitas bekerja atau tidak bekerja yang dilakukan penduduk lanjut usia, sebagai variabel tak bebas, dikotomous atau binary, dan variabel bebasnya lebih dari satu variabel, maka teknik analisis yang dipertimbangkan paling sesuai adalah teknik analisis regresi logistik linier berganda.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik penduduk lanjut usia di Jawa Tengah dengan batasan usia di atas atau sama dengan 65 tahun, terutama dicirikan dengan proporsi penduduk lanjut usia yang relatif lebih banyak yang tingggal di daerah pedesaan, relatif lebih banyak penduduk lanjut usia perempuan, relatif lebih banyak yang berstatus cerai mati, relatif kurang berpendidikan dan relatif masih banyak yang berstatus sebagai kepala rumah tangga.
Dari sejumlah 2.745 orang responden penduduk lanjut usia di Jawa Tengah dalam penelitian ini, sebanyak 1.037 orang responden atau 37,78 persen menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas. Sedangkan lainnya, dari sebanyak 1.706 orang responden atau 62,22 persen yang mampu melakukan aktivitas, 61,24 persen diantaranya atau 38,21 persen dari seluruh responden masih aktif melakukan aktivitas bekerja. Responden yang mampu melakukan aktivitas, tetapi tidak melakukan aktivitas bekerja sebanyak 659 orang atau sebanyak 24,01 persen dari seluruh responden. Mereka yang tidak bekerja ini, sebanyak 352 orang atau 2,82 persen dari seluruh penduduk lanjut usia atau sebanyak 33,41 persen dari mereka yang mampu melakukan aktivitas, aktivitas yang mereka lakukan adalah mengurus rumah tangga.
Sedangkan sisanya, sebanyak 307 orang atau 11,18 persen dari seluruh penduduk lanjut usia atau sebanyak 46,59 persen dari yang mampu melakukan aktivitas, mereka melakukan aktivitas lainnya. Peluang penduduk lanjut usia di Jawa Tengah ini untuk melakukan aktivitas bekerja, bila dilihat perbedaannya untuk masing-masing variabel bebas menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin mempunyai hubungan positip nyata, sedangkan untuk variabel tempat tinggal dan pendidikan mempunyai hubungan negatip yang nyata. Untuk variabel status perkawinan dan hubungan dengan kepala rumah tangga menunjukkan hubungan yang positip tidak nyata terhadap peluang penduduk lanjut usia di Jawa Tengah untuk melakukan aktivitas bekerja. Hal ini dapat dijelaskan bahwa peluang penduduk lanjut usia laki-laki untuk melakukan aktivitas bekerja lebih besar bila dibandingkan dengan penduduk lanjut usia perempuan.
Penduduk lanjut usia yang tinggal di daerah pedesaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk melakukan aktivitas bekerja bila dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Semakin berpendidikan, peluang untuk melakukan aktivitas bekerja di masa lanjut usia semakin kecil. Sedangkan untuk status perkawinan dan hubungan dengan kepala rumah tangga, meskipun tidak mempunyai hubungan yang nyata, tetapi di antara keempat status perkawinan yang mempunyai peluang terbesar untuk melakukan aktivitas bekerja adalah penduduk lanjut usia yang berstatus kawin. Untuk variabel hubungan dengan kepala rumah tangga, di antara 5 kategori hubungan dengan kepala rumah tangga, mereka yang berstatus sebagai kepala rumah tangga mempunyai peluang yang terbesar untuk melakukan aktivitas bekerja."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Handayani
"ABSTRAK
DKI Jakarta sebagai ibukota negara yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pembangunan nasional, pusat industri, perdagangan dan pariwisata merupakan propinsi yang banyak dituju migran. Disamping itu DKI Jakarta juga merupakan propinsi dengan persentase pekerja sektor informal non pertanian tertinggi dibanding dengan propinsi lain yaitu sebesar 35 persen.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa membengkaknya sektor informal yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta disebabkan karena terbatasnya daya serap sektor modern atau formal terhadap angkatan kerja. Meningkatnya jumlah angkatan kerja di kota, diantaranya disebabkan oleh arus migrasi dari desa, dan karena mereka tidak dapat tertampung di sektor formal maka mereka menciptakan kesempatan kerja untuk dirinya atau memasuki pekerjaan di sektor informal.
