Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125879 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mintargo
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengestimasi model pertumbuhan ekonomi antar propinsi di Pulau Sumatra dengan memperhatikan masalah perbedaan efisiensi dalam produksi, kualitas output ataupun input, sumber daya alam dan infrastruktnr, (ii) mengestimasi elastisitas output terhadap perubahan input dan angka kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi antar propinsi di Pulau Sumatra.
Model fungsi produksi meta yang bersifat translog digunakan sebagai pendekatan karena dapat memperhitungkan perbedaan kondisi antar propinsi (propinsi berpendapatan tinggi dan propinsi - berpendapatan rendah) dan kemajuan teknologi. Sebagai variabel input digunakan stok barang modal dan tenaga kerja. Untuk menghasilkan dugaan yang tidak bias dan efisien digunakan teknik See mingly Unrelated Regression dalam proses pendugaan.
Studi ini menunjukkan terjadinya penurunan dan peningkatan kualitas input pada tahun-tahun tertentu, sedangkan produktivitas total faktor (PTT) mengalami kemajuan pada semua propinsi. Pada golongan propinsi berpendapatan tinggi produktivitas total faktornya lebih tinggi dari golongan propinsi berpendapatan rendah, hal ini berkaitan erat dengan migas yang dihasilkannya. Alokasi investasi mennnjukkan bahwa barang modal lebih menguntungkan secara relatif jika dialokasikan ke golongan propinsi berpendapatan tinggi dari pada ke golongan propinsi berpendapatan rendah.
Kondisi input dan parameter produksi menunjukkan membaiknya kinerja antar propinsi dalam pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatra. Untuk itu kebijakan yang sebaiknya ditempuh adalah meningkatkan produktivitas di propinsi berpendapatan rendah dengan meningkatkan mutu modal manusia melalui pendidikan, ketrampilan dan latihan. Sehingga dalam jangka panjang diharapkan bahwa produktivitas total faktor yang ada di propinsi berpendapatan rendah bisa menyamai atau paling tidak dapat mendekati produktivitas total faktor propinsi berpendapatan tinggi, sehingga secara nasional dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhandojo
"Sejak orde baru, kebijakan tentang industrialisasi, sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan, tertuang dalam Rencana Pembangunan Lima Tabun (REPELITA) yang secara bertahap dilakukan peningkatan. Diawali Pelita I (1969 - 1974) yang memberikan tekanan pada sektor industri dengan membangun industri pendukung sektor pertanian. Dilanjutkan pada Pelita II (1974 - 1979) yang di arahkan untuk memperkuat pengusaha pribumi, industri kecil, pembangunan daerah serta perluasan kesempatan kerja. Pada Pelita M (1979 - 1984), adanya perkiraan peningkatan penerimaan minyak bumi, telah mendorong diversifikasi industri dan integrasi ke belakang (backward integration), yaitu tumbuhnya industri hulu.
Pada Pelita IV (1984 - 1989) lebih ditekankan pada unsur keterkaitan, yaitu pembangunan industri dasar yang menghasilkan bahan baku industri, industri barang konsumsi, dan barang-barang modal akan memperkuat keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Masa Pelita IV ini kebijaksanaan pembangunan diarahkan pada berbagai industri barang modal yang lebih besar, terutama industri mesin dan peralatan. Kemudian sebagai tahun akhir Pembangunan Jangka Panjang (PP) I, Pelita V (1989 - 1994) diarahkan pada kebijakan perubahan struktur ekonomi Indonesia secara fundamental, yaitu adanya keseimbangan antara sektor industri yang canggih dengan sektor pertanian yang efisien, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuas kesempatan kerja.
Memasuki awal PP II, kebijaksanaan industri pada Pelita VI (1994 - 1999) adalah pengembangan industri-industri berdaya saing kuat melalui pemanfaatan keunggulan komparatif yang dimiliki dan sekaligus secara bertahap menciptakan keunggulan kompetitif yang dinamis. Pasar domestik yang sangat potensial dikembangkan agar makin kompetitif dan dimanfaatkan sebagai basis bagi penciptaan berbagai industri yang mampu bersaing di pasar internasional. Prioritas pengembangan jenis industri dalam Pelita VI adalah agroindustri dan agribisnis yang produktif termasuk jasa; industri pengolah sumberdaya mineral; industri permesinan, barang modal dan elektronika termasuk industri yang menghasilkan komponen dan sub-perakitan serta industri penunjang lainnya, terutama industri bernilai tambah tinggi dan berjangkauan strategis; dan industri berorientasi ekspor yang makin padat ketrampilan dan keanekaragaman, termasuk tekstil dan produk tekstil.
Sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan yang memberikan tekanan pada sektor industri, maka peranan sektor industri pengolahan, termasuk industri rnigas, makin meningkat dalam struktur perekonomian Indonesia. Ini tercermin pada komposisi Produk Domestik Bruto (PDB), dimana pada Pelita 1 bare sekitar 9,6 persen meningkat menjadi 21,0 persen pada tahun 1992, atau selama PIP I mengalami pertumbuhan sebesar 12,0 persen per tahun. Pada mesa PIP II kontribusi industri pengolahan terhadap PDB meningkat cukup tajam, di tahun 1994 23,35 persen dan tahun 1996 25,16 persen.
Peningkatan peranan sektor industri pengolahan diikuti oleh penurunan peranan sektor pertanian. Dalam dekade 1975-1985 peranan sektor pertanian menurun dari 26,46 persen menjadi 22,68 persen. Bahkan di tahun 1991, untuk pertama kalinya peranan sektor industri pengolahan melampaui sektor pertanian, masing-masing sebesar 19,9 persen dan 18,5 persen. Dari tiga tahun awal PIP II peranan sektor pertanian dalam PDB terus menurun, yaitu 17,29 persen, 17,16 persen, dan 16,30 persen. Perubahan mendasar inilah yang menandai berubahnya struktur ekonomi dari agraris ke industri.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Widyawati
"Kebijakan pembangunan yang bias ke sektor manufaktur harus didukung oleh kinerja yang lebih baik dari sektor tersebut. Karenanya perlu dilihat kualitas input dan parameter-parameter produksi di tiap sektor. Skripsi ini bertujuan melihat kondisi input, output dan parameter produksi di sembilas sektor perekonomian Indonesia dan menentukan alokasi faktor produksi dalam kurun waktu 1976-1990. Model fungsi produksi-meta yang bersifat translog digunakan sebagai pendekatan karena dapat memperhitungkan perbedaan kondisi antar sektor dan mengindentifikasikan skala produksi dan kemajuan teknologi. Sebagai variabel input digunakan stok modal, tenaga kerja dan mutu modal manusia. Untuk menghasilkan dugaan yang tidak bias dan efisien digunakan teknik Seemingly Unrelated Regression dalam proses pendugaan. Studi ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas input, produktivitas total dan skala produksi terutama di hampir semua sektor. Umumnya kemajuan teknologi yang terjadi bersifat hemat modal atau intensif tenaga kerja. Di sektor-sektor yang padat modal mengalami skala produksi yang meningkat, sedangkan di sektor-sektor yang padat karya umumnya mengalami skala produksi yang menurun. Sektor manufaktur masih memiliki keunggulan dibandingkan sektor lain karena kualitas sumber daya manusianya meningkat dan laju pertumbuhan produktivitas total positif. Skala produksi di sektor manufaktur relatif tinggi dibandingkan sektor padat karya lainnya. Sektor pertanian mengalami penurunan dalam kualitas mutu modal manusia dan produktivitas tatalnya memburuk. Sedangkan di sektor jasa terjadi penurunan kualitas modal dan mutu modal manusianya. Walaupun produktivitas total masih menurun tetapi penurunannya kian mengecil. Alokasi investasi menunjukkan modal lebih menguntungkan jika dialokasikan ke sektor manufaktur dan mutu modal manusia ke sektor jasa. Kondisi input dan parameter produksi menuntujukkan membaiknya kinerja sektor industri tidak diikuti sektor lainnya sehingga terjadi keseimbangan sektoral dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk itu kebijakan yang sebaiknya ditempuh adalah meningkatkan produktivitas di sektor pertanian dan jasa dengan meningkatkan mutu modal manusia di kedua sektor tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andean Salmon
"Salah satu tujuan pembangunan adalah menciptakan distribusi pendapatan yang lebih adil dan merata antara satu region dengan region lainnya. Pembanaunan dapat terjadi apabila ada aktivitas ekonomi yang bertumbuh di dalamnya, khususnya pada daerah yang baru berkembang, perbedaan SDA dan barang modal (capital stock) akan mempunyai penoaruh yang sangat besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah. Daerah yang memiliki barang modal iebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula dibandingkan dei Egan daerah yang memiliki sedikit barang modal.
