Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hermanu Dwi Atmono
"Sampai saat ini masalah kemiskinan masih merupakan fenomena sosial yang terus berkembang. Walaupun banyak upaya untuk mengatasi kemiskinan, tetapi secara mendasar masalah ini belum pernah terselesaikan dengan baik. Secara politis, issue kemiskinan (termasuk kemiskinan di perkotaan) masih diperdebatkan.
Mengatasi kemiskinan di perkotaan pada hakekatnya merupakan upaya pemberdayaan orang miskin kota untuk dapat mandiri. Namun perlu disadari bahwa kemiskinan di perkotaan adalah masalah multi dimensi yang penanggulangannya tidak dapat hanya dengan pemberdayaan ekonomi semata. Masyarakat miskin perkotaan bukanlah kelompok yang tidak berdaya sama sekali, melainkan pada dasarnya mereka juga mempunyai potensi tertentu yang dapat diberdayakan. Agar mereka dapat melepaskan diri dari problema kemiskinan.
Perkembangan pelaksanaan kegiatan bina ekonomi PPMK yang semula ditujukan untuk pemberdayaan "orang miskin", telah bergeser kepada "orang yang perlu diberdayakan yang mempunyai usaha", sehingga dalam beberapa tingkat sudah tidak tepat sasaran. Utamanya lagi, tingkat pencapaian penerima manfaat secara persentase masih kecil. Demikian pula untuk jenis kegiatan bina sosial, pemanfaatan tidak diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan, tetapi lebih fokus kepada kegiatan karitas dan pemberi santunan padahal tugas ini dapat dicakup dari program lain. Dalam konteks ini, mungkin merupakan cara trickle down effect alit lokal terhadap kondisi tidak diberinya pinjaman dana bagi penduduk miskin. Di sisi lain, kegiatan bina fisik sudah lebih terfokus pada peningkatan prasarana dan sarana kesehatan Iingkungan, meski di sisi lain, berpotensi pula menimbulkan kesenjangan antar RT.
Atas pertimbangan di atas, maka PPMK cenderung memiliki potensi untuk membangun segregasi dan enclave baru di tingkat komunitas yang diciptakan oleh alit lokal. Intervensi negara ke dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, tanpa memperhatikan aspek pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat itu sendiri membawa peluang bagi rejim yang berkuasa untuk kepentingan kelompok mereka. Akibatnya masyarakat menjadi sangat tergantung kepada bantuan pemerintah. Irnplikasinya bukan hanya menambah keuletan dan ketangguhan melainkan ketergantungan.

Until now, poverty problem is still social phenomenon. Although many poverty evaluation has been introduced, but not finished yet with successful. As political issue (include poverty in city), poverty is debate table.
The bottom line of Poverty alleviation in city is empowerment effort, to the poor for independence. But we should realize that poverty is multi dimension problem. So the effort of alleviation can not do in economic aspect itself. The city poorer have specific potential to empowerment for them, so they can solver their problem.
The activity of economic train in PPMK has changed from empowerment "the poor people" to "the people who need the empowerment and who own the business". So we can say that objective is not right. Especially the target do not cover high percentage many people. In social train, the use of loan not directed to for increase capacity building, but focus in charity activity. In this context is the way to tricle down effect local ellite on condition not gives loan to the poor. In other side physical train activity had focus on health infrastructure improvement although have potential effect on infrastructure gap in RT Level.
For that reason, PPMK tend to make segregation and new enclave in community level which created by local elite. State intervention to daily social and economic life without concern to empowerment and self fulfillment community can create the government to influence the community. So the community can highly dependent to aid of government."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermansyah
"Dalam prespektif pembangunan, pemberdayaan berbasis masyarakat pada dasamya merupakan penguatan potensi masyarakat (community empowerment) yang meletakkan masyarakat secara individu atau bersama sama sebagai subjek pembangunan. lnisiatif kreatif masyarakat dianggap sebagai sumber daya utama dalam proses pembangunan Pemberdayaan juga memberi ruang partisipasi penuh kepada masyarakat ke dalam suatu program pemberdayaan dan pembangunan itu sendiri, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai evaluasi program dan pembangunan.
Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pelaksanaan program Penggerakan Pembangunan Partisipatif Masyarakat Kelurahan (P3MK) yang dilaksanakan di Kelurahan Limo sebagai upaya pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah Kota Depok .
