Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182201 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eddy Sa`ud
"Diantara peralatan yang digunakan untuk pemakaian energi salah satunya adalah Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor). Perkembangan Heat Exchanger selling dengan perkembangan pembangunan industri seperti industri pupuk, industri perminyakan, industri makanan, industri tekstil, industri kimia dan lain-lain. Untuk menggairahkan industri produk heat exchanger dalam negeri pada era sepuluh tahun mendatang (tahun 2006) diperlukan adanya suatu pendekatan untuk manilal prospek produk dan pasarnya.
Dalam melihat kondisi produk heat exchanger tersebut peninjauannya dibutuhkan begitu banyak unsur-unsur yang terkait. Namun dalam tinjauan penilaian disini hanya memakai metode forecasting jenis judgement, dimana datanya berdasarkan data impor dan data ekspor heat exchanger serta data pemakaian heat exchanger dibeberapa Industri.
Kenyataannya kebutuhan heat exchanger di Indonesia pada periode tahun 1989-1996 masih mengimpor relatif besar dari 24 negara. Adapun jumlah impor tertinggi pada priode 1992 berjumlah 12.619 ton dengan nilai 133,6 juta dolar US, dimana negara pengimpor terbesar adalah Jepang, Korea Selatan, USA, Italia. Meskipun ada pabrlk yang mengelola industri heat exchanger dalam negeri sebanyak 27 perusahaan dengan kapasitas produksi terpasang lebih kurang 2.675 ton/tahun, sedangkan kebutuhan kandungan materialnya 87% masih impor.
Untuk sepuluh tahun mendatang (tahun 2006) kebutuhan heat exchanger masih terus berkembang pesat, sehingga kebutuhan sumber daya manusia, teknologi, serta material sangat perlu ditingkatkan untuk menyerap pasar dalam negeri kita sendiri.

One of the equipment used for energy consumption is heat exchanger. The development of heat exchanger Is in line with growing of industry development such as fertilizer industry, oil industry, food industry, textiles Industry, chemicals industry and so on. To enthusiasm the industry for heat exchanger product in domestic in the next ten years era (year 2006) to be required any approach to evaluate the product and Its market prospects.
To see the condition of the heat exchanger product that the reviewed to be needed so many concerned elements. Although, In review of this evaluation here duly use forecasting method of judgment type, where its data Is based on import and export data heat exchanger and application data of it in several industrials.
In reality, the need for heat exchanger in Indonesia for the period of 1989 - 1996 still most relatively import from 24 countries. There is the highest import amount in the period of 1992 is 12.619 tons with value of 133,6 millions dollar US, which the largest imported countries are Japan, South Korea, USA, Italy. However there is a factory which processed the heat exchanger industry in domestic of 27 companies with power capacity at last 2.675 ton/year, while the demand for containing its material of 87% still imported.
For the next ten year (year 2006) the demand for heat exchanger still rapid growth, so that the demand for human resources, technology, and material is necessary to be enhanced to absorb our domestic market.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Trisno Anggoro
"Tingginya konsumsi energi dari sistem tata udara di rumah sakit, khususnya ruang operasi, disebabkan adanya persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk memastikan kondisi lingkungan di dalam ruang operasi yang steril serta bersih bagi staf dan pasien. Oleh karena itu, perlu adanya langkah konservasi energi di bangunan rumah sakit dengan menerapkan metode dan peralatan yang dapat menurunkan konsumsi energi tanpa mengorbankan kenyamanan sekaligus meningkatkan kualitas udara yang bersih dan steril. Integrasi heat pipe dalam suatu sistem tata udara merupakan salah satu contoh aplikasi peningkatan efisiensi energi. Studi eksperimental dilakukan untuk menginvestigasi kinerja termal dari heat pipe sebagai alat penukar kalor (heat exchanger) atau yang umum disebut dengan heat pipe heat exchanger (HPHE).
