Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97778 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aswaldi Ahmad
"Otomikosis telah lama diketahui sebagai salah satu penyakit infeksi liang telinga yang disebabkan jamur. Penyakit ini umumnya dijumpai di daerah tropik atau sub tropik oleh sebab itu penelitian tidak banyak dilakukan di negara barat . Suatu survey pada kepustakaan di Inggris menunjukkan bahwa otomikosis tidak pernah menempati urutan terdepan diantara penyakit-penyakit telinga lainnya di negara tersebut. Hal ini disebabkan antara lain karena kebanyakan para ahli beranggapan bahwa disamping jarang didapati, penyakit ini juga dapat diobati dengan Cara sederhana menggunakan beberapa preparat yang telah tersedia.
Sebaliknya penelitian penyakit ini banyak dilakukan oleh para ahli di daerah tropik seperti Mesir, India, Birma, Pakistan, Bahrain dan Israel disamping penelitian oleh beberapa ahli di Indonesia. Para peneliti Amerika baru tertarik akan penyakit ini setelah banyak diantara prajurit Amerika yang baru pulang dari daerah tropik menderita otomikosis.
Di Indonesia yang beriklim tropik, penyakit ini juga sering ditemukan tetapi penelitian yang dilakukan belum banyak. Para peneliti dalam dan luar negeri mendapatkan infeksi jamur di liang telinga sering bersamaan dengan infeksi bakteri tetapi sampai sekarang belum didapat kata sepakat apakah kuman atau jamur yang merupakan penyebab primer.
Faktor-faktor yang disebutkan berperanan dalam timbulnya otomikosis antara lain : kontaminasi jamur, suhu dan kelembaban?."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Sigit Koesma
"

Tumor larings telah dikenal sejak zaman kuno. Soerhave dan Morgagni pada abad ke 17, setelah melakukan otopsi, mengumumkan bahwa tumor larings merupakan penyebab kematian penderita itu. Tetapi karena kesukaran melakukan pemeriksaan larings pada penderita, para ahli pada waktu itu tidak berhasil menegakkan diagnosis tumor larings yang menyebabkan sumbatan larings sehingga mengakibatkan kematian.

Seteiah Chevalier Jackson menciptakan laringoskop, barulah pemeriksaan dan diagnostik kelainan di larings, terutama karsinoma larings, berkembang dengan pesat. Dengan laringoskopi langsung kelainan di daerah glotis dan supraglotis, tempat yang sering ditemukan karsinoma, dapat dilihat dengan jelas. Apalagi setelah Gustav Killian memperkenalkan laringoskop suspensi, dan pada zaman modern ini, dengan pemakaian mikroskop operasi, tiap bagian dari larings dapat diperiksa dengan lebih jelas dan intensif sekali. Dengan cara ini dapat diambil biopsi jaringan dengan tepat untuk pemeriksaan histologik.

Jackson membuat ketentuan, bahwa pada seorang penderita yang berumur sekitar 50 tahun, bila suaranya parau lebih lama dan pada parau yang disebabkan oleh influenza, maka penyebabnya dapat diperkirakan oleh suatu tumor larings, kecuali bila dapat dibuktikan_ bahwa tidak ditemukan adanya tumor di larings.

Ternyata ketentuan dari Jackson ini terbukti benar, sehingga dengan dcmikian pada tiap penderita dengan suara parau lebih lama dari 2 minggu, haruslah diperiksa dengan teliti, dengan laringoskopi tak langsung, maupun dengan laringoskopi langsung. Pemeriksaan laringoskopi langsung perlu sekali dilakukan, bila pada laringoskopi tak langsung, komisura anterior tidak dapat dilihat dengan jelas, oleh karena tempat ini merupakan tempat predileksi untuk kanker primer di pita suara, dan dengan cara ini pula diambil biopsi dari tumor untuk pemeriksaan histologik. untuk mendiagnosis jenis tumor.

Cara pemeriksaan radiologik. dengan melakukan tomografi. besar tumor dapat dilihat, sehingga dapat dilihat pula sampai kemana meluasnya tumor itu di larings.

Pada tahun terakhir ini para ahli mencoba mengetahui adanya karsinoma "in situ" di daerah yang dicurigai, dengan melakukan pewarnaan "in vivo" memakai biru toluidin. Tetapi pewarnaan ini masih belum dapat dipercaya, karena selain dari pada sel kanker, juga sel radang mengambil warna biru sehingga bukan saja pada karsinoma "in situ" yang menjadi biru, tetapi juga suatu erosi dilarings akan berwarna biru.

