Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187485 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suriani Suprapto
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Untuk mengetahui insiden, keluhan yang sering timbul, serta resiko green tobacco sickness(GTS) yang diderita oleh pemetik tembakau yang kontak dengan daun tembakau basah dan segar, dilakukan penelitian Prospektir Sederhana terhadap S4 pemetik daun tembakau di desa Bansari pergunungan Sindoro, kecamatan Parakau, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan mempergunakan daftar pertanyaan yang telah di uji coba, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan kadar kotinin urin secara immunoassay kompetitif dengan menggunakan Coti Traq dari Serex. pengalahan secara elektrikal mempergunakan program SPSS.
Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian ini menemukan angka insiden GTS adalah 63.7 %. Keluhan yang sering ditemukan adalah pusing, sakit kepala serta kelelahan. Sedangkan faktor resiko yang mempengaruhi GTS adalah pengalaman kerja, letak daun yang dipetik, serta penggunaan alat pelindung. Pemetik daun tembakau yang telah lama bekerja, pemetik daun tembakau letak tengah serta pmakai baju lengan panjang sedikit terkena GTS ketimbang pemetik daun tembakau yang baru bekerja, pemetik daun letak tengah atas serta tidak memakai baju lengan panjang. Untuk tnencegah/mengurangi insiden GTS dianjurkan beberapa saran antara lain memakai alat pelindung.

The incidence and risk factors of GTS among the tobacco pickers at Bansari Village, Sindoro Mountain, Parakan Subdistrict, Temanggung District, Central Java.Scope and Method : In order to obtain information regarding incidence, main symptoms plaints, and risk factors of GTS among the tobacco pickers that directly contact with fresh and wet tobacco's leaf, a simple prospective study covered 80 tobacco leaf pickers was conducted in Bansari Village, Sindoro mountain, Parakan Subdistrict, Temanggung District, Province of Central Java. The method of data collection were by interviewing with the tobacco pickers using pre-tested questioner, physical examination, and laboratory test on cotinine in the urine by competitive immunoassay method from Serex. The datas were processed by computer using SPSS PC + software.
Result and Conclusion :The study found that the incidence of GTS was 63.7%. The main symptoms were dizziness, headache, and fatigue. The risk factors of GTS were work's experience, the position of the tobacco leaf to be picked, and protection device used. The incidence of GTS among the tobacco pickers who having more work's experience and picking tobacco leaf in the middle position, and wearing long sleeves dress were less than the tobacco pickers who having less work's experience and picking tobacco leaf in the upper position, and wearing short sleeves dress. To prevent or reduce the occurrence of GTS among the tobacco pickers, some suggestions were forwarded, including using protection device.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Dwi Rahsetya
"Tembakau (Nicotianae tabacum L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang dikembangkan di Indonesia. Salah satu penghasil tembakau di Indonesia adalah Kabupaten Temanggung. Tembakau yang dihasilkan di Kabupaten Temanggung memiliki kualitas yang terbaik karena wilayah Temanggung yang cocok untuk penanaman tembakau. Faktor fisik dan penggunaan tanah di Kabupaten Temanggung memiliki pengaruh terhadap kualitas tembakau. Kualitas tembakau dalam penelitian ini dinilai berdasarkan harga jual tembakau dengan melihat pengaruh kesesuaian lahan dan penggunaan lahan. Sebaran kualitas tembakau tinggi berada di lahan sesuai dan lahan cukup sesuai dengan jenis penggunaan lahan mayoritas lahan tegalan. Sebaran tembakau rendah berada di lahan sesuai marjinal dengan jenis penggunaan lahan sawah.

