Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185947 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harijatni Sri Oetami
"Kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Bekasi saat ini sudah mulai berorientasi pada kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat metropolitan. Hal ini merupakan konsekwensi logis keberadaan Bekasi sebagai daerah penyangga Jakarta. Keterbatasan kemampuan Pemerintah dalam menyediakan sarana pelayanan kesehatan, khususnya untuk pengobatan umum ; mengundang minat pihak swasta untuk ikut berkiprah. Sehingga trend pertumbuhan Balai Pengobatan swasta di Kabupaten Bekasi menjadi sangat pesat, sebanding dengan laju pertambahan penduduk/LPP Kabupaten Bekasi yang merupakan LPP tertinggi se Indonesia ( LPP Bekasi pada tahun 1980-1990: 6,29 % per tahun ).
Kecepatan pertumbuhan Balai Pengobatan swasta tersebut membutuhkan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian (BINWASDAL) agar tetap berfungsi sebagai mitra Pemerintah dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat Bekasi. Diperlukan suatu alat/instrumen untuk melakukan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian (BINWASDAL) Balai Pengobatan swasta. Namun instrumen yang ada, masih belum dapat mengakomodasikan semua aspek pembinaan yang dibutuhkan secara optimal, yaitu aspek hokum, aspek medis dan aspek sosial.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kekurangsempurnaan instrumen yang telah ada. Kajian dilakukan terhadap relevansi, adekuasi, efektifitas dan efisiensi instrumen tersebut dalam mengukur kinerja Balai Pengobatan swasta. Diajukan suatu model instrumen, yang diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan BINWASDAL BP swasta pada saat ini maupun untuk menyongsong era pasar global kelak.

Now, the Health Services needs of Bekasi's community, are going to be Metropolitans Health Services oriented. This is a logical consequence of Bekasi as Jakarta's buffers. Limited capability of Government in providing Health Services tools; especially for the general treatment, invites the Private Medical Clinic's Owners to participate in handling Public Health Services. Therefore, the trend of growth and development of the Private Medical Clinics is quite high, equal with the Population Growth Rate of Bekasi. The Bekasi's Population Growth Rate is now the highest in Indonesia, that was: 6.29 % per annum in 1980 -1990 period.
The speed of the growth and development of the Private Medical Clinics needs continuously guidance and control as the Government's partner in order to increase the quality of public health services. To realize this activity, we need some tools or instruments. However, the Private Medical Clinics control and development instruments now, do not optimally accommodate yet all establishment aspects, which are needed, they are legal aspect, medical aspect and social aspect.
This instrument's imperfectness, invites me to learn and review this problem. The instrument for the Private Medical Clinic's establishment, guiding and controlling are discussed from the relevancy, the adequacy, the effectiveness and the efficiency point of view. This analysis is submitted as a Models of Private Medical Clinic's Instruments. I hope that it would meet the present controlling and development and the next ones."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Soleh
"ABSTRAK
Di Kabupaten DT II Bekasi jumlah sarana pelayanan kesehatan swasta berkembang dengan pesat. Telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 920/Menkes/Per/XII/86, Peraturan Pemerintah No.7/1987, dan Peraturan Daerah Tingkat II Bekasi No. 2 Tahun 1996 untuk pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal).
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan langkah-langkah/proses penyempurnaan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sarana pelayanan kesehatan swasta.
Penelitian dilakukan secara Cross Sectional dengan analisis deskriptif di 49 Puskesmas dari 55 Puskesmas yang ada di Kabupaten DT II Bekasi.
Dari hasil penelitian ternyata pembinaan, pengawasan, dan pengendalian tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku di atas. Hal ini disebabkan keterbatasan sumber daya di Seksi Pemulihan Kesehatan yang selama ini diberi beban tugas Binwasdal di samping itu dalam SOTK Dinas Kesehatan tugas Binwasdal tidak tercantum secara eksplisit Untuk mengatasi hal ini disepakati untuk membentuk Tim Binwasdal baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat Puskesmas dengan perhatian kepada " 5 M ' (man, material, method, money, dan market ).

ABSTRACT
The amount of the private health services instrument in Bekasi Regency are growing very fast. The Government Regulation of Minister of Health Number 920/Menkes/Per/?CII/86, The Government Regulation Number 7/1987 and Bekasi Regency Regulation Number 2/1996 for establishing, and controlling have been produced.
The objective of this research was to refine the activities of establishing and controlling the private health service facilities.
A cross sectional study was used, with descriptive analysis in 49 health center among 55 health center in Bekasi Regency. For the sample, one private health service facility was randomly chosen in each Health Center.
This research showed that the establishing and controlling did not carry out appropriately with the government regulation. It was caused by the responsibility for this duty. While the job description for this duty was not clearly explicit.
To overcome this problem it was agreed to form a team for establishing and controlling in regency level and health center level with special attention to the "5 M" (man, material, method, money, and market) .
