Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126144 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endi Djunaedi
"Konsep Merantau mengacu pada konsep Migrasi Sirkuler, yaitu migrasi tidak tetap. Migrasi Sirkuler didefinisikan sebagai perginya penduduk keluar melewati batas administrasi desa asal pada waktu tertentu untuk mencari pekerjaan tanpa diikuti oleh perpindahan tempat tinggal.
Merantau Masyarakat Dusun Cisayong identik dengan definisi migrasi sirkuler di atas. Merantau masyarakat Dusun Cisayong berkaitan erat dengan tradisi budaya orang Tasik. Tradisi turun temurun dari satu kurun waktu ke kurun waktu lainnya. Seseorang perantau tidak saja akan menambah penghasilan, tetapi juga mendudukkan mereka pada strata yang terpandang.
Kajian ini berusaha menjelaskan faktor-faktor pendorong dan penarik merantaunya masyarakat Dusun Cisayong. Penelitian difokuskan pada satu Dusun (Kampung) dari tiga Dusun yang ada di Desa Cisayong. Penelitian lapangan yang menjadi acuan tesis ini dilakukan di Dusun Cisayong Desa Cisayong Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Lama Penelitian 12 bulan (Februari 1994 - Februari 1995) dengan efektivitas waktu tinggal 12 minggu (satu minggu per bulan). Melalui Pendekatan partisipasi terlibat dan sensus di satu Rukun Tetangga, dapatlah disimpulkan lima faktor pendorong dan satu faktor penarik. Kelima faktor pendorong tersebut adalah faktor ekologis, faktor ekonomi dan demografi, faktor pendidikan, keresahan politik dan faktor sosial. Sementara faktor penariknya adalah daya tarik kota yang menjanjikan harapan memperoleh nafkah.
Letak Dusun Cisayong secara ekologis mudah dicapai kendaraan umum roda empat ke dan dari daerah tujuan mendukung dorongan mereka untuk merantau. Sawah dan ladang yang menjadi tumpuan utama nafkah keluarga di desa makin menciut baik karena perubahan penggunaan untuk non pertanian maupun pertambahan jumlah penduduk, mendorong penduduk Dusun Cisayong untuk merantau.
Terbatasnya sarana pendidikan hanya sampai sekolah menengah pertama mendorong orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke luar desa. Keresahan politik akibat pemberontakan DI/TII ditahun lima puluhan sampai tahun tujuh puluhan membawa pengaruh terhadap penduduk untuk merantau (perantau pemula) yang kemudian kebiasaan ini diikuti pula oleh generasi selanjutnya kendati secara politik daerah mereka sudah aman. Kedudukan sosial yang berbeda antara yang kaya dengan yang miskin, antara yang memiliki sawah dan tidak memiliki sawah, mendorong penduduk untuk merantau, dan kesiapan istri yang akan menggantikaii sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah selama ditinggal merantau, memperbesar semangat suami pergi merantau.
Keberhasilan perantau secara material menarik perhatian calon-calon perantau. Kekayaan dalam bentuk rumah, sawah, kolam ikan dan ternak domba hasil usaha perantau di kota, dan informasi mudahnya mencari nafkah di kota menarik penduduk untuk merantau."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Pribadi
"ABSTRAK
Penyelenggaraan transmigrasi sebagai salah satu program berskala nasional diarahkan dapat membantu memecahkan masalah ketimpangan distribusi penduduk khususnya antara Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa. Namun hingga saat ini program pemerintah yang mulai diselenggarakan tahun 1950 tersebut dirasakan belum sepenuhnya berhasil. Ketimpangan distribusi penduduk antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa terus saja berlangsung. Beberapa hal yang menyebabkan keadaan tersebut terjadi antara lain adalah masih sedikitnya minat sebagian besar masyarakat untuk bertransmigrasi. Berbagai faktor yang berasal dari tingkatan individu, rumah tangga, dan komunitas, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri mempengaruhi animo bertransmigrasi.
Melalui penelitian ini berusaha dipahami lebih mendalam berbagai faktor yang berpengaruh terhadap animo bertransmigrasi. Untuk itu diuji enam variabel yang diduga mempunyai pengaruh nyata terhadap animo bertransmigrasi. Keenam variabel tersebut diukur melalui proses survei pada calon transmigran yang siap berangkat ke daerah tujuan transmigrasi.
Dari pengujian dengan metode analisa regresi linier berganda, didapatkan hasil bahwa semakin rendah tingkat pendidikan, dan semakin tinggi beban keluarga, serta semakin rendah pemilikan lahan, maka semakin tinggi animo bertransmigrasi. Sedangkan informasi dari saudara dan tokoh masyarakat lebih dipercaya dan kuat mendorong dibanding dari petugas pemerintah. Demikian pula semakin tinggi pendapatan keluarga dan semakin rendah kepadatan penduduk, maka semakin tinggi animo bertransmigrasi.
