Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101323 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rakhmat Soebekti
""Kesehatan adalah keadaan sejahtera dan badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis" (UU Kesehatan no.23/1992).
Definisi ini menempatkan manusia harus selalu dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik) dari unsur "raga" (organobiologi), "jiwa" (psiko-edukatif), dan "sosial" (sosio-kultural), yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu unsur dengan unsur lainnya dalam upaya peningkatan "kualitas hidup" manusia yang terdiri dari kesejahteraan raga, jiwa, dan sosial.
Kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis (serasi), memperhatikan semua segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu, kesehatan jiwa mempunyai kedudukan yang penting di dalam pemahaman kesehatan, sehingga tidak mungkin kita membicarakan tentang kesehatan tanpa melibatkan kesehatan jiwa. Seseorang yang sehat raga dan jiwanya, tentunya diharapkan akan lebih baik kualitas hidupnya serta lebih produktif.
Salah satu aspek dari kesehatan jiwa adalah adanya bahaya psikososial kerja yang merupakan bagian dari bahaya-bahaya yang berhubungan dengan karyawan dan ruang lingkup kerjanya. Bahaya psikososial kerja dapat meliputi beban kerja, rutinitas kerja, masalah organisasi, konflik antara pekerja maupun antara pekerja dengan pimpinan, suasana kerja yang buruk, dan lain-lain. Bahaya-bahaya ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap kondisi raga dan jiwa karyawan sehari-hari. Jika seorang karyawan tidak dapat mengatasi beban bahaya ini dengan baik, maka karyawan tersebut akan jatuh dalam kondisi stres, dan lambat laun akan mengalami gangguan serta keluhan-keluhan penyakit secara raga pula. Situasi ini jika dibiarkan dan tidak diperhatikan dengan baik, bukan tidak mungkin produktifitas kerja karyawan akan menurun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahaya psikososial kerja terhadap tingkat stres karyawan nasional BP Indonesia tingkat manajer dan superintendent yang bekerja dan ditempatkan di Indonesia, dengan pendekatan cross-sectional, menggunakan metode pengukuran self report measure dan tehnik life event scale melalui kuesioner.
Cara penelitian ini digunakan untuk memperoleh gambaran tingkat stres kerja dan aspek bahaya psikososial kerja sebagai stresor.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer dan superintendent yang berjumlah 92 orang. Analisa penelitian ini menggunakan analisa statistik univariat, bivariat dengan uji Chi-square, kemudian analisa multivariat dengan menggunakan uji regress logistik.
Hasil penelitian menunjukkan ada 37 % karyawan mengalami stres kerja tingkat sedang, dan 63 % karyawan mengalami stres kerja tingkat ringan, dan tidak ditemukan karyawan yang mengalami stres kerja tingkat berat. Sedangkan faktor bahaya psikososial kerja yang bermakna secara statistik dan dominan terhadap tingkat sties adalah jenis kelamin dan tingkat jabatan karyawan.
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan masukan dan rekomendasi kepada perusahaan BP Indonesia untuk membuat program manajemen stres kerja dengan mengacu kepada aspek-aspek bahaya psikososial kerja yang dialami oleh karyawan, sehingga tujuan dan hasil program yang diharapkan lebih terarah dan terpadu.

Psychosocial Hazards in the Workplace that Influence BP Indonesia Employees Stress Levels"Health is a welfare condition that is physical, mental and social. Everyone lives in order to be productive both socially and economically" (W. Kesehatan no.23/1992).
This definition of human health should be viewed from a holistic point of view. The physical (biology-physic), mental (psycho-educative), and social (socio-culture) are essential components in improving the quality of life.
Mental health has harmonizing characteristics and is concerned with all human relationships with other humans. In this respect, mental health also has an important position as part of the health sciences. We cannot discuss health without involving mental health. Someone who has both physical and mental healthy is assured of having a better and more productive life.