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Setiawan
"ABSTRAK
Keberhasilan Pemerintah dalam pembangunan, khususnya pembangunan kesehatan tidak diragukan lagi, hal ini terlihat dari semakin meratanya pelayanan kesehatan, dimana pada setiap kecamatan minimal ada 1 Puskesmas.
Namun disamping itu ada hal yang menarik dalam pelayanan kesehatan, yaitu pengobatan tradisional sampai saat ini masih diakui keberadaannya oleh masyarakat. Hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan data tentang masih adanya masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional, baik itu dilakukan sendiri dengan ramuan-ramuan ataupun dengan pertolongan pengobat tradisional.
Kebijaksanaan Pemerintah tentang pengobatan tradisional telah digariskan dengan jelas dalam GBHN 1993, yaitu pengobatan tradisional yang secara medis dapat dipertanggung jawabkan perlu terus dibina untuk perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan. Disamping itu dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) juga dinyatakan bahwa terhadap pengobatan tradisional yang terbukti berhasil guna dan berdaya guna terus dilakukan pembinaan dan bimbingan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana hubungan tingkat Sosial-Ekonomi masyarakat dengan pemanfaatan pengobatan tradisional di Kabupaten Subang, Pandeglang dan Kotmadya Bandung, Jawa Barat. Penelitian dilakukan ditempat-tempat ini oleh karena data-data menunjukkan bahwa masyarakatnya cukup banyak yang memanfaatkan pengobatan tradisional.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, dan data diambil secara "Kros seksional" dengan kepala keluarga sebagai responden. Jumlah sampel 301 yang dipilih secara random dari 10 desa di 5 Kecamatan. Hipotesis yang diajukan adalah : Tingkat Sosial-Ekonomi yang meliputi pendidikan, penghasilan dan jenis pekerjaan mempunyai hubungan negatip dengan pemanfaatan pengobatan tradisional, hubungan ini juga dipengaruhi oleh faktor jarak dari rumah ke tempat pelayanan kesehatan modern, umur, ketersediaan biaya kesehatan dan derajat sakit.
Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya hubungan negatip antara tingkat Sosial-Ekonomi dengan pemanfaatan pengobatan tradisional, dari hasil uji Chi-square didapatkan nilai p = 0.0481 untuk variabel pendidikan, p = 0.0036 untuk variabel penghasilan dan p = 0.0029 (nilai a = 0.05); hasil analisa logistik regresi juga menunjukkan bahwa hubungan negatip antara tingkat Sosial-Ekonomi dengan pemanfaatan pengobatan tradisional semakin lemah dengan semain dekatnya sarana pelayanan pengobatan modern dan semakin ringannya penyakit.

ABSTRACT
There have been so many development in health, resulted in the availability of health services, where in every sub district there is at least one "Public Health Center". However, according to a household surveys on health (SKRT) in 1988 and 1992, some people still use the traditional treatment to overcome their health problems.
In this research, we want to know the relationship between economic and social status (education, income, job) and the use of traditional treatment. Furthermore, we also want to see how the distance of modern health services, age, degree of illness and cash availability affect the use of traditional treatment.
This research was done in two districts of Subang and Pandeglang, and in one municipality of Bandung in West Java. It was a descriptive and analytical research using "cross sectional " data where the respondent was the head of the household. We take 301 respondents randomly from, .10 villages in 5 sub district.
The hypothesis in this research is that social-economic factor, they are income, education and job have negative relationship with the use of traditional treatment. And the sub hypothesis is that the negative relationship will be weaker as the distance of modern health services becomes less, the degree of illness becomes higher, more money is available an the age becomes younger.
Statistic analysis we use to prove this hypothesis was Chi-Square, we selected influential variables in traditional treatment by looking at "p" value. If "p" value is less than 0.05 the independent variables is significant. From the Chi-Square we get p value of education = 0.0481, p value of income = 0.0036 and p value of job = 0.0029. The regression logistic analysis we get different OR value before and after interaction with distances of modern health services and degree of illness, from that different value are proved that the distances of modern health services and degree of illness are influence the relationship between social-economic degree and the using of traditional treatment.
From the result of analysis, hypothesis and sub hypothesis are proved, that the social-economic degree has a negative relationship with the using of traditional treatment and this relationship will be weaker as the distance of modern health services becomes less and the degree of illness becomes higher.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Nurmala
"ABSTRACT
Every health program that involves obtaining the cooperation of clientele needs to know how people behave, why they behave as they do and how that behavior might be modified. In developing countries the objective of implementing Primary health care Is to ensure that an adequate amount of medical care is available to the entire population. The provision of Health centres is one of the many programs that have been carried out to bring dental care especially to the rural people. Comparing to the utilization of other types of medical services, dental service utilization is relatively low. This condition will affect dental health status of the population. In Indonesia studies of the dental care in utilization found that dental care in health centres is underutilized.
