Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112731 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Junaidi
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pemberdayaan masyarakat melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Fase II termasuk hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Program Pengembangan Kecamatan Fase II merupakan kelanjutan dari Program Pengembangan Kecamatan sebelumnya. Program Pengembangan Kecamatan Fase II bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan dengan memberdayakan masyarakat miskin dan perempuan sebagai pendekatan operasionalnya. Dilanjutkannya Program Pengembangan Kecamatan Fase II merupakan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan daerah melalui mekanisme pembiayaan bersama yang di landasi dengan semangat Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang pemerintahan di daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui studi kepustakaan, wawancara dengan informan, dan pengamatan di lapangan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling terhadap aparat pemerintah, fasilitator kecamatan dan desa, tokoh masyarakat dan warga masyarakat desa Gosong Telaga Selatan sebagai kelompok sasaran, dengan jumlah responden 12 orang. Hasil penelitian dianalisis dengan mengaitkan kebijakan sosial dan kerangka pemikiran tentang kemiskinan, pengembangan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan Fase II telah berjalan dari tahap sosialisasi sampai pelaksanaan kegiatan, belum mencakup tahap pengendalian dan pelestarian kegiatan. Pelaksanaan program dari tahap sosialisasi hingga ke tahap pelaksanaan kegiatan partisipasi masyarakat terutama masyarakat miskin dan perempuan terlihat dalam tahapan-tahapan kegiatan program pengembangan kecamatan. Peran petugas aparat pemerintah kecamatan yang terlibat langsung dilapangan yaitu PJOK dan pendamping yaitu Fasilitator Kecamatan (FK) bertugas memfasilitasi setiap kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan, memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk merencanakan dan menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki desa.
Pelaksanaan program PPK Fase II mencakup kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pendukung yaitu pembuatan Sumur Bor Dua Unit, pembangunan Polindes dan posyandu, Usaha Ekonomi Produktif (UEP) peningkatan usaha pembuatan Ikan Asin, dan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) untuk penambahan modal usaha bagi perempuan. Pelaksanaan proses pemberdayaan masyarakat terlihat sejak dilakukannya sosialisasi program yang melibatkan masyarakat sebagai kelompok sasaran dengan melakukan pembentukan kelompok campuran berdasarkan kelompok dusun dan kelompok perempuan. Pembentukan kelompok dilakukan untuk mempermudah proses penggalian gagasan agar gagasan atau ide yang muncui betul-betul kebutuhan yang mereka inginkan. Begitu pula pada tahap pelaksanaan kegiatan, partisipasi dan peran aktif masyarakat sebagai penentu kegiatan terlibat langsung mensukseskan program. Pelaksanaan program yang diawali dengan tahap persiapan hingga ke tahap pelaksanaan program sudah terlihat, terjadinya perencanaan dan pelaksanaan keempat kegiatan oleh warga masyarakat menggambarkan telah berhasilnya pemberdayaan kelompok sasaran akan pengetahuan, keterampilan dan modal.
Dalam pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan masih terdapat kendala-kedala, baik dan masyarakat, pelaku PPK di desa maupun dan pelaku PPK di kecamatan. Kendala dari masyarakat yaitu: Pertama, sumber daya manusia yang masih rendah yang di dominasi tamatan SD dan SLIP. Kedua, pelaku PPK di desa yaitu terjadinya penyimpangan pada saat pembentukan kelompok sasaran yang dilakukan Kepala Dusun selaku ketua Kelompok dengan merekrut anggota berdasarkan hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. Ketiga, kurangnya koordinasi pelaku PPK di Kecamatan dengan ketua Tim Koordinasi di Kabupaten yang mengakibatkan kendala proses administrasi. Keempat, lambatnya proses administrasi di bendahara proyek, mengakibatkan tertambatnya proses pencairan dana. Merujuk pada kendala-kendala tersebut, dikemukakan rekomendasi untuk penerapan program setanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfan Miko
"ABSTRAK
Salah satu aspek kehidupan masyarakat Minangkabau yang berubah adalah institusi keluarga. Dewasa ini, terutama di kota-kota Sumatera Barat terdapat kecenderungan pergeseran pola kehidupan ke bentuk keluarga batih (nuclear family) dibandingkan dengan keluarga luas (extended family) dalam masyarakat Minangkabau tradisional (Chatra :1992). Sejalan dengan itu, sejumlah fungsi yang secara tradisional disumbangkan oleh keluarga kepada anggota-anggotanya terutama fungsi proteksi- relatif mulai berubah polanya. Dengan demikian, merupakan hal menarik mempelajari dan mengidentifikasi orang lanjut usia, terutama wanita lanjut usia di Minangkabau. Mengingat wanita biasanya berumur lebih panjang, mengalami kehidupan menjanda, memiliki human capital yang relatif rendah, sedangkan sistem matrilineal terkesan mengutamakan wanita.
