Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86854 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Sayekti
"Berita merupakan suatu program televisi yang harus independen dari program lain. Sementara program lain berupaya melaksanakan fungsi entertainment-nya, berita lebih memiliki fungsi yang lain, yaitu fungsi informatif. Ini berarti bahwa berita bukanlah program yang disajikan sesuai dengan keinginan atau minat pemirsanya untuk menarik pemirsa sebanyak mungkin. Sebaliknya, berita harus memberikan informasi dan laporan yang sebaik-baiknya. Kredibilitas berita dapat diperoleh dengan mengacu pada Kode Etik Juralistik sebagai landasan moral. Berita haruslah berada di depan pemirsanya. Karenanya berita haruslah benar, akurat, obyektif, independen dan fair. Dengan banyaknya stasiun televisi yang bermunculan dengan programnya yang beragam, maka menarik untuk diteliti bagaimana program berita televisi kita. Apakah berita televisi kita sudah kredibel dengan mengacu pada Mode Etik Jumalistik. Ini dapat diketahui dengan melihat bagaimana orang-orang yang ada dibelakang berita televisi memahami dan menerapkan Kode Etik Jumalistik dan bagaimana proses produksi berita mempengaruhinya.
Kode Etik Juralistik berlaku universal di banyak negara walaupun interpretasi dan penerapannya memiliki keragamaan. Ini tergantung dari budaya dan kepercayaan masyarakat setempat Penelitian ini mengacu pada lima poin kode etik universal yang diambil dari aturan kode etik jumalistik di beberapa negara secara acak. Poin kode etik jumalistik itu adalah akurat, jujur, adil, obyektif dan independen. TPI dipilih dalam penelitan ini dengan perlimbangan kemudahan akses untuk mendapatkan data. Juga bahwa televisi ini adalah salah satu pionir televisi swasta di Indonesia dengan jangkauan pemirsa lebih dari 140 juta pemirsa di seluruh Indonesia. Dengan target audiens kalangan menengah kebawah, yang merupakan sebagian besar dari masyarakat Indonesia. TPI menjadi suatu sumber berita yang sangat penting bagi kalangan masyarakat tersebut juga karena tingkat menonton televisi lebih tinggi daripada tingkat membaca masyarakat tersebut.
Pengumpulan. data dilakukan dengan metode interview mendalam terhadap beberapa kru berita Lintas Lima, seperti: reporter, produser dan pemimpin redaksi. dan observasi terhadap kebijakan redaksi dan rapat redaksi. Penelitian dilakukan dengan metode analisa kualitatif. Analisa wacana kritis akan dilakukan terhadap hasil wawancara dan observasi dengan menggunakan acuan lima poin kode etik jurnalistik dengan penjelasannya. Pada tingkatan teks akan dilakukan analisa isi terhadap output berita berupa tayangan berita Lintas Lima itu sendiri. Ini dilakukan baik terhadap isi naskah maupun visualisasi berita Lintas Lima.
Penelitian ini menunjukkan suatu hal yang cukup menarik. Menilik dari teori donut Shoemaker dan Reese, ternyata penerapan kode etik jumalistik di TPI masih beragam pada berbagai level. Mulai dari level individual hingga level ideology, penerapan kode etik jurnalistik diterapkan dengan berbagai kendala dan keterbatasannya. Walaupun penelitian ini terbatas pada ruang redaksi atau newsroom, sehingga hanya mencakup level individual, rutinitas media dan level organisasi.
Bagi beberapa jurnalis, kode etik jurnalistik adalah sesuatu yang asing. Sementara bagi sebagian lagi ini hanyalah suatu aturan yang justru menghambat pekerjaan mereka. Tapi dalam tataran organisasi, dalam hal ini departemen pemberitaan TPI sedang berusaha membangun imej mereka dengan pemberitaan, khususnya Lintas Lima, usaha untuk tetap mengacu pada kode etik jurnalistik cukup kuat. Ini menjadi tekanan pada beberapa kali rapat redaksi yang sempat penulis hadiri. Tapi dalam prakteknya penerapan ini mengalami banyak hambatan. Kurangnya penyamaan persepsi dan pembelajaran mengenai kode etik jurnalistik adalah salah satunya. Selain itu bagi reporter tenggat waktu juga menjadi hambatan dalam berita yang berimbang, jujur dan akurat Berita yang disajikan menjadi berita yang seadaanya karenanya. Target pemirsa yang menjadi patokan dalam penyajian berita, yaitu kelompok pemirsa menengah kebawah, juga menjadi faktor dalam kualitas berita Lintas Lima. Kesan seadanya dan kurang berkualitas maka tampak jelas dalam laporan-laporan yang ditayangkan di Lintas Lima.