Pada penelitian ini HPHE dirancang dan dibuat untuk me-recovery kalor di dalam udara yang keluar dari simulator ruangan. HPHE terdiri dari heat pipe jenis tubular dengan fluida kerja air yang disusun staggered hingga sebanyak 6 baris dengan ukuran menyesuaikan dimensi ducting (lebar 470 mm, tinggi 300 mm, tebal 20 mm) dan ditambahkan fins di sepanjang heat pipe tersebut. Dimensi heat pipe yang digunakan memiliki panjang 700 mm, diameter luar 13 mm, dan 30 fins terpasang di masing-masing heat pipe. Terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja HPHE.
Serangkaian eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari temperatur inlet udara di dalam ducting (30°C, 35°C, 40°C, 45°C), jumlah baris heat pipe (2 baris, 4 baris, 6 baris), dan kecepatan udara masuk (1 m/s, 1.5 m/s, 2 m/s). Hasilnya menunjukkan bahwa efektivitas HPHE mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan temperatur inlet udara. Efektivitas terbesar diperoleh ketika menggunakan 6 baris heat pipe dengan kecepatan aliran udara masuk 1 m/s dan temperatur inlet udara 45°C. Jika ruang operasi rumah sakit beroperasi selama 8 jam/hari dan 365 hari/tahun, maka penurunan konsumsi energi pada sistem tata udara rumah sakit, khususnya ruang operasi, dapat diketahui dari prediksi besarnya heat recovery yang mencapai 4.1 GJ/tahun.

The high-energy consumption of hospitals HVAC systems, particularly the operating room, due to the specific requirements that must be met to ensure the environmental conditions in the operating room are healthy, convenient, and safe for staff and patients. Therefore, energy conservation efforts are needed in the hospital by applying the method and device that can reduce electricity consumption without sacrificing comfort while improving air quality is clean and sterile. The use of heat pipes in an HVAC system is one example of the application of energyefficiency improvements. Experimental studies conducted to investigate the thermal performance of the heat pipe as a heat exchanger or commonly named a heat pipe heat exchanger (HPHE).
In this study, HPHE is designed to recover the heat of exhaust air from a room simulator. HPHE consists of a tubular heat pipe with water as a working fluid that is arranged staggered by up to six rows with sizes to fit ducting dimensions (width: 470 mm, height: 300 mm, thickness: 20 mm) and added fins along the heat pipe. The tubular heat pipe has a length of 700 mm, an outer diameter of 13 mm, and 30 fins mounted on each heat pipe. Several parameters affect performance HPHE.
A series of experiments was conducted to determine the effect of the inlet air temperature in the ducting (30°C, 35°C, 40°C, 45°C). Moreover, the influence of the number of heat pipe rows (two rows, four rows, six rows) and velocity air (1 m/s, 1.5 m/s, 2m/s) was also investigated. The results show that the effectiveness of HPHE increase in line with the rise in inlet air temperature. The highest effectiveness was obtained when using 6-row heat pipes with the inlet air velocity of 1 m/s and the inlet air temperature of 45°C. The reduction of energy consumption in HVAC system can be seen from the prediction annual heat recovery with 8 h/day and 365 days/year will be 4.1 GJ/yr.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robbih Rizky Yudianto
"Jumlah penduduk yang terus meningkat di Indonesia menyebabkan penumpukan sampah limbah padat, dimana salah satu jenis sampah padat yang paling banyak dihasilkan adalah plastik. Sampah plastik yang tidak diolah telah terbukti dapat merusak lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan sifat sampah plastik yang sulit untuk diurai. Sehingga ketika sampah plastik masuk kedalam suatu lingkungan hidup, sampah plastik ini dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama karena tidak dapat terdekomposisi oleh bakteri. Selain itu, sampah plastik ini juga sifatnya berbahaya bagi hewan-hewan jika secara tidak sengaja masuk kedalam sistem pencernaan hewan tersebut. Dalam beberapa kasus, sudah ada hewan yang mati karena tersedak sampah plastik. Pada dasarnya tujuan dibuatnya plastik adalah karena sifatnya yang mudah dibuat, murah, dan dapat digunakan untuk jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu plastik tidak dapat lepas pada kehidupan modern ini. Dalam mengatasi permasalahan ini dibutuhkan