Tobacco (nicotianae tabacum L) is one of the agricultural commodities that developed in Indonesia. One producer of tobacco in Indonesia is Temanggung. Tobacco produced in Temanggung has the best quality because the area is suitable for tobacco. Physical factors and landuse in Temanggung has an impact on the quality of tobacco. Quality of tobacco based on the selling price of tobacco . Distribution of high quality tobacco has located in the Distribution of high-quality tobacco land is suitable and sufficient land in accordance with the majority of types of land use dry land. Low tobacco distribution is in accordance marginal land with the use of wetland types."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purwati
"Temanggung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah sebagai penghasil tembakau dengan kualitas baik Kualitas tembakau tersebut berdampak pada kualitas hidup petani Selain kualitas tembakau faktor lain seperti aksesibilitas luas lahan dan jalur distribusi pemasaran tembakau juga mempengaruhi kualitas hidup petani Masalah dalam penelitian ini yakni bagaimana pola keruangan kualitas hidup petani tembakau di tiga kecamatan ini Kualitas hidup yakni kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang di ukur secara objektif melalui beberapa indikator seperti pendapatan kesehatan pendidikan perumahan dan kesempatan kerja Kualitas hidup petani dibagi menjadi tiga kelas yakni rendah sedang dan tinggi Hubungan antara luas lahan dan jalur distribusi pemasaran tembakau terhadap kualitas hidup petani diuji dengan menggunakan metode Chi Square dimana hasil yang diperoleh yakni saling mempengaruhi namun hubungannya sangat rendah Hasil dari penelitian ini yaitu pola kualitas hidup petani tembakau di tiga kecamatan tersebut menunjukkan semakin tinggi wilayah semakin mudah aksesibilitas semakin luas luas lahan perkebunan tembakau serta semakin singkat distribusi pemasaran tembakau kualitas hidup petani makin tinggi Dan sebaliknya makin rendah wilayah semakin sulit aksesibilitas semakin sempit luas lahan perkebunan tembakau serta semakin panjang distribusi pemasaran tembakau kualitas hidup petani makin rendah.

Temanggung is one of regencies in Central Java as a producer of tobacco with good quality Impact on the quality of the tobacco farmers quality of life In addition to the quality of the tobacco other factors such as accessibility land use and tobacco marketing distribution also affects the quality of life of farmers The problem in this study how the spatial patterns of quality of life of tobacco farmers in the three districts Quality of life that a person s ability in meeting their needs is measured objectively through some indicators such as income health education housing and opportunity of work Quality of life for farmers is divided into three classes namely low medium and high Relationship between land area and distribution marketing of tobacco to the quality of life of farmers tested using Chi Square method whereby the results obtained interplay but the relationship is very low The results of this study of the pattern of life quality of tobacco farmers in the three districts showed the higher region the easier accessibility the broader tobacco plantation area and the shorter distribution of tobacco marketing is the higher the quality of life of farmers And conversely the lower the area the more difficult accessibility the narrower the tobacco plantation area and the length distribution of tobacco marketing is the lower the quality of life of farmers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Giyanto
"Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Temanggung adalah salah satu bagian dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara, Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, yang luas kawasan hutannya mencapai 5.410,50 hektar. Luas tersebut tersebar di antara Gunung Tierep (RPH Jumprit) 1.569,00 hektar, Gunung Sindoro (RPH Kwadungan) L761,30 hektar, dan Gunung Sumbing (RPH Kecepit dan RPH Kemloko), yang masingmasing mempunyai 1.213,90 hektar dan 866,20 hektar. Kerusakan hutan yang terjadi di BKPH Temanggung semuanya terjadi di kawasan hutan lindung yang digunakan sebagai lahan pertanian khususnya untuk tanaman semusim seperti tembakau. Data dari BKPH Temanggung memperlihatkan, bahwa Iuas kawasan hutan lindung terbesar yang dibuka untuk pertanian sampai tahun 2004 terdapat pada kawasan Gunung 'Sindoro (RPH Kwadungan). Dad 1.761,30 hektar yang digunakan untuk hutan lindung, 1.353.50 hektar (76,00%) dari hutan lindung telah digunakan untuk lahan pertanian, khususnya untuk tanaman semusim seperti tembakau.
Penelitian ini bertujuan untuk niengetahui dan menganalisis: (1) Pengaruh dari variabel sosial ekonomi masyarakat pada setiap desa yang sudah dibina dan belum dibina terhadap kelestarian fungsi hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung, (2) Faktor-faktor yang melatarbelakangi terhadap terjadinya pembukaan lahan di kawasan hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung, dan (3) Upaya penanggulangan dan pencegahan pembukaan lahan di kawasan hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Variabel sosial ekonomi masyarakat pada setiap desa yang sudah dibina dan belum dibina mempunyai pengaruh terhadap kelestarian fungsi hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung, (2) Pembukaan hutan lindung dilatarbelakangi oleh adanya masyarakat mengetahui aturan-aturan yang berlaku dalam hutan lindung namun terdesak olah kebutuhan ekonomi, sehingga terpaksa membuka hutan untuk meningkatkan pendapatan, sebagai akibat harga tembakau yang rendah, dan (3) Penanggulangan dan pencegahan pembukaan lahan hutan lindung di kawasan IIutan Lindung Gunung Sindoro dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kerjasama yang sinergis antara Pemerintah Daerah, perusahaan rokok (gudang garam dan jarum), dan masyarakat setempat.
