Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186579 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risang Rimbatmaja
"Dalam Pemilu 2004, pemilih pemula diperkirakan berjumlah 20 juta orang, 15% dari jumlah pemilih potensial atau eqivalen 80 (delapan puluh) kursi di DPR. Ada indikasi apatisme politik pada kelompok ini. Di sisi lain, pemilih pemula, khususnya di DKI Jakarta, merupakan generasi pemilih dengan latar belakang yang khas. Secara internal, dalam kelompok pemilih pemula akan terbentuk segmen-segmen yang khas. Tesis ingin menjawab pertanyaan bagaimana karakteristik segmentasi pemilih pemula di DKI Jakarta berdasarkan karakteristik-karakteristik sosio-politik dan life-style? Dengan kerangka segmentasi Loudon & Bitta (1993), Stewart (1991) dan Khasali (1998), disusun konsep-konsep dalam 3 (tiga) kategori, yakni 1) konsep-konsep utama, partisipasi politik dan perilaku warga dalam Pemilu, 2) konsep-konsep yang berhubungan dengan partisipasi politik, dan 3) konsep-konsep yang akan ditujukan untuk kepentingan identifikasi. Konsep-konsep utama segmentasi memanfaatkan kerangka Barnes dan Kaase (1979), dan Wasburn (1982), yakni partisipasi politik, perilaku warga dalam Pemilu serta konsep-konsep yang biasa dipakai dalam studi perilaku memilih (voting behavior) yang merupakan salah satu dimensi penting dalam konsep partisipasi politik, yakni 1) identifikasi parpol (Campbel dkk, 1960), 2) perilaku dalam proses pemilu dan 3) preferensi parpol pilihan. Kategori kedua adalah konsep-konsep yang sering diangkat menjadi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi politik yang dibagi dalam 3 (tiga) kelompok berikut, 1) stratifikasi sosial: karakteristik askriptif & status sosial (Sudjatmiko, 1996), 2) Sosialisasi (keluarga dan peer groups),dan 3) Sikap sosial dan politik (Wasburn, 1982)). Kategori ketiga adalah adalah life style (Plummer, 1974). Tipe penelitian ini adalah tipe deskriptif. Populasi penelitian ini adalah siswa SMU di DKI Jakarta. Sampel sebanyak 795 ditarik dengan teknik random stratified, Teknik analisis utama yang digunakan adalah cluster analysis khususnya dengan teknik K -means cluster. Ada 4 (empat) segmen yang ditemui yakni 1: "Si Mayoritas yang apatis" (41%) yang partisipasi politiknya paling rendah. Selain itu, sikapnya terhadap politik pun cenderung paling negatif. Kata "Mayoritas" merujuk pada prosentase mereka yang terbesar. 2. "Si Optimis" (30%) yang paling positif dibandingkan kluster-kluster lain. Mereka yang berada di kluster ini cenderung melihat dengan penuh keyakinan bahwa pemilu dan partisipasi politik secara umum dapat mendatangkan kebaikan. 3: "Si Minoritas aktif yang relijius" (9%) yang keaktifannya dalam bidang politik di tingkatan siswa SMU memang paling menonjol jauh meninggalkan siswa dari kluster lainnya. Kata relijius diambil karena mereka relatif paling terlibat dengan institusi agamanya. 4: "Si Nanggung" (20%) yang di semua aspek di berada di moderat. Pada satu sisi ini menunjukkan bahwa mereka cenderung berada di tengah dan tidak ingin masuk wilayah ekstrim, baik positif maupun negatif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Jatnika
"Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu negara dengan memberikan suara secara langsung dalam bilik suara. Dari seluruh warga negara yang memiliki hak pilih, terdapat warga negara yang pertama kali ikut serta dalam pemilihan umum, yaitu pemilih pemula (17-21 tahun). Mereka tidak memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya. Namun, ketiadaan pengalaman bukan berarti mencerminkan keterbatasan menyalurkan aspirasi politik. Mereka tetap melaksanakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.
Pertanyaan penelitian (research question) yaitu faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula di DKI Jakarta dalam menentukan pilihan politiknya kepada satu partai politik tertentu dalam suatu sistem multipartai pada Pemilu 2004? Studi ini menggunakan uraian teori partisipasi, budaya politik dan perilaku pemilih. Kemudian menentukan variabel berdasarkan teori tersebut yaitu afiliasi politik orang tua, identifikasi kepartaian, figur, agama, dan isu-isu politik.
