Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115027 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marthen Pali
"ABSTRAK
Berawal dari keperluan warga masyarakat bahwa pemilikan akta Catatan Sipil merupakan salah satu syarat dalam kehidupan sosial dan bernilai ekonomi, maka diperlukan pemikiran dan pertimbangan untuk memasyarakatkan akta Catatan Sipil pada warga DKI Jakarta sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif sekaligus dapat mewujudkan tertib kependudukan.
Melalui model komunikasi yang dikenal sebagai hierarchy of effect, kajian evaluasi ini melihat bahwa dalam kegiatan komunikasi diharapkan dapat menimbulkan akibat (efek) yang tinggi dalam penerimaan dan lindakan terhadap informasi peran akta Catatan Sipil.
Dalam model komunikasi ini kelihatannya responden kurang bergairah, lamban mengambil keputusan, dan akhirnya dalam keadaan yang sangat terburu-buru baru mencari dan memperjelas kembali mformasi yang lengkap, akurat, dan pasti untuk mengurus penerbitan akta Catatan Sipil.
Lebih jauh penelitian ini ingin melihat masalah-masalah apa saja yang mempengaruhi proses komunikasi pembudayaan akta Catatan Sipil untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap keberadaan Kantor Catatan Sipil, sesuai dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembudayaan akta Catatan Sipil
Pengumpulan data pada penelitian ini, yakni Melalui studi kepustakaan dan evaluasi program-program pembudayaan akta Catatan Sipil, serta kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan sebagai data sekunder, di samping juga menggunakan data primer.
Hasil pengumpulan data yang ditelaah secara mendalam akhirnya dapat memberikan suatu pandangan bahwa kesadaran masyarakat terhadap informasi akta Catatan Sipil memang cukup tinggi, hal ini disebabkan kelima wilayah kota telah ada satuan pelaksana Catatan Sipil yang bertugas melayani warga masyarakat yang berdomisili di wilayah masing-masing.
Tetapi informasi yang cukup tinggi ini belum diikuti dengan kesadaran, pemahaman, dan tindakan untuk memiaki akta Catatan Sipil bagi setiap warga DKI. Akibatnya timbul salah pengertian dan persepsi yang berbeda, serta melahirkan citra negatif bagi aktifitas kantor Catatan Sipil dalam melayani masyarakat. Citra negatif ini berpengaruh terhadap rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengurus akta-akta di kantor Catatan Sipil.
Berdasarkan hal-hal diatas, make kesimpulan peneliti yakni menyampaikan rekomendasi untuk memperbaiki dan menyempurnakan startegi komunikasi pembudayaan akta Catatan Sipil dan membangkitkan partisipasi masyarakat terhadap fungsi kantor Catatan Sipil, antara lain : meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Aparat) Pemda DKI Jakarta, membuat standarisasi komunikasi dan penggunaan alat, serta media komunikasi yang lengkap, mudah dipahami serta menarik untuk disimak dan dilaksanakan."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riza Manfaluthi
"Hingga aat ini, mayarakat masih memiliki persepi tentang lambatnya pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah. Di lain sisi, Pemerintah menganggap telah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Pada kasus pembuatan akta, yang ecara fisik hanyalah suatu penulisan pada blangko dengan tidak Iebih dari lima puluh kata, penyelesaian dalam waktu tujuh hari kerja akan terasa lambat, namun bagi pihak Kantor Catatan Sipil (KCS) penyelesaian akta dalam waktu tujuh hari kerja merupakan hal yang benar karena dalam penyelesaian akta, KCS telah menggunakan peraturan yang berlaku, yang menyatakan bahwa penyelesaian akta paling lambat tujuh han kerja (Keputusan Gubernur No.3 18 Tahun 1983). Dan kasus tersebut, ke dua pihak berada dalam posisi yang tidak dapat disaiahkan, karena masyarakat akan memandang penyelesaian akta teraebut menggunakan tolok ukur hasil fisik yang diperoleh, sedangkan KCS. melihat dari sisi telah melaksanakan peraturan yang berlaku.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan era perdagangan bebas?, dimana pada masa tersebut tingkat persaingan akan semakin tinggi dan kunci keberhasilan dalam persaingan adalah kecepatan. Padahal pihak Pemenntah juga akan memiliki peran dalam menghadapi persaingan yang ada, apakah Pemerintah tetap akan menggunakan acuan peraturan yang ada? Tidakkah sebaiknya dilakukan suatu kebijakssmaan baru yang dapat memenuhi tuntutan keadaan?.