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Hutan Lindung Gunung Sindoro (KPH Kwadungan). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dianalisis dengan regresi berganda, yaitu untuk melihat hubungan antara faktor sosial ekonomi masyarakat terhadap luas hutan lindung yang dibuka.
Metode kualitatif dianalisis dengan tabulasi terhadap data yang berkaitan dengan persepsi masyarakat dan penegakan hukum. Data primer dan sekunder dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam.dan dokumenter.
Hasil analisis memperlihatkan, bahwa pada desa yang sudah dibina variabel sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap luas hutan lindung yang dibuka di Desa Bansari adalah jumlah tanggungan kepala keluarga dan pendapatan per kapita per tahun (P-value = 0,004* dan P-value = 0,025*), Desa Mranggen Tengah adalah luas lahan yang dimiliki dan pendidikan formal (P-value = 0,041* dan P-value = 0,037*), dan Desa Mojosari adalah umur kepala keluarga (P-value = 0,044*). Pada desa yang belum dibina variabel sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap luas hutan lindung yang dibuka di Desa Candisari adalah jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan per kapita per tahun (P-value = 0,046* dan P-value = 0,029*), Desa Mranggen kidul adalah umur kepala keluarga dan jumlah tanggungan keluarga (P-value = 0,007* dan P-value = 0,002*), dan Desa Tlogowero adalah jumlah tanggungan kepala keluarga (P-value = 0,022*). Pada desa yang sudah dibina dan belum dibina sebanyak 95,56% responden dan 86,67% responden mengetahui keberadaan kawasan hutan lindung, serta 97,78% responden dan 95,56% responden pada desa yang sudah dibina dan belum dibina menyatakan, bahwa merambah hutan lindung adalah perbuatan yang dilarang_ Sebanyak 95,56% responden dari desa yang dibina dan 88,89% responden dari desa yang belum dibina menyatakan, bahwa merambah hutan lindung bermanfaat untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Upaya penanggulangan dan pencegahan yang telah dilakukan adalah reboisasi, penyuluhan dan penegakan hukum.
Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Faktor-faktor sosial ekonomi mempunyai pengaruh terhadap kelestarian .fungsi hutan lindung Gunung Sindoro: (a) pada desa yang sudah dibina faktor sosial ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap kelestarian fungsi hutan lindung gunung sindoro di Desa Bansari adalah jumlah tanggungan kepala keluarga dan pendapatan per kapita per tahun, Desa Mranggen Tengah adalah luas lahan yang dimiliki dan pendidikan formal, dan Desa Mojosari adalah umur kepala keluarga. (b) pada desa yang belum dibina faktor sosial ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap kelestarian fungsi hutan lindung Gunung Sindoro di Desa Candisari adalah jumlah tanggungan kepala keluarga dan pendapatan per kapita per tahun, Desa Mranggen KiduI adalah umur kepala keluarga dan jumlah tanggungan kepala keluarga, dan Desa Tlogowero adalah jumlah tanggungan kepala keluarga. (2) Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya pembukaan lahan di kawasan hutan lindung Gunung Sindoro karena masyarakat terdesak oleh kebutuhan ekonomi (harga tembakau yang rendah) sehingga untuk meningkatkan pendapatan, masyarakat. terpaksa melakukan pembukaan lahan, walaupun melanggar aturan-aturan yang berlaku di kawasan hutan lindung. (3) Upaya penanggulangan dan pencegahan terjadinya pembukaan lahan di areal hutan lindung Gunung Sindoro Kecamatan Bansari dapat dilakukan dengan meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung Gunung Sindoro, melalui kerjasama yang sinergis antara Pemerintah Daerah, perusahaan rokok (gudang gamin dart jarum), dan masyarakat, serta adanya penegakan hukum yang konsekuen.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Perlu adanya kerjasama yang sinergis antara petani, Pemerintah Daerah dan perusahaan rokok (Gudang Garam dan Jarum), sehingga diharapkan harga tembakau akan mengalami peningkatan, dan (2) Perlu dibuat adanya pembatasan pemanfaatan lahan, agar tidak terjadi kerusakan lahan di wilayah hutan lindung.