Lokasi penelitian tersebar di kelima wilayah kota DKI Jakarta yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara dengan digunakan cluster dan simple random sampling. Pengumpulan data di lapangan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Responden ditentukan secara purposive. Responden yang diperoleh sebanyak 198 dari 200 responden. Studi ini mengungkapkan secara umum pendapat responden terhadap afiliasi politik orang tua menyatakan mempunyai pengaruh yang semakin kuat apabila orang tua aktif dalam partai politik, terutama sebagai pengurus partai. Begitu juga terhadap figur tokoh dan identifikasi politik menurut mereka mempunyai mempunyai pengaruh yang kuat, sedangkan variabel agama dan isu-isu politik/program partai tidak begitu besar pengaruhnya dalam menentukan pilihan politiknya.
Berdasarkan pilihan politiknya, terdapat perbedaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih partai politik. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut (1) Pemilih Partai Golkar menyatakan bahwa orang tua mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan pilihan politik responden; (2) Pemilih PDIP memiliki hubungan emosional kuat dengan partai nasionalis yang menjadi identifikasi partai mereka. Pilihan politik mereka juga dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (3) Pemilih PPP dipengaruhi oleh orang tua dan agama yang dianut responden sehingga membentuk identifikasi politik; (4) Pemilih Partai Demokrat, ternyata perilaku politiknya hanya dipengaruhi secara kuat oleh citra figur tokoh idola yang menjadi calon presiden dari partainya; (5) Pemilih PAN dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (6) Pemilih PKS dipengaruhi oleh faktor agama yang membentuk identifikasi partai berasas Islam, dan diperkuat dengan pemahaman berdasarkan program dan komitmen/janji partai; (7) Pemilih PDS mendapat pengaruh kuat dari orang tua dan agama yang dianut.

General election is one form of political participation as a realization of democracy. During the election, people become the most determining party on political process in a country that voted directly inside the polling booths. From overall voters with voting rights there were voters who cast their votes for the first time in general election, those are young voters (17-21 years of age) or often called beginner voters. They do not have voting experience of previous elections. However, without voting experience does not mean lack opportunity to channel their political aspiration. They still fulfill their voting rights at the voting polls (TPS).
The research question is what factor(s) influencing beginner voters in DKI Jakarta in making their political decision on particular political party in a multiparty system on 2004 General Election? This study used the analysis of participation theory, political culture and voter behavior. Next, determining the variables based on those theories namely parents' political affiliation, party's identification, figure, religion, and political issues.
The research location spread over five regions of DKI Jakarta that is West Jakarta, Central Jakarta, South Jakarta, East Jakarta and North Jakarta with cluster and simple random sampling. Field data collections were using questionnaires. Respondents were chosen purposively. There were 198 counted respondents out of 200 respondents.
The study generally shows that the parents' political affiliation variable has a stronger influence especially when the parents are active in political parties as party's official members. Figure symbol and political identification variables also have a significant influences, while religion and political issues/party's program variables do not have a significant influence toward beginner voter's behavior in deciding their political choice. Although for certain party voters, religion factors have a strong influence.
Based on political choice, there were distinguish factors influencing beginner voters' behavior. This matter can be seen as follows (I) Golkar Party voters expressed that parents have strong influence on changing respondents political choice; (2) PDIP voters had strong emotional relations with nationalist party which became their party's identification. Their political choice was also influenced by parents and model figure who became a candidate for president; (3) PPP voters were influenced by parents and respondents' religions for their political identification; (4) Democrat Party voters, it turns out that their political behavior only influenced by a strong image figure of idol of their candidate for president; (5) PAN voters were influenced by parents and model of president figure of their party; (6) PKS voters were influenced by religion factor which identified this Islamic party, and strengthened by an understanding of program and commitment/promises of he party; (7) PDS voters got strong influence from parents and their religions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cece Cahyadi
"Keikutsertaan rakyat dalam pemilihan umum merupakan suatu tindakan memilih anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dipercaya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Oleh karena keikutsertaan rakyat dalam pemilihan umum selain berfungsi sebagai salah satu bentuk partisipasi politik, juga sekaligus merupakan pengejawantahan kekuasaan yang absah oleh rakyat. Rakyat yang melakukan pemilihan dalam pemilu didorong oleh suatu keyakinan bahwa aspirasi dan kepentingannya dapat tersalurkan atau setidaknya diperhatikan.
