Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susi Mekar Sari
"Pelatihan Pratugas Dokter/Dokter Gigi PTT merupakan program pelatihan prajabatan khusus yang wajib diikuti oleh seluruh dokter umum maupun dokter gigi yang akan melaksanakan masa bhaktinya. Dalam pelatihan pratugas ini Dokter/Dokter Gigi PTT mendapatkan materi dasar, inti dan penunjang. Materi yang dianggap paling penting dalam pencapaian tujuan pelatihan adalah materi inti yakni manajemen puskesmas. Pelatihan pratugas Dokter/Dokter Gigi PTT dimulai sejak tahun 1991 di Balai Pelatihan Kesehatan Padang, namun sampai saat ini belum pernah dievaluasi pada saat pasca pelatihan, sehingga tidak diketahui data tentang penerapan hasil pelatihan.
Penelitian ini bertujuan memperoleh informani tentang kompetensi Dokter/Dokter Gigi PTT yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam pelaksanaan manajemen puskesmas dan untuk melihat peran serta dokter/dokter gigi PTT dalam manajemen puskesmas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, obsevasi dan test objektif dengan informan dokter/dokter gigi PTT sebagai informan utama. Dilanjutkan dengan triangulasi sumber kepada pimpinan puskesmas, staf puskesmas dan KaSubdin Yankes Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman.
Hasil penelitian menggambarkan, bahwa pelatihan pratugas sangat bermanfaat dalam menunjang tugas Dokter/Dokter Gigi PTT di puskesmas. Hasil evaluasi kompetensi Dokter/Dokter Gigi PTT dalam manajemen puskesmas, pengetahuan dokter/dokter gigi PTT cukup baik pada perencanaan tingkat puskesmas, selanjutnya penilaian kinerja puskesmas dan lokakarya mini puskesmas. Sebagian besar Dokter/Dokter gigi PTT menunjukkan sikap positif antara lain dalam disiplin kerja, kepemimpinan, kerjasama, prakarsa dan keterampilan yang baik dalam melaksanakan tugas di puskesmas. Peranserta Dokter/Dokter Gigi PTT dalam manajemen puskesmas sangat bervariasi, yang utama adalah pada perencanaan tingkat puskesmas, penilaian kinerja puskesmas dan lokakarya mini puskesmas.
Untuk kesempurnaan dalam penyelengaraan pelatihan hendaknya dilakukan evaluasi pasca pelatihan secara berkesinambungan, dalam penyusunan kurikulum diharapkan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan puskesmas, agar materi yang diberikan bermanfaat dalam pekerjaan dokter/dokter gigi PTT di puskesmas.
Daftar Pustaka : 45 (1984 - 2004 )

Evaluation of Physician/Dentist Competency as Temporary Employee on Public Health Center Management Assessed After Pre-Work Training in Padang Pariaman District year 2004Pre work training of temporary employee (PTT) physician/dentist is a special training program which is obligatory before physician/dentist could go the work field. During the training, physician/dentist obtain basic, core, and supporting materials. Core material of public health center management is considered as the most important material. The training firstly started in 199i in Padang Health Training Center but has never been. evaluated in a post-training evaluation, thus no data on training result and application were available.
This research aimed to obtain information on physician/dentist competency including knowledge, attitude, and skill in implementing public health center management and to investigate the participation of PTT physician/dentist in public health center management.
The study used qualitative approach through in-depth interview, observation, and objective test with PIT physician/dentist as main informants. This was followed up by source triangulation to public health center management and staff, and Head of Health Service Office in Padang Pariaman District Health Office.
The results show that pre work training was extremely useful in supporting PTT physician/dentist at their work in public health center. Results on competency evaluation indicate good knowledge on public health center level planning, public health center performance evaluation, and public health center mini workshop. The majority of PTT physician/dentist showed positive attitude e.g. in work discipline, leadership, cooperation, initiative, and also showed good skill in doing their work in public health center. However, participation of PTT physician/dentist in public health center was quite varied, with significant participation in planning at public health center level, evaluating public health center performance, and in public health center mini workshop.