Pada karsinoma larings, jika pada pewarnaan dengan biru toluidin pada pemeriksaan laringoskopi langsung, selain dari pada tumor yang secara makroskopik kelihatan juga ada bagian lain yang berwarna biru oleh zat warna itu, maka sebaiknya selain dari pada biopsi dari jaringan tumor yang tampak itu, dilakukan juga biopsi di tempat yang berwarna biru itu. Apabila pada pemeriksaan histologik bagian itu ternyata suatu karsinoma, maka berarti tumor lebih luas dari pada jaringan tumor yang tampak makroskopik, atau ada sarang primer lain.

Pengobatan kanker larings masih tetap merupakan problems yang sukar diatasi, oleh karena yang harus dikeluarkan ialah pita suara dan sekitarnya, sedangkan organ ini diperlukan untuk berbicara, untuk berkomunikasi.

Disfoni sampai afoni pada stadium dini sudah sangat mengganggu penderita dalam pergaulan sehari-hari. Dan makin lanjut penyakitnya, makin gawat gejalanya, selain dari pada afani, juga pernapasan terganggu, dengan stridor, sesak napas dan asfiksia.

Sebelum tahun 1967, pengobatan karsinoma larings yang dapat diberikan di sini hanyalah radioterapi, kuratif maupun paliatif untuk semua stadium.

Jika setelah radioterapi ternyata terjadi residif, maka pada waktu itu kita tidak dapat berbuat apa-apa. Sehingga dengan terusnya meluas tumor itu saluran napas makin sempit, dan akhirnya tersumbat sama sekali Paling-paling hanya dapat dibuatkan trakeostoma untuk menjamin jalan napas, tetapi penjalaran serta membesarnya tumor itu tidak dapat dicegah.

Larings menjadi besar, keras dan terfiksasi. Seluruh kulit leher menjadi tebal dan kaku oleh karena infiltrasi kanker menjalar ke kulit. Ke posterior, tumor akan menyumbat esofagus, sehingga terjadi disfagia, dan dengan demikian perlu dibuatkan gastrostomi. Akhirnya penderita ,meninggal, selain oleh karena asfiksia, juga olah karena kurang makan dan perdarahan masif karena pecahnya pembuluh darah di mediastinum.

"
Depok: UI-Press, 1980
PGB 0069
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"CT scan dapat memberikan penderajatan (staging) dari suatu keganasan di sinus secara lebih baik. CT akan memperlihatkan dengan jelas batas-batas invasi tumor ke orbita dan retroorbita, lamina kribrosa, atap etmoid, planum sfenoid dan dapat
dipakai sebagai modalitas untuk menilai basis kranii dan perluasan ke intrakranial 7. Demikian jugs terhadap tumor-tumor ganas yang dilakukan pengobatan dengan radioterapi 8,9,10. Oleh sebab itu CT scan merupakan sumber informasi penting
bagi ahli bedah, dan menjadi suatu pemeriksaan yang dominan untuk penilaian pra dan pasca bedah.
Di Bagian THT FKUI/ RSCM Jakarta, CT scan telah cukup lama dipakai sebagai alat penunjang diagnostik tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Berdasarkan-hal tersebut di atas, dan ditunjang dengan cukup banyaknya materi yang dapat diteliti, membuat penulis tertarik untuk mengemukakan peranan CT scan dalam menunjang
diagnosis dan penatalaksanaan terhadap tumor ganas hidung dan sinus paranasal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Retno S. Wardani
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Doli Mauliate
"Pendahuluan: Lesi muskuloskeletal pelvis merupakan kasus langka dengan prognosis buruk. Prosedur diagnostik yang cepat, akurat dan resiko komplikasi minimal sangat dibutuhkan pada kondisi tersebut. CT guided biopsy menjadi salah satu pilihan utama. Untuk itu dilakukan studi demografi terhadap pasien dengan lesi muskuloskeletal pelvis di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo serta evaluasi ketepatan diagnosis yang diperoleh melalui prosedur CT guided biopsy.
Metode: Penelitian ini merupakan studi demografi dan uji diagnostik prosedur CT guided biopsy pada lesi muskuloskeletal pelvis di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, yang dilaksanakan secara cross sectional. Data dikumpulkan menggunakan rekam medis pasien selama periode Juni 2007-Juni 2017. Analisis uji diagnostik menggunakan Fischer exact test, dengan standar baku pembanding berupa hasil histopatologi dari biopsi terbuka berupa prosedur eksisi terhadap lesi.
Hasil: Didapatkan 101 penderita lesi muskuloskeletal pelvis menjalani pengobatan selama periode 2007-2017. Ketepatan diagnosis CT guided biopsy dibanding hasil biopsi terbuka pada lesi muskuloskeletal pelvis adalah 86,36% dalam membedakan jenis, 90,9% dalam membedakan sifat keganasan, 85% dalam membedakan lesi primer muskuloskeletal maupun metastasis, dan 90% dalam membedakan lesi tulang maupun jaringan lunak. Berdasarkan lokasi lesi pada pelvis, ketepatan diagnosis CT guided biopsy tertinggi pada Zona I (83,3%), sedangkan berdasarkan ukuran, lesi berukuran >250ml memberikan ketepatan diagnosis 88,89-100%.
Pembahasan: Data demografi menunjukkan gambaran mirip dengan literatur dan dapat digunakan sebagai data dasar dalam menegakkan diagnosis lesi muskuloskeletal pelvis. Dalam evaluasi ketepatan diagnosis, CT guided biopsy dibanding biopsi terbuka pada lesi muskuloskeletal pelvis memiliki ketepatan yang tinggi secara statistik sehingga menunjukkan reliabilitas kuat dan dapat diterapkan sebagai prosedur baku dalam menegakkan diagnosis.