There are numbers of factors related to utilization of dental care services but the focused in this study was to asses the relation between Perception of seriousness of dental disease and Perception of barriers to action to seeking professional dental care, controlled by several variables such as Education, Occupation, Monthly expenditure per kapita, Self-rated health, Disability days, and DMF-T of mothers in Tanjung Morawa, North Sumatera.
Sampling was conducted with EPI/WHO (Expanded Program on Immunization/WHO), which was a Two-stage cluster of 210 mothers with dental symptoms one month before the study was conducted. Respondents were interviewed using an interview guide carried out by 6 dental students. The analyses were performed with Simple and Multivariate Logistic Regression.
In the episode of dental symptoms, mother?s response in various ways, 56.7 % seeking non-Professional care such as self-medication, 6.7 % Professional care, and 28.5 % Combination of Professional and non-Professional, and 8.1 % taking no care. Using Simple and Multivariate Logistic Regression it was found that there is association between Perception of barriers to action (time spent in the waiting room and low satisfaction with dentist services) and seeking Professional dental care. The strength of association (ODDS RATIO) - 4.98, Attributable risk percent = 79.91 Z, while Perception-of seriousness of dental disease has no significant association.
The intervention should be focused on increasing the coverage of services of population target through enhancing the quality of Dental Services in Puskesmas and Dental Health Education Program through Integrated Health Post (Posyandu).

ABSTRAK
Setiap upaya pelayanan kesehatan yang membutuhkan kerjasama dari pengguna pelayanan kesehatan harus mengetahui bagaimana dan mengapa seseorang berperilaku tertentu dan bagaimana kemungkinan kita melakukan modifikasi terhadap perilaku tersebut. Dinegara-negara sedang berkembang Upaya Pelayanan Kesehatan Dasar ditujukan agar seluruh masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang adekuat. Penyediaan sarana Puskesmas dengan Pelayanan Kesehatan Gigi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memenuhi pelayanan kesehatan gigi yang dibutuhkan. Bila dibandingkan dengan pelayanan kesehatan lainnya pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi relatif masih rendah. Kondisi ini akan mempengaruhi status kesehatan gigi penduduk. Di Indonesia, dari beberapa studi yang dilakukan ditemukan bahwa pelayanan kesehatan gigi masih kurang di manfaatkan, terutama pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas.
Ada banyak faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan namun dalam penelitian ini yang terutama dilihat adalah bagaimana hubungan persepsi terhadap pencarian pengobatan profesional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi keseriusan penyakit, dan persepsi hambatan bertindak terhadap perilaku pencarian pengobatan profesional dengan dikontrol oleh variabel pendidikan, pekerjaan, pengeluaran/kapita/ bulan, persepsi status kesehatan gigi, jumlah hari sakit, dan DMP-T dari ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode EPI/WHO (Expanded Program on Immunization/WHO) yaitu dengan Two-stage cluster dari 210 ibu-ibu rumah tangga. Data diperoleh melalui wawancara oleh 6 orang mahasiswa FKG dengan menggunakan kuesioner.
Dari penelitian dapat diketahui bahwa pada saat ada gejala sakit gigi, respons ibu-ibu bervariasi dalam mengatasi gejala yaitu mulai dari mencari pengobatan non-Profesional 56.7 % antara lain dengan mengobati sendiri, Profesional 6.7 %, Kombinasi Profesional dan non-Profesional 28.5 %, dan Tidak mengobati 8.1 %. Analisa data dengan Regresi Logistik Sederhana dan Regresi Logistik Ganda menunjukkan adanya hubungan persepsi hambatan bertindak (waktu menunggu yang lama,dan perawatan tidak memuaskan) dengan perilaku pencarian pengobatan Profesional dengan ODDS RATIO = 4.98, dan juga diperoleh nilai Attributable Risk percent. = 79.91%. Studi ini tidak menemukan hubungan bermakna antara persepsi keseriusan penyakit dengan pencarian pengobatan Profesional.
Dari hasil penelitian disarankan agar dalam meningkatkan pemanfaatan pelayanan Profesional intervensi yang dilakukan adalah pada variabel yang mempunyai hubungan kuat dengan pencarian pengobatan Profesional yaitu persepsi hambatan bertindak dengan melakukan berbagai usaha dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas untuk meningkatkan angka cakupan Puskesmas dan kegiatan Penyuluhan Kesehatan Gigi terutama melalui kegiatan di Posyandu untuk intervensi terhadap adanya persepsi yang merugikan kesehatan yang ditemukan pada penelitian ini."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Baktiwati
"Pembiayaan kesehatan. cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan makin besarnya masalah kesehatan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, perkembangan tehnologi kesehatan yang semakin canggih serta meningkatnya demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu.
Bapel Garuda Sentra Medika yang merupakan pengelola Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pegawai PT. Garuda, juga mengalami peningkatan biaya kesehatan yang cukup drastis yaitu pada periode tahun 2001- 2003. Hal tersebut disebabkan oleh belum adanya sistem kendali biaya yang Baku yang diberlakukan dalam rangka menekan tingginya biaya kesehatan yang timbul.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Bapel GSM untuk mengendalikan biaya kesehatan, adalah dengan melakukan utilisasi review secara rutin pada setiap PPK yang bekerja sama dengan Bapel GSM. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran utilisasi pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama pada peserta Garuda di PPK Garuda Sentra Medika Kemayoran dan PPK Meta Medika di Tangerang.