Kantor Catatan Sipil (KCS) sebagai salah satu instansi pemerintah merupakan instansi yang memberi pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pencatatan sipil. Pencatatan sipil merupakan suatu catatan tentang keberadaan seseorang secara hukum sejak lahir (akta kelahiran) hingga orang tersebut meninggal (akta kematian). Dimana akta wajib dimiliki oleh penduduk, karena sifatnya yang mendasar itulah maka kajian atas sistem informasi pembuatan akta pada KCS dilakukan.
Hingga saat ini, KCS masih menerapkan sistem pembuatan akta manual, karena acuan yang digunakan adalah peraturan yang menyatakan jangka waktu penyelesaìan akta paling lambat tujuh hari kerja, yang menyebabkan KCS menyelesaikan akta dalam waktu tujuh hari kerja Padahal produk yang dihasilkan oleh KCS hanyalah satu halaman kertas berukuran A4, dalam format yang sudah standar, yang berisi tidak lebih dari lima puluh kata masukan. Dan tinjauan tersebut maka diperlukan suatu pengembangan terhadap sistem yang telah ada ke dalam bentuk sistem informasi pembuatan akta yang akan mempercepat proses penyelesaian akta."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
M. Taufik Setiawan
"ABSTRAK
Lembaga Catatan Sipil(dibawah Departemen Dalam Negeri) diperlukan oleh setiap orang yang berkepentingan untuk memberikan alat bukti otentik mengenai adanya peristiwa-peristiwa hukum penting yang menyangkut status personalnya, ialah peristiwa-peristiwa kelahiran, perubahan nama, pengakuan dan pengesahan anak, pengangkatan anak, perkawinan, perceraian dan kematian (dengan suatu akte atau hanya sebagai "catatan pinggir" pada suatu akte). Sedangkan bagi pemerintah sendiri lembaga ini sangat menunjang ketertiban administrasi kependudukan dan pelaksanaan berbagai program pembangunan, misalnya program K.B.
Hingga saat ini, meskipun telah ada Instruksi Presidium Kabinet Amnera No.31/U/In/12/1965, Catatan Sipil tenyata masih menggunakan peraturan-peraturan kolonial yang membedakan penduduk kedalam golongan-golongan, hal yang selain tidak sesuai dengan jiwa UUD 45 duga dalam praktek sering menimbulkan permasalahan-permasalahan Disamping itu, ketentuan yang ada untuk pencatatan beberapa peristiwa (seperti pengakuap/pengesahan anak dan pengangkatan anak) pada dasamya hanya berlaku untuk bagian-bagian penduduk tertentu saja lain daripada itu, lembaga "pencatat status personal" di Indonesia ternyata tidak tunggal, karena khusus untuk perkawinan dan perceraian menurut agama Islam pencatatannya dilakukan oleh Lembaga Pencatat Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk (dibawah Departemen Agama) yang dalam praktek telab pula menimbulkan kesulitan-kesulitan. Oleh karena itu sudah saatnya-Iah segera diadakan suatu UU Nasional mengenai Catatan Sipil.
Meskipun berbagai usaha menifigkatkan fungsi Lembaga Catatan Sipil telah dilakukan, tidak urung masih saga terdapat image yang kurang baik terhadap lembaga ini.