Mengacu hasil penelitian tersebut, beberapa kebijakan pokok yang perlu ditempuh oleh para perencana dan pelaksana program pembangunan adalah dengan menciptakan wilayah pengembangan ekonomi baru di daerah-daerah potensial di luar Pulau Jawa sebagai daya tarik, selain terus mendorong penduduk di daerah padat bersedia berpindah dan menetap di daerah pengembangan baru tersebut. Demikian pula pembukaan pemukiman transmigrasi harus diorientasikan pada pengembangan usaha yang berskala ekonomi tinggi. Implikasi dari kebijakan ini diharapkan dapat menarik penduduk di daerah padat bersedia berpindah dan menetap di daerah pengembangan baru tersebut. Demikian pula pembukaan pemuuiman transmigrasi harus diorientasikan pada pengembangan usaha yang berskala ekonomi tinggi. Implikasi dari kebijakan ini diharapkan dapat menarik penduduk di daerah padat dan berpendidikan relatif tinggi untuk bersedia bermigrasi ke daerah baru tersebut.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rondhi
"Melalui studi tentang mobilitas penduduk akan dapat diketahui pola tingkah laku mobilitas serta konsekuensinya (Hornby, 1980; Hugo, 1981; Abustam, 1989:1). Perlu diketahui bahwa perpindahan penduduk yang dimulai sejak beberapa tahun lalu telah mengakibatkan heteroginitas penduduk di beberapa wilayah di Indonesia (Mantra, 1984). Konsekuensi dari perpindahan penduduk tersebut di samping tidak meratanya distribusi penduduk di berbagai daerah juga berakibat pada bidang ekonomi maupun social. Dengan demikian mobilitas penduduk penting bukan hanya karena masalah tersebut merupakan penyebab utama variasi pertumbuhan penduduk antar wilayah di Indonesia, tetapi juga karena peran pengaruhnya di dalam perubahan social dan ekonomi di wilayah tempat penduduk yang bersangkutan (Hugo, 1987, Bandiyono, 1991)).
Oleh karena itu pula maka Pemerintah Indonesia telah mengatur mobilitas penduduk tersebut melalui berbagai program dan kebijaksanaan yang nyata dalam upaya memadukan antara distribusi populasi dengan sumber daya lingkungan misalnya dalam program transmigrasi. Sejak awal tahun 1970, pemerintah Indonesia juga telah memusatkan sebagian besar program pembangunannya di Irian Jaya. Dengan bantuan internasional, Pemerintah Indonesia telah memusatkan pada peningkatan infrastruktur dan komunikasi, perluasan pelayanan kesehatan dan pendidikan, peningkatan pertanian terutama melalui program transmigrasi. Meskipun demikian usaha pemerintah tersehut hanya merangsang pertumbuhan ekonomi yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi propinsi yang lain bahkan juga dengan tetangganya yaitu Papua New Guinea (Manning, 1999).
Harapan bagi penanam modal swasta di bidang industri tidak terpenuhi, dan kegiatan ekspor di bidang perikanan dan perkayuan juga pengaruhnya terbatas pada pendapatan dan kesejahteraan regional (Manning, 1909). Distribusi perubahan ekonomi dan manfaatnya juga tidak merata dalam pengertian geografis maupun sosial antara penduduk asli dan para pendatang. Kota-kota di bagian utara dan daerah pedalaman di sekitarnya, karena lancarnya hubungan dengan Jawa maupun Sulawesi - mengalami peningkatan perdagangan.
Peningkatan pendapatan yang disebabkan oleh investasi yang cukup besar di bidang infrastruktur dan pembangunan pertanian khususnya di daerah transmigrasi juga cukup bisa dirasakan. Akan tetapi hambatan sistem ekonomi dan keadaan alam telah membatasi menyebarnya pengaruh perkembanggan ekonomi di utara terhadap wilayah di daerah selatan dan dataran tinggi. Sebagian penduduk asli Irian Jaya masih hidup dengan pertanian subsistensi, berburu, dan memelihara binatang ternak. Hasil kegiatan pertanian penduduk asli di wilayah itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Darmawan
"Migrasi (perpindahan penduduk) sebenarnya merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Faktor ekonomi merupakan motif yang paling sering dijadikan sebagai "center back" (alasan utama) keputusan seseorang untuk melakukan migrasi.
Tujuan dari peneiitian ini adalah untuk mengetahui pola migrasi yang terjadi antar provinsi di Indonesia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, yang secara khusus faktor-faktor ekonomi yang digunakan dalam tesis ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Pengangguran, perlu dilakukan perhitungan terhadap proporsi migrasi yang dipengaruhi faktor-faktor ekonomi tersebut.
Analisis yang digunakan untuk dapat melakukan perkirakan perubahan proporsi migrasi antar provinsi di Indonesia adalah dengan menggunakan Model Hybrida, yaitu model gravitasi yang sudah dimodifikasi sedemikian sehingga analisis hanya berpedoman pada sate perubahan indikator ekonomi saja. Karena data migrasi di Indonesia bersumber dari Sensus Penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilakukan diantara dua sensus, maka Model Hybrida yang dikemukakan dalam tesis ini mengacu pada data dengan periode 5 tahunan.