Perhatian terhadap kondisi sosio ekonomi wanita lanjut usia semakin dirasa perlu bila dikaitkan dengan berkembangnya teknologi di bidang ilmu kesehatan, yang menyebabkan menurunnya tingkat fertilitas dan mortalitas dan memperpanjang angka harapan hidup manusia sehingga ada kecenderungan yang kuat struktur usia penduduk di suatu negara mulai bergeser menjadi semakin tingginya persentase pertambahan jumlah penduduk yang berusia lanjut dibanding anak-anak dan remaja. Diperkirakan usia penduduk di negara berkembang juga akan semakin menua.
Data untuk penulisan tesis ini merupakan data sekuder yang diolah dari sebagian hasil penelitian Studi Deskripsi Kondisi Sosioekonomi Orang lanjut Usia di Sumatera Barat, yang dilakukan tahun 1994 yang lalu. Dari data tersebut diupayakan memahami kondisi sosio ekonomi wanita lanjut usia dan pandangan wanita lnjut usia terhadap eksistensi panti jompo.
Hasil analisis penelitian menyimpulkan sebagai berikut; pertama kualitas individual dan fasilitas yang dimiliki responden wanita lanjut usia dikota relatif lebih baik ketimbang kualitas responden semi kota dan responden desa; kedua, rata-rata tingkat pendidikan responden rendah; ketiga, sebagian responden masih bekerja karena masih mempunyai beban tanggungan ekonomi; keempat, hubungan kekeluargaan relatif masih terjalin baik meskipun terlihat ada kecenderungan menurun derajat intensitas dan kualitasnya; kelima, mayoritas responden tidak lagi berperan aktif dalam kehidupan sosial, kecuali yang sifatnya keagamaan; Keenam, kesehatan responden sangat rentan dan hampir seluruh responden menyatakan keluhan penyakit; ketujuh, variabel sistem pendidikan, pendapatan, sistem keluarga dan wilayah penelitian terlihat memiliki hubungan signifikan dengan pandangan wanita lanjut usia tentang panti jompo.

ABSTRACT
One of the life aspects of Minangkabau society that is changing now is the family institution. At present, especially in cities and towns of West Sumatra, there is a tendency of changing the living pattern toward nuclear family instead of the extended family that was found in the traditional Minangkabau community (Chatra:l 994). At the same time, some family functions which were traditionally contributed by the family to its members, especially family protection starts to change in its pattern. So, it is very interesting to observe and to identify the elderly people, particularly to Minangkabau elder woman, in consideration of women life expectancy which is longer than that of men, low of human capital, as a widow, besides matrilineal system secure an important place for woman in their community.
This is even more necessary if it is connected with further development of technology in health that causes the decrease of fertility and mortality and extend lifespan, giving higher percentage of population growth of the old people compared to children and adults. It is expected that the age of people in the developed country becomes older age. At this time, the problem of population arises and it is not only a phenomenon.
The data used is a secondary ones which partly taken from the previous research Description Study of the Socioeconomic condition of elderly in West Sumatra, conducted in 1994. The purpose of this research is more general in its field, that is to understand the condition of the socioeconomy of the elderly with the minimum of 60 years of age and perception of elder woman to existence of home for aged.
The conclusion of the survey are ; first, urban individual quality and facilities of the old age respondents is relatively better than those from semi-urban and in village; second, in general, the education of the respondents is low; third, some of the respondents still work as they still have economy burden; fourth, family relationship is all relatively good, though it is decreasing its intensity and quality; fifth, majority of the respondents is no more active in social life, except in religious activity; sixth, the respondents health in general is too poor and almost all respondents present health complain; seventh, the variabel of education, income, family system and research area seem to have significant relation with the point of view of the elder woman toward homes for the aged.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Venda
"Untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia FISIP-UI, penulis melakukan penelitian dengan judul tersebut diatas dengan tujuan untuk mengetahui mengapa KUD Sungai Pua kurang berhasil dalam mengembangkan industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua Kecamatan Sungai Pua Kabupaten Agam dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dan hambatannya, serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang diperlukan dalam meningkatkan upaya KUD Sungai Pua dalam mengembangkan industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua.
Koperasi Unit Desa Sungai Pua ini telah berdiri sejak tahun 1973 di Nagari Sungai Pua ini, namun dalam perkembangannya selama ini KUD Sungai Pua ternyata belum mampu untuk dapat lebih meningkatkan dan mengembangkan usaha konveksi yang dibuat oleh para anggota KUD Sungai Pua itu sendiri. Terdapat beberapa hal yang didugaldiasumsikan sebagai penghambat dari KUD Sungai Pua dalam pengembangan industri konveksi, yaitu : masih serba terbatasnya sumber daya yang dimiliki dari KUD Sungai Pua yang meliputi masih rendahnya profesionalisme untuk mengembangkan kreatifitas, masih rendahnya tingkat pendidikan pengurus baik formal maupun non formal, keterbatasan modal dalam usaha pengembangan dan pembinaan serta terbatasnya sarana dan prasarana administrasi dan teknis dan juga masih kurangnya bantuan dari pemerintah dan pihak lain dalam pembinaan, kerjasama maupun pengembangan dalam bantuan dana tambahan dana baik itu kepada koperasi sendiri maupun yang langsung kepada pengusaha konveksi.