Misalnya masih banyak terdengarnya tuduhan bahwa berhubungan dengan Lembaga Catatan Sipil adalah berhubungan dengan orang-orang "kafir". Selain itu, Proda Akte Kelahiran di DKI Jakarta sebagai salah satu upaya meningkatkan fungsi Lembaga Catatan Sipil dibidang kelahiran, ternyata juga banyak berjalan tidak sebagaimana mestinya, karenanya perlu ditinjau kembali.
Segala upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan (teknis maupun juridis) dalam tubuh Lembaga Catatan Sipil perlu terus ditingkatkan, supaya lembaga ini semakin berfungsi dengan baik dan semakin berperan dalam ikut mewujudkan suatu masyarakat yang tertib, adil dan makmur berdasarkan Pancasila."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Hermawan
"Komunikasi pemasaran sosial dilakukan dengan tujuan akhir mengubah perilaku khalayak masyarakat agar menjadi lebih baik dari sebelumnya Komunikasi pemasaran sosial yang dilaksanakan akan lebih efektif hasilnya bila didasari pada strategi komunikasi dan perencanaan yang tepat.
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1996 ini sudah lama diterbitkan, diundangkan, dikomunikasikan, dan diinformasikan dalam bentuk sosialisasi dengan Program kegiatan komunikasi dan informasi yang telah dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta, namun hasilnya belum maksimal karena masih banyak anggota masyarakat yang belum mengetahuinya (hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya anggota masyarakat yang terjaring Operasi Yustisi Kependudukan).
Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif evaluatif. Penelitian berusaha memberikan gambaran bagaimana program kegiatan komunikasi dan informasi sosialisasi yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta serta evaluasinya.
Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan media, baik media massa tidak langsung maupun media langsung/tatap muka masih terbatas. Tidak tersedianya sumber daya manusia atau pegawai yang kompeten, tidak adanya pegawai yang memiliki latar belakang komunikasi, dan tidak adanya wawasan yang luas dibidang komunikasi masih menjadi hambatan, kondisi seperti ini akan berdampak pada kesempurnaan penerimaan pesan yang didapat masyarakat Peran serta masyarakat dalam mewujudkan tertib administrasi, registrasi, dan pengendalian penduduk masih belum sesuai harapan. Akhirnya proses pertukaran kebutuhan seperti yang diisyaratkan oleh Pemasaran Sosial sulit untuk terwujud.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan program kegiatan komunikasi dan informasi, diawali dengan pembentukan dan penetapan blueprint strategi komunikasi terpadu yang diiringi dengan monitoring dan kontrol. Perencanaan strategi komunikasi sebaiknya didasari pada hasil segmentasi masyarakat agar apa yang dibutuhkan masyarakat dapat diketahui dengan pasti."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Gitawati Purwana
"Semestinya perjanjian perkawinan memuat harta benda perkawinan saja. Namun, dalam kasus Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta No. 62/PDT/2022/PT DKI, perjanjian perkawinan yang dibuat oleh para pihak mengatur mengenai akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian. Sementara itu, di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 69/PUU-XIII/2015 terdapat frasa “disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan atau Notaris” dan frasa “harta perkawinan atau perjanjian lainnya” yang selanjutnya menimbulkan ketidakpastian. Untuk itu, penelitian ini mengangkat permasalahan terkait keabsahan perjanjian perkawinan yang tidak disahkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dan akibat hukum pembuatan perjanjian perkawinan yang mengatur akibat putusnya perkawinan karena perceraian dalam Putusan a quo dari PT DKI Jakarta dengan mempertimbangkan kedua frasa dalam Putusan a quo dari MK. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif. Data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum dikumpulkan melalui studi dokumen yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa perjanjian perkawinan hanya sah terhadap para pihak yang membuatnya saja, tetapi tidak berlaku terhadap pihak ketiga apabila belum dicatatkan di Disdukcapil. Hal ini karena yang dapat mencatatkan perjanjian perkawinan hanyalah Disdukcapil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri No. 472.2/5876/DUKCAPIL. Sedangkan Notaris hanya mengakomodir keinginan para pihak ke dalam Akta Perjanjian Perkawinan. Adapun akibat hukum pembuatan perjanjian perkawinan yang mengatur akibat putusnya perkawinan karena perceraian tidak dapat berlaku secara langsung karena tidak sesuai dengan esensi tujuan perkawinan dan harus diputuskan melalui pengadilan. Begitu pula klausul yang dimuat dalam perjanjian perkawinan yakni hanya mengatur harta perkawinan. Adapun sebab dan akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian telah diatur secara limitatif dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

