Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulmanelis Darwis
"ABSTRAK
Rosin atau gondorukem merupakan residu penyulingan getah pohon pinus (oleorosin) . Rosin terdiri antara 85 - 90 % asam-asam resin serta 10 - 15 % komponen-komponen natal. Rosin produksi Indonesia yang umumnya berasal dari spesies Pinus merkusii, ternyata mempunyai kadar asam abietat lebih rendah dibandingkan rosin produksi negara lain seperti Cina, Portugis dan Amerika. Kecilnya kandungan asam abietat ini diduga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kualitas rosin produksi Indonesia lebih rendah dibandingkan rosin produksi negara-negara lain.
Sebagian besar asam resin yang terdapat dalam rosin merupakan isomer satu sama lain. Oleh karena itu dengan proses isomerisasi yang tepat dapat terjadi perubahan suatu asam resin menjadi asam resin lain, yang mengakibatkan terjadi perubahan komposisi asam resin dalam rosin.
Pada penelitian ini telah dicoba dua teknik isomerisasi, yaitu isomerisasi termal dan isomerisasi dengan katalis asam, dengan tujuan dapat menghasilkan peningkatan kadar asam abietat dari rosin.
Kondisi optimum pada isomerisasi termal diperoleh dengan melakukan variasi suhu pemanasan antar 1850C samapai 2500C. Sedangkan pada isomerisasi dengan katalis dilakukan variasi konsentrasi katalis antara 0,6 M sampai 1,4 M. Kadar asam abietat dalam rosin isomerisasi diukur dengan alat Kromatografi Gas.
Hasil penelitian menunjukkan balk isomerisasi dengan pemanasan maupun dengan katalis asam, dapat meningkatkan kadar asam abietat dalam rosin. Isomerisasi dengan pemanasan menghasilkan kadar asam abietat maksimum pada temperatur pemanasan 250 ° C yaitu sebesar 69,83% dari kadar awal sebelum pemanasan 21,23 %. Isomerisasi dengan katalis asam menghasilkan kadar asam abietat maksimum pada penggunaan katalis dengan
konsentrasi 1,2 M yaitu sebesar 61,81 %. Penggunaan konsentrasi Iebih pekat tidak menunjukkan peningkatan lagi.
Walaupun dua proses dapat menghasilkan peningkatan kadar asam abietat, tetapi isomerisasi dengan teknik pemanasan mempunyai beberapa keunggulan yaitu proses yang lebih sederhana dan tidak menimbulkan perubahan warna pada rosin dibandingkan sebelum isomerisasi. Sedangkan isomerisasi dengan bantuan katalis asam membutuhkan banyak tahap perlakuan dan warna rosin menjadi lebih gelap dibandingkan keadaan awal sebelum isomerisasi.

ABSTRACT
Rosin is obtained from pine tree after the volatile oil or turpentine was remove. Rosin consists of 85 - 95 % resin acids and 10 - 15 % neutral components. In Indonesia rosin is usually produced from species of Pinus merkusii which has abietic acid content lower than rosin produced from China, Portugal, and America. The lower content of abietic acid could be the one of the factor causing Indonesian rosin quality to be lower than those of other country.
Mayority of resin acids formula in the rosin are isomer to each other. Consequecently, the correct isomerization process can transform the resin acid to another resin acid. It means that the acid composition of the total rosin changes.
In this experiment two isomerization techniques had been used. They are thermal isomerization and acid catalyzed isomerization, which the objective is to increase the abietic acid content. To obtain the optimum condition of thermal isomerization the variation of temperatures are use between 185 0 C to 250 ° C. Whereas in acid catalyzed isomerization the variation of catalyst concentrations were performed between 0,6 M to 1,2 M . The abietic acid content after isomerization process was measured by gas chromatography.
Experimental results show that thermal isomerization as well as acid catalysed isomerization, can increase abietic content in the rosin. Thermal Isomerization can enchance maximum abietic content 69.83 % from the initial content t 21.23 %). The optimal temperature of thermal isomerisasi can achieve by 250 C. Using the concentration of mineral acid, 1.2 M, as catalyst can inverse the maximum abietic acid content to 61.81 % from initial amount :31.82 %.