One factor that influences mental health is the psychosocial hazards that exist in the workplace that are associated with all the other risks to employees and their jobs. These hazards include workloads (over load as well as under load), routine work, organizational problems, interpersonal relationship conflicts, poor work conditions, poor work environment and others. These hazards can directly or indirectly influence the physical and mental health of employees in their daily occupations. If employees are unable to manage these psychosocial hazards, they may become vulnerable to occupational stress problems, and, further more in chronic conditions may develop many symptoms of physical health problems and suffering from several diseases. These conditions can consequently lead to a decrease the employees productivity.
The purpose of this research is to better understand the psychosocial hazards that exist in the workplace and how to manage the occupational stress levels of BP Indonesia national employees, especially the managers and superintendents who work in Indonesia. This research has been conducted from a cross-sectional approach, with life self-reporting measurements and life event scale technique carried out through questionnaires that are distributed to the responders. This method is used to gain an overview of the occupational stress levels and psychosocial hazards that constitute the main factors of stress in the workplace. The sample of this research are all managers and superintendents. There were 92 responders, and the research statistics analyze data using the techniques of univariate and bivariate through the Chi-square test, together with the multivariate through the logistic regression test.
The results of this research showed that 37% of the employees have experienced moderate levels of occupational stress and 63% of the employees have experienced mild levels of occupational stress.
Gender and job levels are statistically significant value and dominating influence on the stress level related psychosocial hazards in the workplace.
This research can hopefully lead to recommendations that will help the company in developing management stress programs in the workplace in order to reduce stress levels.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Azzahra Mamoen
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatha Haris Widodo
"Perkembangan bisnis yang pesat di Indonesia saat ini menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk sektor kesehatan. Laboratorium merupakan salah satu sarana dalam sektor kesehatan yang dituntut dapat unggul dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. PT. X adalah salah satu laboratoium swasta di Indonesia yang sudah memiliki beberapa penghargaan. Bagian pelayanan menjadi salah bagian terpenting dalam suatu sistem produksi di perusahaan ini. Penilaian terhadap faktor-faktor bahaya psikososial yang berhubungan dengan stres pada pekerja bagian pelayanan di PT. X cabang se-Jabodetabek belum pernah dilakukan sebelumnya, dimana pencatatan mengenai penilaian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan stres dan pengendaliannya belum tersedia sebagai suatu dokumen K3 yang dapat disosialisasikan bagi seluruh elemen bagian pelayanan di PT. X cabang se-Jabodetabek.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor bahaya psikososial yang berhubungan dengan tingkat stres pekerja bagian pelayanan di PT. X cabang se-Jabodetabek tahun 2016. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan bagian pelayanan yang berjumlah 291 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui kuesioner yang diberikan kepada responden.
Dari hasil penelitian didapatkan 51,2% responden mengalami stress kerja tinggi dan 48,8% mengalami stres kerja rendah. Hasil analisis bivariat dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh lima faktor yang berhubungan dengan stres kerja yakni budaya dan fungsi organisasi dengan p value 0,001, peran dalam organisasi dengan p value 0,002, pengembangan karir 0,001, hubungan interpersonal dengan p value 0,001, dan peralatan kerja dengan p value 0,001. Dari hasil penelitian tersebut perusahaan harus segera mengambil tindakan pengendalian untuk guna mencegah terjadinya stres di kalangan pekerja dan yang akhirnya bisa merugikan pekerja dan perusahaan sendiri.

Rapid business development in Indonesia nowadays demands the implementation of Occupational Health Safety (OHS) in every workplace including the health sector. Laboratory as one of the facilities in the health sector are required to excel in providing services to consumers. PT. X is one of the private laboratory in Indonesia which already has several awards. Customer service department become one of the most important departements in this company production system. An assessment of workers stress levels and psychosocial hazard factors associated with stress on workers in the service section PT. X Jabodetabek branch has never been done before, where the recording of the assessment of the factors associated with stress and its control is not available as a document that can be socialized K3 for all elements of the service section at PT. X Jabodetabek branch.
This study aims to determine the factors associated with psychosocial hazards stress level services department workers at PT. X branch Jabodetabek 2016. The study design used in this study was cross-sectional. The sample in this study are employees of the customer service amounted to 291 respondents. The data used in this research is secondary data from the company and primary data obtained through a questionnaire given to respondents.