Kecenderungan untuk memilih salah satu kontestan pemilu terbentuk oleh suatu proses sosialisasi yang berjalan sepanjang kehidupan manusia, sehingga keyakinan tersebut dapat menguat dan dapat pula memudar tergantung sejauhmana sosialisasi tersebut berproses. Menguat atau memudarnya keyakinan pemilih berdampak terhadap dukungan suara yang diberikan terhadap OPP. Gejala seperti itu hampir ditemui dalam setiap kesempatan pemilu, di mana kecenderungan pemilih untuk memilih salah satu OPP tidaklah selalu sama atau tetap. Terbukti dari, setiap pemilu selalu terjadi perubahan dan pergeseran perolehan suara yang diperoleh masing-masing OPP.
Di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi, selama lima kali pemilu (1977-1997) perolehan suara PPP selalu menurun kecuali dalam pemilu 1997 naik secara drastis dua kali lipat lebih, yakni dari 13,52 % menjadi 31,88 X. Sebaliknya dengan PDI yang selalu mengalami kenaikan dan turun secara mencolok, yaitu dari 17,45 % pada pemilu 1992 menjadi 2,21 % dalam pemilu 1997. Sedangkan perolehan suara Golkar menunjukkan penurunan, kecuali pada pemilu 1992 naik 2,12 % dan turun kembali dalam pemilu 1997 sebesar 3,12 %. Naik turunnya perolehan suara tersebut menunjukkan adanya pergeseran perilaku memilih, dengan kata lain perubahan perolehan suara yang diperoleh OPP mencerminkan terjadinya perubahan perilaku memilih yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penelitian ini ingin mengungkap Faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997 di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Pertanyaan pokok yang dibahas nenyangkut mengapa terjadi perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997 dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan perilaku memilih di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Dalam konteks ini faktor-faktor identifikasi partai, isu, calon, pemimpin formal, pemimpin informal dan kelompok memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku memilih.
Guna menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penyebaran kuesioner kepada 75 orang responden dan wawancara dengan berbagai pihak yang dipandang tahu banyak terhadap persoalan itu. Penetapan responden dilakukan melalui teknik sampling probabilita melalui penarikan sampel secara berkelompok (cluster sampling) dan penarikan sampel sistimatis (sys tima ti c random sampling).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor identifikasi partai yang didasarkan atas ikatan agana/keagamaan dan ikatan tradisi/adat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997. Hal itu disebabkan pengaruh identifikasi Golkar dan PDI dengan pemilih tergolong rendah, berbeda dengan PPP yang pengaruhnya tergolong tinggi.
Faktor lain adalah pengaruh pemimpin informal, terutama tokoh agama (ulama) dan tokoh masyarakat melalui himbauan dan ajakannya untuk mendukung dan memenangkan OPP tertentu. Hal menarik lainnya yang dapat ditemukan adalah mulai memudarnya dukungan ulama terhadap Golkar yang dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pandangan terhadap beberapa kebijakan yang diambil Pemerintah Daerah dan masalah pencalonan anggota legislatif yang mengandung unsur KKN. Dilain pihak beralihnya dukungan tokoh masyarakat berkaitan dengan kekalahan Kepala Desa yang lama dalam proses pemilihan Kepala Desa. Sedangkan para mantan Kepala Desa tersebut masih memiliki pengaruh dalam masyarakat. Sedangkan faktor-faktor lain seperti isu, calon, pemimpin formal dan kelompok pengaruhanya tergolong rendah, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan perilaku memilih."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Agusdin
"Partisipasi politik merupakan aspek panting bagi perkembangan demokratisasi di Indonesia, dimana masyarakat dapat menentukan aspirasi politiknya melalui aktifitas secara aktif. Kelompok Relawan, adalah sekumpulan masyarakat yang secara aktif telah ikut berpartisipasi didalam proses pemilihan presden R.I. pada tahun 2004. Bentuk-bentuk kegiatan politik Kelompok Relawan bersifat sporadis, karena proses. pembentukan kelompok terjadi pada scat pemilu raja. Disamping itu, individu masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Relawan adalah bukan berasal dari kelompok masyarakat politik.
