Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titi Amantari
"Fasilitas MCK umum merupakan kebutuhan primer pada masyarakat perkotaan yang tinggal di permukiman kumuh liar. Fasilitas MCK umum menjadi kebutuhan primer karena di dalam tempat tinggal mereka tidak tersedia sarana untuk memenuhi kebutuhan untuk mandi, cuci dan kakus. Fasilitas MCK umum yang terdapat di permukiman kumuh liar tersebar di tanah kosong, diantara bangunan, dan ada yang didalam bangunan. Fasilitas MCK umum yang ada disediakan oleh masyarakat setempat.
Penelitian difokuskan pada corak, pola, dan proses penyediaan fasilitas MCK, berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku dalam kebudayaan mereka, khususnya mengenai penataan ruang yang ada di permukiman kumuh liar. Untuk memahami corak, pola dan proses penyediaan fasilitas MCK maka dilakukan pembahasan penentuan lokasi, interaksi masyarakat dalam proses penyediaan fasilitas MCK, bentuk-bentuk MCK, cara dan siapa yang mengorganisasi MCK.
Sasaran penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di permukiman liar di Kelurahan kapuk, Kecamatan Cengkareng, DKI Jakarta. Mereka adalah masyarakat pendatang yang tinggal di Jakarta sebagai "penduduk? dan bekerja sebagai buruh. Dalam proses pengumpulan data, mengacu pada pendekatan kualitatif dan menggunakan metode pengamatan. Disamping itu dilakukan pemotretan dan pembuatan gambar fisik MCK untuk melihat berbagai bentuk MCK.
Hasil penelitian disimpulkan Cara penentuan lokasi, siapa saga yang terlibat dalam penyediaan dan pengorganisasian, dan bagaimana bentuk-bentuk fisik fasilitas MCK umum yang ada di permukiman kumuh liar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Bahir Saifullah
"Kamar mandi dan toilet merupakan hal yang dekat dengan keseharian manusia dan idealnya ditempatkan pada setiap rumah tangga, akan tetapi pada pemukiman padat hal tersebut tidaklah memungkinkan. Berdasarkan permasalahan tersebut kegiatan mandi, cuci, dan buang air oleh pemerintah Indonesia dikomunalkan di MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Disisi lain terdapat aspek budaya yang selalu mempengaruhi bentuk dan cara pemakaian kamar mandi dan toilet. Hubungan kedua hal tersebut menjadi fokus dari skripsi ini, yaitu bagaimana desain, tatanan ruang dan perilaku di dalam MCK merefleksikan budaya berupa nilai, tujuan dan kriteria dari institusi sosial dan masyarakat kampung Cikini.

Bathroom and toilet are important part of human?s everyday life and ideally it placed in every household, but in high density environment that thing is impossible to do. MCK (Mandi, Cuci, Kakus) is sanitation facility which are being shared by community as a solution to the problem. In the other hand, cultural aspect is always influences the design of bathroom and toilet, and the way of using it. The focus of this thesis is relation between those two, how organization of space and behavior in MCK reflects value, purpose, and criteria of social institution and group of people.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarwati
"Skripsi ini membahas produksi dan reproduksi ruang sosial di permukiman padat penduduk. Studi kasus berada di permukiman padat penduduk Jalan Gang Aut Rt 04 Rw 04 Kelurahan Gudang, Bogor. Pembahasan studi kasus meliputi bagaimana masyarakat memproduksi dan mereproduksi ruang dalam kegiatan keseharian dan kegiatan khusus. Individu-individu yang berkegiatan di jalan gang dan beberapa rumah yang berdekatan, kemudian saling berinteraksi. Hal ini mengakibatkan terciptanya ruang-ruang sosial yang menembus batas kepemilikan. Batas temporer merupakan unsur penting yang mempengaruhi terjadinya interaksi. Melalui skripsi ini, saya mengidentifikasi bahwa masyarakat di permukiman padat penduduk memproduksi dan mereproduksi ruang sosial tidak hanya di ruang publik, tetapi juga menembus batas dan memasuki ruang-ruang domestik.