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, dalam studi ini dilakukan kajian dengan konsep bahwasanya agar koperasi dapat mengembangkan suatu industri kecil maka upaya yang dilakukan hendaknya adalah dengan penanaman jiwa wirausaha, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pola kemitraan yang saling menguntungkan, perluasan jaringan informasi dan komunikasi serta peningkatan kualitas produk.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pads data primer dan salt-under juga melalui pengkajian literatur, observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan lingkup informan mencakup 1 (satu) orang pengurus koperasi yaitu ketua KUD Sungai Pua, 3 (tiga) orang anggota koperasi yang sekaligus sebagai pengusaha konveksi dan 1 (satu) orang tokoh masyarakat yang juga sebagai Wali Nagari di Nagari Sungai Pua. Dengan dernikian dari keseluruhan studi ini, didapat suatu data deskriptif yang menjelaskan tentang penyebab masih kurang berkembangnya industri konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua melalui KUD Sungai Pua.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa penyebab dari kurang berkembangnya industri konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua disebabkan karena KUD Sungai Pua masih belum ada melakukan upaya- upaya yang optimal untuk kemajuan dan berkembangnya industri konveksi rakyat tersebut sebab yang selama ini upaya yang dilakukan KUD Sungai Pua dalam membantu mengembangkan industri konveksi itu hanya dengan memberikan simpan pinjam, pelatihan membuat pola dan menjahit serta membawa basil produksi konveksi pada waktu ada pameran raja.
Untuk mengatasi berbagai masalah agar industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua dapat berkembang, maka KUD Sungai Pua hendaknya dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1. Melakukan pembinaan dalam menanamkan prinsip-prisip wirausaha kepada pengusaha konveksi agar dapat memiliki falsafah wirausaha (berfikir kreatif dan berwawasan kompetitif}, sikap wirausaha (penghargaan kualitas dan pemanfaatan peluang usaha), kiat wirausaha (strategi bisnis, pendekatan relasi dan kepercayaan yang berkelanjutan).
2. Mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia para pengusaha konveksi yaitu dengan menambah pelatihan pada manajemen usaha, keuangan dan permodalan serta pemasaran.
3. Melakukan upaya pola kemitraan yang saling menguntungkan dengan membantu mendapatkan pola kerjasama modal usaha antara intern anggota, dengan lembaga lain maupun dengan pemerintah serta juga ikut mempromosikan, mempublikasikan ataupun mensosialisasikan dari hasil produksi konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua tersebut.
4. Membuat suatu upaya agar dapat memperluas jaringan informasi dan komunikasi usaha, sehingga para pengusaha konveksi menjadi mempunyai jangkauan informasi dan komunikasi yangluas dalarn mengembangkan hasil usaha konveksinya.
5. Mengupayakan dapat membuat penentuan pads kualitas produk layanan atau barang, seperti dalam penentuan standarisasi produk balk itu kualitas, kuantitas maupun kemasannya dan juga dalam menentukan ketepatan penyediaan produk mulai dari promosi, distribusi ataupun purna layan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suradi
"Berbagai program diciptakan untuk mengatasi masalah kemiskinan. Salah satunya adalah Program Bantuan Kesejahteraan Sosial, melalui KUBE. KUBE yang diselenggarakan oleh Departemen Sosial didasarkan konsep Pembangunan Masyarakat yang pada dasarnya merupakan proses perubahan yang disengaja dan terarah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan mengutamakan pendayagunaan potensi dan sumber-sumber setempat dengan penuh kreativitas, inisiatif dan partisipatif. Perlombaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja KOBE agar lebih kreatif dan partisipasitif dalam pembangunan masyarakat, melalui kompetisi yang pada akhirnya diberikan penghargaan (hadiah). Efektivitas perlombaan akan terlihat setelah menyandang predikat terbaik. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang dampak sistem lomba terhadap kinerja KUBE dengan cara membandingkan -kondisi sebelum dan sesudah meraih predikat terbaik.