Hasil analisis yang dilakukan untuk masing-masing indikator ekonomi menunjukan ketiganya mempunyai pengaruh yang signifikan dan bila ketiganya dianalisis secara bersama-sama ternyata indikator ekonomi Pengangguran menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap migrasi yang terjadi. Namun demikian dari kedua tahap analisis yang dilakukan, indikator ekonomi UMP menunjukan hasil yang sama yaitu tidak sesuai perkiraan semula karena migran justru cenderung menuju provinsi yang mempunyai UMP lebih rendah dibandingkan provinsi asalnya. Hasil itu diduga karena dalam analisis ini migran tidak dikelompokan menurut umur, terutama umur pekerja, disamping itu alasan migran melakukan migrasi seperti alasan pendidikan, pernikahan, keluarga dan lain-lainnya turut mempengaruhi hasil tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akrom
"Fenomena migrasi yang terjadi di daerah Panguragan, Cirebon. Fenomena migrasi tersebut merupakan bagian dan gejala yang muncul di Jawa Barat maupun di daerah lainnya. Masalah pokok yang menjadi perhatian studi ini adalah pertama Bagaimana pola migrasi yang difokuskan pada pola kepulangan/balik ke kampung. Kedua, bagaimana keterkaitan dimensi sosio-kultural masyarakat Panguragan dengan proses migrasi. Dan ketiga dampak migrasi terhadap proses pertumbuhan sosio-ekonomi daerah asal.
Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus. Informasi diperoleh dari 10 orang informan dengan pendekatan participant observation. Mereka terdiri dari 5 warga perantau, 3 pejabat pemerintah desa dan 2 tokoh masyarakat.
Studi ini didasarkan pada tesis bahwa "seorang migran mempunyai komitmen terhadap kampung halamann. Pelbagai cara dan bentuk seorang migran mengungkapkan kesetiaannya terhadap kampung halaman. Dari cara dan bentuk bentuk ungkapan tersebut akan menimbulkan pelbagai dampak di kampung halaman. Tentunya studi ini tidak mengesampingkan keterkaitkan dengan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi dewasa ini.
Hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa pola balik/pulang yang biasa dilakukan oleh masyarakat Panguragan. Mereka pulang pada waktu; 1) lebaran Idul Fitri, 2) acara maulidan pada bulan Maulud, 3) musim panen padi, 4) 3-4 kali dalam setahun bagi yang di Jabotabek dan 1-2 kali dalam setahun bagi yang di luar Pulau jawa, 5) apabila ada keperluan mendadak, 6) jika ada pemilihan kepala desa dan, 7) pulang dengan membawa barang rongsok dari rantau. Bentuk remiten yang dilakukan sebagian masyarakat Panguragan cukup unik, tidak hanya uang yang dibawa tetapi barang dagangan yang berpeluang mendatangkan keuntungan di daerah asal juga menjadi sesuatu yang bernilai lebih dari sekedar uang untuk di bawa pulang. Bukan hanya kota yang menjadi sasaran transaksi bisnis tetapi juga daerah asal mereka. Ada kecenderungan keterkaitan antara proses migrasi dan kondisi sosio-kultural masyarakat Panguragan, yaitu ; 1) retigiusitas seorang migran, 2) nilai, norma atau aturan (tatakrama) yang berlaku di dalam masyarakat Panguragan, 3) terjaganya keharmonisan interaksi antara perantau dengan masyarakat dan pemerintah daerah lokal maupun di daerah rantau, dan 4) adanya tekanan psikologis dari orang tua.
Mobilisasi dari sebagian masyarakat Panguragan membawa pelbagai perubahan, seperti perubahan dalam 1) keterbukaan dalam perbedaan pendapat, 2) lebih berfikir ke masa depan, 3) ekonomi subsitensi telah ditinggalkan, cara berfikir ekonomi modern telah mendominasi,) 4) semangat kerja semakin meningkat dan, 5) kepekaan sosial terhadap kondisi masyarakat daerah asal semakin meningkat.
Perubahan yang terjadi dari aspek sosial dicirikan dengan naikya status sosial mereka di tengah-tengah masyarakat. Dan aspek ekonomi nampak dengan banyaknya Para perantau yang sukses. Keberhasilan yang disimbolkan dengan kepemilikan materi pribadi yang menonjol. Dan aspek pemikiran adalah cara bertikir modern lebih mendominasi gaya berfikir mereka. Kebiasaan pulang panen pun sudah mulai ditinggalkan. Namun dalam bersikap yang dianggap relatif negatif oleh masyarakat kampung halaman ada kecenderungan tidak mengalami perubahan. Artinya sikap mereka sejauh ini tidak mengalami perubahan yang berarti.