From the results, 51.2% of respondents experiencing high job stress and 48.8% had low job stress. The results of the bivariate analysis of the significance level of 5%, obtained five factors related to job stress. That are cultural and organizational functions with p value 0,001, role in the organization with p value 0.002, career development 0,001, interpersonal relationships with the p value of 0.001, and working equipment with p value of 0.001. From these results the company should take immediate action to control in order to prevent stress among workers and that could eventually be detrimental to workers and the company itself.;
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feera Agustina Handiyani
"ABSTRAK
Sampai saat ini kontradiksi mengenai status pernikahan dan kaitannya
dengan stres kerja masih berlanjut. Begitu banyak penelitian yang menyatakan
bahwa mereka yang telah menikah dinilai lebih baik secara fisik maupun
psikologis, namun begitu banyak pula penelitian yang menyakana bahwa mereka
yang telah menikah cenderung mengalami beberapa keadaan yang malah dapat
memacu timbulnya stres kerja. Sementara itu penelitian mengenai individu yang
masih melajang juga mengalami kontradiksi. Contohnya Hurlock (1980) yang
menyatakan bahwa mereka yang melajang cenderung lebih konsentrasi terhadap
pekerjaan dan berhasil dalam jenjang karir. Sementara kontradiksi datang dari
beberapa peneliti diantaranya Newman & Newman (1990) yang menyatakan
bahwa mereka yang melajang kurang sukses dibandingkan mereka yang telah
menikah dan Gove (dalam Cooper & Payne, 1981) yang mengatakan bahwa
mereka yang melajang memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
mengalami gangguan mental. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran stres keija pada
anggota Sat I / Gegana, dengan cara melihat sumber-sumber stres keija,
penghayatan, dan skor stres keija pada anggota yang sudah menikah dan anggota
yang belum menikah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara incidental
sampling. Subyek penelitian ini adalah para anggota Sat I / Gegana yang bertugas
di markas Kelapa-Dua Depok dan berada di sana pada saat penelitian
berlangsung, serta tercatat aktif dalam menjalankan tugas di lapangan.
Subyek penelitian dibagi ke dalam dua kelompok yaitu menikah dan
belum menikah. Untuk pengambilan data dilakukan dengan pemberian kuesioner
berskala 1-6. Penyusunan item kuesioner didasarkan pada teori Abelson (dalam
Everly, Dusek, & Girdano, 1993).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua sub stressor dalam
dimensi stressor organisasi dialami atau dianggap sebagai sumber stres oleh para
anggota Sat I / Gegana. Sementara itu dalam penghayatannya, terdapat perbedaan
skor yang signifikan pada stressor organisasi. Penelitian juga menunjukkan
adanya perbedaan skor stres keija yang signifikan pada kedua kelompok subyek.
Penelitian ini masih memerlukan penelitian lanjutan dengan memperbaiki
alat ukur, yaitu menambah jumlah item kuesioner sehingga jumlah item pada tiap
dimensi stressor seimbang. Selain itu akan lebih baik bila jumlah subyek
penelitian diperbanyak dan dilakukan wawancara kepada beberapa subyek
penelitian untuk memperoleh data kualitatif yang cukup mendalam dan
mendukung hasil penelitian yang lebih baik."
2003
S3312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwi M.
"Kualitas tidur yang buruk dipercaya dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, dan kognitif. Penelitian ini membahas tentang hubungan kualitas tidur mahasiswa dengan tingkat stres, kecemasan, dan depresi. Desain yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan potong lintang. Penelitian ini melibatkan 220 mahasiswa keperawatan sebagai responden yang dipilih dengan teknik stratified random sampling. Instrumen yang digunakan adalah Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat kecemasan (p<0.001), tetapi tidak ada hubungan kualitas tidur dengan stres dan depresi (p=0,12; p=0,086). Akan tetapi, ditemukan bahwa mahasiswa berkualitas tidur buruk memiliki tingkat stres dan depresi yang lebih tinggi. Kegiatan untuk menurunkan tingkat kecemasan, stres, dan depresi yang tepat perlu diprogramkan secara terstruktur di program studi, dan perlu penelitian lebih lanjut tentang terapi yang tepat untuk meningkatkan kualitas tidur.