In order to improve the training, it is suggested to conduct post-training evaluation routinely. Materials are to be updated and adjusted according to the needs of public health center as to provide most benefit to PTT physician/dentist as training participants and to further support their work in public health center.
References: 45 (1984-2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Heaven Lord Trainer
"Tesis ini membahas penilaian kinerja dokter umum dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter umum di RSU UKI Jakarta Timur. Penilaian kinerja dokter umum dilakukan dengan cara penilaian kinerja 360 derajat dan penilaian diri sendiri, dengan menggunakan lima aspek penilaian kinerja dokter umum. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Dilakukan wawancara mendalam kepada para informan yaitu dokter umum, rekan sekerja, dan atasan dokter umum. Hasil penelitian menyatakan bahwa kinerja dokter umum di RSU UKI dalam penelitian ini dinyatakan baik. Seluruh variabel dalam input yaitu faktor-faktor motivasi dinyatakan seluruhnya mempengaruhi kinerja dokter umum di RSU UKI dalam penelitian ini. Tetapi faktor yang menjadi motivasi utama dokter umum dalam penelitian ini ingin bekerja di RSU UKI adalah faktor ingin melanjutkan sekolah ke tingkat pendidikan dokter spesialis. Perlunya perbaikan dalam perlengkapan alat-alat kedokteran di RSU UKI, pemberian pendidikan dan pelatihan kepada para dokter umum di RSU UKI, supervisi, penghargaan, dan pemantauan pembuatan dokumentasi pasien dari dokter umum perlu dilakukan oleh pihak rumah sakit.

The focus of this study is the estimation of medical doctors work and factors that influence medical doctors work at UKI Hospital. The estimation of medical doctors work has been done by 360 degrees estimation of work and self assesment, by using five aspecs of medical doctor work. This research is a qualitative descriptive interpretive. Deep interview has been done to the informan which is medical doctors, work partner, and the superior of medical doctors. This research showed that estimation of medical doctors work at UKI Hospital are good. All of the variabel in input which is motivation factors are proved influenced medical doctors work at UKI Hosptal in this research. But the main motivation for medical doctors is the factor that they want to continue their education to specialist level. UKI Hospital needs to renew the medical tools, education and training should be given to medical doctors, supervision and appreciation to medical doctors, and supervision in the making of patient documentation from medical doctors is need to be done by UKI Hospital."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanty Mesieni
"Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sudah seharusnya tersedia. Pelayanan dokter keluarga merupakan praktik dokter umum diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat melalui suatu sistem pelayanan yang menyeluruh dan mudah dijangkau. Sehingga setiap dokter bekerja dengan lebih terintegrasi, rileks dan tidak terburu-buru dalam memeriksa pasien. Regulasi pemerintah yang mengatur pola pemberian pelayanan kedokteran dan pola pembiayaan kesehatan masyarakat telah diatur pada Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional).
Penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian survey deskriptif. Peneliti mendapatkan keterangan dari responden secara lisan dan merekam semua jawaban yang diutarakan. Responden dan penelitian ada tiga sumber yaitu pihak dokter, masyarakat dan penyandang dana atau pihak asuransi.
Dari hasil analisis penelitian didapatkan informasi yang kurang mengenai dokter keluarga sehingga sosialisasi yang dijalankan oleh pihak pemerintah melalui Departemen Kesehatan relatif rendah. Di daerah penelitian Tasikmalaya ditemukan dokter praktik umum yang melakukan praktik dokter keluarga yang sangat sedikit dan tidak berjalan karena jumlah sedikit. Keadaan itu terlihat sulit karena adanya hambatan dalam pendanaan. Belum adanya kerjasama antara pihak pemerintah dengan dinas kesehatan. Hal ini ditunjang belum adanya kebijakan pemerintah yang mengatur lembaga-lembaga penopang dana secara terstruktur.