Dampak lain dari proses migrasi terhadap pertumbuhan daerah asal adalah terwujudnya sarana-sarana umum seperti, pembangunan/renovasi masjid, mushola-mushola, pembangunan jalan umum, setapak, gang, saluran irigasi, pembangunan rumah-rumah jompo dan aksi-aksi sosial lainnya. Aksi sosial tersebut, seperti khitanan masal, santunan fakir miskin dan anak yatim. Kegiatan ini dilakukan baik melalui partisipasi individu migran maupun perkumpulan-perkumpulan migran yang cenderung semi organisasi dan sarat dengan nuansa religius."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasri Bachtiar
"Usaha meringkas pemikiran ekonomi mengenai aspek-aspek yang mempengaruhi migrasi merupakan suatu hal yang tidak mudah. Seringkali ditemui resiko dimana hal-hal yang relevan untuk dianalisa terabaikan. Hal ini memungkinkan karena aspek-aspek yang mempengaruhi kemungkinan orang untuk pindah tidak hanya ditentukan oleh faktor ekonomi saja, namun juga ditentukan oleh faktor-faktor non ekonomi. Demikian pula, migrasi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh perbedaan potensi ekonomi daerah asal dan tujuan saja, tetapi terutama ditentukan oleh persepsi individu terhadap perbedaan tersebut dan kondisi lingkungan social ekonomi rumah tangga.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisa faktor-faktor apa yang mempengaruhi kemungkinan orang untuk pindah dari Kabupaten ke Kotamadya di Propinsi Sumatera Banat. Dalam hal ini, faktor faktor yang mempengaruhi kemungkinan pindah akan dilihat dari karakteristik individu calon migran itu sendiri, lingkungan sosial ekonomi rumah tangga dan perbedaan potensi ekonomi daerah asal dan tujuan.
Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa lingkungan daerah mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk pindah melalui perbedaan potensi sosial ekonomi daerah asal dan tujuan. Perbedaan potensi sosial ekonomi daerah asal dan daerah tujuan mempengaruhi keinginan seseorang untuk pindah melalui persepsinya terhadap kondisi tersebut. Persepsi ini akan positif bila harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik tinggi di daerah tujuan. Seseorang akan memutuskan untuk pindah ke daerah atau lapangan kerja tertentu bila memberikan penghasilan yang lebih tinggi dari keadaan sebelumnya. Seandainya lapangan kerja yang akan dimasuki oleh calon migran tersebut adalah sektor industri di daerah perkotaan, maka calon migran akan pindah dari sektor pertanian di daerah pedesaan ke sektor industri di daerah perkotaan. Oleh karena itu, variabel-variabel seperti proporsi nilai tambah sektor pertanian dan sektor industri serta pendapatan regional per-kapita merupakan variabel-variabel daerah yang mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk pindah.
Lingkungan sosial ekonomi rumah tangga mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk pindah melalui rekasinya terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga dimana individu itu berada. Kondisi sosial ekonomi rumah tangga ini di samping dapat dilihat dari status pemilikan tanah seperti yang telah dikemukakan oleh Suharso (1976) juga dapat dilihat dari jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan rata rata. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga akan menyebabkan semakin berkurangnya keinginan untuk pindah. Hal ini memungkinkan karena individu (kepala rumah tangga) tidak berani mengambil resiko untuk pindah. Sedangkan makin tinggi pendapatan rata-rata di tempat tujuan akan mendorong keinginan individu untuk pindah. dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraannya. Oleh karena itu, variabel-variabel seperti jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan rata rata merupakan variabel lingkungan sosial ekonomi rumah tangga yang mempengaruhi kemungkinan eseorang untuk pindah.
Meskipun lingkungan sosial ekonomi rumah tangga dan perbedaan potensi ekonomi daerah asal dan tujuan mempengaruhi kemungkinan orang pindah, namun semuanya itu tergantung kepada individu dari calon migran itu sendiri. Oleh karena itu, karakteristik umur dan pendidikan merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi kemungkinan pindah, setelah itu baru ditentukan ke arah mana perpindahan tersebut dilakukan.
Hasil temuan emperis membuktikan bahwa migrasi dari Kabupaten ke Kotamadya di Sumatera Barat umumnya bersifat selektif, baik dilihat dari umur maupun pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Kedua hal ini sangat mempengaruhi respon seseorang untuk pindah melalui reaksinya terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga dan daerah dimana ia berada. Secara umum dapat dikemukakan bahwa perpindahan tersebut dilakukan oleh orang orang relatif muda dan mempunyai tingkat pendidikan relatif tinggi. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan pola migrasi yang terjadi pada beberapa Propinsi lainnya di Indonesia.
Indikasi tersebut memperlihatkan bahwa efek dari migrasi dari Kabupaten ke Kotamadya akan menurunkan mutu modal manusia di daerah Kabupaten. Sebaliknya, efek migrasi ini akan meningkatkan mutu modal manusia yang ada di Kotamadya. Kedua hal ini pada gilirannya akan menyebabkan makin tingginya jurang perbedaan antara kualitas manusia antar daerah di Propinsi Sumatera Barat.
Hubungan antara pendidikan dan migrasi memperlihatkan bahwa orang orang yang berpendidikan tinggi mempunyai kemungkinan untuk pindah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang-orang yang tidak sekolah dan orang-orang yang tidak tamat sekolah dasar (SD). Hasil pengujian emperis memperlihatkan bahwa kemungkinan orang untuk pindah pada jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang-orang yang tidak sekolah dan orang-orang yang tidak tamat SD. Seandainya tingkat pendidikan tersebut dilihat dari lamanya sekolah, maka (orang-orang yang sekolah selama lebih dari 6 tahun mempunyai kemungkinan untuk pindah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang-orang yang sekolah kurang dari 6 tahun.