This paper discusses the production and reproduction of social space in high density settlement. The case study were in high density settlement on Jalan Gang Aut Rt 04 Rw 04 Kelurahan Gudang, Bogor. The explanantion of case study describes how people produce and reproduce space in their daily activities and special activities. People inside houses interact with other people in alley. Temporary boundaries are the important element that affects this interaction. The conclusion in this paper is that people who live at the high density settlement produce and reproduce social space not only in public spaces, but also includes domestic spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantular, Rakyan
"Pertambahan penduduk secara berlebihan di kota terutama yang berasal dari urbanisasi menyebabkan daya dukung dan daya tampung kota menjadi semakin menurun, salah satunya adalah berkurangnya lahan untuk permukiman. Akibat dari kurangnya lahan untuk permukiman maka dibutuhkan penambahan ruang dan lahan. Penambahan ruang dan lahan yang tidak memungkinkan lagi di dalam kota menyebabkan terjadinya pelebaran luas ke arah pinggir kota/belakang kota (hinterland). Hal seperti itu yang terjadi di DKI Jakarta, dan berkembang ke arah pinggiran termasuk daerah Depok. Akibat perluasan tersebut, maka daerah seperti kota Depok dapat dikatakan sebagai daerah suburban bagi kota Jakarta.
Kemudian dampak urbanisasi menimbulkan pelbagai bentuk penurunan kualitas lingkungan kota, terutama tata ruang yang tidak memenuhi syarat, terbentuk daerah kumuh, bertambahnya jumlah sampah, meningkatnya pencemaran perairan dan tanah oleh limbah domestik.
Urbanisasi juga mengakibatkan menurunnya estetika, menimbulkan ancaman terhadap peninggalan-peninggalan historis, menyempit/berkurangnya ruang terbuka, taman kota, lapangan olah raga, dan rekreasi.
Perkembangan yang berbeda di tiap-tiap kota membuat konsentrasi permukiman berbeda 'pula. Di satu sisi ada daerah dengan kepadatan tinggi dan disisi lain terdapat daerah dengan kepadatan rendah. Perbedaan konsentrasi tersebut secara otomatis akan menyebabkan perbedaan tingkat degradasi lingkungan secara khusus dan mempengauhi degradasi lingkungan perkotaan secara keseluruhan. (Sobirin dalam Koestoer, 2001:45)
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Peningkatan kepadatan penduduk menurunkan kualitas lingkungan pemukiman baik fisik maupun sosial.
Adapun tujuan umum penelitian adalah: Memberikan solusi bagi masalah lingkungan hidup di Kota Depok.
Waktu, tenaga dan biaya adalah faktor utama yang membatasi penelitian ini dan besarnya wilayah penelitian serta banyaknya unsur-unsur yang diteliti. Lokasi penelitian akan dibatasi pada dua daerah saja yaitu daerah dengan kepadatan tertinggi dan daerah dengan kepadatan terendah pada tingkat Kecamatan dan masing-masing akan diambil satu daerah terpadat pada tingkat kelurahan. Kemudian unsur-unsur yang diteliti dari masing-masing variabel pembentuk permukiman adalah: kualitas perumahan (rumah) dalam bentuk dan ukuran yang dibatasi pada kesesakan penghuni dan kepemilikan ruang terbuka, keberadaan sanitasi, luasan bangunan, serta perlindungan hak milik; penataan lahan dan ruang dibatasi pada penggambaran kesesuaian penataan lahan dan ruang yang berdasar pada rencana seperti pendidikan (TK dan SD), peribadatan (masjid), niaga, kesehatan, olahraga dan rekreasi, pelayanan pemerintah; dan masalah sosial.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif (survei dan observasi lapangan). Untuk mempermudah pengambilan sampel populasi terutama dalam hubungannya dengan target responden, paneliti mengambil teknik purposive sampling dengan mengelompokkan populasi berdasarkan beberapa kriteria
Penilaian kualitas perumahan (tabel 35) secara umum di ketiga daerah penelitian adalah baik. Penilaian baik dan buruk didasarkan atas:
1. Kesesuaian dengan peraturan. Apabila sesuai maka penilaianya adalah baik
2. Kepemilikan dari faktor-faktor yang diteliti pada masing-masing sub variabel, seperti kepemilikan bak sampah, KM/WC sendiri, teras, halaman, surat-surat tanah dan bangunan. Apabila memiliki maka penilaianya adalah baik.
3. Apabila lebih dari 50% responden masuk dalam kriteria baik diatas maka dapat dikatakan bahwa secara umum kualitas perumahan di lokasi penelitian adalah baik.