Dengan adanya permasalahan tadi, peneliti mengusulkan agar program dokter keluarga lebih dikembangkan. Pemyataan secara lisan dikemukakan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota hendak mengadakan sosialisasi agar semua dokter praktik umum bisa melakukan praktik dokter keluarga. Diharapkan masyarakat lebih mengerti tentang gambaran program dokter keluarga dengan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, berkesinambungan, dan koordinatif. Karena dengan dokter keluarga masyarakat menjadi sadar terhadap perilaku hidup sehat dan pencegahan penyakit."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`matullah
"Pembangunan kesehatan dalam PJP II ditekankan pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, sejalan dengan globalisasi dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan berkualitas yang makin meningkat. Manajemen SDM Medis memegang posisi sentral dalam manajemen rumah sakit terutama bila dihubungkan dengan kualitas pelayanan medis. Kenaikan jumlah dokter spesialis di Indonesia jauh tertinggal dari kenaikan jumlah rumah sakit, sehingga rumah sakit kekurangan tenaga dokter spesialis. Oleh karena kekurangan tenaga dokter tetap, pada umumnya rumah sakit swasta mempekerjakan dokter PNS yang bekerja di rumah sakit pemerintah sebagai dokter tamunya. Keadaan inimengakibatkan timbulnya masalah pelayanan medis baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta itu sendiri. Pola hubungan kerja dokter dengan rumah sakit swasta sangat bervariasi di berbagai rumah sakit swasta. Sampai saat ini belum ada pedoman yang dapat menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan kerja tersebut. Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pola hubungan kerja dokter spesialis dengan rumah sakit swasta tersebut secara deskriptif analitik dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antara karakteristik rumah sakit swasta dan karakteristik dokter spesialis dengan pola hubungan kerja diantara keduanya di berbagai rumah sakit swasta di wilayah Jawa Barat dan Jakarta.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pola hubungan kerja sangat berhubungan dengan jenis karakteristik rumah sakit swasta dan karakteristik dokter spesialisnya. Persamaannya adalah adanya dokter tetap dan dokter tidak tetap, sedangkan perbedaannya terletak pada variasi bentuk pola dokter tidak tetap, juga pada cara pembayaran dan pembagian jasa medisnya. Peneliti menyarankan kepada rumah sakit swasta dan dokter spesialis untuk memilih pola yang sesuai dengan karakteristik rumah sakit dan dok ter spesialisnya. Dan bagi pemerintah peneliti sependapat untuk terus memotivasi rumah sakit swasta agar memiliki dokter tetap dan meningkatkan produksi dokter spesialis di masa yang akan datang.

Pattern of Relationship Between Specialist's Doctor and Private Hospital in West Java and JakartaQuality of health service become the Government priority in the development of health program in The Second Long Development Plan (PIP II). Medical Staff management has been placed in the central position in hospital management, since medical staff has a strong impact on the quality of medical services. Pattern of relationship between specialist's doctor and private hospital is not clearly described. No studies has been done on this subject yet. The study objective is to analyze the pattern of relationship between specialist's doctor and private hospital. Specifically, the study could like to describe the relationship between hospital characteristic and specialist's in private hospitals.