Penelitian ini merupakan penelitian survei operasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif serta pengkajian terhadap sistem yang telah berjalan dengan cara pengamatan proses.
Hasil penelitian yang didapat terlihat rata-rata biaya obat per lembar resep serta rata rata biaya obat per R/ pada PPK Meta Medika 3 kali lebih tinggi dari pada rata rata biaya di PPK Garuda Sentra Medika.
Untuk itu peneliti menyarankan agar Bapel Garuda Sentra Medika dapat segera melakukan upaya kendali biaya salah satunya yaitu dengan melakukan utilisasi review secara berkala pada tiap-tiap PPK yang bekerja sama dengan Bapel Garuda Sentra Medika.
Daftar Pustaka: 22 (1977-2003)

Utilization Review of Primary Care for Garuda Health Care Security Member at Its Health Providers in Garuda Sentra Medika Kemayoran and Meta Medika Tangerang Year 2003Health financing tends to increase in line with the increasing of population and the magnitude of health problem both quantitative and qualitative, the sophisticated health technology progressively, and also the increasing of society demand for health care quality.
The plan of Garuda Sentra Medika is an organizer of health care security for employee of PT Garuda, also had the increasing on health expense drastically at period of year 2001-2003. It was caused the lack of standardized cost containment system that applied in order to depress the high of health cost.
One of the efforts that can be to be conducted by the plan of Garuda Sentra Medika to control the health cost is by conducting utilization review routinely in each health care provider that collaborate with The Plan of Garuda Sentra Medika. For that reason, this study aimed to assess the utilization of primary health care of Garuda Health Care Security Member at Provider of Garuda Sentra Medika in Kemayoran and Provider of Meta Medika in Tangerang.
This study was an operational survey research using quantitative approach and existed system review by doing the observation of process.
The study resulted that the average of drug expense per prescription sheet and also the expense of drug per prescription at Meta Medika was 3 times higher than the average of such expense at Garuda Sentra Medika.
It was suggested that The Plan Garuda Sentra Medilca should immediately conduct the cost containment periodically especially utilization review in every health care provider that collaborates with The Plan Garuda Sentra Medika.
References: 22 (1977-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Purwanti
"Biaya pelayanan kesehatan di Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat akibat adanya krisis ekonomi yang terus berlanjut sehingga merupakan beban pembiayaan kesehatan bagi pemerintah daerah, hal ini berdampak pada puskesmas.
Sementara itu belum diketahui biaya satuan pelayanan Balai Pengobatan di Puskesmas Lemah Abang II. Padahal ini perlu dilihat sebagai salah satu altenatif mobilisasi dana untuk mencukupi kebutuhan biaya operasional maupun pemeliharaannya dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu, Pemilihan Puskesmas Lemah Abang sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu dari 5 Puskesmas dengan kunjungan terbanyak di Kabupaten Bekasi, salah satu puskesmas yang berada antara wilayah industri dan pertanian. Sedangkan Pemilihan unit Balai Pengobatan adalah unit yang paling banyak kunjungannya.
Penelitian ditakukan untuk mengetahui biaya total, biaya satuan aktual, dan normatif, CRR ATP/WTP dan tarif pesaing setara Metode penelitian yang digunakan studi kasus dengan pendekatan kuantitatif, sedangkan metode analisis biaya yang digunakan Activity Based Costing. Untuk survei ATP/WTP sampel yang digunakan sampel 66 orang pengunjung pelayanan Balai Pengobatan digunakan Activity Based Costing. Untuk survei ATP/WTP sampel yang digunakan sampel 66 orang pengunjung pelayanan Balai Pengobatan.
Hasil Penelitian memperlihatkan bahwa biaya satuan aktual pelayanan pengobatan di BP di Puskesmas Lemah Abang II adalah Rp 16.175,5 Biaya satuan aktual pengobatan tanpa AIC Rp 15.032,3 Biaya satuan pengobatan tanpa AIC dan gaji Rp 7.912,6 Sedangkan biaya satuan normatif adalah Rp 15.633,4
Perhitungan dan tarif yang berlaku saat ini ternyata hanya mencapai 15,5 % Cost Recovery Rate (CRR) artinya yarif yang berlaku saat ini masih jauh dibawah total biaya Puskesmas. 'Dari berbagai penelitian sejenis di berbagai wilayah Jawa Barat terlihat Biaya yang paling besar adalah biaya operasional. Komponen biaya yang terbesar adalah gaji yang diikuti dengan biaya obat-obatan.