Hubungan yang negatif antara rasio pendapatan daerah Kabupaten relatif terhadap pendapatan di Kotamadya terhadap kemungkinan pindah memperlihatkan bahwa para migran sangat respon terhadap perbedaan pendapatan ini. Bagaimanapun juga, hubungan tersebut sangat tergantung kepada umur dan tingkat pendidikan yang ditamatkan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa tingkat pendidikan dan umur seseorang mempengaruhi evaluasinya terhadap perkembangan ekonomi baik di daerah asal maupun di daerah tujuan. Untuk para migran yang relatif muda dan mempunyai tingkat pendidikan yang relatif tinggi mempunyai respon yang relatif berbeda dengan orang orang yang ralatif tua dan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Dengan kata lain, respon untuk pindah karena adanya perbedaan pendapatan ini mungkin berbeda antara umur dan pendidikan pada kelompok masyarakat tertentu.
Hubungan yang negatif antara jumlah anggota rumah tangga dan migrasi memperlihatkan bahwa para migran sangat respon terhadap keadaan jumlah anggota rumah tangga . Hasil pengujian emperis memperlihatkan bahwa jumlah anggota rumah tangga mampu menahan keinginan untuk pindah. Indikasi ini memperlihatkan bahwa bagi migran yang berstatus kepala keluarga mereka tidak berani mengambil resiko untuk pindah karena tanggung jawab terhadap anggota rumah tangga lainnya (istri dan anak anak).
Indikasi diatas memperlihatkan bahwa bagaimanapun juga keadaan jumlah anggota rumah tangga juga mempengaruhi evaluasi seseorang terhadap kemungkinan untuk pindah, disamping faktor-faktor lainnya. Hal ini ditunjang pula oleh kondisi social budaya mayarakat minang yang cendrung untuk berpindah dan perpindahan ini tidak hanya dilakukan untuk menghindari ketergantungan kepada anggota rumah tangga yang bekerja tapi juga untuk meningkatkan taraf hidup keluarga secara keseiuruhan. Hal ini diperlihatkan pula oleh hasil temuan dimana pendapatan rata-rata yang diproduksi dari pengeluaran di daerah tujuan mendorong orang untuk pindah. Dengan kata lain makin tinggi pendapatan di daerah tujuan Akan mendorong kemungkinan orang untuk pindah ke daerah tersebut. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarno
"Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pembangunan sosial ekonomi Indonesia berasal dari masalah kependudukan. Masalah tersebut terutama berkaitan dengan besarnya jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi dan persebaran penduduk yang tidak merata.
Propinsi Sumatera Barat mempunyai karakteristik khusus dalam hal budaya merantau juga menghadapi permasalahan kependudukan terutama karena fenomena migrasi tersebut. Perpindahan penduduk itu akan menyebabkan tidak meratanya distribusi persebaran penduduk, dan juga akan mempengaruhi pertumbuhan jumlah penduduk di suatu daerah serta berpengaruh terhadap pembangunan daerah, karena penduduk hanya akan terkonsentrasi di daerah yang mempunyai daya tarik yang tinggi terutama Kota Padang sebagai ibukota Propinsi. Hai ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antar daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat.
Dengan melakukan analisis interaksi spasial dapat diperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitarnya, sehingga dapat diketahui pola perpindahan penduduk yang cenderung ke daerah yang mempunyai daya tarik yang lebih tinggi.
Hasil penelitian secara empiris dengan menggunakan gravity model menunjukkan bahwa faktor jumlah penduduk di daerah asal dan daerah tujuan serta jarak berpengaruh terhadap migrasi di Propinsi Sumatera Barat, dimana jarak mempunyai pengaruh yang negatif terhadap migrasi, sedangkan jumlah penduduk daerah asal dan daerah tujuan mempunyai pengaruh positif terhadap migrasi. Dan juga diketahui bahwa kesempatan kerja juga berpengaruh terhadap migrasi.
Secara keseluruhan maka daerah yang daya tariknya paling tinggi dengan menggunakan variabel penduduk dan merupakan tujuan utama bagi penduduk Sumatera Barat untuk pindah adalah kota Padang, kabupaten Solok dan kabupaten Padang Pariaman. Sedangkan daerah yang daya tariknya paling rendah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto.
Dengan menggunakan variabel kesempatan kerja memperlihatkan pola yang sama dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, dimana tujuan utama penduduk utama untuk pindah adalah kota Padang, kabupaten Solok.
Dengan menggunakan model Feeney dapat diketahui bahwa sampai periode tahun 2010 daerah yang paling tinggi pertumbuhan penduduknya adalah kota Padang, kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan kabupaten Agam, sedangkan daerah yang pertumbuhan penduduknya rendah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahfirin Abdullah
"ABSTRAK
Saat ini semakin disadari pentingnya penyebaaran kegiatan ekonomi dan pembangunan yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia. Perkembangan kegiatan ekonomi luar Jawa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk dan mengurangi perpindahan penduduk ke Palau Jawa yang pada gilirannya akan mengurangi permasalahan kependudukan di Indonesia
Propinsi Lampung sejak lama menjadi daerah tujuan migrasi penduduk Pada jaman penjajahan, Lampung ditetapkan sebagai salah satu daerah kolonisasi oleh pemerintah penjajahan Belanda Pada jaman awal kemerdekaan hingga masa orde baru daerah Lampung juga dijadikan sebagai daerah penempatan transmigran.