Karena kualitas berita juga ditentukan dalam mengacu atau tidaknya berita tersebut kepada kode etik jurnalistik, maka berita sebaiknya tidak diproduksi hanya untuk kalangan tertentu. Semakin baik acuan kode etik jurnalistik, semakin berhatihati dan semakin baiktah kru berita berusaha menyajikan laporannya. Maka ini sebaiknya menjadi perhatian bagi tiap individu yang berada di belakang pemberitaan. Kode etik jurnalistik tidak hanya ada di hati individu tersebut, tetapi juga di pikiran yang mengarahkan mereka dalam menjalankan pekerjaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1991
S21679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Anna Oktavia
"Media online memiliki peranan penting dalam memonitor kinerja pemerintah, dengan meliput kinerja mereka dan menyebarluaskannya kepada publik melalui berita. Pembingkaian media terhadap berita tersebut saling berbeda, karena pengaruh faktor internal dan eksternal media. Sehingga seringkali frame media memuat unsur-unsur lain yang menggambarkan sesuatu secara implisit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kepemimpinan presiden SBY melalui framing pemberitaan tentang reshuffle kabinet yang dibingkai oleh detikNews. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan pendekatan kualitatif, strategi social konstruktivisme dengan menggunakan model analisis Robert N. Entman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa detikNews melakukan pembingkaian atas penurunan popularitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih banyak pada kualitas kepemimpinannya. Dari keseluruhan penelitian dapat disimpulkan bahwa detikNews menggambarkan perannya sebagai guard dog.

Online media play an important role in monitoring government performance, by covering their performance and disseminate it to the public through the news coverage. The media frames the news differently. It depends on the influence of its internal and external factors. Therefore, the media framing often contains other elements that describe something implicitly. The purpose of this study is to examine detikNews framing of the President Susilo Bambang Yudhoyono leadership through its coverage on the cabinet reshuffle news. This study used qualitative approach, the constructivism paradigm, and the social constructivism as the research strategy. The method was used to analyze the media framing was Robert N. Entman framing model. The result reveals on its media framing of the President Susilo Bambang Yudhoyono popularity decline, detikNews paying more attention to the decline of the President Susilo Bambang Yudhoyono leadership quality. Overall, this research found that detikNews has played its role as a guard dog."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng
"
Makalah ini bertujuan untuk mengajukan argumentasi bahwa kode etik jurnalistik yang berlandaskan Pancasila memiliki keterkaitan erat dengan moral multikulturalisme, karena keduanya menekankan inklusivitas, penghormatan terhadap keberagaman, dan kesadaran akan persatuan di tengah perbedaan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan di bidang filsafat yang bersifat kualitatif deskriptif untuk menunjukkan arti dan mengungkapkan maknanya yang esensial. Metode ini melibatkan pengumpulan dan analisis kritis terhadap literatur yang relevan tentang multikulturalisme, filosofi, etika jurnalistik, dan pemberitaan media siber.
Hasil penelitian menunjukkan, perkembangan teknologi internet memberikan banyak perubahan pada cara hidup masyarakat dan memengaruhi preferensi masyarakat terhadap segi-segi komunikasi massa. Evolusi ekologi media ini melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Teknologi internet dengan berbagai variannya semakin menentukan bagaimana masyarakat berkomunikasi pada level interpersonal, kelompok, maupun massa. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam praktik jurnalistik yang inklusif, media dapat berperan sebagai agen yang memperkuat kesadaran multikulturalisme, mendorong persatuan, serta mempromosikan kesetaraan dan keadilan bagi semua warga negara. Melalui pemberitaan yang mengedepankan penghormatan, persatuan, dan kesetaraan, media dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap pembangunan masyarakat yang kuat, bersatu, dan beradab, sambil memperkuat ikatan sosial di antara warga negara. Prinsip toleransi aktif menciptakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa jurnalisme tidak hanya menghindari konten pemberitaan merugikan kelompok-kelompok tertentu melalui liputan yang bias, tetapi juga berusaha untuk mendukung pemahaman, dialog, dan perdamaian antar kelompok yang berbeda yang merupakan langkah penting dalam menciptakan jurnalisme yang bertanggungjawab, inklusif, dan berorientasi pada kepentingan publik.