Mengenai ATP/WTP didapatkan basil bahwa ATP pengunjung Balai Pengobatan di wilayah Puskesmas Lemah Abang II menyatakan 100 % mampu membayar sebesar Rp 5.000,- padahal tarif yang berlaku Rp 2.500,- Hal ini berarti bahwa ATP lebih besar dari WTP sehingga peluang untuk menaikkan tarif masih ada Sedangkan tarif pesaing setara semuanya berada diatas tarif pengobatan di BP Puskesmas Lemah Abang II.
Dari hasil simulasi tarif berdasarkan biaya satuan aktual dan normatif, ATPIWT,.CRR dan tarif pesaing setara didapatkan usulan tarif pengobatan di Balai Pengobatan sebesar Rp 7,500 setiap kunjungan. Sedangkan CRR dapat ditingkatkan dari masyarakat yang mampu sedangkan bagi yang miskin ditanggung oleh pemerintah dalam bentuk kartu sehat. Dalam meningkatkan tarif harus diperhatikan tarif pesaing setara agar peningkatan tarif tidak mengganggu utilisasi dari PKM Lemah Abang II
Dari basil tersebut disarankan bagi Puskesmas melakukan pengendalian biaya (cost containment) dan efisiensi biaya operasional, meningkatkan jangkauan pelayanan pengobatan di Balai Pengobatan dan mengoptimalkan penggunaan laboratorium. Untuk mendapatkan tarif pelayanan kesehatan secara menyeluruh perlu dilakukan analisis tarif pada unit pelayanan yang lain.

Cost of health services in Indonesia is more increases time to time caused by economic crisis and still going up to now. The economic crisis is burdening the government for health financing.
Meanwhile not knowing unit cost for health services this research is carried out in Public Health Center Lemah Abang II in Bekasi region. Bekasi Regional Government has to try alternative to mobilize the public funds to fulfilled operational and maintenance cost to give quality health services. This PHC which have been selected purposively and among five PHC who had been many patient. Selection sample this PHC Lemah Abang II because located between agricultural area and industrial area. Clinical treatment is area of this research.
Moreover to find out total cost clinical treatment , actual unit cost and normative unit cost with tool coat analysis called Activity Based Costing. It is also aimed knowing the illustration of ability to pay (ATP) and willingness to pay (WTP) of patient PHC considering the competitors tariff as the basis of the suggest tariff. For survey ATPIWTP take proportional sample amount 66 persons who has take among the patient PHC Lemah Abang II
Result of the research can figured that unit cost clinical treatment Rp 16,175,5 , unit cost without depreciation Rp 15.032,3 and unit cost without depreciation and salary Rp 7,912,6. Even though normative unit cost Rp 15.633,4 .
The tariff and unit cost has been found only reached 15,5 % Cost Recovery Rate it means that tariff government rule is far below unit cost .From the other many researcher in West Java found that operational cost the biggest coat from total cost. Cost component who have biggest contribution was salary, behind that its cost of medicine.
Based on ATP/WTP figured that patient on PHC Lemah Abang II declared 100 % able to pay health treatment Rp5.000; it means ATP patient more higher than tariff who had point out amount Rp 2.500, . This issue can give opportunity to increased tariff. On the other hand services from time to time undergo the increasing cost. In line with autonomy district make the Regional s, especially those who are dealing with the health service financing are bearing greater responsibilities. Bekasi Regional Government has to try mobilized the public funds for raising income collected from the society to cover their health service
The tariff of Public Health Center Lemah Abang II should be viewed as one alternative to increase the income of PHC to cover operational and maintenance cost so that it can give more quality services. However in the welfare policy the public goods services should be finance collectively through the government subsidy collected from the society it self.
From the tariff simulation on unit cost, ATPfWTP, CRR and considering the competitor tariff , the suggested tariff for clinical tariff is Rp 7.500,- per visit, With tariff 93,9 % of the society can afford it and 6,1 % cannot afford it so that they need to be subsidized. One way of giving the subsidy is providing them with the health cards. Tariffs other than the clinic production unit should refer to the unit cost which have been calculated in this research 2001
We suggested that the price charged by PHC Lemah Abang II must be based on unit cost health services and for more accurate the research from the other unit health services must be done. So that this research must be follow up with another research.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Yudith Ayu Puspita
"ABSTRAK
UUD 1945 pasal 28 H menetapkan bahwa kesehatan adalah hak
fundamental setiap warga. Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhinya
hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak
mampu. UU no.36 Tahun 2009 pasal 50 ayat 4 menjelaskan, dalam meningkatkan
dan mengembangkan pelayanan kesehatan berdasarkan fungsi sosial,
dilaksanakan melalui kerjasama antar Pemerintah dan antar lintas sektor. RSUD
Kab. Bekasi mengalami permasalahan dalam hal pemulangan dan penguburan
pasien PGOT. Penelitian ini menggunakan pendekatan dari William N. Dunn dan
David Easton serta Azrul Azwar. Wawancara mendalam dan FGD digunakan
dalam mencari akar permasalahan dalam siklus masukan-proses-keluaran.Hasil
penelitian menunjukkan dalam proses pemulangan dan penguburan pasien PGOT
diperlukan kebijakan lintas sektoral antara RSUD Kab. Bekasi dengan Dinas
terkait salah satunya Dinas Sosial. Diperlukan peran serta stake holder,
masyarakat dan komitmen pemerintah, karena PGOT Kab. Bekasi dalam keadaan
hidup ataupun meninggal merupakan warga Negara Indonesia yang perlu
diperhatikan nasibnya.