Mengingat sejarahnya yang panjang sebagai wilayah penempatan transmigran, di Propinsi Lampung banyak terdapat wilayah dengan mayoritas penduduk pendatang terutama dari Palau Jawa sehingga banyak tempat tempat di propinsi Lampung yang mempunyai nama yang lama dengan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Karena penduduk yang berasal dari daerah lain jumlah cukup banyak, naaka hubungan antara penduduk Lampung dengan penduduk dari daerah lain, khususnya Jawa menjadi sangat intensif. Didukung dengan letak geografis daerah Lampung sangat berdekatan dengan Pulau Jawa, kondisi ini menyebabkan daerah Lampung merupakan salah satu tujuan utama transmigrasi swakarsa dari Pulau Jawa. Oleh karena itu, walaupun penempatan transmigrasi umum oleh pemerintah ke Lampung telah dihentikan sejak tahun 1980, tetapi penduduk Jawa yang masuk ke Lampung masih tetap besar. Mengingat sumber daya alam dan pembangunan masing-masing daerah atau kabupaten di daerah Propinsi Lampung juga berbeda-beda, maka distribusi atau persebaran penduduk tidak tersebar secara merata.
Melihat kenyataan-kenyataan yang telah disebutkan di atas, menarik untuk diselidiki faktor apa saja yang mempengaruhi migrasi masuk ke Lampung dan migrasi masuk antar kabupaten di Propinsi Lampung berikut karakteristik migran yang masuk ke Lampung. Dengan itu diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang migran sehubungan dengan karakteristik kependudukan individu migran itu sendiri (umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan lain-lain) dan karakteristik latar belakang daerah asalnya. Untuk tujuan itu, dalam penelitian ini digunakan data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1985.
Ada dua tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Pertama, memperoleh gambaran mengenai migran yang masuk ke Propinsi Lampung yaitu yang menyangkut karakteristik individu dan latar belakangnya. Kedua, melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi probabilita seseorang untuk melakukan perpindahan ke Propinsi Lampung baik yang berasal dari propinsi lain maupun yang berasal dari Propinsi Lampung sendiri (migrasi antar kabupaten).
Berkaitan dengan tujuan kedua di atas, akan dilihat berapa besar pengaruh dari masing-masing faktor yang bersangkutan dalam hal ini dilakukan dengan analisis inferens. Selain itu juga akan dilakukan analisis deskriptif mengenai karakteristik migran yang ada di Propinsi Lampung. Hal terakhir ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai migran yang ada di daerah tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu analisis deskriptif (analisa tabulasi silang) dan analisis inferens. Analisis inferens dilakukan dengan membuat fungsi multinomial logistic untuk mengetahui probabilita migrasi masuk ke Propinsi Lampung. Variabel babas yang digunakan dalam analisis adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan dua variabel kontekstual yaitu pendapatan per kapita dan peran sektor industri dalam PDRB. VariabeI kontekstual diperoleh dengan satuan analisis kabupaten (wilayah di propinsi Lampung) dan Propinsi untuk wilayah di luar Lampung.
Di antara penduduk muda (berumur di bawah 25 tahun) proporsi bukan migrannya adalah lebih kecil dibandingkan dari pada di antara penduduk tua (berumur 25 tahun atau lebih). Sementara itu proporsi migran antar Kabupaten di antara penduduk muda (di bawa 25 tahun) adalah sedikit lebih tinggi di banding pada penduduk umur tua, namun perbedaan proporsinya relatif kecil
Penduduk yang berpindah dan propinsi lain, baik dari Jawa maupun dari propinsi lainnya nampaknya terdiri dari orang-orang muda yang berumur di bawah 25 tahun. Hal ini terlihat pada beda proporsi migran dari propinsi lain di antara penduduk berumur kurang dari 25 tahun jauh lebih besar dibandingkan dengan yang berumur 25 tahun atau lebih. Pada penduduk muda proporsinya adalah sebesar 0,062 sedangkan pada penduduk tua hanya sekitar setengahnya atau sebesar 0, 031.
Kenyataan ini nampaknya sesuai dengan dugaan kita sebelumnya yang mana migran terdiri dari kaum muda yang produktif. Keputusan migran nampaknya merupakan keputusan ekonomi yang memperhitungkan kemungidnan memperoleh pekerjaan, dan jangka waktu bekerja di daerah tujuan. Pada penduduk muda, masa kerja di daerah tujuan adalah lebih lama dibandingkan dengan penduduk tua Semakin lama masa kerja di daerah tujuan semakin besar manfaat ekonomi yang diperoleh dari perpindahan yang telah dilakukan. Sebaliknya kesempatan ekonomi yang diharapkan oleh penduduk tua adalah lebih kecil, mengingat kemampuan yang semakin terbatas. Sementara itu masa kerja yang mungkin dapat dilakukan oleh penduduk tua lebih sedikit.
Nampaknya tidak ada perbedaan yang berarti antara laki-laki dan perempuan dalam hal proporsi bukan migran. Proporsi bukan migran pada laki-laki adalah 0,880 sedangkan pada perempuan sebesar 0,878. Proporsi migran antar kabupaten pada penduduk wanita adalah lebih rendah dibandingkan pada penduduk laki-laki, yang mana pada laki-laki proporsinya sebesar 0,081 sedangkan pada wanita sebesar 0,069.