Introduction: Pelvic musculoskeletal lesion is rare, mostly malignant with bad prognosis. Since early diagnosis of these cases require rapid, accurate, and safe diagnostic procedure, CT guided biopsy are common choice of treatment option. Since no data registered on pelvic musculoskeletal lession yet assembled, we performed demographic study on pelvic musculoskeletal lesion in Cipto Mangunkusumo hospital combined with diagnostic test of CT guided biopsy on pelvic musculoskeletal cases.
Methods: This is a demographic study and diagnostic test on CT guided biopsy performed on pelvic musculoskeletal lesion, performed cross sectionally, using medical record from June 2007-June 2017. Sampling procedure performed based on inclusion and exclusion criteria, and evaluated with Fischer exact test, p value <0,05. Histopathologic result after open biopsy described as gold standard.
Results: During present decade, 101 patients with pelvic musculoskeletal lesion treated in Cipto Mangunkusumo hospital. Compared to open biopsy, the accuracy of CT guided biopsy were 86,36% on determining type of lesion, 90,9% on determining type of malignancy, 85% on determining primary lesion to a metastasis lesion, and 90% on determining bone to a soft tissue lesion. Based on location of lesion, Zone I provide best accuracy (83,3%) while based on size, lesion sized >250% has best accuracy (88,89-100%).
Discussion: Demographic data of this study found similar to literature. These distribution data help diagnostic procedure especially in Cipto Mangunkusumo hospital. High diagnostic accuracy of CT guided biopsy, support that the procedure is strongly reliable, and reasonably considered as a standard operational procedure on diagnostic of pelvic musculoskeletal lesion."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mulyani
"Kematian akibat stroke semakin meningkat, diperkirakan 5,5 juta orang meninggal di seluruh dunia karena stroke dan diperkirakan pada tahun 2020 penyakit stroke akan menjadi penyebab terbanyak kasus kematian di dunia. Di Indonesia, berdasarkan laporan `Dltjen Yanfnedik Depkes RI bahwa penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit adalah atroke. Penclitian tentang ketahanan hidup pasien stroke dan faktor yang mernpengarnhinya akan dapat bermanfaai dalam melakukan pencegahan dengan cara mengendalikan falctor-faktor yang mernpengaruhinya sehingga angka kematian karena penyakit ini dapat dikurangi.
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya probabilitas ketahanan hidup 1 tahmm pasicn stroke yang dirawat inap di RS Cipto Mangunkusmno Jakarta tahun 2003 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Desain penclitian ini adajah kohort retrospektif pada 375 subyek dengan menggunakan data rekam medik pada diagnosis tahun 2003 yang diikuti selama l tahun.
Hasil penelitian ini menmmjukkan bahwa probabilitas ketahanan hidup 1 tahun pasien stroke tergantung pada tipc stroke, tcmpat rawat dan penyakitjantung setelah dikontrol oleh variabel Umur. Probabilitas ketahanan hidup 1 tahun pasien stroke yang mcngalami serangan pertama tergantung pada tipe stroke, tempat rawat dan Penyakit Jantung. Probabilitas ketahanan hidup 1 tahun pada tipe stroke iskemik sebesar 63,7 % dcngan median 52 minggu sedangkan pada tipe stroke hemoragik scbesar 22,9% dengan median 4 minggu. Probabllitas ketahanan hidup 1 tahun pada tcmpat rawat Unit Stroke sebesar 70,4 % dengan median 52 xninggu sedangkan pada Ruang Neurologi sebesar 36,9 % dengan median 17 minggu. Pmbabilitas Ketahanan Hidup 1 tahun Pasien Stroke yang penyakitjanttmg 37,7% dengan median 12 minggu sedangkan tidak penyakit jantung 53,2% dengan median 52 minggu. Didapatkan hubungan yang bennakna antara Variabei Tipe Stroke, Variabel Tempat Rawat dan Variabel Penyakit Jantung dengan ketahanan hidup 1 tahun pasien stroke yang mengalarni serangan pertama kali seteiah dikontrol oleh Variabel Umur (Tempat Rawat: p=0.000, HR=2.77, CI =l.73-4.43; -Tipe stroke: p=0.000, HR=3.03, CI = 2.16-427; Penyakitjantung: p=o.os, I-[R=l.38, CI=0.98-l.9t). \
Berdasarkan penelitian disarankan kepada Direktur RSCM untuk meningkatkan standar penanganan pasien stroke yang ideal di seluruh bangsal seperti yang ada di Unit Stroke, meningkatkan kemampuan tim kesehatan khususnya perawat-perawat mahir stroke yang bersertinkat. Kepada Depkes agar dapat mengupayakan adanya kesinambungan antara perawatan pasien stroke di rumah sakit dan sepulangnya pasien dari mmah sakit dengan membuat rujukan ke Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan primer sehingga penoegahan stroke berulang dapat segera dilakukan dan angka kematian stroke dapat dikurangi. Kepada peneliti lain agar melakukan penelitian ketahanan hidup pasien stroke dengan desain dan analisis yang sama namun periode waktunya lebih lama ( S atau 10 tahun).