Poor sleep quality is believed can affect the physical, psychological, and cognition. This study aimed to determine the correlation between sleep quality and levels of stress, anxiety, and depression. Design of this study was analytical with cross sectional approach. This study used Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) and Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21) as instruments. There were 220 nursing students who participated and chosen by stratified random sampling technique. The results showed there were an association between sleep quality with levels of anxiety (p<0,001). Although, there were no correlation between sleep quality with stress and depression (p=0.12 and p=0.086), it was found that students which have bad sleep quality also have the higher level in stress and depression. The structured activities to reduce levels of anxiety, stress, and depression should be programmed by study program. Researcher suggested for next research to explore how to improve sleep quality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadani Yandika Fitri
"Banyaknya stressor di Lembaga Pemasyarakatan memunculkan tingkat stres serta penggunaan strategi koping yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat stres dan strategi koping yang digunakan pada anak didik pidana di Lapas Anak Pria Tangerang. Desain penelitian yang digunakan yaitu deskriptif sederhana dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan teknik accidental sampling. Instrumen penelitian tingkat stres yang digunakan diadaptasi dari Hamdiana (2009), sedangkan instrumen strategi koping merupakan modifikasi dari Ways of Coping Questionnaire (Lazarus & Folkman, 1986). Responden dalam penelitian ini sebanyak 81 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anak didik pidana berada pada tingkat stres sedang (53,1%). Adapun jenis strategi koping yang paling sering digunakan oleh anak didik pidana yaitu emotion focused coping (54,49%). Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi bagi perawat untuk bekerja sama dengan pihak Lapas Anak Pria Tangerang dalam meminimalisir stres yang dirasakan anak didik serta untuk memfasilitasi anak didik dalam menerapkan kopingnya.

The number of stressors in prison led to different stress levels and coping strategies. This study aimed to identify the level of stress and coping strategies that young male inmates used in Young Male Prison of Tangerang. Simple descriptive research design used in this research with descriptive cross sectional approach and using accidental sampling technique. Stress level research instrument was adapted from Hamdiana (2009), while coping strategy reasearch instrument was a modification of Ways of Coping Questionnaire (Lazarus & Folkman, 1986). Respondents in this study were 81 young male inmates. The results showed that the majority of the young male inmate having an intermediate stress level (53,1%). The coping strategies most often used by young male inmates is emotion focused coping (54,49%). The results of this study provides recommendation for nurses to cooperate with Young Male Prison of Tangerang to minimize the stress felt by young male inmates and to facilitate young male inmates in applying their coping.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56233
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Putu Yudasma M.
"Masalah kesehatan di lingkungan perusahaan seperti juga di lingkungan masyarakat l1I'I1UIl1, banyak disebabkan berbagai macam faktor yang dikenal scbagai "hazard" di tempat kexja. “Hazard kezja” ini sangat bcrpengaruh tcrhadap produktivitas kerja, melalui penurunau kondisi dan gangguan kwehatannya. Dengan adanya gangguan secara raga dan jiwa terhadap kesehatannya, seorang karyawan akan menurun pula kemampuan untuk melakukan aktivitasnya dalam melakukan pekerjaan.
Pasal 24 UU Kesehatan RI No. 23 Lahun 1992 menyebutkan bahwa kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional, baik dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, sekolah, pekenjaan, maupun masyarakat yang didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya. Definisi ini mcncmpatkan manusia harus selalu dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik) @rl unsur "mga" (organobiologi), "jiwa” (psiko-edukatif), dan ”sosia1” (sosio~kultural) dalam upaya peningkatan “kualitas hidup” manusia yang terdiri dari kesejahteraan raga, jiwa dan sosial.