Sehubungan dengan itu, tujuan penelitian untuk mengetahui (1) penyelenggaraan perlombaan KUBE, (2) kondisi KUBE Gadog sebelum menyandang predikat terbaik dan (3) kondisi KUBE Gadog sesudah menyandang predikat terbaik, dengan menggunakan metode penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif, dengan alat ukur berupa pedoman wawancara berstruktur, obeservasi dan studi dokumentasi. KUBE Gadog peraih predikat terbaik tingkat Propinsi Jawa Barat, pada dasarnya dapat meningkatkan taraf kesejahteraan anggotanya, namun dalam perkembangan selanjutnya mengalami banyak hambatan. Kegiatan semakin menurun baik frekuensi maupun sasarannya, dan tidak berkembangnya jumlah anggota KUBE setelah meraih predikat terbaik. Oleh sebab itu dampak penyelenggaraan lomba tidak dapat meningkatkan kinerja KUBE. Hal ini diduga disebabkan oleh kelemahan penyelenggaraan lomba dan pendekatan yang dilakukan para agen pelaksana perubahan dalam mengubah sikap warga masyarakat. Penyelenggaraan lomba, membutuhkan tenaga profesional, bukan tenaga yang diangkat karena jabatan, sehingga kurang dapat merumuskan kriteria atau alat ukur yang valid dan reliabel, serta diduga terdapat bias dalam pengumpulan dan pengolahan data, yang pada gilirannya tidak dapat menghasilkan gambaran keberhasilan KUBE yang sesungguhnya
Disamping itu adanya tanggapan yang berlebihan dari KUBE Gadog dalam mengikuti perlombaan yang lebih menitikberatkan untuk memperoleh hadiah/ penghargaan, tanpa disertai kesadaran masyarakat akan pentingnya KUBE dalam pembangunan masyarakat, khususnya pengentasan penyandang masalah kemiskinan. Disisi lain, para agen pelaksana perubahan dalam mengadakan pendekatan dengan masyarakat cenderung menggunakan pendekatan direktif, tanpa melihat perubahan kernampuan dan kemauan anggota KUBE dalam melakukan suatu program atau kegiatan, sehingga menjadi pasif dan menimbulkan ketergantungan terhadap pihak luar. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan masyarakat, keberhasilan KUBE Gadog sebatas pada program, yang menitikberatkan pencapaian tujuan yakni memberikan bantuan kepada penyandang masalah kemiskinan karena KUBE merupakan bagian dad kebijakan pembangunan nasional.
Agar KUBE dapat berkembang lebih lanjut dalam rangka pengentasan kemiskinan disarankan pelaksanaannya didasarkan prinsip-prinsip, pendekatan dan proses pembangunan masyarakat, khususnya dalam manegemen pengguliran bantuan dan peningkatan pembinaan lanjutan. Dan jika menyelenggarakan perlombaan untuk merangsang motivasi KOBE agar lebih baik kinerjanya, perlu menyempurnakan perlombaan dengan melibatkan tenaga-tenaga yang profesional."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Yehezkeil
"Skripsi ini membahas tentang Upaya Pemberdayaan Koperasi Dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Masyarakat oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif positivist yang merupakan suatu metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar dan dipergunakan sebagai sarana analisis.
Peneliti menggunakan teori Isbandi R. Adi yang dapat memberikan gambaran mengenai tahapan-tahapan yang diperlukan agar pemberdayaan dapat menciptakan keberdayaan, sehingga masyarakat khususnya gerakan Koperasi dapat berpartisipasi dalam pembangunan serta untuk melihat kendala-kendala dalam program pemberdayaan Koperasi.
Hasil dari penelitian ini adalah upaya pemberdayaan Koperasi oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan yang telah mengacu terhadap teori Adi mengenai tahap-tahap proses pemberdayaan sebagai salah satu tugas dan fungsi pemerintah daerah atau pelayan publik yang bertujuan untuk meningkatkan peran Koperasi agar mampu meningkatkan kinerja dan kemandiriannya, sehingga besar harapan dengan pemberdayaan Koperasi ini akan mempunyai dampak yang besar untuk pengembangan ekonomi mayarakat di Kota Tangerang Selatan.
Peneliti menemukan hambatan-hambatan dalam proses perencanaan dan pelaksanaannya yang sama pada tahap-tahap proses pemberdayaan Koperasi tersebut dengan melihat dari 3 sisi yaitu sisi makro (Pemerintah dan Walikota Kota Tangerang Selatan), sisi meso (Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan) dan sisi mikro (gerakan Koperasi Kota Tangerang Selatan).

This thesis discusses Empowerment Cooperative Efforts in the Context of Community Economic Development by the Department of Cooperatives and SMEs South Tangerang Banten Province. This study used quantitative positivist approach, which is a scientific method that gives primary emphasis to the explanation of basic concepts and is used as a means of analysis.
Researchers used the theory Isbandi R. Adi to give an overview of the necessary steps in order to create empowerment empowerment, so the community particularly cooperative movement can participate in development as well as to see the obstacles to empowerment Cooperative.
The results of this study is an effort to empower cooperatives by the Cooperative and SME South Tangerang city that has referred to the theory about the stages Adi empowerment process as one of the duties and functions of a local authority or public servant that aims to enhance the role of cooperatives in order to improve the performance and independence, so much hope to empower Cooperative will have a major impact on the economic development of society in South Tangerang city.