The study found that pattern relationship is influenced by hospital characteristic such as : type of ownership, class of hospital, establishment of hospital and bed capacity. The study suggests that private hospital should have their own full time specialist's doctors, therefore the education of specialist's doctor should be increased the near future."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Asih Gahayu
"Pelatihan Pratugas dokter/dokter gigi PTT merupakan program pelatihan prajabatan khusus, yang diselenggarakan oleh Bapelkes Pekanbaru. Pelatihan tersebut wajib diikuti oleh seluruh dokter umum maupun dokter gigi PTT yang akan melaksanakan masa bhakti. Didalam pelatihan pratugas ini dokter/dokter gigi PTT mendapatkan materi dasar, materi inti dan materi penunjang. Manajemen Puskesmas merupakan materi inti dari pelatihan ini dan dianggap yang paling panting dalam mencapai tujuan pelatihan. Pelatihan pratugas dokter/dokter gigi PTT yang dimulai sejak tahun 1992 di Balai Pelatihan Kesehatan Pekanbaru namun sampai saat ini pelaksanaan pelatihan yang dilakukan belum pernah dievaluasi pada saat pasta pelatihan sehingga tidak diketahuinya data tentang penerapan hasil pelatihan.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang efektivitas pelatihan pratugas, kompetensi dokterldokter gigi PTT yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam pelaksanaan manajemen Puskesmas. Disamping itu untuk melihat peran serta dokter/dokter gigi PTT dalam manajemen Puskesmas serta hal - hal yang mendukung dan menghambat pelaksanaan manajemen Puskesmas oleh dokterldokter gigi PTT.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi dan tes objektif terhadap informan dokter/dokter gigi PTT. Sebagai triangulasi sumber dilakukan wawancara mendalam dengan informan lainnya yaitu kepala Puskesmas, dokter Puskesmas, staf Puskesmas dan kepala seksi Puskesmas Dinas Kesehatan Kota.

Pre-employment training for contracted doctor/dentist is a special pre-employment training program that held by Bapelkes (Health Training Center) of Pekanbaru City. The training compulsory obligation for all contracted doctor and dentist who will conduct their duty. In this pre-employment training, they obtain basic, core, and supporting subjects. Management for health center is a core subject in this training and the most important part to aim the objective of the training. Pre-employment training which started since 1992 in Bapelkes of Pekanbaru, have never been evaluated, so the data of training implementation result is still undiscovered.
This study was conducted to obtain the information about effectiveness of the pre-employment training, competency of contracted doctor/dentist encompassing the knowledge, attitude, and skill in managing health center. Beside that, the study was conducted to know the participation of contracted doctor/dentist in management for health center and other things that supports and delays the implementation of management for health center.
This study used qualitative approach through in-depth interview, observation, and objective test with contracted doctors and dentists. As source triangulation, it was conducted in-depth interview to other informants: the head of health center, health center doctor, health center staff, and head of center health division from Health Office of Pekanbaru City. Document tracing was also conducted to the tools of management for health center: document of health center level planning, health center mini workshop, and health center stratification. Data processing was made in matrix form that gained from transcript of in-depth interview and objective test result. Content analysis was conducted to analyze the contents according to topic and then conducted the identification became several topics.
The result of study showed that pre-employment training was very useful in supporting the task of contracted doctor/dentist in health center, particularly in implementing management for health center. The evaluation of doctor's/dentist's competency in management for heath center showed the fairly result. The highest score was obtained by health center level planning followed by health center stratification and health center mini workshop. The attitude of contracted doctor/dentist showed positive attitude, which described by work discipline, leadership, teamwork, and initiative. Their skill in doing management for health center was good enough. It could be seen from their way in filling the forms of MP in PTP. Most of them could fill the forms well and completely. Most of doctor 1 dentist bad participate in management for health center : health center level planning, health center stratification, and health center month workshop.
It is recommended to the Health Office to review the implementation of management for health center accurately and the policy of implementation of health center mini workshop, and also to do capacity building for contracted doctor/dentist_ Recommendation to the health center is to give the chance for contractor doctor/dentist participating in managing health center such as making job description, and giving technical assistance. It is also recommended to Bapelkes of Pekanbaru to review the curriculum of pre-employment training by coordinating with the Health Office and health center.
References: 45 (1989-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Asti Werdhani
"Pengelolaan hipertensi dan diabetes melitus yang memerlukan pengelolaan terkoordinasi, menjadi perhatian karena prevalensinya semakin meningkat. Kemampuan dokter sebagai care coordinator tidak terlepas dari kemampuan kepemimpinan, dan belum ada penilaiannya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengembangkan intrumen penilaian kinerja dokter di layanan primer sebagai care coordinator dan kaitannya dengan kepemimpinan.