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana sekelompok masyarakat melakukan kampanye untuk mendukung kemenangan calon presiden dan wakil presiden Amin Rais - Siswono Yudo Husodo di dalam pemilu presiden. Pengamatan terhadap Kelompok Relawan dilakukan di Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan menggunakan sudut pandang teori gerakan sosial, teori mobilisasi sumberdaya. Kelompok Relawan dijelaskan melalui 3 sudut pandang variabel yaitu : pembentukan identitas dan solidaritas kelompok, mobilisasi sumberdaya, dan mobilisasi tindakan.
Penelitian ini menjelaskan tentang alasan-alasan yang menirnbulkan kesadaran orang-orang untuk berkelompok sampai kemudian mengidentikan kelompoknyai pads sebuah aspirasi politik tertentu_ Kemudian, dijelaskan juga bagaimana kelompok tersebut melakukan mobilisasi terhadap sumberdaya internal yang dimiliki maupun sumberdaya ekstemal yang terdapat pada jaringan sosial politik calon Presiden dan wakil presiden serta Tim Sukses. Selanjutnya, penelitian menjelaskan bagaimana strategi dan taktik telah digunakan oleh Kelompok Relawan, .balk untuk memperkuat eksistensinya maupun untuk memperbesar pengaruh dan jaringan pendukung. Sampel penelilian adalah 40 orang yang merupakan infomman, yang ditarik dengan cara telah ditentukan sebelumnya (purposive) 18 Kelompok Relawan yang terdapat di Kecamatan Pamulang.
Selain oleh motivasi yang bersifat rasional, gerakan Kelompok Relawan merupakan bentuk emansipasi masyarakat sipil pada sebuah proses politik pemilu Presiden (emancipatory politics). Kesadaran, Solidaritas yang terdapat, didalam KR, diketahui bukan karena alasan yang bersifat ideologis, melainkan karena isu-isu sosial ekonomi dan isu figuritas pada dimensi kemampuan dan track record tokoh politik yang didukung. Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, KR mengembangkan strategi dan taktik yang bersifat "terbuka dan plural". Mobilisasi pendukung tidak dilakukan dengan strategi konflik.
Timbulnya gejala kemasyarakatan yang telah ditunjukan oieh fenomena KR, , diperkirakan akan muncul kembali pada bentuk-bentuk yang sama pada pemilu presiden 2009. Karenanya, untuk mengembangkan budaya "emancipatory politics" sebagai norma baru demokratisasi di Indonesia, maka calon-calon presiden dan wakil presiden perlu memahami hubungan positif antara struktur sosial ekonomi dan struktur peluang politik yang dimilikinya dengan masyarakat sipil ditingkat akar rumput. Sehingga sedari dini perlu dibangun jaringan politik ditingkat akar rumput, dengan cara menumbuhkan embrio-embrio KR. pisamping perlu untuk meningkatkan kapasitas institusi politik yang dimiliki 'seperti Partai politik dan Tim Sukses."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Abdul Sahid
"Tesis ini mendeskripsikan dan menganalisa mengenai seorang tokoh pengusaha Aburizal Bakrie dan politik. Dalam penjabarannya penyusun memfokuskan pada permasalahan bagaimana gambaran aktivitas politik tokoh pengusaha dan bagaimana juga ia dapat berhasil tampil dalam gelanggang politik. Kasus yang dijadikan studi pada penelitian ini adalah aktivitas politik Aburizal Bakrie pada rangkaian Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2004.
Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi-analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan studi pustaka (library research). Adapun teknik analisis data dilakukan secara iteratif (berkeianlutan) dan dikembangkan sepanjang program penelitian, mulai dari penetapan masalah, pengumpulan data dan setelah data terkumpulkan.