Tesis ini mencoba menganalisa apakah probabilitas di dalam memasuki pekerjaan di sektor informal ditentukan oleh status migrannya atau lebih ditentukan oleh variabel sosial demografis yang lain seperti tingkat pendidikan, umur, status perkawinan dan jenis kelamin dengan menggunakan data Supas 1985. Data yang digunakan dibatasi pada mereka yang berusia 10 tahun ke atas atau lebih baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Klasifikasi dari sektor formal- informal menggunakan pendekatan kombinasi antara status dan jenis pekerjaan. Sedang kriteria migran yang dipakai adalah migran berdasarkan tempat tinggal lima tahun yang lalu (recent migrant) yaitu diluar DKI Jakarta.
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan probabilitas migran atau non migran dalam memasuki kegiatan di sektor informal adalah regresi logistik berganda. Variabel bebas yang diamati adalah status migran, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, usia, jenis kelamin serta status perkawinan. Selain variabel utama tersebut juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi baik interaksi dua faktor seperti interaksi antara status migran dan tingkat pendidikan, interaksi antara status migran dan jenis kelamin maupun interaksi tiga faktor antara status migran, tingkat pendidikan dan jenis kelamin dan sebagainya.
Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara status migran dengan probabilitasnya memasuki pekerjaan di sektor informal. Kemudian setelah memperhatikan tingkat pendidikannya, didapatkan hubungan negatif antara tingkat pendidikan dengan probabilitasnya memasuki. pekerjaan di sektor informal. semakin rendah tingkat pendidikan migran maupun non migran, maka kemungkinannya memasuki pekerjaan di sektor informal semakin besar.
Migran yang berpendidikan tamat SD ke bawab mempunyai kemungkinan sebesar 2,1 kali dibanding migran yang berpendidikan tamat SLTA ke atas. Pada kelompok non migran mereka yang berpendidikan tamat SD ke bawah mempunyai probabilitas sebesar 3,9 kali dalam memasuki pekerjaan di sektor informal dibanding yang berpendidikan tamat SLTA ke atas.
Berdasarkan perbedaan variabel jenis kelamin, migran laki-laki mempunyai probabilitas lebih besar (1,3 kali) dalam memasuki pekerjaan di sektor informal dibanding migran perempuan. Sebaliknya pada kelompok non migran laki-laki mempunyai probabilitas lebih kecil (0,6 kali) dibanding perempuan dalam memasuki pekerjaan di sektor informal.
Hasil perhitungan yang menjelaskan hubungan antara status migran dan sektor pekerjaan di sektor informal setelah memperhatikan kelompok umur, ternyata tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor interaksi status migran dan kelompok umur dalam hubungannya dengan kemungkinaa memasuki pekerjaan di sektor informal. Namun variabel utama kelompok umur mempunyai hubungan yang signifikan. Pada kelompok usia muda (10-29 th) mempunyai probabilitas bekerja di sektor informal lebih besar dibanding mereka yang berumur 30-49 th, selanjutnya pada kelompok umur 50 tahun ke atas probabilitas untuk bekerja di sektor informal juga lebih besar dibanding mereka yang berumur 30-49 tahun. Jadi probabilitas bekerja di sektor informal cukup tinggi pada kelompok umur 10-29 th, dan menurun pada kelompok umur 30-49 th, kemudian meningkat lagi pada kelompok umur 50 tahun ke atas. Pola tersebut terjadi baik pada kelompok migran maupun non migran.
Apabila diperhatikan hubungan antara status migran dan sektor pekerjaan dengan memperhatikan variabel status perkawinan, ternyata tidak terdapat hubungan yang signifikan pada variabel utama yaitu status migran dan status perkawinan. Tetapi variabel interaksi antara status migran dan status perkawinan mempunyai hubungan yang signifikan dengan sektor pekerjaan di sektor informal. Baik migran maupun non migran yang berstatus belum kawin mempunyai probabilitas untuk bekerja di sektor informal lebih kecil dibanding migran atau non migran yang berstatus kawin."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Syahran P.
"Beberapa studi menunjukkan bahwa membengkaknya pekerja sektor informal yang terjadi di daerah perkotaan disebabkan terbatasnya daya serap sektor formal. Meningkatnya jumlah angkatan kerja di kota, diantaranya dikarenakan oleh arus migrasi dari desa. Kelompok pendatang (migran) yang tidak dapat tertampung di sektor formal, alternatif pilihan yang paling tepat adalah menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dengan cara memasuki pekerjaan di sektor informal.
Tesis ini mencoba menganalisis apakah probabilitas maupun resiko dalam memasuki pekerjaan di sektor informal ditentukan oleh status migrannya atau lebih ditentukan oleh variabel sosial demografinya seperti umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal kota-desa, tempat tinggal botabek-lainnya, status kawin dan jenis kelamin dengan menggunakan data sensus penduduk 1990. Studi dilakukan untuk Propinsi Jawa Barat, karena kedekatannya dengan pusat pemerintahan sehingga pembangunannya berkembang lebih pesat dan sekaligus merupakan propinsi yang banyak dituju migran.