Perbedaan pendapatan karena perbedaan kepemilikan awal faktor produksi tersebut menurut teori neoklasik akan dapat dihilangkan atau dikurangi melalui suatu proses penyesuaian otomatis. Dengan proses tersebut hasil pembangunan akan menetes (trickle down) dan menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru.
Peneilitan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan di Propinsi Sumatera Utara selama 21 tahun (1983-2003) jika dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan disparitas distribusi pendapatan regional serta kemungkinan terjadinya transformasi sektoral (pergeseran dari sektor primer Ice sektor sekunder).
Untuk mengkaji permasalahan di atas, penelitian ini menggunakan formula Indeks Williamson (CVw) .dan Indeks Theils. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya transformasi sektoral di!akukan perhitungan rasio NTB sektor primer terhadap total PDRB setiap tahunnya dan tingkat laju pertumbuhan PDRB sektorai.
Berdasarkan hasil pene!!tan, ditemukan laju Pertumbuhan Produk Domestik Brutto (PDRB) Propinsi Sumatera Utara rata-rata per tahun tanpa rnigas tei nyata menghasiikan pertumbuhan yang iebih tinggi (6,58%) daripada dengan migas (5,91%). Hal ini disebakan SDA yang sangat dominan terdapat pada sektor pertanian. Sedangkan laju pertumbuhan PDRB menurut region erat kaitannya dengan tingkat aktivitas ekonomi yang terjadi disetiap region. Laju pertumbuhan rata-rata tertinggi terdapat pada Region Pantai Timur bagian Selatan sebesar 7,70%, diikuti, region pegunungan sebesar 6,32:'c, region pantai tirnur bagian utara sebesar 6,31% clan region pantai barat sebesar 6,15%.
Peranan PDRB Sektoral terhadap total PDRB selama 21 tahun sangat erat kaitannya dengan keberadaan sumberdaya alam. Sektor pertanian merupakan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB yaitu di atas 30% dari total PDRB setiap tahunnya, sedangkan sektor penggalian merupakan kontribusi terkecil yaitu di bawah 0,53% dikarenakan tidak semua region memiliki sumber daya alam tersebut. Sedangkan menurut region, region pantai timur bagian utara menyumbangkan PDRB yang terbesar yaitu di atas 40% setiap tahunnya dan yang terkecil region pantai barat di bawah 15% setiap tahunnya.
Sementara itu kontribusi PDRB sektoral menurut region, region pegunungan menyumbang terbesar untuk sektor pertanian yaitu 11,15% dari total PDRB, region pantai timur bagian utara menyumbang sektor industri dan perdzgangan yang terbesar yaitu masing-masing 8,39% dan 9,75%.
Perkembangan nilai CVw di Propinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 21 tahun (1983-2003) cenderung mengalami fluktuasi. Periode 1983-1987, nilai CVw rata-rata relatif konstan (0,269) dengan peaturnbuhan ekonomi sebesar 6,97%. Nilai Indeks Theils untuk Tw berkisar 0,0104-0,0159 (16,18%-21,34%) lebih kecil dan Indeks Theils Tb yaitu berkisar 0.0535-0,0587 (78,66%-80,99%). ini artinya disparitas yang terjadi pada periode ini disebabkan oleh disparitas antar region (Tb).
Periode 1988-1992 adalah merupakan periode disparitas, karena nilai CVw rata-rata mencaoai nilai yang tertinggi yaitu sebesar 0,357 dan pertumbuhan ekonomi rata--rata sebesar 9,42%. Te~ladi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan, dimana Hipothesis Simon Kuznets dengan U terbalik terjadi pada periode ini. Sejalan dengan itu, Indeks Theils, ketimpangan yang terjadi cenderung meningkat, dimana nilai indeks Tw berkisar 0,0131-0,0266 dan nilai Tb 0,0541-0,0740.
Periode 1993-1997, terjadi penurunan nilai CVw rata-rata menjadi 0,311 sebagai akibat dari dampak krisis ekonomi sehingga terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi rata-rata menjadi 5,68%. Disparitas di dalam region (Tw) mengalami fluktuasi berkisar antara 0,0146-0.0167 sedangkan antar region (Tb) berkisar 0,0568-0,0647.