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program P3MK yang dilaksanakan di Kelurahan Limo, Kecamalan Limo, Kota Depok. Dengan dilakukannya evaluasi, diharapkan mendapatkan informasi tentang keberhasilan dan kelemahan pelaksanaan program, sehingga dapat digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan program berikutnya. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode Logical Framework Analisis (LPA) dengan melihat dan menganalisis kesesuaian dan sinergi antara dimensi input, process, output, outcome, dan impact yang terjadi di dalam pelaksanaan program tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana data primer diperoleh dad basil wawancara mendalam (depth interview) kepada 16 orang informan dan observasi lapangan. Untuk memperoleh data sekunder, penulis melakukan studi dokumentasi dan studi pustaka.
Hasil evaluasi sumatif terhadap pelaksanaan program P3MK di Kelurahan Limo menunjukan adanya kekuatan di dalam program ini yaitu masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut berpartisipasi langsung dalam pembangunan di lingkungannya. Masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan terlibat langsung dalam pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai evaluasi. Program juga dianggap sebagai bentuk dan proses pembelajaran bagi masyarakat dalam mengelola dan memobilisasi sumber-sumber daya yang ada di masyarakat sendiri. Masyarakat dan Lembaga kemasyarakatan juga merasa program ini membiasakan mereka untuk bekerjasama, bertanggung jawab dan peduli terhadap Iingkungannya. Masyarakat yang kurang mampu juga merasa terayomi oleh lingkungannya.
Selain kekuatan, ternyata pelaksanaan program P3MK di Kelurahan limo mempunyai kelemahan yang dapat mengganggu pelaksanaan program ke depan. Adapun kekurangan dan kelemahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah : Pedoman Teknis Pelaksanaan program belum sempurna ; Kurangnya sosialisasi Program ; Dana Rp 50 Juta masih dirasakan kurang oleh masyarakat jika semua komunitas RW melakukan kegiatan kegiatan sesuai dengan usulan mereka ;Tidak adanya pendampingan langsung dilapangan oleh CDC) professional ; Belum bisanya semua sarana dan prasarana yang diusulkan komunitas RW dapat terlaksana ; Belum adanya data base mengenai masarakat miskin dan kurang mampu,
Untuk pelaksanaan program P3MK di masa datang, penulis mencoba untuk memberi usulan bagi perbaikan program. Dimana kelemahan dan kekuatan yang telah diidentifkasi dalam hasil penelitian Menjadi dasar bagi usulan yang diajukan. Usulan juga berdasakan prinsip-prinsip pemberdayaan berbasis komunitas .
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Baginda P.
"Secara garis besar penelitian ini menjelaskan tentang pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", yang merupakan suatu program yang dilaksanakan di Kota Medan dan peranannya dalam peningkatan partisipasi masyarakat. Penelitian ini menjadi sangat penting mengingat bentuk pemerintahan terendah di Kota Medan mengalami perubahan yang selama ini menganut azas Sentralisasi berubah menjadi azas yang menganut Desentralisasi, yang di mulai seiring dengan pemberlakuan Otonomi Daerah pada tahun 2001.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan para informan yang ada di Kecamatan Medan Belawan yang dipilih secara purposive, sementara itu untuk mendukung data diatas, penelitian ini juga dilakukan dengan pengamatan (observasi), dan untuk lebih menjelaskan data yang ditemukan dari para informan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembinaan masyarakat yang merupakan salah satu kegiatan dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat, tetapi dengan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah kelurahan, sehingga pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" di Kecamatan Medan Belawan masih banyak tergantung kepada pemerintahan kelurahan. Tetapi, pada umumnya pelaksanaan kegiatan pembinaan masyarakat tersebut di Kecamatan Medan Belawan dinilai sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat.
Pemberian wewenang yang lebih besar kepada pemerintahan kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis ini, dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", belum sepenuhnya mampu terwujud. Hal ini disebabkan masih banyaknya dukungan Pemerintah Kota dalam setiap pelaksanaan kegiatan masyarakat dalam "Program Pemberdayaan Kelurahan", sehingga akhirnya keterlibatan masyarakat masih sangat tergantung kepada besarnya dukungan pemerintah. Kemudian, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Kegiatan Pembinaan Masyarakat yang sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" tersebut, dapat menunjukkan bahwa upaya yang sangat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah dengan upaya tatap muka, upaya tatap muka ini sangat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" di Kecamatan Medan Belawan.
Oleh sebab itu, kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan kecamatan dan pemerintahan kelurahan secara umum dalam meningkatkan partisipasi adalah melakukan Pembinaan Masyarakat dengan upaya tatap muka, peningkatan taraf kesehatan masyarakat dan peningkatan pendapatan ekonomi keluarga, yang kesemuanya sangat berguna dalam usaha peningkatan partisipasi masyarakat di Kecamatan Medan Belawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kambuaya, Carlos Clief
"Kemiskinan yang dialami penduduk desa Katapang ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan, merosotnya daya beli masyarakat, bangkrutnya usaha kecil dan rumah tangga, rendahnya kualitas sumber daya manusia, buruknya sanitasi lingkungan, rawan gizi dan derajat kesehatan masyarakat yang rendah. Kompleksitas permasalahan tersebut diperparah lagi dengan krisis multidimensi yang menyebabkan angka pengangguran bertambah meningkat, banyak orang hilang pekerjaan karena di PHK, dan bertambahnya penduduk miskin baru.