Abstract
UUD 1945 pasal 28 H stipulates that health is a fundamental right of every
citizan. State is responsible for arranging the fulfillment of the rights of healthy
life for its residents including the poor and unable. Law no.36 of 2009 article 50
paragraph 4 explained, in improving and developing health services based on
social function, implemented through cooperation between governments and
between sectors. RSUD district of Bekasi have a problem in terms of repatriation
and burial of patients PGOT. This study uses the approach of William N. Dunn
and David Easton and Azrul Azwar. In-depth interviews and FGDs used in finding
the root causes of the problem in the cycle of the input-process-output. The results
showed in the process of repatriation and burial PGOT patients required intersectoral
policies, between the Hospital District of Bekasi associated with related
agency, Department of Social Services is one of them. Participation from
stakeholders, community and government commitment is required. Because
PGOT from Bekasi distric, alive or dead is a citizen of Indonesia to consider his
fate."
2012
T31435
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Djakfar Sadik R.
"ABSTRAK
Latar belakang dilakukannya penelitian ini karena dengan Antenatal Care (ANC) yang baik, akan memberikan sumbangan dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah merupakan Kecamatan yang rendah dalam hal cakupan Ibu hamil termasuk frekuensi kunjungannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan antara faktor Predisposisi yang terkelompok dalam Socio Demographic dan Socio Psychologic, faktor Pemungkin (Enabling factor) dan faktor Penguat (Reinforcing factor)terhadap derajat pemanfaatan Pelayanan Antenatal di wilayah Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.
Pada peneltian ini akan dilihat hubungan beberapa variabel yang menyangkut faktor Predisposisi seperti Amur, Pendidikan responden dan Suami, Pekerjaan responden dan suami, Jumlah anak, Jarak kehamilan, Pengetahuan dan Sikap responden serta persepsi responden tentang kehamilannya, faktor Pemungkin seperti; Ketersediaan fasilitas, Jarak tempat tinggal dengan Puskesmas, Biaya transportasi dan pengobatan, Pengahasilan Keluarga dan adanya faktor resiko dan yang menyangkut faktor Penguat yaitu Perilaku Petugas Kesehatan dan Dukungan Keluarga/lingkungan.
Penelitian ini dilakukan di Kec. Gunung Sugih Lampung Tengah dengan responden Ibu-ibu hamil trimester III sebanyak 140 sampel. Analisa dilakukan dengan analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi populasi penelitian, analisa bivariat untuk melihat hubungan variabel babas dengan variabel terikatnya menggunakan tabel silang dan uji Khai kuadrat. Sedangkan analisa multivariat dengan menggunakan tabel silang dua variabel terhadap variabel terikat, juga menggunakan uji Logistik regresi.
Dari penelitian ini dihasilkan beberapa variabel yang mempunyai hubungan dengan derajat pemanfaatan pelayanan antenatal responden seperti umur, pendidikan responden, jumlah anak, jarak anak, pengetahuan responden tentang kesehatan kehamilan, sikap responden jarak tempat tinggal responden dengan Puskesmas, social support dan lain-.lain.
Responden yang berumur 30 thn ke bawah cenderung memeriksakan kehamilannya secara baik. Faktor ini erat kaitannya dengan jumlah anak yang dimiliki reponden dan jarak kehamilannya. Responden yang mempunyai anak kurang dari tiga orang pemeriksaan kehamilan dengan kategori baik lebih besar (58,9%) dari responden dengan jumlah anak tiga orang atau lebih. Sedangkan sebaliknya pada responden yang mempunyai anak tiga orang atau lebih, pemeriksaan kehamilan dengan kategori jelek lebih besar tiga kali (35,6%) dari pada responden dengan jumlah anak kurang dari tiga orang (11,6%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa responden dengan jumlah anak lebih sedikit cenderung akan lebih baik dalam pemeriksaan kehamilannya dari pada responden dengan jumlah anak yang lebih banyak.58% dari 93 responden yang berumur 30 thn ke bawah dan mempunyai anak kurang dari 3 orang memeriksakan kehamilannya dengan baik lebih besar dari responden yang mempunyai anak 3 orang atau lebih. Dari responden yang berumur di atas 30 thn dan memiliki anak kurang dari 3 orang, 100% (dari 2 responden) memeriksakan kehamilannya dengan baik (tabel 53). Sedangkan pada tabel 54, responden yang jarak kehamilannya lebih dari 3 thn pemeriksaan kehamilannya secara baik cenderung tinggi (49% dan 50%) pada masing-masing kelompok umur.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan ibu hamil dengan jarak kehamilan yang jarang serta dekatnya lokasi pusat pelayanan antenatal dan dengan mendapat dorongan dari keluarganya terutama suami responden maka pemanfaatan pelayanan antenatalnya cenderung baik.