Bobot nilai tertinggi yang diambil oleh peneliti adalah koefisien dasar bangunan. Kemudian masalah perlindungan hak milik berbobot terendah dengan alasan tidak terlalu berdampak langsung kepada kualitas permukiman. Pembobotan nilai dari kualitas perumahan itu sendiri adalah 20 (skala 100) dari keempat variabel yang diteliti, seperti yang telah disinggung pada bab sebelumnya.
Salah satu acuan pengelolaan lahan dan ruang adalah dengan melihat kesesuaian peruntukan daerah berdasarkan aturan koefisien dasar bangunan, disamping kesesuaian lainnya berdasarkan aturan pemerintah setempat (mengacu kepada RT/RW kota Depok). Hampir semua daerah permukiman tidak menempati daerah bahaya seperti keadaan tanah yang miring (curam), tidak berada di daerah cekungan dan tidak dilewati tegangan tinggi. Hal ini berarti secara umum, ketiga daerah penelitian memiliki nilai baik pada pengelolaan lahan dan ruang.
Secara umum hasil penggalian dari responder didapat semua sarana dari sisi jumlah adalah cukup kecuali taman bermain, penerangan jalan dan depo sampah dianggap kurang, kondisi dan sarana yang adapun dianggap kurang. Semua pelayanan sarana adalah baik, kecuali masalah depo/angkutan sampah. Rata-rata kondisi sarana adalah baik kecuali taman bermain, penerangan jalan dan depo/angkutan sampah adalah kurang. Lapangan olah raga dan saluran air dianggap cukup.
Pembobotan nilai: jumlah (50), kondisi (30), dan pelayanan (20). Pembobotan nilai pada jumlah lebih besar karena prasarana dan sarana ukurannya adalah jangkauan masyarakat, artinya sejauh mana prasarana dan sarana dapat melayani masyarakat. Kemudian kondisi prasarana dan sarana dimana hal ini lebih mengacu kapada fisik atau perawatan fisik, dan pelayanan lebih kepada interaksi/hubungan manusia dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Interaksi/hubungan sosial antar masyarakat secara umum berdasar dari penggalian dari responden tentang keharmonisan hubungan antar tetangga adalah baik. Faktor keamanan dan kenyamanan yang turut mempengaruhi masalah sosial pada penelitian ini secara umum juga dinilai masih cukup baik, artinya dari ketiga daerah penelitian dua diantaranya masih dianggap relatif aman oleh responden.
Kesimpulan:
1. Hasil pengumpulan data di lapangan menunjukan sebagian besar responden, bekerja atau beraktivitas sehari-hari di Jakarta dan alasan pindah sebagian besar responden adalah harga tanah/rumah yang murah dan mencari suasana baru yang lebih baik, dengan demikian dapat dikatakan Kota Depok merupakan daerah penyangga (suburban) permukiman bagi DKI Jakarta
2. Masalah pada variabel Kualitas Perumahan adalah terlanggarnya peraturan tentang pemenuhan koefisien dasar bangunan (OS). Hal tersebut terjadi karena hampir semua responden mengembangkan rumahnya dengan cara penambahan ruangan ke arah horisontal (memanfaatkan lahan (persil) yang mereka miliki.
3. Gambaran pengelolaan lahan dan ruang di dalam masalah perubahan kualitas lingkungan permukiman dari hasil penelitian masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku (RTRW Depok 2000)
4. Masalah kurangnya sarana pendidikan dan kesehatan berdasarkan pada perbandingan antara jumlah penduduk dan minimal sarana yang dibutuhkan dan masalah kurangnya sarana dan prasarana dari sisi jumlah dan kondisi hasil penggalian masyarakat seperti taman, penerangan jalan, dan depo/angkutan sampah. Hal tersebut diduga penyebaran sarana yang kurang merata dan penyediaan sarana yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah kota setempat.
5. Hubungan antar masyarakat secara umum cukup serasi, kegiatan bersama antar warga masih ada seperti olah raga.
Saran
1. Perencanaan dan pembangunan desa atau kota-Kota kecil disekitar Jabodetabek harus merata agar perpindahan penduduk ke kota (DKI Jakarta maupun Kota Depok itu sendiri) dapat dikurangi.
2. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan huniannya (memperluas bagunan) tanpa harus melanggar ketentuan yang ada. Hal ini berarti perencana kota (Pemkot Depok) harus dapat mengadopsi keadaan yang terjadi di masyarakat dalam mengembangkan bangunannya dengan mengevaluasi kelayakan peraturan atau ketentuan tentang masalah KDB secara berkala, dan ketentuan yang dibuat harus dijalankan dan diawasi secara ketat.