Solusi untuk mengatasi kompleksitas permasalahan kemiskinan di atas, pemerintah meluncurkan kebijakan P2KP. Tidak seperti kebijakan penanggulangan kemiskinan sebelumnya dimana dominasi pemerintah masih nampak, maka dalam kebijakan P2KP, kegiatan penanggulangan sepenuhnya dilimpahkan kepada keluarga miskin yang tergabung dalam wadah KSM untuk melaksanakan sendiri dengan mendapat pemberdayaan dari LSM dan Perguruan Tinggi.
Strategi untuk mempelajari pemberdayaan yang dilakukan, dipakai pendekatan kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan proses dan langkah-langkah pemberdayaan yang ditujukan kepada anggota KSM dan bagaimana keterlibatan penduduk miskin didalam rangkaian proses tersebut. Untuk membuat deskripsi tersebut, digunakan teknik wawancara mendalam dan pengamatan langsung untuk melihat proses pemberdayaan yang dilaksanakan. Hasil dari pemberdayaan penduduk miskin di desa Katapang dilakukan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) dari Universitas Winaya Mukti (Unwim), adalah :
- Proses pemberdayaan telah mengikuti langkah-langkah pengembangan masyarakat yaitu dimulai dengan pengorganisasian kelompok dan pemasaran sosial program, kemudian diikuti dengan fasilitasi penyusunan rencana dan usulan kegiatan, bantuan pendampingan dalam pelaksanaan kegiatan, memberikan pengawasan melalui monitoring dan evaluasi serta diakhiri dengan pemutusan hubungan (terminasi).
- Hasil yang dicapai dalam proses pemberdayaan sesungguhnya belum maksimal karena proses pendampingan, luasnya wilayah, pemantauan dan evaluasi,. dan dukungan dari penanggung jawab program yang belum optimal.
- Proses pemberdayaan meskipun belum maksimal, namun beberapa hasil positif yang dicapai adalah : (1) Anggota KSM telah memanfaatkan dana bantuan kredit secara bertanggung jawab untuk membuka usaha-usaha produktif yang dapat memberikan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan hidup, (2) Anggota KSM telah berperan sebagai pelaku pasar yang aktif karena sudah tumbuh budaya berusaha, (3) Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dari bawah mulai berkembang, (4) Kebiasaan bekerja dan berusaha sendiri berubah menjadi bekerja dan berusaha dalam kelompok.
- Dampak sampingan yang muncul akibat proses pemberdayaan yaitu terjadi perpecahan antara kepala desa dan pengurus BKM, serta munculnya hubungan kerja dalam organisasi KSM yang mengarah pada Patron - Klien.
- Faktor-faktor dari dalam yang menyebabkan perbedaan perkembangan antara KSM Bahrurchoir dan KSM Karya Usaha adalah : faktor permodalan, status usaha, faktor kepemimpinan ketua kelompok. Sedangkan eksternal adalah keterbatasan Faskel dan kurangnya pengawasan dan pembinaan dari penanggung jawab program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syafar Sufardjan
"Tesis ini membahas proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Koperasi BAIK Program Pembiayaan Mikro khusus Ibu Rumah Tangga miskin pedesaan di Kabupaten Bogor. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian Deskriptif-Analitik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa program pembiayaan mikro yang dilakukan oleh Koperasi BAIK sejalan dengan implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor namun belum sepenuhnya dipahami sebagai proses dalam konteks teoritiknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat, yaitu : a) Faktor penghambat : Penyaluran pembiayaan usaha produktif belum maksimal sehingga menambah beban hutang anggota yang mengakibatkan tingkat keaktifan anggota menurun; b). Faktor pendukung : Partisipasi anggota relatif tinggi untuk diberdayakan.