This paper aims to illustrate the strong relationship between the Pancasila-based journalistic code of ethics and the morality of multiculturalism, emphasizing inclusivity, respect for diversity, and the consciousness of unity amidst diversity. Employing a qualitative and descriptive literature review methodology in the field of philosophy, this research aims to objectively uncover the philosophical essence and significance. The methodology involves a critical analysis of relevant literature concerning multiculturalism, philosophy, journalistic ethics, and online media reporting.
The research findings reveal that the advancements in internet technology have significantly altered societal lifestyles and influenced people's preferences for various forms of mass communication. This evolution in media ecology has impacted societies globally, including Indonesia. The diverse variations of internet technology increasingly shape how people communicate at interpersonal, group, and mass levels. Integrating the values of Pancasila into inclusive journalistic practices enables the media to play a pivotal role in reinforcing multicultural awareness, fostering unity, and advocating for equality and justice among all citizens. By prioritizing reporting that underscores respect, unity, and equality, the media can positively contribute to the development of a resilient, cohesive, and cultured society while strengthening social bonds among its citizens.
The principle of Active Tolerance creates a framework that ensures journalism not only avoids prejudice in its coverage but also strives to enhance understanding, dialogue, and peace among diverse groups. This is a crucial step towards cultivating responsible and inclusive journalism that is dedicated to serving the public interest.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afridah
"Penelitian ini membahas tentang Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik pada berita kekerasan seksual terhadap perempuan di ‘Lampu Hijau’ selama bulan November 2012 – April 2013. Konsep yang digunakan adalah media massa, kode etik jurnalistik, pemberitaan kekerasan seksual. Pendekatan penelitian ini yaitu kuantitatif dengan metode analisis isi. Namun, sebagai penunjang data digunakan juga wawancara dengan pihak – pihak terkait. Koran Lampu Hijau terkenal dengan pemberitaan kejahatan terutama kejahatan seksual. Dalam menayangkan berita semacam ini, diperlukan etika, sebuah pedoman moral bagi jurnalis dalam kegiatan produksi berita. Penelitian ini menggunakan indikator berita berimbang dan tidak menghakimi, isi pemberitaan, identitas korban kekerasan seksual, hak melindungi narasumber dan berita tidak prasangka dan diskriminasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa berita kekerasan seksual terhadap perempuan di “Lampu Hijau’ masih terdapat pelanggaran Kode Etik Jurnalistik.

This study discusses the Violation of Journalistic Ethics on news of sexual violence against women in the “Lampu Hijau” during November 2012-April 2013. The concept used is the mass media, journalistic ethics, news of sexual violence. This research uses quantitative approach with a content analysis method. However, supporting interviews of related stakeholders are used to support the analysis. “Lampu Hijau” is a newspaper known for its crime reports, especially sex crimes. Ethics are required in presenting this kind of news since a moral guideline for journalists in news production. The indicators of this study are balanced and non-judgmental news, news content, identity of victims of sexual violence, the right to protect resources and the non-prejudice and discrimination news. The results showed that the news of sexual violence against women in "Lampu Hijau" is still violating the Journalistic Ethics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Satya Nugraha
"Pemerintah dan media massa memiliki andil dalam kekerasan agama. Pemerintah mengeluarkan regulasi diskriminatif seperti SKB 3 Menteri no 3 tahun 2008 sementara media kerap memberitakan isu kekerasan agama secara menyudutkan. Penelitian ini berusaha melihat produksi berita kekerasan agama di Kantor Berita Antara yang memiliki afiliasi dengan pemerintah. Penelitian kualitatif ini menggunakan teori strukturasi dari Giddens dan konsep jurnalisme keberagaman. Analisis dilakukan dengan paradigma kritis dan metode studi kasus tunggal analisis level jamak (mikro, meso, dan makro). Temuan menunjukan bahwa tidak ditemukan interelasi agensi dan struktur dalam kasus ini. Antara memiliki kekuatan namun tunduk pada struktur sehingga strukturasi tidak terjadi.