Pendapat pakar dan metode Delphi digunakan untuk mengembangkan dimensi dan butir penilaian. Validasi instrumen dilakukan dengan analisis faktor eksplorasi. Kurva ROC digunakan untuk mencari titik potong skor care coordinator pada pasien hipertensi atau DM terkontrol dibandingkan tidak terkontrol. Korelasi Pearson dilakukan untuk melihat korelasi antara skor care coordinator dengan skor kepemimpinan klinis, kepemimpinan transformasional, komitmen, kepuasan kerja, dan budaya organisasi, serta faktor-faktor sosiodemografis dokter dan praktik keprofesian.
Pengumpulan data dilakukan selama periode April−November 2015. Melalui penggalian pendapat 19 orang pakar (akademisi, praktisi, pengandil), 2 kali putaran Metode Delphi (110 sampel dan 81 sampel), dan 249 sampel analisis faktor, didapatkan instrumen penilaian kinerja dokter pengelola kasus PTM di puskesmas sebagai care coordinator yang terdiri dari 11 dimensi dan 33 butir penilaian dengan koefisien alpha sebesar 0,94 dan korelasi butir penilaian dengan dimensinya lebih dari 0,4. Terdapat perbedaan skor care coordinator antara pasien hipertensi atau diabetes terkontrol dan tidak terkontrol (p = 0,02) dengan titik potong sebesar 7,7. (skor maksimal 9). Terdapat korelasi positif antara skor kepemimpinan klinis, skor kepemimpinan transformasional, skor kepuasan kerja, usia dokter, lama lulus dokter, lama bekerja di puskesmas, pelatihan dokter keluarga, dan status kepegawaian terhadap skor care coordinator. Faktor yang paling berperan terhadap peningkatan skor care coordinator adalah skor kepemimpinan klinis dan skor kepemimpinan transformasional (R square 0,47).
Telah dikembangkan instrumen penilaian kinerja dokter sebagai care coordinator di layanan primer yang valid dan handal. Walaupun dokter pengelola kasus dalam kesehariannya berinteraksi dengan pasien dan tidak menduduki jabatan struktural sebagai pimpinan, namun mereka harus tetap memiliki kemampuan kepemimpinan klinis serta kepemimpinan transformasional untuk menunjang kinerja sebagai care coordinator dalam pengelolaan masalah kesehatan pasien.

Hypertension and Diabetes Mellitus management that need coordination of care is vital because of their increasing prevalence. To become care coordinator, primary care physician should have leadership capabilities. However, there is no instrument available to measure care coordination and leadership for primary care physician in Indonesia. This research aims to develop instruments for primary care physician's performance as care coordinator in primary care facilities and its correlation with leadership.
Data collection was conducted from April to November 2015. Expert opinion and Delphi method were conducted to develop dimensions and item indicators. Exploratory Factor Analysis was performed for instrument validation. ROC curves were used to gain cut-off point of care coordinator's score from controlled and uncontrolled hypertension or diabetes mellitus patient. Pearson correlation was conducted to determine correlation between care coordinator score and clinical leadership, transformational leadership, commitment, job satisfaction, and organizational culture, as well as doctor's sociodemographic factors and professional practice.
Nineteen experts panel (academics, practitioners, health policy makers), 110 participants of 1st round Delphi Method, 81 participant of 2nd round of Delphi Method, and 249 samples for factor analysis were gathered to create 11 dimensions and 33 items with loading factors at least 0.4 and alpha cronbach as high as 0,94. There was care coordinator score difference between controlled and uncontrolled hypertension or diabetes mellitus patients (p = 0.02) with cut-off point 7,7 (maximum score 9). There was positive correlation between care coordinator score and clinical leadership score, transformasional leadership score, satisfaction score, age, graduation period, working period, family medicine training, and employment status. Dominant factors correlate to care coordinator score were clinical leadership score and transformational leadership score (R square 0.47).