Although the two process above can increase the result of abietic content, but thermal isomerization has certain advantages over acid catalyzed isomerization . That is because the technique is simple and no color change in rosin compared to condition before isomerization. Whereas isomerization with aid of acid catalyst requires several stages of treatment and the rosin colour becames darker than the initial condition before isomerization.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Simon
"ABSTRAK
Padatan superbasa dibuat dari reaksi padatan Y-A12O3 dengan padatan
NaOH dan logam Na. Y-AI2O3 yang digunakan disintesis dari reaksi larutan
AI(N03)3 dengan larutan NH4OH. Gel boehmit yang terbentuk dilakukan
penuaan (aging) secara hidrotermal menggunakan autoclave kemudian
dikalsinasi. Y-Al203ini dianalisis dengan difraktometer sinar-x. Y-AI2O3 yang
direaksikan dengan NaOH akan membentuk |3-natrium aluminat dan dengan
penambahan logam Na akan menyebabkan terisinya tempat kosong tersebut,
kemudian logam Na akan terionisasi, dan mentransfer elektron ke atom
oksigen tetangganya. Atom oksigen inilah yang merupakan pusat superbasa.
Padatan Y-Al203/Na0H/Na yang telah disintesis diuji sifat katalitiknya untuk
reaksi isomerisasi eugenol, dengan memperhatikan variasi faktor reaksi
seperti suhu, waktu, dan berat katalis. Dari semua reaksi isomerisasi yang
dilakukan, tidak ada yang menunjukan terbentuknya produk isomerisasi. Hal
ini mungkin disebabkan karena kondisi reaksi yang belum tepat dan/atau
karena padatan superbasa yang dihasilkan tidak dapat bertindak sebagai
katalis pada reaksi isomerisasi eugenol.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Medis Barjana
"ABSTRAK
Rosin diperoleh setelah terpentin dan air dihilangkan dari oleoresin. Rosin Indonesia yang umumnya berasal dari spesies Pinus merkusii mempunyai bilangan asam, bilangan penyabunan yang berbeda dari rosin pada umumnya. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya kandungan asam merkusat yang merupakan asam dikarboksilat pada rosin tersebut.
Telah dicoba untuk menurunkan kandungan asam merkusat dengan menambahkan suatu basa lemah Basa lemah yang dipakai adalah anilin, difenilamin dan natrium bikarbonat. Dari penambahan basa ini diharapkan terjadinya penurunan kandungan asam merkusat tanpa menurunnya kualitas warna. Padatan rosin yang diperoleh kembali setelah proses ekstraksi dianalisis. Analisis rosin ini mencakup penentuan wama, titik lunak, bilangan asam, bilangan penyabunan serta komposisi asam resinnya.
Untuk penentuan komposisi asam resin hanya dilakukan pada konsentrasi penambahan basa 0,001 M, 0,003 M dan 0,005 M dengan menggunakan alat kromatografi gas. Untuk analisis kualitatif berdasarkan waktu retensi relatif serta data kromatogram dari literatur, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan metode normalisasi internal.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asam merkusat menurun dengan persentase berkisar 1 sampai 25,5 %. Hasil analisis lain yaitu bilangan asam dan bilangan penyabunan juga mengalami penurunan berkisar 12 sampai 27 angka dari kondisi awal untuk bilangan asam sedangkan untuk bilangan penyabunan 3 sampai 18 angka. Penurunan ini masih sesuai dengan standar rosin yang berlaku di Indonesia. Hasil analisis warna menunjukkan penurunan kualitas begitu pula dengan titik lunak mengalami perubahan sekitar 4 sampai 10° C."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Usman
"Rosin diperoleh dari basil destilasi oleoresin yang berasal getah pohon pinus. Spesies pinus yang menghasilkan rosin di Indonesia adalah Pinus merkusii Jung et de Vries. Spesies ini telah di usahakan secara besar- besaran untuk tujuan produksi kayu dan rosin. Peranan rosin sebagai komoditi ekspor menjadi sangat · penting, sebab permintaan yang terns meningkat, untuk keperluan industri kertas, cat, sabun dan lem. Sebagaimana diketahui, komposisi asam resin dalam rosin yang dihasilkan oleh Pinus merkusii mempunyai kekhasan yang berbeda dari pinus - pinus lain. Komponen terbesar dari asam - asam resin pada rosin indonesia adalah levopimarat, palustrat, isopimarat dan abietat. Yang lebih khas dari rosin Indonesia adalah kandungan asam levopimarat dan asam merkusatnya, dimana kedua asam ini tidak terdapat pada rosin lain. Asam levopimarat mempunyai struktur cis diena, karenanya prinsip reaksi ''Diels -Alder" akan berlaku terhadap senyawa ini. Asam levopimarat akan bereaksi dengan maleat anhidrat memberikan senyawa asam maleopimarat. Asam inaleopimarat merupakan suatu bahan " paper sizing " yang baik. Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan bahan " paper sizing " dari rosin Sindang Wangi kualitas WW dan WG, yakni dengan mereaksikan rosin WW maupun WG dengan maleat anhidrat dengan perbandingan ekivalesi 1 : 3 pada suhu 180 °C untuk rosin WW dan 1 : 1 pada suhu 230 °C untuk rosin WG secara termal. Bahan" paper sizing " yang terjadi dianalisis dengan kromatografi gas. Analisis kuantitatif dengan metode normalisasi internal, diperoleh kadar asam maleopimarat dalam bahan " paper sizing " rosin WW sebanyak 31,9 % dan dalam bahan " paper sizing "rosin WG sebanyak 18,4 %. Dilakukan pengujian mutu bahan " paper sizing " yang dibuat dari rosin tersebut, yang meliputi uji titik lunak, bilangan asam, bilangan penyabunan dan bilangan iod. Dari hasil uji mutu, dapat dinyatakan, bahwa bahan " paper sizing " yang dibuat dari rosin WW maupun WG mempunyai mutu yang cukup baik.