3. Pembangunan kota dan pembagian peruntukan lahan harus merata dan disesuaikan dengan perencanaan serta kebutuhan dari setiap daerah sehingga kepadatan penduduk dapat tersebar merata, tidak terkonsentrasi di satu atau dua daerah saja.
4. Sebaran beberapa fasilitas (sarana) tidak merata, karena itu pemerintah daerah setempat perlu meninjau kembali perencanaan pengembangan daerahnya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa perencanaan pengembangan daerah harus mengadopsi kebutuhan masyarakat yang digali langsung dari masyarakat dan Pemerintah kota Depok harus dapat memprioritaskan pemenuhan kebutuhan akan sarana lingkungan bagi masyarakatnya.
5. Ruang terbuka dan balai pertemuan lingkungan diadakan dan dibangun baik oleh pemerintah atau warga itu sendiri. Kegiatan di ruang terbuka dan balai pertemuan diadakan/diaktifkan seperti pertemuan bulanan antar warga, kegiatan olah raga dan rekreasi.

Population Growth and the Changes of Settlement Environment Quality in Depok City (Case Studies in Bhaktijaya Neighborhood, Sukmajaya District and Duren Mekar Neighborhood, Sawangan District, Depok City)The overincreasad city population especially from the urbanization causes the descending of its bearing and carrying capacity, one of which is the shortage of land for housing. From that reason comes the needs to grow space and land. Since such needs can not be achieved in cities, it causes spreading towards the outskirts, which known as the hinterland. These kind of things happened in Jakarta, and to its suburban i.e. Depok. As a result of the so called spreading, area such as Depok could in a way be known as the suburbs of Jakarta.
Moreover the impact of the urbanization causes numerous forms of degradation of the city's environmental quality, especially the unqualified zoning, the forming of shanty-towns, the increment number of waste, and the escalation of contaminated water and land by domestic waste. Urbanization also causes the declining of city's esthetics, threaten the historical heritage, narrowing/lacking the open space, the city parks, the sports fields, and the recreational parks.
The diverse development on each city causes the diversity of housing density. There are low density neighborhoods on this side and high density neighborhoods on others. Such diversity automatically brings about the different level of specific environmental degradation and affects the whole deity's environmental degradation (Sobirin in Koestoer, 2001:46).
Based on the things mentioned above, the problems can be formulated as follows: The growth of population density decreases the environmental quality of settlement, physically as well as socially.
Furthermore, the main purpose of this research is to give solution for the environmental problem in Depok City.
Time, energy and cost were the main factors which limited the extent of the research area and the numbers of feature that had been observed. The research area was limited on two zones, that were the highest density zone and the lowest density zone on one district (kecamatan). From that, each would cover the densest population in the neighborhood (kelurahan). Furthermore the observed features from each variable forming the neighborhood were: the housing quality in shape and size limited on the overcrowded inhabitants and the ownership of the open space, the sanitation existence, the building coverage, and the property protection; the land use and space utilization limited on the consistency of the land use and space utilization based by urban planning, i.e. educational (SD and Tit), spiritual (mosque), commercial, health, sport and recreation facilities, also public services; The social issue was limited on the social interaction of the communities.
The method used in this study was the descriptive research design (survey and field observation). To make the sampling easy particularly in connection with the target; the researcher chose the purposive sampling technique with population grouping based an certain criteria
The general assessment of the housing quality (Table 35) in three research areas was fine. The assessment was based upon:
1. The consistency to the regulations. The assessment was fine if each (sub variable) accommodated to the regulations required.
2. The ownership of the observed factors on each sub variable, i.e. trash cans, bathroom/WC, porch, garden, land and building documents. If available the assessment was fine.
3. If more than 50% respondent fell into the criteria mentioned above, it could be said that the housing quality at the research location was generally fine.
The highest point taken by the researcher was the building coverage coefficient Moreover the property protection issue was at the lowest point with reason not having the direct impact to the housing quality. The point assessment of the housing quality itself was 20 (on the scale of 100) amongst four variables observed, as mentioned on the previous chapter.
One of the land and space management standard was to look at the consistency of the land use based on the building coverage coefficient regulation, beside the other consistency based on the local administrative regulation (referring to the Depok Urban Land Planning). Almost all neighborhoods did not occupy the dangerous area such as the precipitous ground (steep), the hollow ground and were not pass through by the high voltage wiring. This generally means, the three research area had a fine assessment in the land and space management.