Indonesia government and media play a part in anti-minority group violence. Government sponsors violence through discriminative regulation, like SKB 3 Menteri no 3 tahun 2008, while media tend to cover the issue with a discriminative tone. This undergraduate thesis explains the production of anti-Ahmadiyah violence in a government-owned news agency named Antara. Giddens’ Structuration and multicultural journalism are incorporated in this qualitative research. The researcher uses critical paradigm for single case multi-level (micro, mezzo, macro) analysis method. The finding shows that there is no interrelation between agency and structure found in this case study. Antara, as a powerful agent, bows down to the government that acts as the structure. Thus Antara plays no role in structuration."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruddin Lazuardi
"Fenomena news trading yang dilakukan jurnalis dan media korporasi juga ditemukan terjadi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola bagaimana institusi media arus utama di Indonesia dan bagaimana peran ideologi, hegemoni, dan oligarki dalam perdagangan berita mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan media sebagai salah satu bentuk corporate misconduct. Penelitian ini bersifat kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui buku, jurnal internasional, dan dokumen, serta wawancara mendalam yang dilakukan terhadap sembilan informan untuk menggali pengalaman dan pengetahuan informan mengenai fenomena tersebut. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data kualitatif Nvivo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian sosial terjadi karena reproduksi ide-ide politik identitas, yang kemudian meminggirkan kelompok minoritas dalam masyarakat dan melanggengkan kekuasaan kelompok dominan. Dari konsep media kriminogenik, penyimpangan perilaku media dalam mengkonstruksi dan mentransmisikan konten kekerasan (verbal atau nonverbal) dapat mengubah perilaku mereka yang terpapar. Ketidakpedulian media arus utama terhadap kemungkinan ancaman disharmoni sosial akibat paparan konten yang menyesatkan dan sikap peserta yang memperjuangkan kepentingan tertentu, ditambah dengan transaksi jual beli berita, praktik AoMP ini dapat dilihat sebagai corporate misconduct. Serangkaian praktik penyalahgunaan kekuasaan media melalui perdagangan berita sebagai kesalahan korporasi yang memicu kepanikan moral dan kerusakan sosial melanggar etika jurnalistik dan juga merupakan bentuk "kejahatan dalam derajat tertentu".

The news trading phenomenon journalists and media commit is also found in Indonesia. This study aims to identify patterns of how mainstream media institutions in Indonesia and how the role of ideology, hegemony, and oligarchy in news trading results in the abuse of media power as a form of corporate misconduct. This research is qualitative. Data collection techniques used were literature studies which used to collect data through books, international journals, and documents, and in-depth interviews conducted with nine informants to explore the experiences and knowledge of the informants regarding the phenomenon. Data analysis techniques were performed using Nvivo qualitative data processing software. The results show that social harm occurs because of the reproduction of identity political ideas, which then marginalize minority groups in society and perpetuate the dominant group's power. From the concept of criminogenic media, media behavior deviations in constructing and transmitting violent content (verbal or nonverbal) can change the behavior of those exposed to it. The mainstream media's indifference to the possible threat of social disharmony due to exposure to misleading content and the participants' attitude fighting for specific interests, coupled with news trading transactions, this AoMP practice can be seen as corporate misconduct. The series of practices of abuse of media power through news trading as corporate misconduct that triggers moral panic and social harm violates journalistic ethics and is also a form of "crime to a certain degree.""