Pericde 1998-2003, pemekaran wilayah membawa pengaruh pads peningkatan disparitas regional, sedangkan dampak otonomi daerah (2001-2003) Lelum terlihat dengan jelas. lni disebabkan waktu pengamatan yang terlalu singkat untuk melihat dampak yang terjadi terhadap suatu kebijakan yang dibuat. Akan tetapi dalam periode tersebut setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Indeks Theis Tb dalam periode ini cenderung mengalami peningkatan. sebagai akibat pulihnya kembali roda perekonomian yang hancur akibat krisis ekonomi.
Keberadaan sektor pertanian di hampir semua region ternyata dapat dijadikan sektor penyangga (buffer) terhadap disparitas. Hal ini terbukti dimana nilai CVw dengan sektor pertanian CVw rata-rata selama 21 tahun sebesar 0,308. Sedangkan tanpa sektor pertanian sebesar 0,570. sementara itu Indeks Theils tanpa sektor pertanian menyebabkan terjadinya disparitas yang tinggi antar region (Tb) berkisar 0,0868-0,1269.
Trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan (CVw) sangat dipengaruhi dari keadaan aktivitas ekonomi didaerah yang diindikasikan dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung akan meningkatkan Indeks Williamson (CVw). Sedangkan pada saat pertumbuhan ekonomi yang rendah (negatif), Indeks Williamson cenderung menurun. Ini terbukti pada scat terjadi krisis ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi negatip berpengaruh terhadap Indeks Williamson yang rnenurun. Sementara itu, pasta pemekaran wilayah ternyata membawa pengaruh terhadap Indeks Williamson (CVw) yang cendei-ung rnenurun.
Propinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 21 tahun (1983-2003) telah mengalami perkembangan pada masing-masing sektor. Sektcr Pertanian masih tetap memberikan kontribusi yang paling besar terhadap pernbentukan total PDRB, diikuti sektor industri dan sektor perdagangan. Dengan demikian, belurn terbukti terjadi transformasi sektorai dari sektor pertanian ke sektor industri."
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djabaruddin Ahmad
"Berakhirnya pemerintahan Orde Baru, memberi kesempatan untuk memperbaiki kemandirian daerah, dengan pelaksanaan UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Nubungan Keuangan Pusat dan Daerah, yang mulai dilaksanaan sejak Januari 2001. Harapan yang digantungkan dari pelaksanaan kedua undang-undang tersebut perbaikan pelayanan publik, kepada masyarakat lokal, yang bermuara kepada peningkatan kinerja perekonomian daerah. Pada akhirnya pelaksanaan kedua undang-undang tersebut, akan meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama yang tinggal di daerah. Dengan kata lain, ada keyakinan bahwa otonomi daerah, khususnya.desentralisasi fiskal akan meningkatkan kinerja perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Uraian di atas, membangkitkan pertanyaan, apakah desentralisasi fiskal yang lebih besar, dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran? Pertanyaan itulah yang dicoba dijawab oleh studi ini, dengan mengambil studi kasus perekonomian Sumatera periode 1993-2003. Studi lebih difokuskan pada nisbah desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi, baik pada tingkat kabupateri/kota maupun provinsi. Studi ini, juga ingin melihat secara khusus, apakah pelaksanaan UU No.22/1999 dan UU No.25/1999 telah memberikan perubahan yang baik, sekalipun masih dalam tahap awal pelaksanaan.
Hasil studi menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal belum memberikan dampak siginifikan atau besar terhadap pertumbuhan ekonomi. ini disebabkan belum berubahnya komitmen pemberdayaan rakyat. Struktur pengeluaran sejak dilaksanakan UL' No.22/1999 dan UU No.25/1999 masih sama seperti periode sebelumnya. Pengeluaran APBD masih didominasi pengeluaran rutin. Sedangkan pengeluaran pembangunan masih didominasi untuk pengeluaran pembangunan infrastruktur. Kedua undang-undang tersebut hanya memperbesar keleluasaan daerah mengatur pengeluaran, tetapi tidak memperbaiki komitmen pemberdayaan. Di sisi penerimaan, terjadi hal yang berkebalikan, karena struktur penerimaan APBD yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), masih sangat kecil, sama seperti sebelum pelaksanaan UU No.22/1999 dan UU No.15/1999. Hal disebabkan pemerintah pusat, masih memegang kontrol untuk sumbersumber penerimaan pajak yang besar. Riga sudah terlihat distorsi peiaksanaan desentralisasi fiskal, yang disebabkan tidak adanya panduan pelaksanaan yang mencakup aspek hukum, ekonomi dan manajemen pengelolaan anggaran. ]uqa belum tersedia perangkat hukum, yang menjamin peiaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran.