The Unit of Temanggung `s Forest Administration (BKPH) is the one part of The North Kedu Forest Administration Unit (KPH) which is under The Central Java Unit I Perum Perhutani, in charge of 5,410.50 hectares covered by forest_ That area consists of 1,569.00 hectares of Tlerep Mount (RPH Jumprit), 1,761.30 hectares of Sindoro Mount (RPH Kwadungan), 1,213.90 hectares of RPH Kecepit and 866.20 hectares of RPH Kernloko. The RPH Kecepit and RPH Kemloko are located in Sumbing Mount. The forest degradation of Temanggung BKPH's happened in almost the whole area of the protected forest which is used by the agriculture, especially by the annual crop plantation such as tobacco. BKPH Temanggung states that the biggest opened protected forest area until 2004 for, the apiculture is happpened in Sindoro Mount area (RPH Kwadungan). That area is especially used as_lobacco's plantation which includes 76.00% (1,353.50 hectares) of 1,761.30 hectares protected forest.
This research aims to study: (1) The impact of the community's socio-economic variables on the preservation of protected forest in Sindoro Mount, Bansari District of Temanggung Regency; (2) The driving factors of forestry opening at The Sindoro Mount protected forest of Bansari District of Temanggung Regency; (3) The solutions and preventions of forestry opening at The Sindoro Mount protected forest of Bansari District of Temanggung Regency.
The hypothesis of this study are: (1) The community's socio-economic influence the preservation of the protected forest of Sindoro Mount; (2) The opening of protected forest in Sindoro Mount is being done by the community who have to increase their income as the impact of the decreasing of tobacco's price to fulfil their economic needs, eventhough they know the rules of protected forest; (3) The solutions and prevention of forestry opening at The Sindoro Mount protected forest can be done by sinergisting the cooperation between the Local Goverment and the Cigarette Company (Gudang Garam and Jarum) with the local community to increase the community's income.
This research was conducted at the Sindoro Mount Protected Forest (RPH Kwadungan) using the quantitative and qualitative method. The quantitative method were analyzed by using the multiple regression to study the relation between the community's socio-economic factors and the use of lands within the protected forest and its use as plantation. This research also used the qualitative method to analyze the relation of local community and law enforcement by using the tabulation of data. The primary and secondary data were collected by depth interviewing and documenting.
The analysis states that: (1) The community's socio-economic factors of the constructed village which impacts significantly to the forestry opening area are the number of family members and annual personal income (P-value-0.004' and P-value-0.025') for Bansari Village, the area of land owning and formal education (P-value-0.041' and P-value-0.037') for Central Mranggen Village and the age of the head of the family (P-value=0.044') for Mojosari Village. The community's socio-economic factors of the non-constructed village which impacts significantly to the forestry opening area are the number of family members and annual personal income (P-value-0.046' and P-value-0.029') for Candisari Village, the age of the head of the family and the number of family members (P-value-0.007* and P-value ).002*) for Mranggen Village and the number of family members (P-value--0.022*) for Tlogowero Village; (2) There are 95.56% respondents of constructed village and 86.67% respondents of non-constructed village knows the protected forest area, there are 97.78% respondents of constructed village and 95.56% respondents of non-constructed village slates the forestry opening is illegally action, there are 95.56% respondents of constructed village and 88.89% respondents of non-constructed village states that the forestry opening increase the income; and (3) The solutions and preventions that have been doing consists of replantation, information giving and law enforcing.