Proporsi migran antar kabupaten pada laki-laki maupun perempuan adalah lebih besar dibandingkan dengan proporsi migran dan luar propinsi. Kendala jarak nampaknya menyebabkan probability pindah antar kabupaten menjadi lebih besar dari pada probability pindah antar propinsi. Selain itu, dalam propinsi yang sama pengetahuan mengenai kondisi daerah tujuan lebih dapat diketahui secara seksama. Sementara itu bagi penduduk asal luar propinsi informasi ini lebih terbatas.
Migran dari luar propinsi Lampung nampaknya lebih banyak yang berstatus belum kawin dari pada yang pernah kawin. Ini terlihat dari migran asal luar propinsi yang mana proporsinya lebih besar dikalangan penduduk belum kawin dibandingkan dengan pada penduduk yang pemah kawin. Pada penduduk yang berstatus belum pernah kawin proporsinya adalah sebesar 0,053 sedangkan pada penduduk yang pernah kawin proporsinya sebesar 0,04.
Kenyataan ini nampaknya berhubungan dengan beban yang harus dipikul dalam bermigrasi. Pada penduduk yang belum kawin beban yang harus ditanggung dalam perjalanan migrasi maupun beban moral dalam meninggalkan daerah asal adalah lebih rendah. Pada penduduk yang berstatus kawin, beban yang harus ditanggung lebih besar, misalnya harus membawa serta anak dan istri. Dalam kondisi yang belum pasti di daerah tujuan, adanya beban tanggungan ini bukan masalah sederhana. Biaya yang harus ditanggung, apalagi apabila migran tidak langsung memperoleh penghasilan yang cukup adanya beban tanggungan akan sangat memberatkan.
Variabel pendidikan formal nampaknya tidak begitu diperhatikan dalam menentukan keputusan migrasi ke dareah lampung. lni terlihat pada tidak adanya perbedaan proporsi migran menurut pendidikan Proporsi migran antar kabupaten pada penduduk berpendidikan tamat SD atau lebih adalah sebesar 0,074 dan pada penduduk yang berpendidikan lebih rendah adalah sebesar 0,075. Hal yang sama juga terjadi pada proporsi migran asal luar propinsi, yang mana pada penduduk yang berpendidikan rendah (tidak tamat SD atau tidak sekolah) maupun berpendidikan tamat SD atau lebih sama-sama sebesar 0,045.
Kenyataan ini diduga karena sebagian besar migran yang datang ke Propinsi Lampung tujuannya adalah bekerja di sektor pertanian (perkebunan). Pada sektor pertanian, pendidikan formal bukanlah suatu hai yang penting dalam menentukan penghasilan pekerja. pengalaman bertani dan bercocok tanam malah lebih diperlukan. Selain itu diperkirakan, pendatang ke propinsi Lampung, selain petani adalah pedagang sektor informal, yang mana sama halnya dengan pertanian, pendidikan formal bukan hal yang menentukan penghasilan pekerja.
Setelah kita perhatikan perbedaan proporsi migrasi berdasarkan variabel individu, sekarang mari kita perhatikan pengaruh variabel lingkungan terhadap proporsi migrasi. Keputusan migrasi nampaknya tidak dipengaruhi oleh kondisi perekonomian daerah. Bila dibandingkan proporsi migran pada penduduk yang daerahnya mempunyai PDRB perkapita rendah dengan yang tinggi nampak tidak ada perbedaan.
Variabel tingkat industrialisasi nampaknya mempunyai pengaruh yang berbeda antara kelompok migran maupun antara tingkat industrialissisi rendah dan tinggi. Pada Tabel 4 terlihat bahwa proporsi bukan migran lebih besar pada daerah yang tingkat industrialisasinya lebih tinggi. Sedangkan proporsi migran antar kabupaten daerah yang tingkat industrinya rendah proporsi migrannya tinggi.. Proporsi migran dari luas propinsi ternyata hampir tidak ada perbedaan menurut tingkat industrialisasi. "
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Fadillah
"Gerak perpindahan penduduk atau migrasi dari suatu daerah ke daerah lainnya merupakan suatu bentuk respon atau reaksi dari adanya variasi keadaan dimana mereka berdiam / hidup. Perkembangan sosial ekonomi antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, jarang sekali terjadi kesamaan. ketidaksamaan ini menimbulkan kesempatan--kesempatan yang berbeda untuk masing-masing daerah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses migrasi, sehingga permasalahannya makin rumit dan kompleks.
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan terungkap bahwa dorongan utama bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan migrasi adalah keinginan untuk memperbaiki mutu/taraf hidup, disini tersirat bahwa faktor ekonomi merupakan motivasi yang dominan dalam migrasi. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa faktor-faktor lain diluar faktor ekonomi tidak berpengaruh pada keputusan seseorang untuk melakukan migrasi; seperti persepsi seseorang atas reaksinya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lain juga tidak sama. Karena itu biasanya orang akan pindah ke suatu daerah, bilamana daerah tersebut akan memberikan suatu nilai positif bagi dirinya atau keluarganya.