Berdasarkan hasil studi ini, direkomendasikan bahwa memang benar, UU No.22/1999 dan UU No.25/1999, sebaiknya direvisi, sejak dini, sebelum pelaksanaannya semakin terdistorsi. Selain itu pemerintah harus segera mempersiapkan petunjuk pelaksanaan yang mengandung dimensi hukum, ekonomi dan manajemen, yang seimbang dan saling melengkapi yang merupakan acuan pemerintah daerah daiam mengelola APBD."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Hikmat
"ABSTRAK
Laju pertumbuhan ekonomi dan aktivitas ekonomi telah menjadi indikator keberhasilan pembangunan di Propinsi Jawa Barat, sehingga kebijakan pembangunan di Propinsi Jawa Barat dikategorikan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Jika dihubungkan dengan kemajuan sosial yang dicapai, maka berdasarkan indikator-indikator kemajuan sosial nampak bahwa Jawa Barat belum mencapai kemajuan yang seimbang dengan pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Masalah pokok penelitian ini adalah : "apakah pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi mempengaruhi secara nyata terhadap penurunan masalah kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup penduduk. Hipotesis yang dirumuskan adalah : pertama, jika suatu daerah memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat partisipasi angkatan kerjanya tinggi; kedua, jika suatu daerah memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tinggi, maka persentase penduduk miskin dan persentase desa tertinggalnya rendah; dan ketiga banyaknya persentase penduduk miskin dan persentase desa tertinggal di suatu daerah mempengaruhi kualitas hidup penduduk.
Pengukuran didasarkan indikator-indikator sektoral dan komposit objektif, dengan jenis data penampang silang. Disain penelitian yang digunakan deskriptif analitik, dengan sifat penelitian menerangkan hubungan antara dua atau lebih variabel penelitian. Populasi penelitian adalah seluruh Daerah Tingkat II di Jawa Barat, dengan unit analisis tingkat Kotamadya/Kabupaten Daerah Tingkat II. Data yang dikumpulkan berasal dari sumber sekunder dengan sumber data utama hasil Survel Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1995. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis korelasi dan analisis jalur (path analysis).
Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah cenderung mendorong terjadinya marginalisasi dan peningkatan permasalahan sosial. Hal ini selain akibat dari partisipasi angkatan kerja yang rendah dan lapangan kerja yang tersedia belum mampu menyerap tenaga kerja yang semakin bertambah, Kondisi ini mendorong terjadinya urbanisasi dan kemiskinan di perkotaan. Walaupun pertumbuhan ekonomi masih mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk, namun persebaran pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, akhirnya mendorong terjadinya kesenjangan antar sektor pertanian dan industri, antar desa dan kota, serta antar spasial di Jawa Barat. Daerah yang memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi, tingkat partisipasi angkatan kerjanya cenderung rendah. Hal ini berkaitan dengan adanya daerah-daerah yang pesat pertumbuhan penduduknya, namun penduduk usia kerja yang ada belum terserap dalam sektor pekerjaan yang berkembang di wilayah tersebut. Di lain pihak pertumbuhan ekonomi yang tinggi berkorelasi negatif dengan tingkat partisipasi angkatan kerja dan tidak berkorelasi nyata dengan penurunan pengangguran.
Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tidak nyata mempengaruhi penurunan penduduk miskin. Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah yang tidak diimbangi dengan upaya penurunan angka pengangguran, berakibat tidak mempengaruhi penurunan kemiskinan di wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga tidak nyata mempengaruhi kemajuan infrastruktur suatu daerah, malah terjadi sebaliknya. Daerah-daerah Tingkat II yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, justru persentase desa tertinggalnya juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, cenderung mendorong terjadi kemiskinan dan kesenjangan sosial yang semakihi tinggi.
Tingkat partisipasi angkatan kerja mempengaruhi secara positif banyaknya desa tertinggal di suatu daerah. Hal ini juga tidak terlepas dad tingginya pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tidak mempengaruhi penurunan kemiskinan dan nyata mempengaruhi tingginya persentase desa tertinggal. Selanjutnya persentase penduduk miskin tidak nyata mempengaruhi Indeks Mutu Hidup (kualitas hidup) di suatu daerah, sedangkan persentase desa tertinggal mempengaruhi secara nyata Indeks Mutu Hidup. Persentase desa tertinggal efektif digunakan sebagai penduga atau penyebab kemajuan Indeks Mutu Hidup di suatu daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas hidup penduduk yang merupakan agregat dari berbagai indikator sosial dipengaruhi oleh kemajuan infrastruktur suatu daerah. Selain itu diketahui juga bahwa semakin tinggi persentase desa tertinggal di suatu daerah semakin tinggi penduduk miskinnya.