Generally the in-depth interview came up with: all structures quantity was moderate except play grounds, street lamps and waste depots were found poor. All structure services were fine, except waste depots/removal. On the average the strictures condition were tine except play grounds, street lanes and waste depots/removal were poor. Sport fields and water plumbing were considered moderate.
The point assessment the number (50), the condition (30), and the services (20). The point assessment of the number was higher because the measurement of the structure and the infrastructure was the range of the public services, which mean how well these factors sewed the community. Then the condition of the structure and the infrastructure, which referred to the material or physical maintenance, and the public services referred to the human interaction relationship in providing the public services.
The social interaction/relationship, generally based on the respondents' interview about the harmony of the neighborhoods, was fine. The security and amenity factors which could affect the social issue in this research was generally graded fine enough, meaning that respondents of the two amongst three research area dill considered them relatively fine.
Conclusions:
1. The primary data collection showed that most of the respondents go to work or have their activities in Jakarta, and the reasons for their migration were the low-cost land/houses and the better new conditions. Hence the Depok City was the suburbs of DKI Jakarta.
2 The problem on the housing quality variables was the infringement of the building coverage coefficient regulations. This happened because most of the respondents extended their houses by adding rooms horizontally utilizing their land.
3. The portrayal of the land and space management in the issue of settlement environment quality change dug out from this research was still parallel to the recent land use planning (Depok Urban Land Planning Year 2000).
4. The lacking of educational and health facilities based on the ratio of population number and minimum facilities required and the problems of those based on the quantity and the condition came up at the in-depth interviews, e.g. playgrounds, street lamps, and waste removal. These were presumed as a result of uneven distribution of the public facilities and the unavailability of structure by the local government.
5. The interaction of the community was generally in harmony, the joint activity between people still existed such as sports.
Suggestions:
1. The planning and development of villages or small towns in the region of Jabodetabek should be even in order that the city migration (DKI Jakarta or Depok City itself) could be lessen.
2. People should be given the opportunity to extend their houses (extend the building) without violating the existing regulations. This meant that City planner (Depok City Administration) should adopt the condition happened in the community on building development by evaluating the proper regulations or rules about such problems concerning the building coverage coefficient continually, and the rules made should be operated and observed strictly.
3. City development and land use distribution should be even and accommodated with the plan and the needs in each area in order to achieve the even population density, not only concentrated on one or several areas.
4. The distribution of the facilities was uneven; hence the local administrator should review its development planning. Considering that local development planning should accommodate the community needs dug out directly from people and Depok City administrator should make priorities about the needs fulfillment of public environment facilities.
5. Open space and local community hall should be provided and built by the administrator or the community it selves. The activities in such place should be established, e.g. monthly neighborhood meeting, sports and recreations."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Sutanto
"Sebagian besar masyarakat kota memiliki kecenderungan bekerja rutin di dalam ruangan. Degngan demikian, mereka membutuhkan kegiatan rekreasi yang aktif ataupun pasif untuk mengimbanginya Oleh karenanya, selalu dibutuhkan fasilitas rekreasi yang terjangkau Iokasi dan biayanya untuk masing-masing kelompok masyarakat tersebut.
Sesungguhnya kegiatan rekreasi dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa harus tergantung sepenuhnya pada tempat dan waktu, misalnya di rumah. Banyak tempat rekreasi yang memanfaatkan potensi alam yang ada seperti di pegunungan, di pantai.
Tetapi sejalan dengan semakin berkembangnya jaman, maka ada tuntutan untuk memasukkan jenis rekreasi baru yang semakin menarik, misalnya permainan, olahraga, dll. Menjadikannya semakin kompleks dalam mewujudkan fasilitas tersebut.
Sesuai dengan uraian di atas, maka sebagai proyek Tugas Akhir, saya memilih perancangan Fasilitas Rekreasi Taman Air yang memberikan suasana santai / leisure bagi pengunjungnya melalui sarana kegiatan bermain."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parinduri, Indah Nirmalasari
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S33938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmawati
"Kenyataan bahwa krisis sosial yang selama ini ada di perkotaan bukan hanya ditandai oleh perumahan kumuh yang dari waktu ke waktu mekar merambah banyak sudut kota, akan tetapi juga ditandai dengan minimnya ruang daur hidup yang mendukung proses pengembangan fisik dan jiwa manusia dari pranatal sampai mati dan fasilitas bagi anak-anak yang dapat mendukung kehidupan mereka sehingga membuat mereka menjadi tidak teralih, tidak terdidik bagi masa depan mereka, dan terus terbelakang serta sulit untuk berkembang. Penelitian ini ingin mengungkap persoalan ini dengan kasus rumah susun.