Daftar bacaan : 29 (1973 - 1995).

ABSTRACT
The opinion and background of this research carried out because the adequate Antenatal Care gives contributing in order to make good Human Resources. Kecamatan Gunung Sugih has low coverage about pregnant women and their visited frequencies.
The objective of this research obtain information about relationship between Predisposing factor, Enabling factor and Reinforcing factor lead to degree of utilization Antenatal Care (ANC) in Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah.
This research intended to know relationship about several variables that consist of Predisposing factor like ages, respondents and husband's education, occupations, parity, child spacing, knowledge and attitude and also respondents perception their pregnancy; Enabling factor like facility available, house distance to Health Center, transportation, family income, pregnancy with risk factor and related to Reinforcing factor like health provider behavior and social or family support.
The respondents were pregnant women with gestational age trimester 11I amounts 140 samples. Univariate Analysis was to knew population distribution frequency. Result of this research was founded several variables has relation-ship to dependent variable, that was; age, respondents education, parity, child spacing, knowledge about health of pregnancy, attitude, house distance to Health Center. Respondent with small child (less than three years) has good Antenatal Care categories (58,4%) more than respondent with rare child spacing.
The conclusion of this research is; respondent that has well known about health pregnancy with spacing of the child rares than other, and also antenatal care service center is near to their houses, the utilization of respondent antenatal care tends are well.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliantini
"Dengan makin berkembangnya rumah sakit, baik dari segi kualitas maupun kuantitas pelayanan, maka kesiapan pengadaan obat dan alat kesehatan habis pakai merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan pengobatan. Perencanaan pengelolaan sediaan farmasi perlu dibentuk dengan baik. Oleh karena penggunaan sediaan barang farmasi oleh pasien rawat inap memerlukan biaya yang tinggi, dianggap perlu adanya sistem yang tepat dan berorientasi pada kepentingan pasien.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sistem pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai untuk pasien rawat inap di PKS RSCM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan barang farmasi di PKS RSCM sudah dapat dilaksanakan secara tertib dan lancar, meskipun ditemukan adanya keterbatasan tenaga pelaksana dan sarana kerja, belum adanya standar prosedur secara tertulis, serta belum dibentuknya sistem informasi yang baik.
Disimpulkan bahwa dalam pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai pasien rawat inap di PKS RSCM, peningkatan proses fungsi logistik dan administrasi tergantung pada pengembangan komponen input.
Upaya peningkatan yang disarankan meliputi : penambahan satu orang tenaga pelaksana kegiatan administrasi, penyediaan dua buah ruang khusus untuk depo farmasi, penyediaan perangkat komputer untuk pengolah data, pembentukan prosedur kerja tertulis untuk tiap bentuk kegiatan dalam pengelolaan barang farmasi, serta pembentukan sistem informasi yang lebih baik.
Diharapkan dengan perbaikan bentuk struktur organisasi PKS RSCM, akan jelas menunjukkan wewenang-tanggungjawab tiap bagian yang ada di PKS; dan pembentukan sistem kerja yang baik, penambahan satu tenaga pelaksana bagian keuangan serta penggunaan sarana komputer, dapat meminimalkan terjadinya 'bad debt'."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyawati Garini
"Menurut WHO tahun 1990 ada sekitar 2,5 juta bayi berat lahir rendah (BBLR) di seluruh dunia dimana 90% terjadi pada negara berkembang. Di negara maju, Australia, angka kejadian BBLR adalah sekitar 6%, sedangkan di negara berkembang dimana status sosial ekonomi masyarakatnya masih rendah angka kejadian BBLR lebih tinggi yaitu sekitar 13-17%. Bayi berat lahir rendah merupakan salah satu faktor terpenting kematian neonatal dan determinan yang cukup bermakna bagi kematian bayi.
Tingkat kematian neonatal di Indonesia masih tetap tinggi meskipun angka kematian bayi (AKB) telah mengalami penurunan cukup tajam. Penurunan AKB yang terjadi pada dasawarsa terakhir ini disebabkan oleh turunnya angka kematian bayi diatas usia satu bulan, sementara 40% kematian yang terjadi pada periode neonatal angkanya hampir tidak berubah. Penyumbang utama kematian BBLR adalah prematuritas, infeksi, asfiksia, hipotermia, dan pemberian ASI yang tidak adekuat.
Angka BBLR di Kabupaten Bogor 21,4% diatas angka Provinsi Jawa Barat 18,3% dan angka Nasional 7,7%. Hasil penelitian lain tentang kelangsungan hidup bayi dengan hipotermia 10%-77% serta terbatasnya sarana inkubator di rumah sakit, maka diperlukan sosialisasi suatu cara alternatif yang secara ekonomis cukup efisien dan efektif untuk merawat bayi pretern yaitu dengan Metode Perawatan Bayi Lekat (MPBL).