Berdasarkan hasil penetitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa indikator keberhasilan dan kekurangberhasilan pembangunan tidak hanya indikator-indikator kemajuan aktivitas ekonomi namun perlu juga merujuk pada indikator-indikator sosial yang lebih mencerminkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk. Saran yang diajukan yaitu perlu reorientasi model pembangunan yang tidak hanya berupa pemerataan pembangunan melalui pemerataan investasi ekonomi, tetapi yang terpenting bagaimana menciptakan pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusianya melalui: pertama, reorientasi investasi dan kelembagaan yang memperhatikan keterpaduan fungsional dengan tata ruang; kedua, penataan infrastruktur di kawasan-kawasan terbelakang; ketiga, penanggulangan masalah kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup penduduk dalam konteks spasial; dan keempat, diterapkan Analisis Dampak Lingkungan Sosial di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klarawidya Puspita
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tujuan pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan. Kedua hal tersebut sama-sama penting namun sulit diwujudkan secara bersamaan. Hai ini dapat terjadi karena strategi pembangunan pada awal masa orde baru lebih menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan pada pemerataan distribusi pendapatan. Tesis ini meneliti pengaruh distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi propinsi di Indonesia. Selain dari itu, akan diteliti juga pengaruh indikator pembangunan seperti inflasi dan tingkat pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi propinsi.
Pertumbuhan ekonomi propinsi dihitung berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto per kapita, sedangkan distribusi pendapatan berdasarkan kriteria Bank Dunia yang terdiri dari persentase pendapatan 40 % penduduk berpendapatan rendah, 40 % penduduk berpendapatan menengah dan 20 % penduduk berpendapatan tinggi. Inflasi yang dipakai adalah inflasi regional rata-rata selama 1 tahun dan tingkat penddikan yang digunakan adalah persentase penduduk yang pendidikan tertinggi ditamatkan setingkat SMP.
Pengolahan data dilakukan dengan penggunaan model analisis data panel, yaitu metode fixed effect dengan pembobotan cross section weight. Variabel dummy digunakan untuk melihat perbedaan antar propinsi dan juga untuk melihat perbedaan pertumbuhan ekonomi antar sebelum krisis dan sesudah krisis ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh distribusi pendapatan secara positif, pada semua kelompok penduduk. Akan tetapi pengaruh persentase kenaikan pendapatan 40 % penduduk berpendapatan rendah lebih tinggi dari pada persentase kenaikan pendapatan 40 % penduduk berpendapatan menengah dan persentase kenaikan pendapatan 20 % penduduk berpendapatan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan penduduk telah berkurang dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi propinsi. Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan tingkat pendidikan penduduk yaitu persentase penduduk yang pendidikan tertinggi ditamatkan setingkat SMP berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemerintah di propinsi diharapkan untuk lebih memperhatikan pemerataan distribusi pendapatan karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu pemerintah daerah diharapkan mampu mempertahankan tingkat inflasi yang rendah karena semakin tinggi inflasi pertumbuhan ekonomi akan berkurang. Dan juga pemerintah daerah diharapkan memberikan kesempatan seluas-luasnya agar penduduknya dapat memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T25794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Mulyadi
"Penelitian ini ditujukan untuk melihat pengaruh pemerintah daerah melalui penerimaan, pengeluaran rutin, dan pengeluaran pembangunan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Metodologi yang digunakan adalah panel data untuk 26 propinsi di Indonesia pada periode 1991-1999. Variabel yang dipakai adalah investasi swasta, tenaga kerja, pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin, dan penerimaan daerah. Regresi dilakukan dengan menggunakan model dari Sung Kim Tai yang pernah dipakai untuk menganalisa sektor pemerintah daerah di Korea.