Researchers found obstacles in the planning and implementation of the same in the empowerment process stages such cooperatives with a view from 3 sides, namely the macro (the Government and the Mayor of the City of South Tangerang), the meso (Department of Cooperatives and SMEs South Tangerang city) and the micro (South Tangerang City Cooperative movement).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S44995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Shobaruddin
"Koperasi menurut esensinya adalah suatu bentuk organisasi sosial-ekonomi yang menjadi simbol sejarah atas semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk lepas dari kemiskinan, serta untuk merdeka dan mandiri. Salah satu jenis koperasi yang telah digariskan dalam haluan negara untuk mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah pedesaan adalah koperasi unit desa (KUD).
Dalam dua dekade terakhir ini, KUD menunjukkan perkembangan relatif cepat. Pada akhir Pelita IV saja telah dilaporkan 1/3 dari populasi KUD telah mandiri menurut kriteria dan penilaian pemerintah. Hanya saja penilaian itu lebih mendasarkan pada pendekatan konfigurasi atau struktur fisik organisasi KUD dengan menggunakan indikator-indikator seperti kwantitas satuan organisasi, jumlah anggota KUD, angka simpanan anggota, modal usaha, volume usaha, sisa hasil usaha, serta ukuran-ukuran sejenisnya.
Akan tetapi pendekatan pada proses organisasi, misalkan saja dengan menggunakan indikator-indikator komunikasi organisasi kurang mendapatkan tempat. Pada hal pendekatan ini penting karena unsur manusia, terutama anggotanya, ditempatkan pada posisi sentral dalam penilaian atas kelangsungan hidup dan perkembangan organisasinya.
Dalam suatu konsep yang dikembangkan dalam studi-studi, komunikasi organisasi bahwa pola komunikasi manajemen organisasi berhubungan erat dengan iklim organisasi, dan budaya kerja anggotanya. Dalam konsep ini menempatkan pikiran, perasaan, kepentingan, dan pilihan tindakan manusia pendukung organisasi sebagai fokus sentralnya agar dimungkinkan tiap-tiap kegiatan organisasi dapat menjadi bagian dari totalitas hidupnya. Selanjutnya, setiap kegiatan organisasi akan dapat menjadi produk dari realisasi atas konstruksi realitas .yang terbentuk melalui interaksi para anggotanya. Dengan demikian, kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi mendapat pijakan yang lebih kokoh.
Studi ini dimaksudkan untuk menganalisis jaringan komunikasi pada KUD dan hubungannya dengan iklim dan budaya kerjanya. Dalam studi ini, hubungan-hubungan komunikasi mengenai budidaya ternak sapi perah dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis jaringan komunikasi. Sedangkan hubungan antara variabel penelitian dianalisis dengan menggunakan tabel silang dan alat-alat analisis statistik yang dinggap absah sesuai dengan sifat datanya.
Dalam studi ini, penarikan sampel dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penarikan satuan organisasi KUD sebagai sampel yang dilakukan dengan teknik stratified sampling. Maksudnya, dari populasi KUD yang memiliki unit Sapi Perah diambil sampelnya berdasarkan strata menurut sejumlah kriteria tertentu. Tahap kedua adalah penarikan responden sampel dari tiap-tiap KUD yang telah ditetapkan dengan menggunakan teknik penarikan sampel Sampling Intact System, yaitu menarik sampel kelompok responden yang didasarkan atas wilayah administratif dan pengelompokan yang berlaku di tiap-tiap KUD yang bersangkutan. Tehnik penarikan ini diterapkan agar memungkinkan dilakukan analisis variabel-variabel jaringan pada setiap analisisnya.
Setelah dilakukan analisis data hasil penelitian lapangan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis gambar sosiogram jaringan komunikasi menunjukkan adanya perbedaan pola jaringan komunikasi yang nyata pada KUD Kertajaya, KUD Tani Jaya, dan KUD Subur. Letak perbedaan itu terutama terletak pada peran personalia (pengurus dan karyawan) KUD dalam struktur komunikasi, jumlah responden pemencil, dan orientasi hubungan komunikasi.
2. Masing.masing dari ketiga KUD sampel yang mewakili strata berbeda menunjukkan perbedaan pola jaringan komunikasi, iklim organisasi, serta budaya kerjanya secara empiris signifikan.
3. Pola jaringan komunikasi mengenai informasi budidaya sapi perah pada KUD (unit Sapi Perah) ternyata menjadi determinan penting atas karakter iklim organisasi dan budaya kerja dalam budidaya sapi perah para peternak anggotanya. Dimensi jaringan komunikasi itu meliputi variabel-variabel jarak hubungan komunikasi, multipleksiti hubungan komunikasi, keterbukaan jaringan individu, keberhubungan jaringan individu, integrasi jaringan individu, diversiti jaringan individu, jarak hubungan komunikasi individu dengan anggota kliq personalia, serta muitipleksiti hubungan komunikasi individu dengan kliq personalia. Disamping dipengaruhi oleh variabel-variabel jaringan komunikasi, khusus dimensi budaya kerja juga dipengaruhi oleh dimensi budidaya ternak.