The postnuptial agreement should only contain marital assets. However, in the case of DKI Jakarta High Court (HC) Verdict No. 62/PDT/2022/PT DKI, the postnuptial agreement made by the parties regulate the legal consequences of breaking up a marriage due to divorce. Meanwhile, in the Verdict of the Constitutional Court (CC) No. 69/PUU-XIII/2015 there is the phrase "ratified by a Marriage Registrar or Notary" and the phrase "marital asset or other agreement." For this reason, this study raises issues related to the validity of postnuptial agreements that were not ratified by the Population and Civil Registry Service (Disdukcapil) and the legal consequences of making a postnuptial agreement that regulates the consequences of marriage breakup due to divorce in the a quo verdict from HC DKI Jakarta by considering the two phrases in the a quo verdict from CC. This research is in the form of juridical-normative. Secondary data in the form of legal materials were collected through document studies which were analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be explained that the postnuptial agreement is only valid for the parties who made it, but does not apply to third parties if it has not been registered at Disdukcapil. This is because only Disdukcapil can register postnuptial agreements as referred to in the Presidential Regulation No. 96 of 2018 and Circular Letter of the Directorate General of Population and Civil Registration of the Ministry of Home Affairs No. 472.2/5876/DUKCAPIL.  Meanwhile, the Notary only accommodates the parties' desires in the Deed of Postnuptial Agreement. As for the legal consequences of making a postnuptial agreement that regulates the consequences of breaking up a marriage due to divorce, it cannot apply directly because it is not in accordance with the essence of the purpose of marriage and must be decided through a court. Likewise, the clause contained in the postnuptial agreement only regulates marital assets. As for the legal causes and consequences of breaking up a marriage due to divorce, it has been regulated in a limited manner in Law No. 1 of 1974 concerning Marriage."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Ngani
Yogyakarta: Liberty, 1984
350.6 NIC c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliandayani
"Untuk menentukan kedudukan seseorang ada beberapa kejadian yang penting dan salah satu diantaranya adalah kelahiran. Kelahiran merupakan peristiwa hukum karena terdapat kaedah-kaedah hukum yang memberi akibat kepada peristiwa tersebut. Oleh karena itu perlulah seseorang memperoleh suatu kepastian tentang adanya kejadian tersebut. Lembaga Catatan Sipil memungkinkan pencatatan s elengkap-lengkapnya dan oleh karenanya memberikan kepastian yang sebesar-besarnya mengenai kejadian tersebut. Dengan dicatatnya suatu peristiwa kelahiran pada register catatan sipil maka yang bersangkutan serta: orang-orang yang berkepentingan mempunyai alat bukti yang sah serta kuat tentang peristiwa kelahiran tersebut. Alat bukti yang dimaksud adalah Akta Kelahiran (kutipan) yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, oleh karena itu akta kelahiran tersebut adalah merupakan suatu akta yang autentik. Selain memberikan kegunaan bagi yang bersangkutan, akta kelahiran juga berguna bagi pihak lain misalnya hakim. Dalam kenyataannya yang ada, mereka yang menghadap pada kantor catatan sipil ada yang hanya meminta surat kenal lahir. Sedangkan surat kenai lahir hanya berlaku untuk satu urusan saja dan untuk jangka waktu tertentu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20563
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S8684
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>