Untuk menjawab persoalan diatas, pendekatan penelitian adalah kualitatif dalam pengertian mengamati secara khusus dan menganalisis kegiatan anak-anak, usia balita dan sekolah di dalam rumah dan di sekitar rumah susun. Metode analisis yang digunakan adalah analisa ruang daur hidup khususnya anak-anak.
Temuan penelitian antara Iain; peran rumah susun sederhana yang pada saat ini baik sebagai sarana untuk memfasilitasi masyarakat dari golongan menengah ke bawah akan tetapi kurang sempurna jika untuk pengembangan anak-anak yang ada di dalamnya. Terjadinya perubahan pada bentuk tipikal perumahan yang menyebabkan perubahan pada aktivitas anak-anak yang akan memunculkan ruang-ruang baru. Kondisi kinerja raga tiap-tiap anak disesuaikan dengan perkembangan fisikal berupa pergerakan yang diimbangi dengan bertambahnya ruang daur hidup baik secara horizontal maupun vertikal, dan kondisi kinerja pikir tiap-tiap anak disesuaikan dengan kemampuan kognitifnya berupa bertambahnya kemampuan yang diimbangi dengan bertambahnya ruang daur hidup yang dapat disubstitusi pada tiap-tiap lantai rumah susun.

The fact is that current urban social crisis is not only marked by the ever-growing slums in cities. but also by the inadequacy of life-cycle space for supporting physic and soul human development form prenatal until died and facilities for children activities which can support their life and caused them to be untrained, uneducated for their future, and backward. This research wants to see this problem with flats for cases.
To answer the question above, the qualitative research by watching specially and analyzing children activities, from infancy stage until school age stage in their house and around the flats. Analysis method is used life-cycle space analysis especially children.
The research founds that current flats is good to facilitate people from middle to low income community but is not good lo develop children inside, the change at the typical flats form cause the change at children activities which rise new spaces, the laborer of body from each children could see at the physical grow like moving which is compare with the more life-cycle space horizontally as well as vertically, and the laborer of mind from each children could see at the cognitive ability like ability which is compare with the more life-cycle space which could be substituted at each flats floor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abimanyu T. Alamsyah
"Selama dekade terakhir jumlah kepadatan dan penyebaran penduduk JABOTABEK berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut tidak selalu diikuti dengan penyediaan fasilitas yang memadai, terutama pendidikan dan peribadatan yang sangat penting bagi pendidikan mental dan spiritual masyarakatnya. Penelitian ini mengungkapkan kecendrungan yang terjadi berkaitan dengan perimbangan antara perkembangan permukiman penduduk JABOTABEK dengan fasilitas pendidikan dan peribadatan dari wilayah Jakarta hingga Tanggerang tahun 1985 - 1994. Pengungkapan ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan kondisi sosial yang terjadi akhir-akhir ini."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
JUTE-XII-1-Mar1998-107
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal
"Kehidupan masyarakat kumuh Kota Tangerang rentan terhadap berbagai permasalahan, mulai masalah sosial, ekonomi sampai Iingkungan. Masalah tersebut harus diselesaikan dengan berbagai potensi yang dimilikinya sendiri, seperti halnya kebutuhan masyarakat akan sanitasi yang dapat mendorong meningkatnya kualitas hidup masyarakat yang difasilitasi oleh kelompok masyarakat dengan MCK Plus++. MCK Plus++ adalah sarana sanitasi masyarakat untuk keperluan mandi, cuci dan kakus serta sarana untuk mendapatkan air bersih.
Peranan MCK plus++ selain untuk kebutuhan sanitasi juga dapat menghasilkan biogas sebagai sumber energi untuk kebutuhan rumah tangga. Dinamakan MCK plus++ karena tidak seperti MCK biasanya yang hanya menggunakan septictank dan resapan. MCK plus++ dirancang dengan mengkombinasikan sarana MCK, Biodiegester dan sistem pengolahan air limbah dengan sistem DEWATS (Decentalized Waste Water Treatment System) yang ramah lingkungan, yaitu suatu teknologi pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem pengolahan hayati. MCK PIus++ telah di tempatkan pada 26 lokasi di beberapa kelurahan di Kota Tangerang.