4. Sedangkan pola jaringan komunikasi tersebut dipengaruhi oleh dimensi individu peternak dan usaha budidaya ternak. Variabel-variabel dimensi individu yang ternyata berhubungan signifikan meliputi variabel tingkat usia peternak, variabel jenis pekerjaan pokok, dan variabel sumber inisitif berternak. Sedangkan variabel-variabel dimensi usaha budidaya ternak yang ternyata signifikan meliputi tingkatan lama berternak, umur ternak yang dimiliki, dan produksi susu segar yang dihasilkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhaeni
"Partisipasi perempuan sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dalam kenyataannya mengalami kendala sebagai salah satu dampak dari adanya distorsi pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terutama terjadi dalam perencanaan atau pengambilan keputusan yang ditunjukkan dengan rendahnya keterwakilan perempuan secara kualitas maupun kuantitas dalam institusi atau lembaga publik dari pusat sampai ketingkat lokal, terutama untuk tujuan memformulasikan kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Akibatnya, persoalan-persoalan sensitif pada isu perempuan seperti kekerasan negara, kesehatan reproduksi, rendahnya tingkat pendidikan, pelecehan seksual, gizi anak kurang menjadi prioritas disamping dimensi kemanusiaan perempuan, hak-haknya sebagai manusia khususnya dalam mengemukakan pandangan akan suatu masalah atau program pembangunan dari sudut pandang perempuan, yang harus dihargai seringkali ditempatkan diwilayah sekunder.
Forum warga yang keberadaanya sebagai respon terhadap UU No. tahun 1999 terutama berkaitan dengan otonomi dan desentralisasi, diharapkan dapat mengakomodasi berbagai elemen masyarakat, perempuan dan laki-laki untuk ikut serta dalam mempengaruhi kebijakan lokal yang berdampak pada kehidupan mereka. Untuk itu penelitian ini diarahkan untuk melihat bagaimana partisipasi perempuan terutama dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan melalui Forum Komunikasi (Forkom) RT, RW di Kel. Palmerah dan faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat partisipasi perempuan didalamnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pemilihan informan adalah purposif sesuai dengan tujuan penelitian dimana informan utama sebagai unit analisa adalah 5 orang perempuan yang rutin hadir dalam Forkom yang dibandingkan dengan jawaban anggota Forkom laki-laki. Informasi diperoleh melalui wawancara mendalam yang didukung oleh observasi dan dokumentasi.
Konsep utama yang digunakan adalah konsep partisipasi yang dikemukakan oleh Nunnenkamp (didukung oleh Ife) yaitu partisipasi masyarakat sebagai suatu proses dimana orang ikut dalam suatu kegiatan dan ikut mempengaruhi dan mempertajam keputusan yang berdampak pada hidup mereka, dan dalam konteks perencanaan dan pelaksanaan kegiatan maka dikaitkan dengan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang partisipatif. Konsep partisipasi tidak dapat dipisahkan dengan konsep pemberdayaan (Ife didukung oleh Chambers dan beberapa ahli lain) dimana konsep partisipasi disini dalam hubungan dengan power dan disempowered atau powerlessness. Dan karena dibatasi pada partisipasi perempuan maka partisipasi dikaitkan juga dengan konsep jender yang dikemukakan oleh Lycette dan Narayan yaitu gender division of labor (pembagian keda berdasarkan jender) yang kurang menguntungkan perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya perempuan terlibat dalam pereneanaan dan pelaksanaan kegiatan melalui Forkom, namun berbeda dengan laki-laki, dimana partisipasi perempuan ini terbatas yaitu tidak terlibat pada beberapatahap yang menentukan seperti penentuan prioritas masalah dan penentuan tim pelaksana. Sedangkan faktor pendorong terutama dari perempuan sendiri yaitu rasa suka dan didukung oleh keluarga dan Forkom. Sedangkan faktor penghambatnya antara lain kurangnya keberanian dan kurangnya dukungan dari forkom sendiri.
Analisa hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perencanaan dan pelaksanaan dalam Forkom belum partisipatif karena tidak melibatkan perempuan dalam setiap tahapannya, dimana tahapan yang menentukan tersebut didominasi oleh laki-laki dan elite, sehingga partisipasi perempuan masuk dalam kategori partisipasi pasif yaitu hanya mengikuti atau melaksanakan apa yang ditugaskan pada mereka. Sedangkan faktor pendorong partisipasi perempuan adalah karena adanya kemauan, kemampuan, kesempatan dan adanya dukungan terhadap keterlibatan perempuan dan faktor penghambat partisipasi perempuan adalah karena kurang adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi perempuan yang disebabkan antara lain oleh adanya gender division of labor yang telah terinternalisasi dalam diri perempuan dan laki-laki, selanjutnya menimbulkan pembakuan peran dan dominasi peran laki-laki dalam Forkom dan dominasi alit sebagai pemilik kekuasaan (power) dalam Forkom yang juga ikut membatasi kesempatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan analisa temuan lapangan disaran pada kelompok perempuan untuk mengadakan kegiatan yang dapat memotivasi dan meningkatkan kemampuannya untuk terlibat dalam pengambilan keputusan melalui sejumlah pelatihan dan pemberian pengetahuan, disamping memperbaiki kinerja Forkom agar dapat menjadi wadah pembelajaran partisipasi warga dan pemerintah tanpa pembedaan perempuan dan laki-laki, yang dilakukan dengan bekerja sama dengan CO (Community organizer) dan NGO yang bergerak dibidang pemberdayaan perempuan maupun organisasi civil society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaelany H.D.