Death effect of stroke progressively mount, to be estimated by 5,5 million people die in all the 'world because stroke and estimated in the year 2020 stroke disease will become cause many death case in the world. In Indonesia, according to the report of Ditjen Yanmedik Depkes RI 2001 that especial disease of death cause at hospital is stroke. Research about survival stroke patient and factor influencing it will be able to be useful in conducting prevention by controling factors influencing it so that mortality because this disease can lessen.
The goals of this research is knowing of survival probability 1 taken care of to stroke patient year lodge in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta year 2003 and factors influencing it. this Research dcsain is retrospektif kohort at 375 subyek by using data medical record at] diagnosed by year 2003 followed by during l year.
Result of this research indicate that survival probability I year stroke patient depend on stroke type, place take care of and heart sickness after controlled by Age variable. Probability survival 1 year stroke patient of first attack depend on stroke type, place take care of and Heart Sickness. Probability survival l year at iskemik stroke type equal to 63,7 % with median 52 week while at hemoragik stroke type equal to 2?.,9% with median 4 week. Probabilitysurvival 1 year at place take care of Unit Stroke equal to 70,4 % with median 52 week while at Neurology ward equal to 36,9 % with median 17 week. Probability survival 1 Patient Stroke year which is heart sickness 37,7% with median 12 week while no heart sickness 53,2% with median 52 week. Having relation significantly between Variable Type Stroke, Variable Place Take care of and Variable Heart Sickness with survival lyaer stroke patient of attack first time after controlled by Variable Age ( Place Take care of: p=0.000, I-lR=2.77, CI = 1.73-4.43; Stroke type: p=0.000, HR=3.03, CI = 2.16-4.27; Heart sickness: p = 0.05, HR=1.38, CI = 0.98-1.91).
According to this research is suggested to Director RSCM to increase ideal stroke patient handling standard in all ward such as those which in Unit Stroke, improving ability of health team specially skilled nurse of stroke which is have certificate. To Depkcs can strive the existence of continuity among/between treatment of ill stroke patient at hospital and home care by making reference to Puskesmas as service unit health of primary so that prevention of recurrence stroke immediately be done and stroke mortality can lessen. To other researcher doing research of survival stroke patient with is same analysis and desain but its longer time period ( 5 or 10 year).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Destita Khairilisani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S32491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Dzulita Nurdin
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh tingkat pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan pemberian terapi Antiretroviral pada klien HIV/AIDS di Pokdisus RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Desain penelitian yang digunakan deskriptif korelasi. Populasi pada penelitian ini adalah kelompok keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita HIV/AIDS yang sedang dalam pengobatan Antiretroviral. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 30 orang. Data diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan dan diisi oleh setiap responden. Instrumen yang digunakan terdiri dari data demografi dan pertanyaan tentang pengetahuan keluarga serta kepatuhan pasien. Setelah data terkumpul dianalisa dengan statistik univariat dan bivariat. Untuk menguji adanya perbedaan bermakna dilakukan uji hipotesa dua arah dengan derajat kemaknaan 0,05, hasil hipotesa didapatkan tidak adanya pengaruh yang bermakna antara tingkat pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan klien dalam kepatuhan pengobatan Antirefroviral."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5536
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>