Masalah kampung kumuh di Kota Tangerang yang disebabkan oleh dampak perkembangan masyarakat tanpa diimbangi dengan fasilitas yang memadai, seperti; kurangnya sarana WC, WC tidak menggunakan septictank, kotoran manusia berserakan, kurangnya air bersih dan sampah yang menumpuk. Dengan latar belakang masalah tersebut penelitian ini mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana MCK plus++ dalam menghasilkan energi biogas. (2) Apakah MCK plus-H bermanfaat secara sosial dan ekonomi, (3) Bagaimanakah Managemen MCK plus++ yang dikelola oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui potensi MCK pluss ++ dalam menghasilkan energi biogas. (2) Menganalisa manfaat sosial ekonomi MCK plus++. (3) Mengetahui managemen pemanfaatan MCK plus++ yang dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) MCK plus++ punya potensi cukup besar dalam menghasilkan energi biogas. (2) MCK plus++ bermanfaat secara sosial dan ekonomi.(3) MCK pluss++ dapat didikelola oleh lembaga swadaya masyarakat.
Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitalif dianalisis secara deskriptif analitik, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk menghitung potensi biogas yang dapat didihasilkan yang dihitung dengan menggunakan metode valuasi ekonomi yang menghitung dua aspek yaitu: (1)-kerugian masyarakat dengan menggunakan metode eksternalitas; (2) total nilai dan kelayakan dengan metode benefit cost.
Hasil Penelitian menunjukkan potensi MCK plus++ dapat menghasilkan energi biogas dengan kapasitas 4,8 m3/hari yang dapat dikonsumsi oleh 1-3 KK yang ekievalen dengan 10-15 jiwa. Dengan potensi energi biogas tersebut masyarakat pengguna dapat meminimalisasi pengeluaran sekitar Rp. 100.000 yang sebelumnya masyarakat harus mengeluarkan sekitar Rp.150.000/bulan untuk kebutuhan bahan bakar rumah tangga (minyak tanah dan atau Gas elpiji).Secara sosial ekonomi MCK plus++ bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena sebelum MCK plus ++ ada masyarakat kumuh pengglma MCI( plus harus mengeluarkan biaya kesehatan sebesar Rp.1.600.000/bulan dengan prevalensi penyakit diare dan typus 6,15% dan 0,92% dari 325 populasi. sedangkan setelah ada MCK plus++ prevalensi penyakit menurun secara berturut-turut menjadi 0,92% dan 0,30% dengan biaya kesehatan menurun 71, 875 %bulan dari biaya tidak langsung sebesar Rp. 1.600.000/bulan. Total nilai ekonomi MCK plus++ sebesar Rp. 412.223. MCK plus ++ dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat dilakukan secara efektif dan profesionalisme manajemennya sehingga dapat memiliki manfaat secara sosial dan ekonomi.
Kesimpulan dalam penelitian adalah (1) Energi biogas dapat dihasilkan dari MCK plus++ dengan kapasitas 4,8 m3/hari. Dengan potensi yang terbatas sebagai hasil samping dapat dimanfaatkan oleh 10 -15 jiwa dari 325 pengguna fasilitas MCK plus++.(2) MCK plus++ mempunyai manfaat sosial ekonomi dapat menurunkan Prevalensi penyakit dari penyakit diare dan Typus dengan persentase 6,15% dan 0,92% sebelum MCK plus++ sedangkan setelah MCK plus++ ada Prevalensi penyakit menurun berturut-turut 0,92 % dan 0,30 %.sehingga dapat menurunkan biaya kesehatan masyarakat sckitar 71, 875 persen dari biaya tidak langsung sebesar Rp. 1.600.000/ bulan (3) MCI( plus-0+ berbasis pengelolaan lembaga swadaya masyarakat dimanfaatkan secara efektif dan dikelola secara profesional dalam -meningkatkan pelayanan serta keswadayaan masyarakat
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pemerintah Kota Tangerang sebaiknya memanfaakan MCK plu++ sebagai sarana untuk memperbaiki sanitasi dan potensi energi biogas sebagai hasil samping yang walaupun terbatas di pemukiman kumuh dapat diatur lewat peraturan daerah. (2) LSM pengelola MCK plus ++ sebaiknya dapat memaksimalkan pemanfaatan MCK plus++ sebagai sarana memperbaiki pola hidup masyarakat dan pemanfaatan energi biogas secara berkelanjutan serta meningkatkan partisipasi masyarakat. (3) Masyarakat sebaiknya dapat belajar pengelolaan MCK plus-H agar transformasi manajemen dari manajemen berbasis lembaga swadaya masyarakat ke managemen berbasis masyarakat secara penuh.