"Anak-anak marjinal, anak-anak yang dianggap pinggir atau dipinggirkan" adalah mereka yang pada umumnya kalangan anak-anak yang tidak mempunyai tempat tinggal, atau anak-anak yang terlantar karena orang tuanya tidak mampu. Mereka turun ke jalan untuk melakukan apa saja asal mendapatkan uang untuk mempertahankan hidup. Mereka berkeliaran di tempat-tempat keramaian, seperti emperan perkotaan, stasiun kereta api, terminal bus, atau tinggal di kolong jembatan, taman-taman kota dsb.
Latar belakang mereka turun ke jalanan memiliki alasan yang beraneka. Sebagian mereka mulanya memang ada yang bekerja karena diminta atau dipaksa orang tua mereka untuk menambah penghasilan keluarga. Tapi seringkali sepulang kerja mereka tidak mendapatkan kasih sayang melainkan makian dan pukulan. Beberapa kasus dijumpai bahwa anak-anak jalanan itu memang berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Kehidupan dalam keluarga yang keras dan ricuh, sering mendorong mereka untuk memutuskan hubungan dengan keluarga dan memilih hidup di jalanan. Malah ada yang sampai menyebut orang tuanya sebagai setan karena perilaku orang tuanya yang tak terpuji, penjudi, serta memaki, memukul dan menindas, serta tak pernah menunjukkan kasih sayang.
Anak-anak yang serupa ini jarang yang masih memiliki hubungan atau memelihara hubungan dengan tempat asal keluarga. Bahkan ada yang tidak menentu dimana kelurga dan tidak jelas siapa orang tuanya, karena sejak kecil sudah diperjual-belikan. disewakan untuk pelengkap minta sedekah. Pada umur tertentu oleh orang tua yang kesekian mereka dilepas begitu saja sehingga kehidupan sehari-hari mereka tumbuh dan berkembang sepenuhnya di jalanan.
Ciri-ciri anak jalanan itu antara lain:
- Berada di tempat umum (jalan, pasar, pertokoan. tempat-tempat hiburan selama tiga sampai dua puluh empat jam).
- Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah atau tidak sekolah dan sedikit sekali yang tamat SD).
- Berasal dari kalangan keluarga tidak mampu. atau keluarga yang tidak harmonis. kebanyakan urban, beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya.
- Melakukan aktivitas ekonomi (di sektor informal).
Keberadaan mereka sebagai kaum urban miskin, oleh penguasa serta kaum mapan kota dianggap sebagai sumber kriminalitas, pengotor kota dan pengacau pembangunan. Malah ada yang menempatkan mereka sebagai golongan yang tidak sejajar dengan masyarakat pada umumnya, mereka dianggaap sebagai masyarakat kelas dua masyarakat pinggir atau masyarakat marjinaI.Penilaian ini membuat mereka harus terus berjuang dan berpindah-pindah agar mereka tetap bisa bertahan hidup. Pekerjaan apapun dilakukan, barangkali tidak lagi berpikir apakah pekerjaan tersebut sejalan dengan tuntutan rencana pembangunan kota atau tidak. Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana hari ini bisa bertahan hidup, meskipun tanpa masa depan. lnilah lukisan sekilas dari kalangan anak-anak marjinal di kawasan Tanah Abang yang diupayakan pembinaan dan pemberdayaannya sebagai dikemukakan dalam laporan penelitian ini."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Dharmawan
"Koperasi Dana Mandiri menjalankan usahanya melalui kegiatan simpan pinjam. Penghimpunan dana yang dilakukan Koperasi Dana Mandiri dilakukan dengan cara mengiming-imingi calon nasabah dengan pemberian imbalan yang dianggap cukup tinggi. Namun pada Tahun 2015 Koperasi Dana Mandiri digugat ke pengadilan karena tidak dapat mengembalikan simpanan para anggotanya. Kebebasan koperasi dalam menentukan kebijakannya adalah satu keunggulan dari suatu koperasi. Pada contoh kebijakan yang ditetapkan secara bebas adalah pemberian imbalan atas simpanan yang ditentukan melalui keputusan rapat anggota. Pemberian imbalan berupa bunga ini diatur dalam Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No.2 Tahun 2017. Imbalan jasa yang cukup besar tentunya akan menarik masyarakat untuk mengelola uangnya pada Koperasi Simpan pinjam. Namun pemberian bunga tersebut akan menjadi masalah ketika suatu koperasi tidak bisa  mengembalikan simpanan anggotanya tersebut. Maka terciptalah suatu pokok permasalahan tentang pengaturan rapat anggota koperasi dan mekanisme mengenai pemberian bunga simpanan kepada anggota koperasi serta pemberian bunga pada koperasi dana mandiri dan apakah diperlukan aturan tambahan yang mengatur tentang pemberian bunga tersebut. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum yang normatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pemberian imbalan atas jasa tersebut dilakukan berdasarkan rapat anggota yang ketentuannya mengacu pada Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil menengah, selanjutnya pemberian bunga yang dilakukan oleh koperasi dana mandiri merupakan keputusan indivindu bukan keputusan rapat anggota dan menjawab bila tidak diperlukan pengaturan khusus mengenai pemberian Batasan atas imbalan anggota koperasi karena semua didasarkan rapat anggota dan itulah yang menjadikan koperasi berbeda dengan badan usaha lainnya.