A valid and reliable instrument of care coordinator performance for Indonesian primary care physician has been developed. Although the main activity of practitioner is very much relate to patient interaction, they should also have leadership capacities to support their role as care coordinator for patient?s health management."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2222
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Meriana
"Dokter spesialis merupakan hilir dari sistem rujukan berjenjang dan memiliki peranan penting terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan. Namun ketimpangan sebaran dokter spesialis masih terjadi di Indonesia. Terdapat wilayah dengan rasio dokter spesialis yang melebihi standar, namun masih ada juga kabupaten/kota yang tidak memilliki dokter spesialis. Berbagai studi menyebutkan bahwa karakter wilayah berupa indeks pembangunan manusia, kemiskinan, kepadatan penduduk, indikator kesehatan, kondisi ekonomi dan ketersediaan rumah sakit mempengaruhi jumlah dokter spesialis di suatu wilayah. Studi ini bertujuan untuk menganalisis determinan yang berhubungan dengan jumlah dokter spesialis dan berapa besar elastisitas dokter spesialis terhadap pendapatan asli suatu daerah. Rancangan studi ini adalah potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data kurun waktu tahun 2017 yang dikumpulkan dari laporan rutin maupun publikasi resmi lembaga-lembaga BPPSDM, BPS, Kemenkes RI, KARS dan BAN-PT. Analisis multivariat dilakukan dengan negatif binomial untuk mnegatasi masalah overdispersi. Unit penelitian dilakukan pada tingkat kabupaten dan kota.
Dari hasil studi ditemukan bahwa 66% dokter spesialis terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera. Determinan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap sebaran dokter spesialis adalah indeks pembangunan manusia, kepadatan penduduk, rasio kematian bayi, pendapatan asli daerah, jumlah RS kelas C, jumlah RS kelas D dan regional wilayah menurut tarif INACBG. Dimana rasio kematian bayi merupakan prediktor dominan. Variabel rasio kematian ibu, jumlah RS kelas A, jumlah RS kelas B, banyak nya RS yang terakreditasi, ketersediaan perguruan tinggi yang mengelola fakultas kedokteran di suatu wilayah kabupaten/kota memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap jumlah dokter spesialis. Jumlah dokter spesialis bersifat inelastis terhadap pendapatan asli daerah dengan nilai elastisitas sebesar 0,28. Kebijakan untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan sebaran dokter spesialis sebaiknya tidak hanya berfokus pada mengurangi gap jumlah dokter spesialis antar wilayah, akan tetapi harus diikuti dengan strategi jangka panjang terkait penyediaan sarana RS, sarana penunjang lainnya dan kemudahan akses terhadap sarana-sarana tersebut, khusus nya di daerah tertinggal, kepulauan dan perbatasan.

Specialist doctors are downstream from atiered referral system and have an important role to the success of health development, but unequality in the distribution of specialist doctors still occur in Indonesia. There is a region with a ratio of specialist doctors that exceeds the standard, but also found districts that do not have specialist doctors. Various studies indicate that the character of the region such as human development index, poverty, population density, health indicator, economic conditions and availability of hospitals affect the number of specialists in that region. This study aims to analyze the determinants associated with the number of specialists and how much elasticity a specialist doctors to the original income of a region. The method of this research is cross section by using data of period year 2017 which collected from routine report and official publication of institutions BPPSDM, BPS, Ministry of Health RI, KARS and BAN-PT. Analysis multivariat used negative binomial has done with software stata 13. Unit analysis was conducted at municipality and district level.