Bahaya psikososial yang berhubungan dengan kesehatan jiwa, sering kali kurang mendapat perhatian dari pihak manajemen perusahaan, karena secara umum hazard ini lebih bersifat abstrak. Berbeda dengan hazard iisik, seperti bising, panas, bahan kimia berbahaya, dan lain-lain yang bersifat nyata, daxi aspck pengukuran dan dampaknya kepada karyawan dapat diiclaskan dengan Iebih mudah dan konkrit. Scbcnarnya aspek hazard psychososial merupakan hazard yang sangat penting, karena sangat terkait dengan kemampuan dasar pekeija sebagai manusia seperti kemampuan bcrpikir, kemampuan beradaptasi dengan pola perubahan di linglcungan kerja, mengelola dan kemampuan mengontrol situasi stress yang dihadapi pckcija dan lain-lain.
Secara umum seorang pekeija yang terganggu kesehatan jiwanya akan menumn pula daya pikirnya, daya konsentrasi, ketrampilan, dan ketangkasan dalam melalcukan pekezjaan. Hal ini sangat terkait dengan pengamhnya terhadap tingginya angka ketidakhadiran, meningkatnya angka kematian dan kecelakaan kcrja. Selain itu, faktor-faktor tersebut diatas akan berdampak pula terhadap menumnnya kemampuan berinteraksi dengan orang lain, membmulcnya hubungan dengan sesama karyawan atau dengan atasannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pcrsepsi karyawan terhadap bahaya psikososial kerja yang mcmpengaruhi tingkat stress di PT Rekayasa Industri dengan pendckatan cnoss-sectional, menggunakan mctoda pengukuran self report measure dan teknik life event scale melalui kuesioner. Cara penelitian ini digunakan untuk mcmperoleh gambaran tingkat stress kerja dan aspek bahaya psikososial kerja sebagai stressor. Populasi dalarn penelitian ini adalah karyawan yang bcijumlah 128 karyawan. Analisa penelitian ini menggunakan analisa statistic univaxiat, bivariat dengan uji chi-square, kemudian analisa multivariate dengan menggunakan uji regresi logistic.
Hasil penelilian mcnunjukkan ada sekitar 37,5 % karyawan mengalami stress kerja tingkat ringan, 59,4 % karyawan tingkat sedang dan 3,1 % karyawan mengalami stress tingkat berat. Sedangkan faktor bahaya psikososial keija yang bcrmakna secara statistik dan dominan terhadap tingkat stress adalah parameter hubungan interpersonal. Peneliti berharap penelitian ini dapat mcmberikan masukan dan rekomendasi kepada PT Rekayasa lndustri untuk mernbuat program management stress kerja dengan mengacu kepada aspek-aspek bahaya psikososial kexja yang dialami oleh karyawan, sehingga pola program penyuluhan di lingkungan perusahaan akan bergeser dan penyuluhan pekerjaan yang sifat hazardnya hanya disebabkan oleh stressor iisik, kimia, dan biologi kepada penyuluhan yang bcrkaitan juga dengan stressor psikososial.

Problem of healthy in the company, like also in public society, caused of many factor which is known as “hazard” at work. This "Hazard at work" has an effect to work productivity, through its health trouble and condition degradation. With trouble existence by physical and mental healthy, employee will be downhill also the ability to do his activity in conducting work.
Article 24 “UU Kesehatan RI” No. 23, 1992 mentioning that mental healthy carried out to realize mental in an optimal both of the emotional and also intellectual goodness, let done by individual, environmental of family, school, job, and also the society that supported by mental health services and other facilities. This definition place human being should be viewed with a holistic point of view. Physically (organ biology), “mental” (psycho-educative), and "social" (social-cultural) are elements in improving the quality of life.
Psychosocial hazards which deal with mental health, frequently less get attention from company management party, because in general this hazard has the character of abstraction. Diifer from physical hazards, like noise, hot, dangerous chemicals, and others, iiom aspect of its impact and measurement can be explained with easy and clearly. In fact, aspect of psychosocial is the important hazard, because it has related with ability of worker as human being like ability thinking, ability adaptation with pattem of environment, managing and the ability control situation of stress faced by worker and others.