Sedangkan kerangka teori yang digunakan adalah kekuasaan dan sumber politik dari Charles F. Andrain. Secara umum teori ini menandaskan bahwa kekayaan politik itu terkait dengan tiga hal, yakni pertama, seberapa besar sumber daya politik yang dimiliki dan didayagunakan. Sumber politik itu meliputi: sumber fisik, sumber ekonomi (kekayaan), sumber personal, sumber normatif, dan sumber keahlian. Makin besar kepemilikan atas sumber-sumber politik semakin besar pula kesempatan seseorang untuk dapat tampil dalarn gelanggang politik. Kedua, sarana yang didayagunakan, seperti organisasi dan jaringan personal. Dan ketiga, faktor pendorong yakni motivasi. Di sini dijelaskan bahwa makin kuat motivasi untuk memperoleh kekuaaan maka makin kuat juga dorongan untuk mendayagunakan sumber-sumber politiknya.
Temuan dari penelitian ini adalah berhasilnya Aburizal Bakrie tampil dalam gelanggang politik pada Pilpres-Wapres 2004 tidaklah didorong oleh faktor tunggal, namun difasilitasi oleh multi faktor, yakni, sumber kekayaan, jaringan personal, dan motivasi.

This thesis to describe and analyze about entrepreneur figure of Aburizal Bakrie and politic. In the explanation, writer will be focus on problem about how the picture of political entrepreneur activity and how he have success to act in political arena. The case will be studied on this research is AburizaI Bakrie's political activity in election of president and vice president 2004.
The methodology has used qualitative approach with kinds of description-analyze. Technical data accumulation is applied by in-depth interview and library research. Technical data analyze is applied by iterative and development while doing research program, namely deciding problem, accumulating data, and collecting data.
While, the frame of theory in this thesis are power and political resources from Charles F. Andrain. Generally, that theories explain that power of politic are related with three kinds, namely: Firstly, how much resources politic will he get and will be used. The resources of politic are included physic resources, economy resources (property), potential resources, normative resources, and skill resources. "More increasing someone have property of politic resources, easier he gets opportunity to act at political arena". Secondly, the usage of infrastructure of politic, as a organization and personal networking. Dan third, supporting factor, namely motivation. In here is explained that strong motivation to get power so that strong supporting to use politic resources.
The finding of this thesis is that the success of Aburizal Bakrie in political arena in president and vice president election 2004 is not supported by single factor, but it is facilitated by multi factor, namely, property resource, personal networking, and motivation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alwis
"Negara demokrasi memberikan kesempatan bagi rakyatnya untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Salah satu bentuknya adalah partisipasi warga negara dalam Pemilihan Umum (Pemilu), baik sebagai pemilih maupun sebagai calon yang dipilih.
Akan tetapi karena keterbatasan peneliti, fokus penelitian dibatasi pada perilaku dalam menjatuhkan pilihan dalam Pemilu 1992 di Riau. Permasalahan ini menarik bagi peneliti, karena ada variasi keberhasilan OPP dalam menarik dukungan pemilih baik antar waktu pemilu maupun antar daerah di Riau. Realitas tersebut menimbulkan pertanyaan Mengapa pemilih menjatuhkan pilihannya pada OPP tertentu dalam Pemilu 1992".
Untuk menjawab pertanyaan-pertaanyaan di atas ada beberapa teori perilaku pemilih yang digunakan dalam penelitian yaitu : (a) Teori Sosio Psikologis yang berkaitan dertgan faktor-faktor kejiwaan dan perasaan pemilih, disebut dengan identifikasi kepartaian, (b) Teori Sosiulogis yang berkaitan dengan faktor rasio (akal sehat) pemilih atas dasar informasi dan pemahaman mereka atas isyu-isyu kampanye dan calon-calon anggota legislatif, disebut sebagai orientasi pemilih terhadap isyu dan calon, (c) Teori negara yang berkaitan dengan faktor peranan birokrasi dalam kehidupan politik suatu negara, khususnya dalam memobilisasi massa agar mendukung OPP tertentu dalam Pemilu.
Pengumpulan data primer dilakukan di dua desa sampel, yaitu desa Air Tiris dan Kelurahan Kijang yang ditentukan secara "purposive sampling" atas dasar pertimbangan (a) Kondisi budaya masyarakat, (b) Kondisi ekonomi, (c) Kondisi sosial. Di masing-masing desa sampel dipilih responden secara random 60 orang dari jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 1992.