Indonesian rosin is obtained from the distilation of oleoresin yielded by the living pine trees. The species of pine producing rosin in Indonesia is Pinus merkusii Jung et de Vries. This species has been planted hugly for wood and rosin production purposes. The role of rosin as export commodities becomes more and more important, because of consumption has also increased rapidly due to the development of paper, paint, soap and glue industries. It is known that acid composition of rosin produced from Pinus merkusii has ~haracteristics which differs from other pines. The largest component of acid in Indonesian rosin is levopimaric, palustric, isopimaric and abietic. The most characteristic of Indonesian rosin which differ from pine is levopimaric and mercusic acids content. The Diels - Alder reaction is the addition of an a, ~ - unsaturated carbonyl ·compound, or dienophile, to a conyugated diene such as found in the abietic - type acids. Of the four abietadienoic acids, only levopimaric acid reacted with maleic anhydride. The reaction with maleic anhydride is commonly called maleation and the product called maleopimaric acid. The maleopimaric acid is a good paper sizing agent. In this experiment, paper sizing agent has been made from Sindang Wangi rosin WW and WG quality. There is evidence for optimal conditions of the WW rosin reacted by maleic anhydride with equivalence each others on a 1 : 3 at 180 °C, and on a 1 : 1 at 230 °C for WG rosin. The paper sizing agent which has been made is analysed by gas chromatography. Quantitative analysis using the internal normalize method. Result of analysis are 31,9% for WW and 18,4% for WG. Softening point, acid value, saponification value and iodine value of the paper sizing are measured. Test result, indicated that the paper sizing agent which has been made from WW and WG rosin are a good one.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T40321
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saifudin Arifin
1994
S29898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraida Fatma P. Irawan
"Selain memproduksi kayu, pohon pinus juga menghasilkan getah atau oleoresin. Bila terpentin dan air dari oleoresin ini diuapkan, akan dihasilkan rosin, yaitu suatu padatan yang bersifat resin. Rosin ini telah dimanfaatkan dalam keperluan industri yaitu industri kertas, sabun, batik, vernis, semen dan lain-lain. Pada industri kertas dan semen, rosin digunakan sebagai penolak air, sehingga tahan terhadap cairan seperti air, tinta dan minyak.
Pada penelitian ini telah dilakukan analisis komposisi asam-asam resin dari rosin jenis WW dan WG secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan kromatografi kertas gas.
Percobaan yang dilakukan didahului dengan memisahkan fraksi asam dan fraksi netralnya dengan cara mengekstraksi dengan larutan natrium hidroksida dengan konsentrasi to hingga 5%- dan natrium bikarbonat 5%. Fraksi asam yang terbesar diperoleh dari rosin WG Sapuran dengan menggunakan larutan natrium hidroksida 4%.
Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi metil ester resin dari contoh rosin dengan waktu retensi metil ester resin baku. Hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi rosin terdiri dari asam sandarokopimarat, asam palustrat, asam isopimarat, asam abietat, asam dehidroabietat, asam merkusat, asam neoabietat dan komponenkomponen lain yang belum dapat ditetapkan.
Analisis kuantitatifnya dilakukan dengan menghitung masing-masing komposisi metil ester resin dengan menggunakan cara area kompensasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi asam-asam resin tidak ditentukan oleh banyaknya asam resin dan komposisi asam resin tidak banyak mengalami perubahan pada konsentrasi natrium hidroksida 31."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace TJ Sulungbudi
1989
S29780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azhar Hadnyandita
"Mangan merupakan logam ke empat yang paling banyak digunakan di dunia setelah baja, aluminium dan tembaga. Sekitar 95% mangan digunakan untuk kebutuhan metalurgi, yaitu untuk steelmaking dan pembuatan ferroalloys seperti silico-manganese dan ferromanganese. Mangan dapat dikategorikan berdasarkan kandungannya, yaitu bijih mangan kadar rendah (kurang dari 30% Mn), sedang (30%-40% Mn) dan tinggi (lebih dari 40% Mn). Pembuatan ferromangan dengan kadar Mn minimum 60% menggunakan bijih mangan kadar rendah sangat sulit, oleh karena itu perlu dilakukan proses benefisiasi untuk meningkatkan kadar bijih Mn serta rasio Mn/Fe.