Tesis ini mencoha menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi proporsi tujuan migrasi keluar dari Kalimantan Selatan; yaitu ke Kalimantan Tengah, antar kabupaten dan propinsi lain mengunakan data hasil SUPAS 1985. Data yang digunakan adalah migran berdasarkan tempat tinggal 5 (lima) tahun lalu ( RECENT MIGRANT ). Sedangkan model statistik yang di pergunakan untuk memperkirakan proporsi migrasi adalah Regresi Multinominal Logistik berganda. Variabel babas yang diamati adalah : Variabel ekonomi yang digambarkan melalui PDRB perkapita, Tingkat industri, Variabel sosial demografi, yang meliputi umur, Jenis kelamin, Pendidikan, dan Status Kawin. Selain pengaruh variabel utama tersebut, juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi antara umur dan jenis kelamin, PDRB perkapita dengan pendidikan.
Berdasrkan hasil analisa imperensial menggunakan model statistik Regresi Multinominal Logistik berganda, ternyata bahwa aktifitas perekonomian suatu daerah mempunyai pengaruh positif terhadap proporsi migrasi. Hal ini terlihat baik untuk migrasi antar kabupaten, ke Kalimantan Tengah, maupun ke propinsi lain.
Hasil uji statistik juga menunjukkan adanya hubungan positif antara umur dangan proposi migrasi. Pada kelompok umur muda proposi migrasi lebih besar dibanding kelompok umur tua kecuali untuk tujuan antar kabupaten, dimana proporsi migrasi kelompok umur muda sedikit lebih kecil dibandingkan dengan kelompok umur tua. Namun setelah dikontrol oleh variabel kontekstual proposi umur muda menjadi lebih besar.
Berdasarkan model yang telah dianalisa juga diketahui bahwa tiidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap proporsi migrasi. Hal ini menunjukan antara laki--laki dan perempuan mempunyai proposi yang hampir tidak jauh berbeda baik sebelum maupun setelah di kontrol oleh variabel kontekstual.
Sementara itu, dilihat dari tingkat pendidikan, baik sebelum maupun sesudah dikontrol oleh variabel kontekstual, proporsi migrasi menunjukan selalu di dominasi oleh kelompok berpendidikan lebih kecil SD ( < SD ) dihandingkan dengan kelompok pendidikan lebih tinggi."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lies Rosdianty
"ABSTRAK
Dengan semakin tingginya tingkat mobilitas baik nasional maupun internasional, telah mendorong banyak peneliti melakukan analisa mengenai migrasi. Sayangnya, analisis mengenai konsekuensi yang timbul dari proses migrasi penduduk masih jarang dilakukan. Analisis migrasi yang dilakukan lebih banyak kepada faktor-faktor yang terjadi sebelum terjadinya proses tersebut, tetapi analisis mengenai apa yang terjadi sesudahnya atau pengaruh yang diakibatkan proses migrasi masih jarang dilakukan.
Di Indonesia, migrasi internal antar propinsi akhir-akhir ini propinsi yang menarik untuk ditempati, karena telah banyak menarik pendatang dengan tujuan ke propinsi tersebut. Hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya jumlah migran masuk dan menurunnya jumlah migran keluar. Oleh sebab itu, propinsi ini perlu mendapat perhatian pemerintah, karena pada lokasi seperti ini terjadi pertemuan berbagai suku dengan latar belakang yang beragam, sehingga sangat potensial bagi konflik antar budaya. Di Indonesia, dampak dari sentuhan terhadap etnis lain atau kontak dengan budaya lain nampak paling kritis dan sangat potensial untuk menuju pada disintegrasi nasional. Dengan mengetahui perbedaan karakteristik penduduk migran dan non migran baik keadaan sosial maupun ekonomi, diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya konflik dan kesenjangan diantara mereka. Selain itu, dengan mempelajari karakteristik migran juga diharapkan dapat diketahui apakah kedatangan mereka ke daerah tujuan akan mendatangkan perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang positif atau negatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik perempuan migran dan non migran serta mengetahui apakah ada asosiasi antara rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup dan status migran serta variabel lain yang diamati. Dari hasil penelititan ini terlihat adanya perbedaan karakteristik antara perempuan migran dan non migran. Selain itu, dengan menggunakan model log-linier juga dapat dibuktikan adanya asosiasi antara jumlah anak dan status migran. Perempuan migran yang umumnya berada pada kelompok usia produktif mempunyai karakteristik sosial dan ekonomi yang umumnya lebih baik dibandingkan perempuan non migran. Dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, perempuan migran ternyata mempunyai paritas yang lebih rendah dibandingkan perempuan non migran. Hal ini kemungkinan disebabkan perempuan non migran yang sebagian besar adalah penduduk nativ Jawa Barat umumnya telah menikah pada usia muda. Penyebab utama keadaan tersebut diduga karena rendahnya pendidikan dikalangan perempuan non migran. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi penduduk khususnya perempuan non migran di Jawa Barat, maka perlu ditingkatkan pendidikan mereka. Karena pendidikan adalah salah satu faktor yang ikut menentukan dalam perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan dan pendidikan juga mempunyai arti penting bagi penundaan usia perkawinan pertama. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin lama waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pendidikannya, sehingga akan menunda seseorang untuk melakukan perkawinan pertama pada usia muda."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>