The focus this study is the process of community empowerment conducted by Koperasi BAIK on Microfinance Program, specifically Housewife poor in rural Bogor Regency. This research is qualitative descriptive-analytic. The data were collected by means of deep interview. The study concluded that implementation of microfinance program in line with government policy but has not been fully understood as a process in theoretical context. Factors that influence the process : a) Blockage Factors: Distribution of financing productive enterprises is not yet maximized and increase the debt burden of the members; b). Supporting factors: Participation of the members could be empowered."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T31166
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Mangara
"Terjadinya krisis moneter yang terus berkepanjangan hingga saat ini, telah menambah jumlah angka kemiskinan di Indonesia. Krisis tersebut selain berdampak pada perubahan tatanan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Badan Pusat Statistik (2000) mencatat, dalam kurun waktu 1997-1999 angka pengangguran terbuka naik dari 4,79% menjadi 6,4%, suatu gambaran kenaikan yang relatif tajam. Kondisi ini telah membuat jumlah kelompok miskin semakin bertambah seperti pada tahun 1998 jumlah kelompok miskin sebanyak 34,5 juta menjadi 49,5 juta jiwa pada tahun 1999. Bahkan diprediksikan pada tahun 2001 penduduk miskin meningkat menjadi 80 juta-an jiwa (30%). Sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai program pembangunan yang bertujuan menanggulangi kemiskinan seperti program TAKESRA, KUKESRA, KUT, IDT, dengan pendekatan sentralistik dan top-down yang kurang memperhatikan kondisi daerah.
Untuk mengatasi dampak krisis ekonomi tersebut terhadap masyarakat miskin, maka pemerintah melakukan berbagai program seperti Jaring Pengaman Sosial (JPS), Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Krisis Ekonomi (PDMKE), maupun bantuan sembako melalui pasar murah. Semuanya lebih bersifat darurat dan mengarah pada pola konsumtif. Berkaitan dengan masalah kemiskinan tadi, pemerintah melakukan perubahan pendekatan dengan menganut pendekatan "pemberdayaan" yang lebih berorientasi pada peningkatan kemampuan masyarakat miskin dengan penguatan institusi lokal. Salah satu program yang dimunculkan adalah "Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan" (P2KP) sebagai program pemberdayaan masyarakat miskin, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri (self-help).
Proses pemberdayaan ini menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kewenangan, kekuatan dan meningkatkan kemampuan masyarakat miskin agar mereka lebih berdaya. Dengan kata lain proses pemberdayaan ini harus mampu menyerap aspek-aspek pemberdayaan dalam setiap kegiatan pelaksanaan P2KP seperti (1) perencanaan program tumbuh dari KSM; (2) KSM sebagai aktor utama pelaksana program ; (3) adanya partisipasi dan swadaya KSM; dan; (4) Implementasi program lebih mengutamakan proses daripada hasil.
Bila dikaitkan dengan konsep pemberdayaan tadi, maka permasalahan dalam pelaksanaan P2KP sebagai pemberdayaan masyarakat miskin adalah "apakah sudah terserap aspek-aspek pemberdayaan dan sasaran program adalah orang miskin?. Permasalahan ini memunculkan pertanyaan penelitian yaitu: (1) Aspek-aspek pemberdayaan apa yang diserap dalam pelaksanaan P2KP; (2) Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat miskin; (3) Peranan fasilitator dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin; (4) Hambatan apa yang dijumpai dan usaha mengatasinya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan informasi-informasi tentang data-data proses pemberdayaan masyarakat miskin yang dilaksanakan melalui P2KP. Pemilihan informan dilakukan ,dengan metode "purposive sampling" yang meliputi Kabid.Pemberdayaan Ekonomi Bapade, Kasi Kesos, Sekretaris kelurahan, Faskel, Ketua BKM, Ketua KSM Cemara V dan anggota maupun Ketua KSM Papaya dan anggota. Untuk mendapatkan informasi dari informan penelitian ini melakukan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi.
Dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa terdapat aspek-aspek pemberdayaan dalam P2KP sebagai salah satu kebijakan penanggulangan kemiskinan. Tetapi pada tataran implementasi di lapangan penerapan aspek-aspek pemberdayaan dalam pelaksanaan P2KP di Kelurahan Margahayu masih rendah. Ini dapat dilihat dari dominannya fasilitator, RW/RT maupun pengurus BKM dalam pembentukan dan pemilihan pengurus kelompok, perencanaan program/pembuatan proposal usaha serta perguliran dana. Dalam tataran ini KSM hanya pelaksana pasif tanpa ikut terlibat. Sasaran program belum mengakses kelompok miskin yang mengalami kerentanan sosial dan ketidakberdayaan, karena 90 % dari anggota KSM adalah warga masyarakat yang telah memiliki usaha awal walaupun masih disebut "warga miskin".
Dalam tataran pelaksanaan P2KP yang terjadi adalah pemberdayaan program pada tingkat BKM. Ini dilihat dari upaya-upaya pencapaian target ekonomis saja yang selalu mengutamakan hasil daripada proses. Pada hal dalam kebijakan makronya, kegiatan P2KP tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga bersifat sosial seperti peningkatan SDM masyarakat miskin.