Dalam penelitian ini telah dilakukan proses benefisiasi terhadap dua jenis bijih mangan lokal, yaitu bijih mangan asal Lampung dan Jawa Timur. Benefisiasi dimulai dengan crushing dan grinding dua bijih mangan, untuk mereduksi ukuran partikel. Pengaruh ukuran partikel, yaitu -20+40, -40+60 dan -60+80 mesh terhadap proses benefisiasi telah dipelajari dalam penelitian ini. Proses benefisiasi berupa gravity separation dengan menggunakan metode shaking table dilakukan terhadap kedua jenis bijih mangan tersebut. Preliminary test dilakukan setelah gravity separation untuk mengetahui feasibility dari kedua bijih mangan tersebut untuk dilakukan proses benefisiasi tahap selanjutnya, yaitu reduction roasting. Reduction roasting dilakukan terhadap bijih mangan pada suhu 700oC dengan variasi waktu 1 jam, 1,5 jam dan 2 jam. Magnetic separation dilakukan terhadap masing-masing variasi waktu menggunakan magnet dengan kekuatan sekitar 500G.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa ukuran partikel tidak terlalu mempengaruhi rasio Mn/Fe. Kemudian hasil dari gravity separation menunjukkan proses ini tidak efisien terhadap kedua bijih mangan. Pada bijih mangan asal Lampung tidak ada kenaikkan rasio Mn/Fe yang signifikan, lalu pada bijih mangan asal Jawa Timur rasio Mn/Fe naik menjadi 3,3 pada fraksi tailing, namun tailing yang didapat hanya sekitar 2,4% dari feed yang masuk sehingga menyebabkan proses ini tidak ekonomis. Reduction roasting memiliki efek yang penting untuk proses magnetic separation karena dapat mengubah senyawa hematite menjadi magnetite sehingga Fe pada bijih mangan dapat terpisah. Hasil magnetic separation menunjukkan rasio Mn/Fe paling tinggi didapat dalam waktu 1 jam pada ukuran -20+40, yaitu sebesar 6,10 dan menurun seiring semakin halusnya ukuran partikel.

Manganese is the fourth widely used metal in the world after steel, aluminium and copper. For about 95% of Manganese usage is for metallurgical applications, like steelmaking and the productions of ferroalloys, silico-manganese and ferromanganese. Manganese is categorized based on its content, which is low-grade (less than 30% of Mn), medium-grade (30-40% of Mn) and high-grade (more than 40% of Mn). Producing ferromanganese with a minimum content of Mn for about 60% using a low-grade manganese ore is very difficult, therefore beneficiation process is needed to enhance the Mn content and also the Mn/Fe ratio.
In this research, beneficiation processes were conducted to two local low-grade manganese ores, manganese ore from Lampung Province and from East Java Province. Beneficiation starts by crushing and grinding two manganese ores, to reduce the particle size. The effect of particle sizes, which were -20+40, -40+60 dan -60+80 mesh, to the beneficiation processes were studied in this research. Gravity separation using shaking table as a method was the first step of beneficiation process that was conducted to both manganese ores. Preliminary test were done after the gravity separation to understood the feasibility of the two manganese ores that can be processed to the next beneficiation processes, reduction roasting. Reduction roasting was conducted to the manganese ore in 700oC for 1 hour, 1,5 hours and 2 hours as a time variant. Magnetic separation was done by separating every single time variant using a magnet with an intensity about 500G.
The results shows that size fraction or particle size has a negligible effect to the Mn/Fe ratio. The gravity separation results shows that this process is not efficient to the both manganese ores. Lampung Province ore shows that there is no significant of Mn/Fe increment, and for East Java Province ore, Mn/Fe increases to 3.3 in tailing fraction, however the tailing fraction that is gained in this process was only about 2.4% from the feed therefore it?s not economical. Reduction roasting has an important effect for the magnetic separation process because it converts hematite compound to magnetite so the Fe from this ore can be separated. The magnetic separation results shows that the highest Mn/Fe ratio was gained in 1 hour on -20+40 size particle, which is 6.10 and decrease along with decresing the size particle."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63233
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S36907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S37034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>