In general, a worker armoyed by health of his mental will decrease his mind, concentration, skilled, and agility in conducting job. This matter is very relevant with his influence the absence, the increasing of mortality and accidents. Others, the above factors will affect to decrease his ability to interact with others, deteriorating of it relation with other employees or with his supervisor.
The purpose of this research is to better understand the psychosocial hazards that influence in the workplace and how to manage the occupational stress levels of PT Rekayasa Industti employees, especially the engineers who work in PT Rekayasa lndustii. This research has been conducted iiom a cross-sectional approach, with self report measure and life event scale technique carried out through questionnaires that conducted to the responders. This method is used to gain an overview of conditional stress levels and psychosocial hazards that constitute of stressor. The samples of this research are part of engineer’s respondents. There were 128 responders, and the research statistic analyze data use techniques of univariate and bivariate through the Chi-square test, together with multivariate through the logistic regressions test.
The result of this research show there is about 37,5 % employees have experienced of light level, 59,4 % employees medium level and 3,1 % employees have experienced of stress of heavy level. Beside that, factor of hazard psychosocial in the work place have a meaning of statistically and dominant to level of stress is parameter of relation interpersonal. Researcher hope this research can give input and recommend to PT Rekayasa Indusui to develop management work stress program with related to many aspect of hazard psychosocial experienced by employees, so that the pattern of program counseling in the company will shift from work counseling which is the nature of its hazard which cause by stressor physical, chemical, and biological to interconnected counseling by stressor psychosocial.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34288
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"The purpose of this article is to discuss the different views of how to manage stress, related to increasing job performance. Stress is needed to drive individual motivation to achieve expected level of performance, as well l as to increase productivity...."
TEMEN 4:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Farida Swasono
"Disertasi ini mengkaji masalah kesehatan jiwa, khususnya masalah stres yang dialami oleh penduduk miskin yang tergusur oleh proyek pembangunan yang dilaksanakan di tempat tinggal mereka. Obyek penelitian adalah masyarakat Marunda Besar di Kelurahan Marunda, Jakarta Utara.
Kajian disertasi ini menunjukkan bahwa kompensasi material berupa biaya pindah tempat, yang kadangkala juga ditambah dengan penyediaan lokasi pemukiman baru sebagai suatu paket penggusuran, tidak menjamin penyelesaian masalah yang menimpa penduduk tergusur itu. Penggusuran ternyata memerlukan penyelesaian yang lebih terintegrasi, cermat dan penuh kepekaan, yang meliputi kesehatan jiwa mereka.
Peningkatan stres dan disintegrasi sosial-budaya terjadi pada pihak yang tergusur karena proyek pembangunan mengakibatkan perubahan lingkungan fisik dan sosial-budaya yang cepat. Terdapat lebih banyak respons maladaptif daripada respons adaptif, karena adanya keterbatasan kemampuan budaya masyarakat dalam beradaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan yang terlalu berat; yang muncul karena kehadiran proyek pembangunan dan segala akibatnya itu_ Karena itu kajian mengenai masalah stres yang dialami oleh masyarakat yang sedang membangun menjadi obyek yang relevan dan merupakan suatu tuntutan bags penelitian antropologi.
Penelitian ini mengacu kepada model teoritis yang dihasilkan oleh D.P. Lumsden mengenai sistem terbuka yang mengalami stres (amnen system under stress) dan teori integrasi-disintegrasi sosial-budaya yang diajukan oleh A.H. Leighton.
Untuk mengukur tingginya stres, digunakan instrumen penelitian Daftar Isian Kesehatan Cornell Medical Index (CMI) yang telah dimodifikasi oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI untuk digunakan di Indonesia. Dengan memodifikasi pula indikator-indikator Leighton agar sesuai dengan konteks sosial-budaya masyarakat Marunda Besar, dapat dihasilkan perhitungan korelasi antara skor disintegrasi sosial-budaya dan skor CMI.
Dari penelitian ini telah diperoleh hasil yang mencakup empat pokok, yaitu:
Pertama, berbagai masalah lingkungan alam dan lingkungan sosial-budaya yang berat yang harus dihadapi oleh Marunda Besar, berpengaruh negatif pada kesehatan jiwa mereka.