Metode Perawatan Bayi Lekat dilakukan pendekatan dengan cara penyuluhan perorangan maupun kelompok dengan intervensi VCD MPBL pada ibu BBLR di RSUD Ciawi Bogor. Keberhasilan intervensi MPBL tergantung dari ketrampilan petugas kesehatan dalam meyakinkan ibu BBLR tentang keuntungan dan manfaat MPBL dalam penanganan BBLR.
Setelah intervensi MPBL, bagaimanakah pengaruh intervensi terhadap tingkat pengetahuan pada ibu BBLR serta faktor yang mempengaruhinya?. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh intervensi VCD MPBL terhadap tingkat pengetahuan ibu BBLR serta faktor yang berpengaruh. Penelitian menggunakan one group pre test - postest design, dengan populasinya adalah ibu yang melahirkan BBLR yang dirawat di RSUD Ciawi, cara pengambilan sampel dengan quota sampling dari tanggal 16 Juli sampai 16 Agustus 2002. Data dikumpulkan dengan cara wawancara pre dan post test.
Analisis data menggunakan t - test. Adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu BBLR tentang MPBL setelah intervensi VCD MPBL. Setelah mendapatkan intervensi VCD MPBL kedua variabel pendidikan dan intervensi VCD MPBL bersama-sama dapat menjelaskan adanya peningkatan pengetahuan ibu BBLR tentang MPBL sebesar 68,1%.
Melihat adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dan pengetahuan MPBL pada ibu BBLR (setelah intervensi VCD MPB), disarankan Pemerintah Kabupaten Bogor c.q Dinas Kesehatan Bogor mensosialisasikan MPBL ini sebagai salah satu terobosan baru tehnologi tepat guna untuk penanganan BBLR melalui media komunikasi massa, misalnya melalui VCD dan sebagainya. Hal ini juga perlu di dukung dengan kebijakan dengan kemungkinan sumber daya dan dana yang dapat diberikan oleh PEMDA. Selain itu, petugas lapangan/perawat dapat diberikan kemudahan oleh atasan yang berwenang untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan dalam masalah perinatal khususnya penanganan BBLR. Hal ini akan bermanfaat pada saat melaksanakan intervensi MPBL dilapangan.

The Effect of Video Compact Disc Intervention of Kangaroo Mother Care (KMC) on The Level of Knowledge of Mothers with Low Birth Weight's Babies (LBW) in Ciawi Public Hospital, District of Bogor, West Java, 2002According to WHO, in 1990 there were about 2,5 millions babies born with low weight, 90% of which occurred in developing countries. In a developed country, Australia, for examples, the prevalence of LBW babies was around 6% while in the developing countries with lower social economic status the prevalence of babies born low birth weight (LBW) reached 13 - 17%. The LBW babies constituted one of the most important factors causing neonatal deaths.
In Indonesia, the of neonatal death rate remains high although the rate of the infant mortality has dropped quite sharply. The decrease of the infant mortality in the last ten years was primarily caused by the death infants over one month age, while the 40% death took place during the neonatal period has never changed. The main contributors to deaths of the LBW babies born were the following : prematurity , infection, asphyxia, hypothermia and inadequate breast feeding.
The rate of the LBW in the District of Bogor was 21,4% which was above that of the rate of the West Java Province (18,3%) and the National rate (7,7%). Other studies revealed that the survival of babies with hypothermia was 10% - 77% and the number of incubator facilities in the hospital was insufficient, so it was deemed necessary to socialize an alternative method which was economically effective and efficient to treat preterm babies, namely Kangaroo Mother Care (KMC).
The Kangaroo Mother Care was conducted through both individual and group intervention of VCD on KMC among mother's with LBW babies in Ciawi Hospital, District of Bogor.
After intervention, how did the intervention affect the level of the mothers knowledge of KMC ? The objective of study was to assess the effect of the VCD on KMC intervention on the knowledge level of mothers with LBW babies . The study used one grouped pretest - posttest design and the population was mothers having just given births of babies with LBW in Ciawi Hospital. Samples were gathered using quota sampling method from 16 July to 16 August 2002. Data was collected through 'interview with pre test - post test and discussions.
Data analysis was carried out with t - test. After receiving the VCD on KMC intervention there was significant relationship between education level and knowledge of the mother's LBW babies on KMC. After the above intervention similar using the VCD on KMC, both education level mother's and intervention of VCD on KMC, could explain the increase/change of knowledge of the mother's on KMC 68.1%.
Considering the importance of the VCD on KMC intervention in enhancing the mothers' knowledge of KMC, it is recommended that the Government of the District of Bogor c.q Bogor Health Office establish the prevention and management of LBW babies using appropriate technology. In addition, the KMC could be socialized through mass media for example using VCD method. Support in the form of policy, facilities and others resources including fund should also be made to enhance the intervention.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>