Kriteria migran yang digunakan adalah migran berdasarkan propinsi tempat lahir (life time migrant). Disamping itu variabel kontekstual yang ikut dianalisis adalah PDRB perkapita dan angka pengangguran dari migran dan non migran yang bersangkutan berdomisili. Metode analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis inferensial dengan menggunakan model regresi logistik berganda.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status migran dengan pekerjaan sektor informal. Selanjutnya hasil analisis status migran menurut masing-masing variabel sosial demografi dan variabel kontekstual seperti disebutkan di atas menunjukkan bahwa secara statistik ada pengaruh yang signifikan dalam memasuki pekerjaan sektor informal. Jika analisis deskriptif dihubungkan dengan temuan inferensial untuk menghitung besarnya proporsi migran dan non migran menurut variabel yang diperhatikan, ternyata hasilnya menunjukkan pola yang sama dan konsisten. Hal ini disebabkan regresi logistik berganda yang dipakai adalah model terlengkap."
2000
T7123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugihardjo
"Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa motif ekonomi merupakan faktor utama yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan migrasi. Meskipun demikian tidak berarti faktor-faktor lain di luar faktor ekonomi tidak mempunyai pengaruh pada keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Faktor-faktor sosial, budaya, psikologi dan lingkungan sering mempunyai pengaruh yang cukup menentukan dalam keputusan seseorang untuk melakukan migrasi.
Orang melakukan migrasi pada umumnya mengharapkan memperoleh kesempatan yang lebih baik di daerah tujuan. Setelah sampel di daerah tujuan terdapat pilihan sektor pekerjaan yang dapat dimasuki oleh para migran. Pada penelitian ini sektor pekerjaan dibedakan menjadi dua yaitu sektor formal dan sektor informal. Gambaran di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa sektor formal mulai menunjukkan kejenuhan dalam menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu sektor informal menjadi alternatif lain bagi para migran. Tesis ini mencoba menganalisa probabilitas migran dari Jawa Tengah untuk masuk kegiatan di sektor informal dengan menggunakan data hasil Supas 1985.
Data yang digunakan dibatasi hanya migran yang saat pindah berusia 10 tahun ke atas. Selain itu juga dibatasi hanya migran yang saat wawancara dilakukan, bertempat tinggal di DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur. Kriteria migran yang dipakai untuk analisa adalah migran berdasarkan tempat tinggal lima tahun yang lalu (recent migrant). Berdasarkan pembatasan dan kriteria terssebut dapat diketahui bahwa jumlah sampel migran yang dianalisa adalah 818 dengan perincian menuju DKI Jakarta sebanyak 439 dan 379 menuju Non DKI Jakarta.
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan probabilitas migran dari Jawa Tengah masuk kegiatan sektor informal adalah regresi logistik berganda. Variabel bebas yang diamati, yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap probabilitas migran untuk masuk di sektor informal adalah persepsi mengenai rasio penghasilan di sektor informal dan formal, tingkat pendidikan, usia saat pindah, status perkawinan dan jenis kelamin. Selain pengaruh variabel utama tersebut, juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi antara daerah tujuan dan persepsi rasio penghasilan usia saat pindah dan tingkat pendidikan serta tingkat pendidikan dan persepsi rasio penghasilan.
Dari hasil perhitungan menunjukkan adanya hubungan negatif antara tingkat pendidikan dengan probabilitas migran untuk masuk di sektor informal. Semakin rendah tingkat pendidikan migran, semakin besar probabilitasnya untuk masuk di sektor informal dan sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan migran semakin kecil probabilitasnya untuk masuk di sektor informal. Hal ini berlaku baik untuk migran dengan daerah tujuan DKI Jakarta maupun Non DKI Jakarta. Bagi migran yang mempunyai karakteristik usia saat pindah 20 tahun, perempuan, berstatus kawin, nilai persepsi rasio penghasilan sama dengan satu dan berpendidikan hanya tamat SD ke bawah, mempunyai probabilitas masuk di sektor informal 0,49 untuk daerah tujuan DKI Jakarta dan 0,50 untuk daerah tujuan Non DKI Jakarta. Sedangkan bagi migran dengan pendidikan SMTP dan SMTA ke atas, besarnya probabilitas masuk di sektor informal adalah 0,48 dan 0,12 untuk daerah tujuan DKI Jakarta serta 0,49 dan 0,13 untuk migran dengan daerah tujuan Non DKI Jakarta.
Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa variabel interaksi raducl dan ra2ducl mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas migran masuk di sektor informal. Dengan demikian dapat dikatakan terdapat perbedaan pengaruh persepsi rasio penghasilan menurut tingkat pendidikan. Pengaruh variabel persepsi rasio penghasilan terhadap probabilitas migran untuk masuk di sektor informal berbentuk huruf U. Akan tetapi karena jumlah sampel pada saat probabilitas meningkat setelah mencapai nilai terendah sangat kecil maka hal ini dianggap tidak "representative" untuk dianalisa. Untuk itu pembahasan selanjutnya hanya memperhatikan pengaruh persepsi rasio penghasilan pada saat probabilitas untuk masuk di sektor informal menurun. Nilai probabilitas terrendah bagi migran dengan karakteristik usia saat pindah 20 tahun, perempuan, berstatus kawin adalah sebagai berikut : Untuk migran dengan daerah tujuan DKI Jakarta, probabilitas terendah dicapai pada saat persepsi rasio penghasilan sama dengan 2,94 bagi migran berpendidikan Tamat SD ke bawah dan 2,82 bagi migran berpendidikan SMTP dan SMTA ke atas. Sedangkan bagi migran dengan daerah tujuan Non DKI Jakarta, probabilitas terendah dicapai pada saat nilai persepsi rasio penghasilan sama dengan 4,33 untuk yang berpendidikan Tamat SD ke bawah dan 3,38 untuk migran yang berpendidikan SMTP dan SMTA ke atas.
Adanya pengaruh yang signifikan dari variabel Usducl menunjukkan adanya perbedaan pengaruh usia saat pindah antara migran berpendidikan Tamat SD ke bawah dengan migran berpendidikan SMTA ke atas. Dari nilai Odds ratio dapat diketahui bahwa setiap peningkatan usia saat pindah sebesar 10 tahun, kemungkinan (resiko) seorang migran berpendidikan tamat SD ke bawah dengan daerah tujuan DKI Jakarta maupun Non DKI Jakarta untuk masuk di sektor in-formal adalah 1,12 kali. Sedangkan untuk migran berpendidikan SMTP dan SMTA ke atas, untuk setiap peningkatan usia saat pindah sebesar 10 tahun, kemungkinan (resiko) migran untuk masuk di sektor informal adalah 0,48 kali. Ini terjadi balk untuk migran dengan daerah tujuan DKI Jakarta maupun Non DKI Jakarta. Dari nilai Odds ratio dapat diketahui bahwa bagi migran berpendidikan tamat SD ke bawah usia saat pindah mempunyai pengaruh positif terhadap probabilitasnya untuk masuk di sektor informal. Sedangkan bagi migran berpendidikan SMTP dan SMTA ke atas, usia saat pindah mempunyai pengaruh negatif terhadap probabilitasnya untuk masuk di sektor informal.
Status perkawinan juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas migran untuk masuk sektor informal. Migran berstatus kawin mempunyai probabilitas untuk masuk di sektor informal lebih besar bila dibandingkan dengan migran belum kawin. Untuk migran dengan karakteristik Tamat SD ke bawah, usia saat pindah 20 tahun, nilai persepsi rasio penghasilan sama dengan satu, jenis kelamin perempuan dan belum kawin, besarnya probabilitas untuk masuk di sektor informal adalah 0,49 untuk daerah tujuan DKI Jakarta dan 0,50 untuk daerah tujuan Non DKI Jakarta. Sedangkan untuk migran belum kawin, dengan karakteristik yang sama, probabilitasnya untuk masuk di sektor informal adalah 0,26 untuk daerah tujuan DKI Jakarta dan 0,27 untuk daerah tujuan Non DKI Jakarta.
Dari semua variabel bebas yang diperhatikan, variabel jenis kelamin ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas migran untuk masuk di sektor informal. Hal ini berarti migran dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan mempunyai peluang yang sama untuk masuk di sektor informal."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T6831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Sugiyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan fertilitas (anak lahir hidup) menurut ibu bekerja dan tingkat pendidikan dengan memperhatikan umur perkawinan pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur responden.
Untuk dapat mengungkapkan keterangan tentang perbedaan anak lahir hidup menurut ibu bekerja dan tingkat pendidikan ibu dengan memperhatikan umur perkawinan pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur responden, telah dikemukakan beberapa hipotesis. Analisis data dilakukan dengan analisa deskriptif yaitu dengan menggunakan tabulasi silang dan beberapa teknik, demografi, dan analisa inferensial yaitu dengan menggunakan regresi ganda. Sumber data utama adalah dari hasil Survey Pendudukan Antar Sensus 1985 yang d.ipublikasi oleh Kantor Biro Pusat Statistik.