Berdasarkan temuan-temuan penelitian yang diuraikan di bab empat dan lima membenarkan asumsi-asumsi dan hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih diketahui bahwa faktor peranan birokrasi dapat dikatakan tinggi, yakni antara 70-90% pemilih menjatuhkan pilihannya karena pertimbangan himbauan aparat birokrasi. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Tonny P.
"Tingkah laku pemilih merupakan salah satu aspek tingkah laku politik yang khusus membicarakan tingkah laku individual warga negara dalam hubungannya dengan pemilihan umum. Pembahasan itu menyangkut beragam hal terutama alasan seseorang untuk dan untuk tidak ikut memilih, serta faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang di dalam menentukan pilihan kepartaiannya.
Selama lima kali pelaksanaan pemilihan umum selama pemerintah Orde Baru kelihatan bahwa Golkar keluar sebagai pemenang dominan di Pematang Siantar. Dukungan masa pemilih terhadap orsospol ini untuk setiap kali pelaksanaan pemilihan umum senantiasa lebih dari 60 %. Keadaan ini dianggap suatu hal yang menarik, faktor apa yang menyebabkan sehingga masyarakat lebih banyak yang mendukung Golkar itu. Karena sebelum pemilihan Orde Baru dapat dilihat betapa kuatnya dukungan yang diterima oleh partai politik. Di samping itu juga masih banyak anggota masyarakat yang tetap menyatakan dukungannya pada partai politik.
Jawaban terhadap pertanyaan hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku pemilihan ada 4 faktor: Identifikasi partai, mobilisasi pemerintah, status social ekonomi, dan faktor loyalitas kesukuan. Identifikasi merupakan faktor utama di dalam menentukan pilihan. Mereka yang identifikasinya kuat kepada salah satu orsospol sudah dapat dipastikan akan menjatuhkan pilihannya kepada orsospol itu pada waktu pelaksanaan pemilihan umum.
Mobilisasi pemerintah merupakan suatu bentuk pendekatan yang tidak lazim yang dikenal dalam pembahasan tingkah laku pemilih. Namun demikin di negara-negara yang birokrasi pemerintahnya sangat kuat (Bureaucratic Polity) seperti Indonesia diperkirakan bahwa peran pemerintah dalam mempengaruhi tingkah laku pemilih juga adalah kuat. Sebagaimana terlihat dalam penelitian ini bahwa peran yang dimainkan oleh pemerintah dalam mempengaruhi pilihan kepartaian adalah kuat.
Status sosial ekonomi yang mengacu kepada tiga indikator yakni pendidikan, pekerjaan dan penghasilan erat berkaitan dengan tingkah laku pemilih itu. Ada keterkaitan antara tingkat status sosial ekonomi tertentu dengan masalah pilihan kepartaian. Alasan utama dalam perbedaan pilihan itu berdasarkan pada kaitan ini adalah persoalan keinginan dan ketidakinginan mempertahankan status quo. Mereka yang status sosial ekonominya tinggi berupaya untuk mendukung orsospol pemerintah dengan harapan agar status mereka dapat tetap bertahan dan penikmatan akan status itu ekonominya rendah berharap terjadinya perubahan dengan berupaya memberi dukungan kepada partai yang memerintah.
Variabel terakhir yakni faktor kesukuan secara umum sudah kurang kuat pengaruhnya dalam mempengaruhi pilihan kepartaian. Tidak begitu tegas lagi pendapat yang menyatakan bahwa di Indonesia partai politik merupakan wakil dari kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Terutama Golkar kelihatan tidak terkait dengan suku dan aliran yang terdapat di masyarakat. Golkar ini sudah berhasil dalam mengakomodasi seluruh aliran dan kelompok yang ada.dalam masyarakat. Sementara untuk partai politik keterkaitan antara loyalitas kesukuan dengan pilihan kepartaian masih terasa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Tisnawati
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi partisipasi perempuan dalam politik dan keterwakilan dalam politik, serta secara khusus untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakterwakilan perempuan Bali di DPRD Provinsi Bali hasil Pemilu 1999 lalu. Penelitian berangkat dari sebuah fenomena dan rasa ingin tahu penulis tentang mengapa perempuan Bali tidak terwakili di DPRD Provinsi Bali hasil pemilu 1999 lalu. Metode Penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan dan menguji hubungan antar variabel, dengan tipe penelitian yang bersifat desktiptif-analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode in depth interview dan studi pustaka, sedangkan kerangka teori yang digunakan adalah teori-teori gender, partai politik, keterwakilan politik serta sistem pemilu, dengan satuan analisis Provinsi Bali.
Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi mengapa Perempuan Bali tidak terwakili dalam DPRD Provinsi Bali berdasarkan hasil pemilu 1999. yaitu sebagai berikut:
Pertama, budaya masyarakat Bali yang bersifat Patriarkhi. Dalam masyarakat Bali, doktrin-doktrin sistem patriarkhal sudah melekat sekurang-kurangnya ke dalam empat sendi kehidupan dengan sub-sistemnya masing-masing: agama, hukum, keluarga dan media. Kedua, faktor lain yang berpengaruh terhadap ketidakterwakilan perempuan di DPRD Bali hasil pemilu 1999 adalah kurangnya Political Will dan Perspektif Gender Elit Partai Politik. Keterwakilan perempuan dalam parlemen juga sangat berkaitan dengan tipe dari sistem pemilu yang digunakan. Ketiga, Selain kedua hambatan atau faktor penyebab ketidakterwakilan perempuan di DPRD Provinsi Bali hasil pemilu 1999, masih terdapat suatu faktor yang juga cukup berperan yaitu faktor yang berasal dari perempuan Bali itu sendiri atau faktor internal yaitu: sumber daya manusia (SDM) perempuan Bali di bidang politik masih relatif rendah/kurang.
(158 ; xvi + 14 tabel + Lampiran + Bibliografi : 43 buku, makalah, dokumen, Koran, majalah

Factors Influencing Women's Under-Representation In DPRD Bali Province on 1999 ElectionThis research aims to describe the condition of women's political participation and their representation in politics, in particular to analyze factors which influence Balinese women's under-representation in DPRD of Bali Province in 1999 election. This research began from a phenomena and the writer's curiosity on how the Balinese women were not represented at DPRD of Bali Province from the 1999 election. The writer used qualitative method of research, which aim explain and test the inter-variable relation by using descriptive-analytical method. The data collection technique was done by in-depth interview and literature study, while theoretical framework used was on theories of gender, political party, political representation and election system with Bali Province as the unit analysis.
The result of this research shows same factors which influence why Balinese women were not represented in DPRD of Bali Province according to the result of 1999 election, as follows:
First, patriarchy culture of Balinese society, the patriarch system of doctrines has been implanted in Balinese society on four subsystem of life: religion, legal, family and media. Second, other factor which influence the under-representation of women in Bali's DPRD resulted from 1999 election was the lack of political Will and Gender Perspective of Political Party's Elite. The representation of women in parliament is also related strongly with the type of election system being implemented. Thirdly, aside these problems of under-representation of women in DPRD of Bali Province from the result of 1999 election, one internal factor which come from the Balinese women themselves also playing an important role, which is the relatively low level of human resource factor of Balinese women in political sphere.
(158; xvi + 14 tables + appendices + bibliography (43 books, articles, documents, newspapers, magazine)
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13787
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Rahayu
"Tasawuf dan politik cenderung dianggap sebagai konsep yang saling bertolak belakang. Tasawuf politik merupakan istilah yang menunjukkan sinergitas antara tasawuf dan politik, dimana politik dapat mencapai tujuan idealnya dengan menerapkan nilai-nilai tasawuf. Dalam karya ilmiah ini, hubungan antara tasawuf dan politik diteliti pada komunitas tasawuf perkotaan, yaitu komunitas Kenduri Cinta dan hubungannya dengan partisipasi politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi politik dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner dengan teknik purposive sampling. Selain kategori demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap partisipasi politik, terdapat variabel bebas yang diuji antara lain Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Situasi dan Lingkungan Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif untuk mengetahui hubungan antar variabel dan metode inferensial untuk mengetahui pengaruh variabel, baik secara parsial maupun global. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta cenderung rendah. Berdasarkan hasil uji global, semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Sementara pada hasil uji regresi, variabel Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik berpengaruh secara positif terhadap tingkat partisipasi politik. Namun, variabel Motivasi Politik berpengaruh secara negatif, sehingga semakin meningkat motivasi politik, maka semakin menurun tingkat partisipasi politiknya. Penelitian ini dapat disempurnakan dengan menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh informasi yang lebih detail dan mendalam terkait kecenderungan tingkat partisipasi politik yang rendah pada jamaah Kenduri Cinta.