Berdasarkan hasil estimasi, didapatkan bahwa pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin, dan penerimaan daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di 26 propinsi di Indonesia. Pengeluaran pembangunan dan rutin sesuai dengan hipotesa bahwa keduanya mempunyai pengaruh yang positif sedangkan penerimaan daerah tidak sesuai dengan hipotesa yang menyatakan mempunyai pengaruh posilif terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Elastisitas variabel pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, dan penerimaan pemerintah daerah berada di atas satu persen, elastisitas terbesar adalah pengeluaran rutin kemudian diikuti oleh pengeluaran pembangunan dan penerimaan daerah. Besarnya elastisitas tersebut menunjukan besarnya pengaruh kebijakan pemerintah daerah khususnya kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Subroto
"ABSTRAK
Kinerja suatu perekonomian baik nasional maupun regional dapat dilihat dari pertumbuhan output dan struktur output menurut sektor ekonomi. Keadaan tersebut ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau Produk Domestik Bruto (PDB). PDRB atau PDB pada dasarnya adalah penjumlahan nilai tambah brutto (NTB) atau output sektor-sektor ekonomi yang bersangkutan. Output perekonomian yang dihasilkan oleh suatu daerah atau negara secara teoritis, merupakan kombinasi teknis dari faktor-faktor produksi yang terlibat didalam proses produksi yang bersangkutan. Secara matematis sederhana digambarkan melalui fungsi Y = f (K, L).

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kecenderungan ketenagakerjaan dan melakukan proyeksi serta menganalisa perubahan struktur ketenagakerjaan di propinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Dengan melihat kesempatan kerja dan PDRB masing-masing sektor berhubungan secara posistif, serta hubungan kesempatan kerja di sektor pertanian, industri, dan perdagangan dan PDRB di sektor produksi lainnya berhubungan secara posistif.

Proyeksi pergeseran strukur tenaga kerja dengan menggunakan model ketenagakerjaan secara regional pada dasarnya merefleksikan proyeksi pergeseran struktur ekonomi daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, proyeksi perubahan sruktur tenaga kerja tersebut dapat dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan untuk investasi sumber daya manusia di daerah yang bersangkutan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, untuk semua sektor produksi menggambarkan adanya peningkatan yang cukup tinggi di masing-masing propinsi. Namun untuk sektor pertanian, menunjukkan adanya kecenderungan relatif yang semakin menurun di masa-masa yang akan datang. Dari data yang disajikan telah memberikan indikasi adanya pergeseran kesempatan kerja dari sektor primer (khususnya pertanian) ke sektor nonprimer (khususnya industri). Hal ini menggambarkan adanya pergeseran struktur ekonomi (dalam hal ini kesempatan kerja), sebagai saiah satu konsekuensi logis dari pembangunan ekonomi nasional.

"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Mauritz H.M.
"Salah satu alternatif pengembangan suatu wilayah adalah investasi pada bidang social-overhead seperti pembangunan jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan dan prasarana infrastruktur lainnya. Karna itulah, perlu diketahui apakah pembangunan infrastruktur memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pertumbuhan pendapatan. Selain itu perlu diketahui kontribusi setiap infrastruktur guna mengetahui infrastruktur mana yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertumbuhan pendapatan. Sehingga dapat diketahui apakah kebijakan pemerintah dalam pengembangan infrastruktur sudah tepat sasaran.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah uji regresi panel data untuk 26 propinsi di Indonesia selama perioda 1983 - 1997. Variabel terikat yang digunakan adalah pendapatan per kapita, variabel - variabel bebasnya adalah panjang jalan, produksi listrik, jumlah telpon, investasi dan tingkat pendidikan. Regresi dilakukan dengan menggunaka.n fungsi produksi Cobb Douglas.
Hasil regresi menunjukkan bahwa infrastruktur memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita. Nilai kontribusi yang dihasilkan berbeda untuk setiap jenis infrastruktur dan wilayah. Untuk wilayah yang lebih kecil, nilai kontribusinya lebih besar. Elastisitas setiap variabeI di bawah satu dan secara keseluruhan semua input memberikan decreasing return to scale.
Untuk Indonesia, kontribusi pendidikan lebih besar dibandingkan kontribusi seluruh infrastruktur sedangkan untuk wilayah yang lebih kecil (IBBIIBT dan per pulau) kontribusi infrastruktur secara bersama - sama lebih besar dari pendidikan dan investasi. Untuk IBT dan wilayah yang masuk dalam IBT, seluruh infrastruktur menunjukkan kontribusi yang signifikan dan positif sedangkan untuk EBB dan wilayah yang masuk kedalamnya ada beberapa infrastruktur yang tidak memberikan kontribusi yang positif dan signifikan. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T20110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>