The conclusions of this study are: (1) The community's socio-economic factors of the constructed village which impacts significantly to the forestry opening area consists of the number of family members and annual personal income for Bansari Village, the area of land owning and formal education for Central Mranggen Village and the age of the head of the family for Mojosari Village. The community's socio-economic factors of the non-constructed village which impacts significantly to. the forestry opening area consists of the number of family members and annual personal income for Candisari Village, the age of the head of the family and the number of family members for Mranggen Village and the number of family members for Tlogowero Village; (2) The opening of protected forest in Sindoro Mount is being done by the community who have to increase their income as the impact of the decreasing of tobacco's price to fulfil their economic needs, eventhough they know the rules of protected forest; (3) The solutions and preventions of forestry opening at The Sindoro Mount protected forest can be done by sinergisting the cooperation between_the Local Goverment and the Cigarette Company (Gudang Garam and Jarum) with the local community to increase the community's income and forming the consequen law enforcement
The suggestions of this study ere: (1) There should be a synergistic cooperation between The Local Government and The Tobacco Company (Gudang Garam and Jarum) with The Local Farmers to maintains the good balance of tobacco supply-demand and price; (2) There should be a local regulation to protect the forest and effort to build people's legal awareness.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Uswatun Khasanah Enggar Saptaningrum
"Variasi akses lahan Perhutani terjadi karena keragaman cara individu dalam mendapatkan aksesnya. Guna mendapatkan keuntungan dan aliran manfaat dari sumber daya yang longlasting diperlukan cara-cara tertentu dari masing-masing aktor untuk mendekati aktor yang menjadi pengontrol akses utama, yaitu Perhutani. Variasi akses yang dilakukan oleh petani penggarap dapat dilihat melalui mekanisme akses berdasarkan hak secara legal dan ilegal, serta melalui mekanisme akses berdasarkan struktural dan relasional. Munculnya ragam akses tersebut karena adanya perbedaan kekuasan dari setiap aktor. Penulis juga menunjukkan transformasi tanaman tembakau menjadi tanaman lainnya atas respon beberapa peristiwa yang terjadi pada kurun waktu satu dasawarsa, Perubahan ini merupakan pilihan rasional yang diambil petani untuk bisa tetap mendapatkan keuntungan dari tanamanya. Metode yang digunakan adalah penelitian etnografi dengan cara pengambilan data observasi partisipan dengan wawancara natural, dan wawancara mendalam. Temuan data menunjukkan berbagai macam dinamika variasi akses seperti bentuk mekanisme akses legal dan ilegal, ‘gadai’, dan ganti rugi lahan. Proses transformasi penanaman tembakau menjadi tanaman lainnya menunjukkan pilihan rasional dari masyarakat guna menekan kerugian maksimal akibat ketidakjelasan harga tembakau.

Variations in access to Perhutani' land occur due to the diversity of ways in which individuals gain access. In order to obtain benefits and the flow of benefits from long-lasting resources, certain ways are needed from each actor to approach the actor who is the main access controller, namely Perhutani. Variations in access by smallholders can be seen through access mechanisms based on legal and illegal rights, as well as through access mechanisms based on structural and relational. The emergence of this variety of access is due to the different powers of each actor. The author also shows the transformation of tobacco plants into other crops in response to several events that occurred in a decade. This change is a rational choice taken by farmers to be able to continue to benefit from their crops. The method used is ethnographic research by taking participant observation data with natural interviews, and in-depth interviews. The data findings show various dynamics of access variations such as the form of legal and illegal access mechanisms, 'pawning', and land compensation. The process of transforming tobacco cultivation into other crops shows the rational choice of the community in order to minimize maximum losses due to the uncertainty of tobacco prices."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraeni Indah Kusumaningrum
"Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu penyebab kematian bayi terbanyak di Indonesia (24%). Di Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah kejadiannya dalam 5 tahun terakhir terjadi peningkatan. Di wilayah kerja Puskesmas Gemawang Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung sebagai tempat penelitian terjadi peningkatan cukup tajam dalam 2 tahun terakhir.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor ibu dengan kejadian BBLR. Menggunakan desain penelitian cross sectional dengan sampel total populasi yaitu semua ibu yang mempunyai bayi berusia 0-6 bulan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Gemawang berjumlah 263, diteliti selama bulan Maret 2012. Analisis hubungan menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil menunjukkan adanya hubungan signifikan antara usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status gizi ibu dan paparan asap rokok. Kejadian BBLR diperoleh sebesar 8,4% merupakan masalah yang sangat besar dan harus ditangani. Upaya untuk menurunkan dengan melibatkan seluruh pihak baik pemerintah maupun masyarakat dan meningkatkan penyuluhan.

Low Birth Weight Baby (LBW) is one of the biggest causes of infant death in Indonesia (24%). In Temanggung Regency Central Java Province, the incidence of LBW has been increasing in last 5 years. In the working area of community health center of Gemawang, where this research take place this incidence has been increasing severely in last 2 years.
The purpose of this research is to determine the relations between mother factors and the incidence of low birth weight babies (LBW). Using a cross sectional research design with a sample of the total population which is all mothers who have babies aged 0-6 months lived in the working area of community health center of Gemawang amounts to 263 were researched during the month of March 2012. Analysis of the relation using the chi square test with 95% confidence interval.