sebuah solusi yang dapat mengolah sampah plastik yang dapat membandingi laju produksi sampah. Beberapa dari solusi yang dapat dijadikan pilihan adalah mechanical recycling, insinerasi, dan pyrolysis. Mechanical recycling adalah suatu proses yang dapat mengubah plastik dari wujud benda jadi kembali menjadi biji plastik mentah, dengan metode ini biji plastik mentah dapat digunakan kembali untuk membuat produk berbahan dasar plastik lainnya. Dari aspek lingkungan, metode ini memiliki keunggulan ramah lingkungan karena dapat mengurangi jumlah sampah plastik yang terbuang ke lingkungan hidup. Namun metode ini memiliki kelemahan karena tidak cost efficient, dan produk yang dihasilkan sifatnya lebih murah dibandingkan dengan biaya produksinya. Metode insinerasi memiliki aspek yang baik dari sisi cost efficient dan produk yang dihasilkan juga memiliki nilai manfaat yang tinggi. Karena dengan menggunakan metode insinerasi, sampah-sampah plastik digunakan sebagai bahan bakar untuk sistem pembangkit listrik. Namun, metode ini memiliki aspek yang tidak baik dari segi lingkungan. Karena walau metode ini dapat mengurangi jumlah sampah plastik yang terbuang ke lingkungan, namun plastik yang digunakan sebagai bahan bakar tidak diproses terlebih dahulu. Sehingga plastik yang dijadikan bahan bakar akan menghasilkan gas-gas yang sifatnya karsinogenik terhadap makhluk hidup. Metode pyrolysis memiliki keuntungan dari aspek cost efficient, harga produk yang tinggi, serta aspek lingkungan yang baik. Hal ini dikarenakan metode pyrolysis dapat mengubah plastik menjadi bahan bakar minyak. Dimana bahan bakar minyak dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan mulai dari transportasi hingga pembangkitan listrik. Secara aspek lingkungan bahan bakar minyak yang diproduksi juga lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan plastik yang dibakar pada metode insinerasi. Bahan baku yang digunakan pada penelitian pyrolysis ini adalah HDPE (high density polyethylene). Bahan baku ini dipilih karena merupakan salah satu tipe plastik yang paling banyak diproduksi. Selain itu, sudah banyak penelitian yang mengkaji HDPE sebagai bahan baku pyrolysis dan menyatakan bahwa produksi bahan bakar minyak dari bahan baku ini cukup banyak. Penelitian ini juga menggunakan HPHE (heat pipe heat exchanger) sebagai condenser karena kemampuannya untuk membuang kalor secara pasif, sehingga dapat lebih menghemat biaya produksi bahan bakar minyak dengan HDPE sebagai bahan baku dalam pyrolysis.....The increase of urban population in Indonesia contributed in the raise of solid waste, where one of these solid waste types are plastik. Unmanaged plastik waste has proven to be harmful to the environment. This was cause by plastik characteristics which is hard to be decomposed, thus when a plastik waste contaminated an ecosystem, these plastiks waste will last for a long time because it can’t be decomposed by bacteria. Moreovers these plastiks waste has a harmful characteristic to the animal that lives around the ecosystem if somehow these plastiks were to enter its digestive or respiratory system. In some casses there are animals that dies because its respiratory system were clogged by plastiks. Basically plastiks were meant to be cheap, easy to produce, and durable. That is the reason why plastik cannot be remove from a modern life trend. In order to resolve this case, a solution that could manage plastik waste that could even its production are needed. Some of these methods are mechanical recycling, insinerating, and pyrolysis. Mechanical recycling are a processed which converts plastik waste into a raw plastik pellet. From environmental aspect, mechanical recycling are a good choice to reduce plastik waste, but this method and its cost inefficient because the value of the product that is produce are low. Insineration is method which make use of a plastik waste as a fuel for generating an electricity. This methods have good cost efficiency and a high value of its product, but it is quite harmful to the environment. Despite the fact that this method can reduce plastik waste, but during the combustion process, a plastik may produce a gas that has a carsinogenic properties to living creature. Pyrolysis on the other hand have and good advantage at cost efficiency and high product value, because during pyrolysis