Koperasi Dana Mandiri runs its business through savings and loan activities. Funds collected by the Dana Mandiri Cooperative are carried out by lure potential customers with rewards that are considered high enough. But in 2015 the Dana Mandiri Cooperative was sued in court for not being able to return the deposits of its members. The freedom of cooperatives in determining their policies is one advantage of a cooperative. In the example of a policy that is freely determined is the provision of benefits for deposits determined through the decision of a meeting of members. The provision of rewards in the form of interest is regulated in the Minister of Cooperatives and SMEs Regulation No.2 of 2017 The benefits of services that are quite large will certainly attract the public to manage their money in the Savings and Loan Cooperative. But the giving of interest will be a problem when a cooperative cannot return the savings of its members. Then a main issue was created regarding the arrangement of cooperative member meetings and the mechanism for providing deposit interest to cooperative members and giving interest to independent fund cooperatives and whether additional rules were needed to regulate the interest. This writing uses normative legal research methods. The results of this study found that the provision of compensation for these services is based on meeting members whose provisions refer to the Minister of Cooperatives and Small and Medium Enterprises Regulations, then the interest made by independent fund cooperatives is indivindu decisions rather than decisions of member meetings and answers if no special arrangements are needed granting limits on compensation for cooperative members because all are based on members' meetings and that is what makes cooperatives different from other business entities.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La Ode Sahidin
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Katingka dan Zikir dalam Tradisi Ritual Meagoliwu pada Masyarakat Koroni di Buton Utara. Hasil: Tradisi Ritual Meagoliwu pada Masyarakat Koroni saat ini masih terdapat di tiga desa: Lasiwa, Laeya, dan Maligano. Bentuk pelaksanaan di masing-masing desa mengandung persamaan dan perbedaan. Di Desa Laeya mengandung unsur kepercayaan Hindu dan di Desa Maligano mengandung unsur kepercayaan Islam. Pelaksanaan ritual meagoliwu di kedua desa tersebut tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan lembaga adat dalam permainan politik dalam desa.
Ritual meagoliwu yang ada di Desa Lasiwa menggunakan dua bentuk ritual yang berbeda, yaitu katingka dari unsur kepercayaan Hindu dan zikir dari unsur kepercayaan Islam. Namun unsur perbedaan bentuk dalam pelaksanaan ritual Meagoliwu tidak mengganggu keharmonisan hidup bermasyarakat. Terciptanya keharmonisan tersebut, berkat peran lembaga sara lembaga adat/imam desa dalam menyakinkan kepala desa mengenai pentingnya ritual meagoliwu adalah demi terciptanya ldquo;keamanan rdquo; dalam masyarakat. Kondisi tersebut tercipta berkat komunikasi yang baik antara lembaga sara dengan kepala desa. Kata kunci: Kabupaten Buton Utara, Katingka, Zikir Masyarakat Koroni, Ritual Meagoliwu

This research aimed to study about the Katingka and Zikir in Tradition of Meagoliwu Ritual of Koroni People in North Buton Regency. The result showed that today the tradition of Meagoliwu ritual can be seen in three villages, those are Lasiwa, Laeya and Maligano Villages. In each of these villages, there are differentiations and similarities during the implementation of this ritual. Tradition of Meagoliwu Ritual in Laeya Village has some elements from Hindu faith while in Maligano Village has some elements from Islamic teaching. The implementation of the ritual does not run well due to the involvement of traditional institution in political intrigue within the community.
Tradition of Meagoliwu Ritual in Lasiwa Village applies the two kinds of different ritual they are katingka with Hinduism elements and katingka with Islamic elements. Yet, those different elements do not bother the harmony within the society. The institution of Sara traditional institution traditional priest has the role to create the harmony within the society. The institution ensures Kepala Desa that the importance of ritual meagoliwu is for the society lsquo safety rsquo . The good communication between Sara Institution and Head of the Village embodied the safety. Keywords North Buton Regency, Katingka, Zikir of People in Koroni, Meagoliwu Ritual."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2041
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>