People living in slum areas of the city of Tangerang are prone to many problems: social, economic and environmental. These have to be dealt with using their own potentials, e.g. public needs for hygiene sanitary facilities to improve their life can be met by providing MCK Plus++ (public bath, wash place, toilet and clean water source) managed by commtmity groups.
MCK Plus++ is not just a sanitary facility; it serves also as a small-scale biogas plant producing energy for local households. Such facility is named MCK Plus++ because iris different from an ordinary MCK that functions only as a septic tank and artificial recharge. This special type of MCK is designed to combine sanitary facilities, biodigester and environment-friendly DEWATS (decentralized waste water treatment system) - a technology for biologically treating household wastes. In Tangerang, these facilities have been constructed in a total of 26 locations in several subdistricts in Tangerang.
The problem of slums faced by the adrninistration of Tanger-ang is a result of the region?s population growth coupled with the absence of adequate public sanitary facilities and clean water supplies Only a small number of toilets are available - most of them without septic tanks. Minimum facilities lead to subsequent problems including littering human feces and piling up garbage. A number of questions need to be responded to: (1) How can MCK Plus++ produce biogas mergy; (2) Will MCK Plus++ give community members social and economic benefits; and (3) How is an MCK Plugs++ managed by a non-government orgnization.
This research aims all (1) finding out the potentials of MCK Plus++ in producing biogas energy; (2) analyzing social and economic benefits of MCK PIus++; and (3) studying how the facilities are managed by non-government organizations/community groups.
The research presents the following hypotheses: (1) MCK Plus++ has considerable potential to produce biogas energy; (2) MCK Plus++ is socially and economically beneficial; (3) MCK Plus++ can be managed by non-government organizations.
The research took place in the city of Tangerang using both the qualitative and quantitative methods Qualitative data were descriptive-analytically studied while a quantitative approach was used in calculating the biogas potentials. Economic valuation: (1) losses suffered by community menbers using the ext ality method; (2) total value and feasibility using the cost-beneit method.
Research results reveal that an MCK Plus++ is capable of producing 4.8 cubic meters of biogas daily for consumption by 1-3 households or 10-15 persons. Even with such a small amount of biogs, people can still their expenses by Rp 100.000 (previously they had to spend Rp 150,000 permonth on household fuel (kerosene or LPG). Socio-economically, MCK Plus++ can benefit the people by improving their life. Prior to the MCK Plus++ project., health cane costs them Rp 1 .600.000 a month. The project managed to cut the costs by 71, 875 % down to only Rp 412.223, These tacilities are effectively and professionally managed by non-government organizations to give social and economic benefits.
Conclusions drawn from this research include: (1) While MCK Plus++ is capable of producing biogas; however, the energy cannot be enjoyed by all the facility users. Its by-product, i.e. biogas, has only small potential as a household fuel to substitute kerosene and LPG. In Tangerang, an MCK Plus++ is shared by 325 people; yet the produced biogas (4.8 cu.m. per day) can only supply 10 to 15 people; (2) MCK Plus++ has socio-economic benefits as it reduces the number of people suffering hygiene-related diseases. MCK Plus++ in Tangerang is economically feasible as it cuts health cate costs by 71,875 % down from Rp 1,600,000 per month; (3) MCK Plus++ effectively and professionally managed by non government organizations serve the purposes of improving, public services and promoting community self-help.
The research recommends that (1) The administration of Tangerang issue a bylaw on employing MCK Plus++ as a means to improve people's hygiene and to produce biogas despite its limited volume for use by people in slum areas; (2) NGOs managing MCK Plus++ maximize the use of the facility for improving the local people?s standard of living, producing biogas energy for sustained use by the locals, and promoting community participation; (3) Community members learn how to manage MCK Plus++ so in time they can take over the management of the facilities which are currently operated by NGOs."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roeslan Kesai
Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 1984
361.1 ROE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>