Kedua, hasil pengukuran stres yang menggunakan kuesioner CMI menemukan adanya 73 orang dari 166 orang responden (43,98%) yang mengalami gangguan psikofisiologi yang bermakna. Angka persentasi ini cukup tinggi diperbandingkan dengan ukuran WHO yang menentukan prevalensi gangguan jiwa ringan dalam masyarakat pada umumnya hanya berkisar antara 40-80 orang di antara 1000 penduduk (4-8%).
Ketiga, perhitungan korelasi antara skor dieintegrasi sosial-budaya dan skor CMI lebih rendah (0,271) daripada penemuan hasil penelitian Leighton yang menunjukkan korelasi yang lebih tinggi (sekitar 0,45). Korelasi yang lebih rendah ini tampak berkaitan dengan konsepsi tentang nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang menimbulkan rasa aman, yang sebenarnya bersifat semu.
Keempat, pembangunan di lingkungan itu ternyata telah menimbulkan penderitaan psikologi, sosial-budaya dan ekonomi pada penduduk setempat. Hal ini dapat dilihat sebagai kekurangtepatan orientasi pembangunan dalam bentuk model pembangunan yang mengutamakan manfaat ekonomi secara makro, umat kurang memperhatikan kepentingan masyarakat di tingkat mikro, spasial dan sektoral. Kajian tentang stres, disintegrasi sosial-budaya, dan respons maledaptif yang bersumber pada hambatan kemampuan budaya masyarakat dalam mengatasi berbagai tantangan dalam lingkungan, menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa tidak dapat diabaikan dalam penanganan masalah penggusuran. Masalah penggusuran dan kesehatan jiwa harus diperlakukan sebagai bagian integral dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan.

Development Project, Relocation of Kampungs and Stress among the Marunda Besar Population, Northern JakartaThis dissertation examines the mental health problem, particularly stress, suffered by the poor facing relocation of their living quarters. The object of research was the population of Marunda Besar, Kelurahan Marunda, Northern Jakarta.
The research pointed out that material compensation in the form of moving expenses which sometimes was supplemented by the preparation of new location as a relocation package, did not guarantee in solving the problems' faced by the people. It turned out that re-location needed a more integrated 'solution, which is meticulous and subtle, towards the people's mental health.
An increase of the degree of stress and socio-cultural disintegration had been experienced by the relocated people, as the development project in the area created rapid environmental as well as socio-cultural changes. There were more maladaptive responses to these changing physical and socio-cultural environments than adaptive responses, since the existence of the project and its entire consequences had turned to be beyond the people's cultural ability to overcome_ Therefore the study on stress experienced by a developing community becomes a relevant one, which calls for an anthropological research.
This dissertation is based on the theoretical model by D.P. Lumeden concerning an open system under stress and the theory of socio-cultural integration-disintegration put forward by A. H. Leighton.
In measuring the degree of stress, the research instrument Cornell Medical Index (CMI) has been used. The instrument has been modified by the Directorate of Mental Health of the Department of Health of the Republic of Indonesia, for its use in Indonesia. With further modification on Leighton's indicators to make it relevant to the socio-cultural conditions of the Marunda Besar population, a correlation of the score of socio-cultural disintegration and CMI score could be made.
Four major findings have been gained as the following:
First, several grave environment as well as socio-cultural problems faced by the Marunda Besar population had a negative effect to the people's mental health.
Second, the results of the measurement of stress utilising CMI research instrument had proven that 73 out of 166 respondents {43.98%) suffered from psycho-physiological disorders. The percentage is much higher compared to the WHO measurements stating that the prevalence of mild mental disturbances in a community ranges between 40-80 people in every 1000 (4%-8%).
Third, the correlation between the socio-cultural disintegration score and the CMI score was lower (0.271) than the finding in the Leighton's study (around 0.45). The lower correlation is closely related to the conception on the people's cultural values of mutuality and brotherhood that create the sense of safety which is mostly imaginary.