The results showed a significant relations among age, educational level, employment status, maternal nutritional status and affected by cigarette’s smoke. The incidence of LBW in this research were obtained at 8,4% is a very big problem and should be handled. Efforts to reduce by involving all parties, both government and society and improve the communication, information and education.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Apriliana Cahya Khayrani
"Kerentanan merupakan derajat tingkat dimana manusia dengan sistem
lingkungannya mengalami gangguan/tekanan akibat adanya bahaya yang terjadi
dan dapat menimbulkan bencana atau tidak. Secara umum kajian terbaru tentang
kerentanan sekarang ini telah mengalami pergeseran dari penilaian kerentanan
tradisional yang hanya berkonsentrasi pada satu tekanan faktor atau sumber daya,
menjadi banyak faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini, mengkaji tentang
kerentanan sosial kependudukan, kerentanan ekonomi dan kerentanan fisik yang
muncul dari bahaya erupsi Gunung Sindoro-Sumbing. Metode penelitian yang
digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan adalah pembobotan dari BNPB
dan analisis spasial dari pola persebaran permukiman. Secara keseluruhan terdapat
112 desa yang masuk dalam zona bahaya Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing
dengan 41 desa termasuk dalam daerah administrasi Kabupaten Wonosobo dan 71
desa termasuk dalam daerah administrasi Kabupaten Temanggung.

Vulnerability is the degree to which the human environment system
disorders/stress due to hazards that occur and can lead to catastrophic or not.
Recent studies on the vulnerability is now experiencing a shift from traditional
vulnerability assessment concentrates only on one factor or resource, to a lot of
factors that influence it. This study, examines the social vulnerability, economic
vulnerability and physical vulnerability that arising from the hazard cause
eruption of Mount Sindoro-Sumbing. This study use weighting methode from
BNPB and spatial analisis of residence spread. Wholly exists 112 villages in
Mount Sindoro?s and Mount Sumbing?s dangerous zone with 41 villages includes
in Wonosobo Regency and 71 villages includes in Temanggung Regency."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42421
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aliyah
"Tembakau temanggung merupakan tembakau musim kemarau (Voor Oogst) yang tidak membutuhkan curah hujan ketika panen. Penyimpangan curah hujan ketika musim kemarau dapat menggagalkan panen, yang berpengaruh terhadap pendapatan petani. Penggunaan metode deskriptif dan analisis pola keruangan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan daerah yang mengalami penyimpangan curah hujan dengan pendapatan petani tembakau. Penyimpangan curah hujan tahun 2010 diolah dari data curah hujan dasarian yang di bandingkan dengan curah hujan rata-rata dasarian tahun 1981 - 2008, yang dijadikan dasar untuk menentukan lokasi survei.
Survei lapang dilakukan di 16 titik di lima kecamatan yaitu Tretep, Ngadirejo, Bulu, Tlogomulyo dan Tembarak dengan teknik purposive sampling. Hasil analisis menunjukkan penyimpangan curah hujan paling tinggi sebesar 207% terjadi di lahan berketinggian > 1.000 mdpl. Penyimpangan curah hujan menyebabkan produksi tembakau berkurang sebanyak 20,7% dengan penurunan kualitas sebesar 52,17%. Pendapatan petani rata-rata berkurang sebanyak 51,89%. Berkurangnya pendapatan petani terlihat dengan berkurangnya barang investasi yang dibeli seperti kendaraan bermotor, ternak dan emas.

Temanggung tobbaco is tobbaco dry season (Voor Oogst) which doesn‟t require rainfall when the crop. Deviation of rainfall during the dry season can thwart harvesting, affecting the income of farmers. The use of descriptive and spatial pattern analysis in this study aims to determine the relationship areas experiencing rainfall irregularities with tobacco farmers' income. In 2010 the rainfall deviation calculated from rainfall data dasarian that in comparison with an average rainfall dasarian 1981 - 2008, which is used as the basis for determining the location of the survey.
Field survey conducted in 16 points in five Kecamatan namely Tretep, Ngadirejo, Fur, Tlogomulyo and Tembarak by purposive sampling technique. The analysis showed the highest rainfall deviation of 207% occurred in Tretep. Deviation of rainfall led to the production of tobacco decreased by 20.7% with a decrease of 52.17% quality. The average farmer's income decreased by 51.89%. Reduced farmers' income looks to reduced investments purchased goods such as motor vehicles, livestock and gold.