Penemuan-penemuan dalam studi ini secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut. Melalui metode analisis regresi ganda digunakan untuk mempelajari perbedaan jumlah anak lahir hidup menurut tempat tinggal, ibu bekerja dan tingkat pendidikan ibu dengan memperhitungkan umur kawin pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur ibu. Berdasarkan analisis statistik, diperoleh hasil bahwa ibu yang bekerja di sektor pertanian cenderung mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan dengan responden yang bekerja di sektor non-pertanian baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Ada dugaan sementara bahwa ibu yang bekerja di sektor pertanian tersebut telah memiliki jumlah anak banyak, sehingga kebutuhan keluarganya tidak cukup dipenuhi dari sektor pertanian. Keadaan ini cenderung mendorong mereka untuk pindah ke sektor non-pertanian/sektor informal.
Responden yang bertempat tinggal di perkotaan dan berpendidikan SD kebawah kecuali tidak sekolah mempunyai jumlah anak lahir hidup sedikit lebih banyak dibandingkan responden yang berpendidikan SLTP ke atas. Berarti hubungan pendidikan dengan jumlah anak, lahir hidup mempunyai hubungan negatif. Hal ini mungkin disebabkan faktor latar belakang responden, yaitu responden yang berpendidikan rendah (SD kebawah) pada umumnya kurang memiliki pengetahuan terutama tentang pengaturan jarak kelahiran. Sedangkan responden yang bertempat tinggal di pedesaan, mereka yang berpendidikan SD kebawah mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih sedikit dari pada responden yang berpendidikan SLTP ke atas, berarti hubungan pendidikan dengan jumlah anak lahir mempunyai hubungan positif. Kemungkinan yang dapat dijelaskan, yaitu responden dengan latar belakang pendidikan rendah memiliki pengetahuan tentang gizi yang rendah pula. Sehingga wanita dengan pendidikan rendah secara biologis cenderung kurang subur dan pertama kali mendapatkan haid terlambat serta akhir haid lebih cepat. Menurut semua jenjang pendidikan, responden yang bertempat tinggal di perkotaan mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih banyan dibandingkan di pedesaan. Kenyataan ini tidak seperti yang diharapkan yaitu di perkotaan mempunyai jumlah anak: lahir hidup lebih rendah dibandingkan di pedesaan.
Pengaruh negatif antara umur kawin pertama terhadap jumlah anak lahir hidup baik diperkotaan maupun di pedesaan. Keadaan ini tetap konsisten dengan hasil-hasil temuan sebelumnya. Menurut tempat tinggal, pengaruh negatif aniara umur kawin pertama terhadap jumlah anak lahir hidup lebih besar di perkotaan dari pada di pedesaan. Berdasarkan hasil perhitungan dari SUPAS 1985 rata--rata umur kawin pertama di perkotaan sebesar 22,5 tahun dan di pedesaan sebesar 19,5 tahun. Secara rasional, di pedesaan dengan rata-rata umur kawin pertama yang lebih rendah ada kecenderungan untuk mempunyai anak: lahir hidup lebih banyak.
Berdasarkan pemakaian alat kontrasepsi, baik untuk daerah perkotaan maupun pedesaan, responden yang memakai alat kontrasepsi cenderung mempunyai anak lahir hidup lebih banyak, dibandingkan dengan responden yang tidak memakai alat kontrasepsi. Hal ini diduga, responden yang memakai alat kontrasepsi adalah mereka yang mempunyai jumlah anak lahir hidup sesuai jumlah anak yang diinginkan, dan tidak menambah anak lagi.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: SurveyMeter, 2013
305.26 MEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtar Wisnu Wardoyo
"Pendahuluan
Salah satu Propinsi di Indonesia yang paling menonjol perkembangannya adalah DKI Jakarta, baik dari segi fisik maupun penduduknya. Perkembangan DKI Jakarta dapat dilihat dari perkembangan maupun pertumbuhan penduduknya khususnya berdasarkan sensus penduduk tahun 1970, 1980 dan SUPAS 1985 penduduk DKI Jakarta telah mencapai 4,6 juta, 6,5 juta dan 7,9 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 4,5 persen, 3,4 persen, dan 4,0 persen.
Sedangkan menurut Alatas dan Tursilaningsih (1988) angka pertumbuhan untuk DKI Jakarta sebesar 3,93 persen, baik untuk tahun 1971-1980 maupun untuk tahun 1980-1985.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1985
307.76 URB
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>