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmanelly Triana
"Dalam kehidupan dunia modern, adanya informasi merupakan suatu kebutuhan bagi hampir seluruh masyarakat. Karena informasi merupakan media untuk memperoleh pengetahuan, pendidikan maupun hiburan bagi masyarakat. Dalam,_Penyajian suatu informasi bagi dunia jurnalistik pada umumnya, seringkali terjadi suatu penulisan atau pemuatan berita yang dirasakan merugikan pihak lain, yang menjurus kepada suatu perbuatan melawan hukum khususnya dalam hal penghinaan dan pencemaran kehormatan dan nama baik. Ada nya penghinaan dan pencemaran kehormatan dan nama baik ini seringkali sulit untuk dibuktikan bahwa telah terjadi suatu penghinaan dan pencemaran kehormatan dan nama baik tersebut. Hal ini disebabkan dalam Undang-undang Hukum Perdata sendiri tidak terdapat maksud yang jelas tentang definisi dari penghinaan dan pencemaran kehormatan dan nama baik tersebut. Sehingga para sarjana seperti Hofmann misalnya memberikan definisi bahwa yang dimaksud dengan pencemaran terhadap kehormatan adalah pencemoohan terhadap nilai kesusilaan, baik pada umumnya maupun dalam hubungannya dengan kedudukan atau jabatan khusus. Demikian juga menurut pendapat Para sarjana lainnya adalah berbeda-beda Sehingga dalam hal ini hakimlah yang akan menentukan batasan tertentu dalam praktek di pengadilan. Mengenai penghinaan dan pencemaran kehormatan nama baik itu sendiri dalam dunia jurnalistik telah ditentukan dalam suatu kode etik jurnalistik yang merupakan rambu-rambu bagi para jurnalis serta dalam undang-undang pokok pers. Dimana dalam hal ini diatur mengenai aspek hukum yaitu dengan adanya hak jawab serta hak koreksi dalam suatu pemuatan atau penulisan suatu berita. Di dalam praktek, adanya pihak yang merasa terhina dan tercemar nama baiknya seringkali memutuskan untuk menyelesaikan permasalahannya secara damai, hal ini disebabkan karena para pihak merasa jalur tersebut lebih cepat dan lebih efisien dibandingkan jika diteruskan sampai pada tingkat pengadilan namun tak jarang pula yang menuntaskan kasusnya sampai pada tingkat pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Helen
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Purwanto
"Kebebasan berpendapat yang selama ini ditekan secara represif telah menemukan jalannya, sejak lengsernya JenderaI Besar Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden Repblik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Pers bebas memberitakan segala kejadian, baik pemberitaan mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat, maupun pemberitaan kekerasan oleh aparat.
Persoalannya adalah, apakah kebebasan pers tersebut telah diikuti dengan tanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain serta melengkapi pemberitaannya itu dengan fakta-fakta, data-data dan bukti-bukti akurat yang menjadi syarat utama kerja jurnalistik. Tujuannya adalah agar kebebasan pers tidak melanggar hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah. Terdapat 4 (empat) teori pers dari Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm, yaitu Teori Pers Otoritarian, Teori Pers Libertarian, Teori Pers Tanggung Jawab Sosial, dan Teori Pers Komunis. Teori Pers Otoritarian, menyatakan bahwa kebebasan pers sepenuhnya bertujuan untuk mendukung pemerintah yang bersifat otoriter, sehingga pemerintah langsung menguasai, dan mengendalikan seluruh media massa. Teori Pers Libertarian, menyatakan bahwa pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki. Pers dipersepsikan sebagai kebebasan tanpa batas, artinya kritik dan komentar pers dapat dilakukan pada siapa saja. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial menyatakan, bahwa kebebasan pers itu perlu dibatasi oleh dasar moral, etika dan hati nurani insan pers. Prinsip dasar kebebasan pers harus disertai dengan kewajibankewajiban, antara lain untuk bertanggung jawab kepada masyarakat. Teori Pers Komunis menyatakan, bahwa pers merupakan alat pemerintah dan bagian integral dari negara, sehingga pers harus tunduk kepada pemerintah.
Bedasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif, dengan studi kasus pemberitaan Majalah Mingguan Tempo, edisi 3-9 Maret 2003 dengan judul berita "Ada Tomy di `Tenabang'?", dan Surat Kabar Harian Jawa Pos Surabaya tanggal 6 Mei 2000 dengan judul berita "Indikasi KKN yang Menyudutkan Gus dur", ditemukan bahwa di dalarn menjalankan kebebasan pers, MajaIah Tempo dan surat kabar Jawa Pos telah menjalankan kebebasan pers yang mengarah kepada teori pers libertarian, meskipun juga terlihat untuk menjalankan kebebasan pers berdasarkan teori pers tanggung jawab sosial. Pemberitaan tersebut telah membuat subyek berita Tempo (Tomy Winata) merasa terancam jiwanya, tercemar nama baiknya, dan terganggu bisnisnya, sehingga pemberitaan tersebut tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat dan pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tabun I999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya, dan hak atas rasa aman dan tenteram, serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan. Begitu pula berita Jawa Pos yang memberitakan KH. Hasyim Muzadi telah menerima snap dari Yayasan Bulog, padahal berita yang dikutip dari Majalah Tempo edisi 1-7 Mei 2000 adalah berita yang telah diralat serta telah dimintakan maaf kepada KH. Hasyim Muzadi, sehingga tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tabun 1999 yang mengatur perlindungan hak atas kehormatan dan martabat manusia.