Berdasarkan temuan lapangan yang direkomendasikan adalah: BKM dalam perguliran dana P2KP lebih memberdayakan masyarakat miskin dengan cara merubah kebijakannya yang lebih memprioritaskan warga yang telah memiliki usaha awal ke arah masyarakat miskin yang memerlukan bantuan usaha modal. Hal ini agar sasaran program P2KP sebagai upaya pengentasan kemiskinan dapat terwujud. Selain orientasi ekonomi, proses perguliran dana juga dapat diarahkan pada kegiatan sosial seperti upaya peningkatan SDM serta pemberian beasiswa SD terhadap anak-anak dari keluarga miskin. Untuk meningkatkan kemampuan fasilitator dalam pengembangan masyarakat perlu upaya peningkatan pengetahuan tentang teknik-teknik pengembangan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan teknik pendampingan masyarakat serta dilanjutkan dengan peninjauan lapangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bob Mizwar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Pengembangan Masyarakat Sebagai Proses dalam Pemberdayaan Masyarakat di Mukim Meuraxa termasuk hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Penelitian ini dipandang penting mengingat adanya pergeseran paradigma pembangunan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang menempatkan Mukim sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa gampong dibawahnya sekaligus menjadi pusat pertumbuhan bagi gampong-gampong tersebut. Sehingga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, maka dilaksanakan Program Gema Assalam. Dalam proses pengembangan masyarakat ini sangat dibutuhkan peran Fasilitator Mukim sebagai agen perubah (change agent) karena pada dasarnya masyarakat masih memiliki berbagai kekurangan dan keterbatasan dalam mengembangkan patensi yang ada pada mereka.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui studi kepustakaan (library research), wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan dan observasi terhadap objek penelitian di lapangan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling dengan lingkup informan antara lain Aparat Pemerintah Provinsi NAD, Aparat Pemerintah Kota Banda Aceh, Aparat Mukim Meuraxa dan gampong di wilayah Mukim Meuraxa, Fasilitator Mukim, tokoh-tokoh dan warga masyarakat Mukim Meuraxa sebagai kelompok sasaran serta Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dan hasil penelitian yang dilaksanakan di Mukim Meuraxa, khususnya Gampong Ulee Lheue dan Deah Glumpang yang dijadikan sebagai sampel, dapat diketahui bahwa pelaksanaan Program Gema Assalam telah mencakup seluruh tahapan-tahapan sesuai dengan kebijakan program dan mencerminkan berlangsungnya proses pengembangan masyarakat. Hal ini terlihat setelah dilakukannya kegiatan sosialisasi program pada masyarakat mulai tumbuh inisiatif dan prakarsa serta keikutsertaan dan partisipasi yang ditunjukkannya pada tahapan-tahapan kegiatan Program Gema Assalam berikutnya. Keadaan ini ditunjang oleh peran community worker yang ditunjukkan oleh Fasilitator Mukim dan Fasilitator Gampong yang senantiasa mendampingi masyarakat dengan memberikan bantuan pendampingan dan bimbingan teknis sesuai dengan tahapan kegiatan program. Disamping itu, keberadaan Imuem Mukim dan aparatumya termasuk para keuchik yang cukup kooperatif dalam pelaksanaan program memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat untuk merencanakan dan menentukan sendiri kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan mereka (felt needs).
Pelaksanaan Program Gema Assalam mencakup kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif (UEP) masyarakat, pembangunan prasarana dan sarana kebutuhan dasar masyarakat dan penguatan lembaga pemerintahan mukim. Untuk memudahkan proses pengembangan masyarakat, maka dilakukan pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) yang didasarkan etas kesamaan atau latar belakang mata pencaharian masyarakat tersebut. Seiring dengan pendekatan yang dilakukan oleh Fasilitator Mukim maka selanjutnya mereka mulai memikirkan kegiatan apa yang layak untuk dikembangkan. Dengan terbentuknya pokmas ini maka kegiatan penggalian gagasan (needs assessment) akan lebih mudah dilakukan. Begitu pula dalam pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan selanjutnya terlihat adanya partisipasi yang ditunjukkan oleh masyarakat dalam menyukseskan pelaksanaan program. Disamping itu, dalam pelaksanaan program dilakukan pemantauan baik secara internal oleh masyarakat, Fasilitator Mukim dan aparatur pemerintah maupun secara eksternal yang dilakukan oleh LSM Monitoring dan media massa. Meskipun pelaksanaan kegiatan pada Program Gema Assalam sudah berjalan sebagaimana harapan masyarakat, akan tetapi masih saja ditemui adanya kendala-kendala baik dari masyarakat, pengelola program maupun LSM monitoring. Kendala-kendala tersebut antara lain menyangkut Sumber Daya Manusia (SDM), perilaku masyarakat, koordinasi antar pengelola program, proses administrasi pengelolaan kegiatan dan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sehingga dengan adanya kendala-kendala yang dihadapi ini maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempumaan untuk pelaksanaan Program Gema Assaiam pada masa mendatang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfian Putra Ifadi
"Akibat program pembangunan bidang kelautan di masa lalu pelaksanaannya menunjukkan hasil yang kurang optimal dan cenderung tidak berkelanjutan (unsustainable), kehidupan perikanan rakyat tetap masih memprihatinkan. Untuk itu pemerintah senantiasa berusaha mengangkat derajat komunitas pesisir tersebut dengan berbagai program pembangunan.
Salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada tahun 2001. Program yang dibiayai dengan dana subsidi BBM tersebut, fokus utamanya adalah pengembangan kelembagaan masyarakat pesisir berbasis sumber daya lokal serta pengembangan kapasitas kewirausahaan yang terorganisir secara baik. Tujuan program adalah tercapainya pendayagunaan sumber daya pesisir dan lautan secara lestari.
Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan dengan dilaksanakannya Program PEMP tersebut di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Penelitian ini pendekatannya kualitatif dengan dukungan data kuantitatif yang tidak diperlakukan secara statistik. Informan penelitian ditentukan dengan cara purposive sampling yakni sebanyak 20 orang; terdiri dari aparat pemerintah, pihak pengelola program, serta pemuka masyarakat. Sedangkan responden ditentukan dengan cara yang sama yaitu sebanyak 53 orang nelayan penerima manfaat. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in depth interview) langsung dengan informan kemudian dilakukan observasi lapangan. Data kuantitatif dari nelayan pemanfaat dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen atau arsip. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis untuk kemudian dideskripsikan.
Hasil penelitian menemukan pelaksanaan Program PEMP telah meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Meski masih ada kekurangan dalam pelaksanaan yaitu strategi pengelolaan kegiatan yang terlalu berorientasi hasil (out put) bukan pada proses kegiatan, akan tetapi telah cukup merubah pola nelayan mencari ikan di laut.
Sebelumnya mereka selalu dihadapkan pada masalah kekurangan alat (teknologi), tetapi sekarang nelayan memiliki alat tangkap yang dikelola berkelompok sesuai keinginan mereka. Dengan adanya alat tangkap yang lebih baik, walaupun operasionalnya masih relatif konvensional dan cenderung bersifat subsisten, tetapi 34 orang (64,15 persen) penerima manfaat (responden) menyatakan penghasilan mereka bertambah setiap bulan. Pengelolaan usaha dengan cara masih konvensional tersebut adalah akibat tidak diberikannya pelatihan oleh konsultan yang seharusnya dilakukan sebagaimana yang dikehendaki oleh program maupun langkah-langkah pemberdayaan masyarakat.
Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan. Pertama yakni karena pihak luar dalam hal ini aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang serta aparat kecamatan dan kelurahan sangat berperan aktif dalam menyelesaikan persoalan nelayan. Hal ini diakui oleh 24 orang (45,28 persen) responden. Termasuk 21 orang lagi (39,62 persen) responden yang menyatakan bahwa semua pihak termasuk aparat pemerintah terlibat aktif. Kedua; adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Diakui oleh 18 orang (33,96 persen) responden bahwa mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru oleh pelaksanaan program. Ketiga; keikutsertaan dalam organisasi. Dengan dukungan terbiasanya nelayan pemanfaat ikut berorganisasi, maka akan memudahkan bagi pengelola mengorganisir usaha ekonomi produktif mereka. Sebanyak 45 orang (84,91 persen) responden ikut terlibat dalam kegiatan berbagai organisasi dengan berbagai posisi dan kader keaktifan. Keempat; karena pemberdayaan dimulai dari rumah tangga. Eksistensi rumah tangga sangat menentukan dalam pemberdayaan. Karena rumah tangga tidak terlepas dari berbagai tuntutan kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka penghasilan keluarga harus diperbaiki. Sebanyak 52 orang (98,11 persen) responden adalah kepala keluarga yang mempunyai tanggungan rata-rata enam orang setiap keluarga. Kelima, karena baiknya partisipasi. Sebanyak 37 orang (69,81 persen) responden menyatakan bahwa mereka selalu aktif mengikuti kegiatan. Keenam yaitu kerjasama, dimana sebanyak 49 orang (92,45) responden sangat kooperatif. Mereka bersedia membantu setiap kegiatan tanpa perlu diminta. Ketujuh yakni adanya kaderisasi yang ditandai dengan tanggung jawab pengurus kelompok sangat bisa diandalkan untuk memelihara keberlanjutan program, karena senantiasa memotivasi dan mengawasi kegiatan anggota. Sebanyak 10 orang (18,86 persen) responden dianggap bisa diandalkan untuk menjadi kader karena punya motivasi untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuannya kepada masyarakat.