plastiks are converted to a form of liquid oil. This oil may be used as a fuel for transportation to electric generator. The oil derived from a pyrolysis are more eco-friendly compare to burning a plastiks. The material which will be used in this research are high density polyethylene. HPDE are used because it is one of the most produce plastiks in the world. Also, some research have proven that HDPE have a high liquid yield in pyrolysis. A heat pipe heat exchanger are also used as a condenser as a means to reduce the cost for cooling because of its ability to passively cooled heat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inkasandra Faranisa Kolang
"Indonesia merupakan negara dengan sumber batubara terbesar di dunia salah satunya di Tarahan, Sumatera. Banyak pembangkit listrik di Indonesia yang menggunakan batubara sebagai sumber utamanya, salah satunya di Suralaya. Batubara digunakan sebagai sumber utama pembangkit listrik dikarenakan ia memiliki nilai kalor dan daya yang cukup besar dibandingkan dengan sumber pembangkit lainnya. Selain itu, harganya yang relatif murah menjadi salah satu pertimbangan pemakaiannya. Proses pendistribusian batubara dari Tarahan menuju Suralaya menggunakan tongkang. Penggunaan tongkang masih banyak digunakan karena dapat membawa kapasitas yang cukup besar dan harga shipping yang murah dibanding dengan transportasi lainnya.
Selama proses pendsitribusian, batubara dalam tongkang ditumpuk dengan ketinggian tertentu dan terpapar langsung oleh lingkungan, baik dari suhu, cuaca, udara dan kelembaban sehingga menyebabkan terjadinya pembakaran spontan batubara. Pembakaran tersebut selain berbahaya bagi keselamatan namun juga memengaruh kualitas batubara. Salah satu cara alternatif untuk mencegah terjadinya pembakaran spontan batubara dalam tongkang adalah dengan menggunakan alat penukar kalor dengan bentuk U-tube yang dipasang pada sideboard tongkang. Tujuan penelitian ini adalah membuat desain awal sistem alat penukar kalor dan kapasitas pompa yang digunakan pada tongkang. Penentuan dimensi heat exchanger menggunakan rasio luas permukaan pipa heat exchanger terhadap luas permukaan batubara yang terpapar langsung oleh lingkungan. Fluida yang digunakan untuk heat exchanger yang dirancang mengunakan air laut. Untuk mengalirinya diperlukan pompa untuk memompa air laut. Untuk mendapatkan kapasitas pompa diperlukan jumlah debit air yang akan digunakan.
Hasil rasio dimensi dan rasio debit aliran kemudian di rancang dalam tongkang dengan ukuran muatan batubara 7000 ton. Pembuatan desain alat penukar kalor pada tongkang mengguanakan aplikasi AutoCad. Hasil pengujian menunjukan desain pipa alat penukar kalor yang diperlukan dan peletakannya pada kapal tongkang serta kapasitas pompa yang diperluka untuk mencegah terjadinya pembakaran spontan.

Indonesia is the country with the world's largest coal source in Tarahan, Sumatera. Many power plants in Indonesia use coal as its main source, one of them in Suralaya. Coal is used as the main source of power generation because it has a heat value and considerable power compared to other generating sources. In addition, the price is relatively cheap to be one consideration of usage. The process of distributing coal from Tarahan to Suralaya using barges. The use of barges is still widely used because it can bring considerable capacity and cheap shipping prices compared with other transportation.
During the distribution process, coal in barges is stacked with a certain height and is directly exposed to the environment, whether from temperature, weather, air and humidity causing spontaneous combustion of coal. The combustion is other than hazardous to safety but also memengaruh coal quality. One alternative way to avoid the spontaneous combustion of coal in barges is to use the U-tube heat exchanger that is installed on the barge sideboards. The purpose of this research is to make the initial design of the heat exchanger system and pump capacity used on barges. Determination of the heat exchanger dimensions using the surface area ratio of heat exchanger to the coal surface area directly exposed by the environment. Fluids used for heat exchanger are designed using seawater. To calculate it needed a pump to pump the sea water. To obtain the necessary pump capacity amount of discharge water to be used.