Sufism and politics tend to be considered as contradictory concepts. Political Sufism is a term that shows the synergy between Sufism and politics, where politics can achieve its ideal goals by applying the values of Sufism. In this study, the relationship between Sufism and politics is examined in an urban Sufism community, namely the Kenduri Cinta community and its relationship with political participation. The aim of this research is to determine the level of political participation and analyze the factors that influence the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. The method used in this research is a quantitative method by distributing questionnaires with a purposive sampling technique. Apart from the demographic categories which include age, gender, education level, and economic level which will be analyzed how the impact toward political participation, other independent variables also had been tested including Political Concern, Political Motivation, Political Situation and Environment, Political Education and Political Orientation. Data analysis was carried out using descriptive methods to determine the relationship between variables and inferential methods to determine the influence of variables, both partially and globally. The results show that the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation tends to be low. Based on the results of the global test, all independent variables together have an impact toward the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. Meanwhile, in the regression test results, Political Concern, Political Motivation, Political Education and Political Orientation have a positive effect on the level of political participation. However, the Political Motivation variable has a negative impact, so that the more political motivation increases, the lower the level of political participation. This research can be refined by using qualitative methods to obtain more detailed and in-depth information regarding the tendency for low levels of political participation among the Kenduri Cinta congregation."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazimin Saily
"Perilaku pemilih merupakan salah satu aspek yang dibahas adalah tingkah laku individual warga negara dalam kaitannya dengan pilihan dalam pemilu. Tesis ini mengkaji berbagai alasan yang mendasari pemilih menggunakan hak pilihnya mendukung salah satu partai politik. Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan pemilih yang memberikan dukungan terhadap partai politik antara penduduk asli dan pendatang di desa Bojonggede dalam pemilu.
Pemilihan Umum pasca Orde Baru merupakan pemilu yang cukup demokratis, itu terlihat bahwa perolehan suara partai politik didistribusikan secara merata kepada partai politik peserta pemilu di desa Bojonggede. Penelitian ini sangat menarik karena faktor penduduk pendatang yang memberikan sumbangan terhadap tingginya tingkat partisipasi politik dalam pemilu 1999, di desa -kota Bojonggede.
Jawaban terhadap masalah tersebut yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih dalam pemilu ada 4 variabel yaitu, identifikasi partai, orientasi kandidat/calon, orientasi isu dan karateristik sosial. Dengan demikian variabel identifikasi partai merupakan yang mendasari seseorang memilih atau tidak memilih kepada salah satu partai politik dalam pemilu. Pemilih yang mempunyai identifikasi partai kepada partai politik tertentu hampir dapat dipastikan akan menjatuhkan pilihanya kepada parpol dalam pemilu.
Variabel karakteristik sosial yang mengacu kepada tiga indikator yaitu pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang berkaitan dengan perilaku pemilih. Adanya kaitan antara karakteristik sosial tertentu dengan pilihan kepartaian seseorang. Alasan utama yang mendasari pilihan tersebut berdasarkan pada hubungan ini yaitu masalah keinginan adanya perubahan dalam sistem politik. Pemilih yang karakteristik sosial tinggi ada kecenderungan memilih parpol Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sedangkan mereka yang karakteristik sosial rendah kecenderungan mendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai Golongan Karya (Golkar).
Perilaku pemilih di desa Bojonggede dalam memberikan pilihanya kepada sebuah partai politik lebih dilatar belakangi oleh faktor identifikasi partai. Pada penduduk asli identifikasi partai lebih dipengaruhi oleh faktor sentimen agama,sedangkan pada penduduk pendatang dipengaruhi oleh faktor ideologi politik. Mengenai variabel karakteristik sosial, orientasi kandidat, dan orientasi isu, bagi penduduk asli tidak menjadi faktor yang menentukan. Sementara bagi penduduk pendatang variabel tersebut masih menjadi pertimbangan,meskipun persentasenya relatif kecil dibandingkan dengan variabel identifikasi partai."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>