Fourth, the development around the area turned out to have caused psychological, socio-cultural as well as economic sufferings to the local population. This can be viewed as an improper development orientation relying on the macro-economic development model with an emphasis on economic growth and gain, less sufficiently concerns with the interest of people at the micro, spatial and sectoral dimensions. The research on stress, socio-cultural disintegration, and maladaptive responses due to cultural constraints in overcoming environmental barriers, showed that mental health problem in connection with the management of relocation of people's living quarters demands serious attention. Relocation and the mental health of the relocated people should be treated as an integral part of the implementation of development projects.
Four major findings have been gained as the following:
First, several grave environment as well as socio-cultural problems faced by the Marunda Besar population had a negative effect to the people's mental health.
Second, the results of the measurement of stress utilising CMI research instrument had proven that 73 out of 166 respondents {43.98%) suffered from psycho-physiological disorders. The percentage is much higher compared to the WHO measurements stating that the prevalence of mild mental disturbances in a community ranges between 40-80 people in every 1000 (4%-8%).
Third, the correlation between the socio-cultural disintegration score and the CMI score was lower (0.271) than the finding in the Leighton's study (around 0.45). The lower correlation is closely related to the conception on the people's cultural values of mutuality and brotherhood that create the sense of safety which is mostly imaginary.
Fourth, the development around the area turned out to have caused psychological, socio-cultural as well as economic sufferings to the local population. This can be viewed as an improper development orientation relying on the macro-economic development model with an emphasis on economic growth and gain, less sufficiently concerns with the interest of people at the micro, spatial and sectoral dimensions. The research on stress, socio-cultural disintegration, and maladaptive responses due to cultural constraints in overcoming environmental barriers, showed that mental health problem in connection with the management of relocation of people's living quarters demands serious attention. Relocation and the mental health of the relocated people should be treated as an intregral part of the implementation of development projects.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
D356
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelviana Febi Christyanti
"Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan stres dan coping yang dialami oleh ibu setelah anaknya coming out tentang orientasi seksualnya sebagai seorang gay. Teori stres dan coping yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori stres dari Lazarus dan Folkman. Lazarus (1976) mengatakan bahwa apabila suatu keadaan atau situasi yang rumit tersebut pada akhirnya dirasakan sebagai keadaan yang menekan dan mengancam serta melampaui sumber daya yang dimiliki individu untuk mengatasinya, maka situasi ini dinamakan stres. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Auberbach, 1998), strategi coping terbagi menjadi dua kategori yaitu coping terpusat masalah (problem-focused coping) dan coping terpusat emosi (emotion-focused coping). Masing-masing strategi coping dibedakan dalam 5 variasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. Adapun karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah seorang ibu yang memiliki anak kandung gay yang telah coming out. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak tiga orang.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga subjek, yang memiliki anak gay yang sudah coming out, menghadapi beberapa kondisi dan situasi yang dinilai sebagai sumber stres. Ketiga subjek menampilkan kedua strategi coping, yaitu coping terpusat masalah (problem-focused coping) dilakukan bila menghadapi situasi yang dapat dicari pemecahannya atau dapat diubah, dan coping terpusat emosi (emotion-focused coping) yang ditampilkan dalam menghadapi emosi negati.
This research aims to describe stress and coping among mothers whose son openly admits (to his mother) that he is a homosexual. The theoretical orientation of this research is based on Lazarus and Folkman?s theory. According to this theory, when a stressful event occurs, people usually evaluate how much it threatens their well-being and judge their ability to deal with the consequences (Lazarus, 1976). There are two strategies of coping, problem-focused coping and emotion-focused coping (Lazarus & Folkman, on Auberbach, 1998). Those two major coping strategies further differentiate into ten minor coping styles, five minor styles for each major style.
This investigation is conducted using qualitative approach. Interviews and observations are used to gather the data. There are three participants in this study, and each of them fit the characteristic of participants, which is they have a gay son that already coming out.
Result shows that every participants experience stress. Further, in their coping, they using both of the major coping strategies. Problem-focused coping consists of efforts to alter, deflect, or in some way manage the stressor itself through direct action, while emotion-focused coping was used to deal with negative emotions.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>