"
Depok: Unversitas Indonesia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2013
S46863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hasan Syamsudin
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang perbandingan keberhasilan dan kegagalan gerakan perlawanan petani tembakau Temanggung yang terjadi dari tahun 2000-2012. Adapun kasus yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah, pertama kasus keberhasilan perlawanan Paguyuban Petani Tembakau Sumbing Sindoro (PPTSS) terhadap PP No. 81 Tahun 1999 dan kedua adalah kasus kegagalan perlawanan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung-Jawa Tengah terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah Tembakau (RPP Tembakau). Dalam menganalisis kedua kasus di atas, peneliti menggunakan teori integrasi pendekatan gerakan sosial yang terdiri dari tiga pendekatan utama yaitu pendekatan struktur kesempatan politik, struktur mobilisasi, dan pembingkaian kultural. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Adapun data-data dalam penelitian ini peneliti dapatkan melalui wawancara serta telaah dokumen maupun literatur ilmiah yang berhubungan.Temuan dari penelitian ini adalah, pertama, dalam kasus keberhasilan perlawanan PPTSS atas PP No. 81 Tahun 1999, dimensi-dimensi baik dalam struktur kesempatan politik, struktur mobilisasi maupun pembingkaian kultural adalah sangat mendukung keberhasilan perlawanan. Dikarenakan keputusan peraturan pemerintah berada di ranah eksekutif, maka keberhasilan sangat dipengaruhi oleh lobi di tingkat pusat. Dalam hal ini, salah satu dimensi dari struktur kesempatan politik yaitu peran aliansi berpengaruh (influential allies) terbukti berperan begitu dominan. Kemampuan PPTSS dalam melibatkan aliansi berpengaruh (influential allies) yaitu para elit politik lokal berpengaruh pada akhirnya mampu membawa PPTSS pada keberhasilan. Berbeda dengan kasus perlawanan PPTSS, dalam kasus kegagalan perlawanan APTI atas RPP Tembakau, terlihat hanya dimensi-dimensi pada struktur mobilisasi dan pembingkaian kultural yang mendukung keberhasilan perlawanan, sementara itu dimensi dalam struktur kesempatan politik khususnya peran aliansi berpengaruh (infuential allies) nampak tidak berperan dengan baik. Kegagalan APTI dalam melibatkan para elit lokal berpengaruh disertai dengan pudarnya pengaruh elit politik lokal di tingkat pusat menjadi hal yang cukup menentukan bagi kegagalan perlawanan APTI. Secara umum, penelitian ini menegaskan bahwa struktur kesempatan politik khususnya peran aliansi berpengaruh (infuential allies) masih merupakan hal yang cukup penting bagi keberhasilan organisasi gerakan sosial.

ABSTRACT
This study is aimed to explain the comparison between the success and failure of Temanggung tobacco peasant movement resistance which had been occured from 2000-2012. Two cases compared in this study are, first, the success of Sumbing Sindoro Tobacco Peasant Community (PPTSS) movement resistance towards government regulation 81/1999 and then the second case is the failure of Indonesia Tobacco Peasant Association (APTI) Temanggung-Jawa Tengah towards tobacco government regulation draft (RPP tembakau). In this study, the social movement integration approach theory has been applied as an analytical tool. As commonly known, this theory is consisted of three main approaches, first is political opportunity structure approach, second is mobilizing approach, and the last one is framing process approach. Relating to the research method, the method in this study is qualitative with study case approach. In terms of collecting data, the data was obtained through interviewing actors and tracing related literatures. This study finds that first, in the success of PPTSS resistance, the dimentions of political opportunity structure, mobilizing structure, and also framing process are completely supporting the success of the movement. Due to the decision of government regulation is fully driven by the executive, consequently the success of resistance is significantly influenced by the lobbying in the top level of elite. One of the dimentions in political opportunity structure which is the influential allies is taking role in this movement resistance. The PPTSS ability for involving influential local elite finally leads PPTSS to the success. Different from the PPTSS case, in the second case, the failure of APTI resistance, the dimention in political opportunity structure particularly the role of influential allies is not supporting the resistance, only mobilizing structure and framing process which support the triumph. The failure for involving influential local elite followed by the weakness of local elite influence towards the top elite becomes determinant factor that brings APTI to the failure. Generally, this study states that political opportunity structure particularly the role of influential allies is still pivotal factor for contributing to the movement success."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>