The result of dimensional ratio and flow rate ratio are then designed in barges with a coal load size of 7000 tonnes. The design of the heat exchanger tool on a barge using AutoCad application. The test results indicated the design of the necessary heat exchanger pipe and its printing on the barge and the capacity of the pump was injured to prevent spontaneous combustion.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Oldy Fahlovvi
"Penggunaan sistem mesin pengkondisian udara (air conditioning – AC) merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kenyamanan manusia dan telah digunakan sejak awal abad kedua puluh. Akan tetapi dengan adanya permasalahan sseperti efek rumah kaca, pemanasan global serta meningkatnya jumlah pemakaian energi memberikan masalah yang cukup tinggi. Salah satu cara dalam menangani hal ini ialah dengan menggunakan desikan yang dapat menyerap kelembaban air di udara dimana pemanfaatan desikan cair dalam sistem pengkondisian udara telah banyak dilakukan. Namun dalam sistem regenerasinya sebuah boiler digunakan untuk meregenerasi larutan desikan lemah menjadi larutan desikan kuar sehingga membutuhkan energi tambahan dalam prosesnya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi berupa penggunaan kembali panas yang terbuang pada sistem regenerasi menggunakan heat pipe heat exchanger kembali masuk kedalam sistem regenerasi sebagai media preheater. Dalam penelitian ini larutan desikan cair kalsium klorida (CaCl2) digunakan dalam sistemnya dimana terdapat 3 perbedaan konsentrasi yang digunakan, yaitu 36%, 49%, dan 62% serta tiga kecepatan aliran yaitu 0,1; 0,15 dan 0,2 liter per menit, untuk memperlihatkan nilai efektivitas serta performa pada sistem regenerasi dari masing-masing konsentrasi. Hasil menunjukan bahwa perbedaan temperatur tertinggi didapat saat penggunaan desikan dengan konsentrasi 62% dan kecepatan aliran 0,15 liter per menit yaitu sebesar ± 2,35°C yang disebabkan oleh tingginya konsentrasi larutan tersebut. Hal ini juga menyebabkan efektivitas regenerator serta efektivitas dehumidifier mencapai nilai tertinggi pada saat penggunaan desikan dengan konsentrasi 62% pada kecepatan 0,2 liter per menit yaitu sebesar 23,56% pada regenerator serta 45,31% pada dehumidifier karena dengan semakin besar konsentrasi pada larutan desikan akan menyebabkan banyaknya uap air yang mampu diserap secara lebih banyak oleh larutan desikan.

The use of an air conditioning system (AC) is one of the ways used to improve human comfort and has been used since the early twentieth century. However, with problems such as the greenhouse effect, global warming and the increasing amount of energy use, the problem is quite high. One way to deal with this is to use a desiccant that can absorb moisture in the air where the use of liquid desiccants in cooling systems has been widely practiced. However, in the regeneration system a boiler is used to regenerate a weak desiccant solution into a strong desiccant solution so that it requires additional energy in the process. This study aims to provide a solution in the form of reuse of wasted heat in the regeneration system using a heat pipe heat exchanger back into the regeneration system as a preheater medium. In this study a liquid desiccant solution of calcium chloride (CaCl2) was used in the system where there were 3 different concentrations used, namely 36%, 49%, and 62% and three flow rates, namely 0.1; 0.15 and 0.2 liters per minute, to show the effectiveness and performance of the regeneration system for each concentration. The results showed that the highest temperature difference was obtained when using a desiccant with a concentration of 62% and a flow rate of 0.15 liters per minute which was ± 2.35°C caused by the high concentration of the solution. This also causes the effectiveness of the regenerator and the effectiveness of the dehumidifier to reach the highest value when using a desiccant with a concentration of 62% at a speed of 0.2 liters per minute, which is 23.56% in the regenerator and 45.31% in the dehumidifier because the greater the concentration in the solution. desiccant will cause a lot of water vapor that can be absorbed more by the desiccant solution."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Djamester
Jakarta: Gramedia, 1984
332.6 SIM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Sari
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>