Reaksi yang diperlihatkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai pegawai Tomy Winata dan NU-GP Ansor Kodya Surabaya yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Majalah Tempo dan Surat Kabar Jawa seharusnya dapat dihindarkan karena telah disediakan ruang bagi penyelesaian atas pemberitaan yang pers yang dinilai tidak benar, yaitu melalui hak jawab, Dewan Pers, dan jalur hukum, serta Komnas HAM bila terjadi pelanggaran HAM. Pers hendaknya dapat lebih mengembangkan antara kebebasan dan tanggung jawab, yang harus dapat mengupayakan berita fakta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Pers dan Kode Etik Wartawan, dan kesalahan pemberitaan segera dilayani dengan pemenuhan hak jawab, dan koreksi.

The independence of opinion during this time pressured repressively has found its way. Since Great General Former Suharto slide down as President of Republic of Indonesia on May 12, 1998. The press was free to announce all accidents, either corruption, collusion and nepotism news in around of official officer either to announce the violence of apparatus.
The problem is, whether the independence of said press have been followed with the responsible to appreciate other people rights as well as to fully equipped that news with accurate facts, data and evidences becoming main requirement of journalistic work. The objective is in order the independence of press do not break human rights and presumption of innocent. There are 4 (four) theory of press from Fred S. Siebert, Theodore Peterson and Wilbur Schramm, Authoritarian, Libertarian, Social Responsible and Communism press theories. The Authoritarian press theory stated that the independence of press is aimed wholly for supporting authoritative government, so that the government can command and control all mass media. While Libertarian Press theory stated that press should have independence as wide as possible for helping people find and search actual truth. Press is considered as unlimited freedom, the meaning is press critic and cornment can be done by whoever parties. Social responsible press theory stated that press independence should be limited by moral, ethic and lustrous principles of press people. The basic principle of press independence should be followed by obligations, for be responsible for people. And Communism Press theory stated that press represents government instrument and integral part of state, so that press is subject to government. Based on the result of research with using qualitative approach method with study case of Tempo weekly magazine, 3 - 9 March 2003 edition with news title "There was Tomy in Tanah abang?, and Jawa Post daily news Surabaya dated May 6, 2000, with news title, "KKN indication pressured Gus Dur", found that in running press independence, Tempo magazine and Jawa Pos news have run press independence aiming to libertarian press theory, although it was seemed that it run press independence based on social responsible press theory.
Such news has made Tempo news subject (Tomy Winata) threatened his life, polluted his popularity and disturbed his business, so that said news cannot provide the intention of article 29 sub paragraph 1 and article 30 of the law no. 3911999 concerning human rights, that regulates the rights on personal, family, respectfulness, dignity, property rights and secure and peaceful rights protections as well as protection against fear threaten. So do Jawa Pos News that announced KH. Hasyim Muzadi has received mouthful from Bulog Foundation, while the news quoted from Tempo Magazine 1 - 7 May 2000 edition was the news have been repaired as well as have been requested forgiveness to KH. Hasyim Muzadi, so that it cannot provide the intention of article 29 sub paragraph I of the Law No. 39 1 1999 concerning the protection of rights against people respectfulness and dignity.
The reaction shown by people who were admitted as employee of Tomy Winata and NU - GP Ansor of Surabaya Municipality who have done violence against Tempo Magazine and Jawa Pos News should be avoided because it has been prepared space for settling news announcement that is considered wrong, through answer rights, Press Board and Legal Track as well as Komnas HAM if the violation of human rights happened. Press should be much able to develop between freedom and responsible, which should be able to provide fact news as regulated in The Law of Press Principle and Journalistic Ethic Code and the mistake of news should be serviced with providing answer rights and correction.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>