Hasil penelitian merekomendasikan usulan, pertama; agar disusun program lanjutan oleh Pemerintah Daerah untuk kelanjutan Program PEMP tersebut agar lebih berhasil. Kedua, struktur dan mekanisme kegiatan organisasi LEPP-M3 harus dibenahi cara kerjanya. Ketiga, pemantauan dan pengawasan kegiatan KMP harus lebih optimal oleh Dinas Perikanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarini
"Kemiskinan merupakan permasalahan yang social yang sampai saat ini masih mengundang perhatian banyak pihak. Telah banyak langkah-langkah kebijakan yang dirumuskan berdasarkan pada konsep-konsep yang telah ada namun gejala kemiskinan masih menunjukkan sosok yang nyata. Berbagai studi dan proyek-proyek telah di laksanakan dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan.
Salah satu program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan terutama di daerah perkotaan adalah Proyek Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP). Program ini di laksanakan sebagai tindak lanjut dad program penanggulangan kemiskinan yang sudah di laksanakan sebelumnya.
Pendekatan yang di laksanakan dalam P2KP adalah penguatan kelembagaan masyarakat sebagai embrio atau pondasi terbentuknya kelembagaan lokal yang dapat berfungsi sebagai lembaga-lembaga perantara untuk dapat menjangkau lembaga formal. Dalam pelaksanaannya sangat di perlukan adanya partisipasi masyarakat. Untuk hal tersebut maka penelitian ini ingin mengetahui proses partisipasi masyarakat sebagai anggota Kelompok Swadaya Masyarakat dalam pelaksanaan P2KP.
Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data menggunakan studi literatur, observasi dan wawancara. Tehnik analisa data yang di gunakan adalah teknik analisis induktif di mana teori bukan suatu alat utama untuk memahami masalah tetapi untuk memperkaya wawasan pemahaman terhadap gejala dan kenyataan yang diamati. Dalam hal ini konsep dan teori yang digunakan adalah yang mendukung permasalahan penelitian.
Dalam menentukan informan penelitian yang di gunakan adalah teknik purposive yaitu peneliti memilih sendiri informan dengan asumsi informan memahami permasalahan yang diteliti serta dapat memberikan informasi dan tanggapan terhadap permasalahan yang menjadi tujuan penelitian.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa program P2KP ini pelaksanaannya bertumpu pada kelompok. Dengan kelompok yang ada diharapkan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan dapat saling bekerja sama diantara anggota untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Dalam hal ini pemeran utama dalam pelaksanaan adalah masyarakat itu sendiri sementara pendamping lebih bersifat menggali dan mengembangkan potensi yang ada di masyaakat.
Berdasarkan hasil penelitian di peroleh kesimpulan bahwa untuk mengatasi permasalahan kemiskinan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena di perlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Di samping itu terdapat juga beberapa permasalahan dalam pelaksanaan program yang juga harus mendapat perhatian di antaranya sosialisasi program, kelompok sasaran, pendampingan dan pengawasan serta koordinasi program.
Namun demikian jika upaya perbaikan tidak di usahakan maka akan terjadi permasalahan yang lebih serius. Untuk itu di perlukan langkah-langkah perbaikan agar proyek ini dapat di manfaatkan secara maksimal oleh masyarakat yang menjadi sasaran dari proyek penanggulangan kemiskinan ini yaitu masyarakat miskin yang memerlukan bantuan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Pada dasarnya setiap program yang dilaksanakan harus mencapai sasarannya, terlebih bagi program bantuan publik untuk mengentaskan kemiskinan. Harus dipastikan bahwa progam penanggulangan kemiskinan harus menyentuh masyarakat yang menjadi sasarannya. Karena jika program ini salah sasaran maka efektifitas program ini dapat dikatakan minimal dalam hal pencapaian tujuan.
Kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan tidak lagi hanya pada permasalahan penyediaan dana yang lebih besar untuk program-program yang di tujukan pada masyarakat miskin, yang juga merupakan aspek penting adalah bagaimana sumber daya manusia dapat ditingkatkan sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat menanggulangai masalahnya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari berbagai pihak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryono
"Program pemberantasan kemiskinan hingga kini terus dilaksanakan dengan dana yang besar dari APBN. Dari berbagai program pemberantasan kemiskinan yang telah dilaksanakan pemerintah, program pengembangan kecamatan atau PPK (sekarang PNPM/program pemberdayaan masyarakat mandiri) dianggap berhasil, sehingga dilaksanakan di seluruh kecamatan di Indonesia. Namun hal ini tidak sejalan dengan hasil evaluasi PPK sebelumnya yang menunjukan: (a) peningkatan partisipasi warga dalam pembangunan tidak meningkat secara signifikan; (b) perubahan struktur secara alamiah berupa peningkatan kemampuan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara memadai dan lestari belum terwujud; (c) aspek CDD yang berkenaan dengan demand responsive organization tidak berjalan lancar; dan (d) peningkatan lapangan kerja RTM hanya terjadi ketika ada kegiatan konstruksi dan tidak berlangsung jangka panjang. Adanya perbedaan antara tujuan pelaksanaan PPK dan kondisi riil hasil evaluasi tersebut membuat peneliti ingin mengetahui lebih jauh efektifitas pelaksanaan PPK, yaitu dengan melakukan studi evaluasi program pemberdayaan masyarakat dalam PPK di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
Menggunakan pendekatan mixed methods dan pengumpulan data secara kuantitatif (angket) dan kualitatif (wawancara mendalam), dengan rancangan penelitian sintesis antara evaluasi program model CIPP dan aspek pemberdayaan Seven E, penelitian ini ingin menjawab dua pertanyaan pokok. Pertama, bagaimana efektifitas pemberdayaan masyarakat dalam PPK di Kabupaten Bogor. Kedua, apa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan PKK.
Penelitian mendapatkan temuan: Pertama, evaluasi program selama ini lebih pada aspek teknis dan ekonomis dan tidak bermuatan pemberdayaan. Kedua, penetapan jenis program sesuai konteks, input program belum mencukupi kebutuhan, proses pemberdayaan ditekankan pada pembangunan prasarana dan pinjaman modal bagi SPP, serta terjadi peningkatan penghasilan bagi anggota SPP. Ketiga, faktor penghambat pemberdayaan seperti penggunaan evaluasi non pemberdayaan, sosialisasi program terbatas, tidak adanya pendampingan khusus bagi keluarga miskin, dan tidak adanya jaminan keberlanjutan program. Keempat, untuk mencapai hasil pemberdayaan maksimal perlu penerapan konsep pemberdayaan Seven E, sehingga transformasi sosial akan berlangsung terutama melalui pendidikan, pendampingan dan evaluasi. Evaluasi program model CIPP sesuai untuk melakukan evaluasi program pemberdayaan, jika pada keempat unsurnya bermuatan pemberdayaan dan dilakukan secara partisipatif (participatory empowerment evaluation). Kelima, keberlanjutan suatu program pemberdayaan akan tercapai jika aspek pengembangan kemandirian dilaksanakan sejak awal dan dengan memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk berinisiatif membuat program sesuai kemampuan sendiri (otonom), dan bukan harus melaksanakan program yang dikembangkan oleh pemerintah (pusat).

Poverty eradication program up to now then carried out with big budget from APBN. Various poverty eradication program, The Kecamatan Development Program (KDP) (now PNPM/National Program of Community Empowerment) being assumed success, so that carried out in all kecamatan or sb-district in Indonesia. But this matter not in line with evaluation result KDP previous that demo: (a) member participant enhanced in development doesn't increase to significant; (b) structure change naturally shaped region ability enhanced and society welfare according and everlasting not yet materialized; (c) aspect CDD that with demand responsive organization doesn't go well; and (d) employment enhanced RTM (poor people) only happen when there construction activity and doesn't go on long-range. Difference existence of KDP goal and evaluation result real condition makes researcher wants to know farther efectifity of KDP, that is with do study evaluation of commnity empowerment program in KDP at Bogor regency, West Java province.
Use to approach mixed methods and data collecting quantitatively (inquiry) and qualitative (interviews), research disign of sintesis CIPP model program evaluation and empowerment aspect seven E, this study wants to answer two main questions. First, how efectifity of community empowerment in KDP at Bogor regency. Second, is strengthening and weakness factor ini KDP.
Result of study: First, program evaluation during the time more in technical aspect and economical and doesn't empowerment. Second, program kind stipulating appropriate context, input program not yet adequate, empowerment process is emphasized in infrastructure development and capital loan for SPP, with happen income increase for SPP member. Third, the weakness factor likes evaluation use non empowerment, limited program socialization, special assistance inexistence for poor people, and not guarantee of program sustainability yet. Fourth, to achieve maximal empowerment result necessary empowerment concept applications seven E, so that social transformation will go especially will pass education, assistance and evaluation. model program evaluation CIPP appropriate to do empowerment program evaluation, if in fourth the element contains empowerment and done participatory (participatory empowerment evaluation). Fifth, sustainaility of a empowerment program reached if self relient development aspect is carried out since beginning and with give authority to local government to make program down alley self (autonomous), and must not carry out program that developed by government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
D00919
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>