The study found that 66% of specialist doctors are concentrated in the islands of Java and Sumatra. Determinants that have significant influence on the distribution of specialist doctors are human development index, population density, infant mortality ratio, local originally income, number of class C hospital, number of class D hospital and region. The maternal mortality ratio, percentage of poor population, the number of class A hospital, the number of class B hospital and the number of accredited hospitals, availability of university with medical faculty in a municipality/district region have no significant influence on the number of specialist doctors. The number of specialists doctor is inelastic to the original income of the region with a value of elasticity is 0.28. Policies to address specialist doctors imbalances should not only focus on reducing the gap in the number of inter-regional specialists, but should be followed by long-term strategies related to the provision of hospital facilities, other supporting facilities and ease of access to these facilities, especially in underdeveloped areas, islands and borders."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfirotun
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini dianalisis tanggung jawab rumah sakit terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan dokter bukan pegawai rumah sakit, penerapan teori central responsibility dan analisis putusan No. 18/Pdt.G/2006/PN.PLG, 62/PDT/2006/PT.PLG, 1752 K/Pdt/2007 dan 352/PK/PDT/2010. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Rumah sakit bertanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum yang terjadi di rumah sakit. Penerapan teori Central Responsibility memberikan kepastian hukum bagi pasien dan rumah sakit dimana rumah sakit bertanggung jawab secara terpusat terhadap semua kejadian di rumah sakit. Pada putusan No. 18/Pdt.G/2006/PN.PLG, 62/PDT/2006/PT.PLG, 1752 K/Pdt/2007 dan 352/PK/PDT/2010 rumah sakit bertanggung jawab secara central responsibility.

ABSTRACT
In this research analyzed the relation between the hospital's responsibility with the unlawful act that done by the doctors who are not be part of hospital's employee and the application of the central responsibility theory, and analysis of the judicial decision number 18/Pdt.G/2006/PN.PLG, 62/PDT/2006/PT.PLG, 1752 K/Pdt/2007 and 352/PK/PDT/2010. This study uses normative juridical method with qualitative approach. The hospital is responsible for the unlawful act that occurred in the hospital. The application of the central responsibility theory makes the legal certainty of both patients and the hospital with the hospital responsible centrally to all cases that happen in the hospital. In the judicial decision number 18/Pdt.G/2006/PN.PLG, 62/PDT/2006/PT.PLG, 1752 K/Pdt/2007 and 352/PK/PDT/2010 hospital responsible centrally.
"
2016
S67957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hestilin Kartini Seilatu
"Kewaspadaan standar merupakan salah satu prinsip upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya penularan penyakit di lingkungan sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kewaspadaan standar petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok tahun 2023 berdasarkan teori Health Belief Model. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Sampel sebesar 140 orang petugas yang diambil secara simple random sampling. Pengumpulan data dengan cara responden mengisi sendiri kuesioner. Analisis univariat, bivariat (Chi Square), dan multivariat (regresi logistik ganda) dilakukan pada penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok memiliki perilaku kewaspadaan standar yang baik. Faktor persepsi individu yang berhubungan dengan perilaku kewaspadaan standar adalah efikasi diri. Faktor modifikasi yang berhubungan dengan perilaku kewaspadaan standar adalah pelatihan. Efikasi diri adalah faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku kewaspadaan standar petugas, petugas yang memiliki efikasi diri rendah berpeluang 4,07 kali untuk memiliki perilaku kewaspadaan standar yang kurang dibandingkan petugas dengan efikasi diri yang tinggi (OR= 4,07 95% CI 1,788-9,286). Untuk itu Kementerian Kesehatan dan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok dapat bekerja sama untuk melakukan upaya guna meningkatkan efikasi diri petugas melalui penyelenggarakan program pelatihan yang intensif dan komprehensif bagi petugas sehingga penerapan perilaku kewaspadaan standar dapat lebih maksimal.

Standard precautions are one of the principles of infection prevention and control efforts with the aim of preventing disease transmission in the environment around health care facilities. This study aims to determine the factors associated with the standard vigilance behavior of Tanjung Priok Class I Port Health Office officers in 2023 based on the theory of the Health Belief Model. This study used a cross sectional study design. A sample of 140 officers was taken by simple random sampling. Data collection by means of respondents filling out the questionnaire themselves. Univariate, bivariate (Chi Square), and multivariate (multiple logistic regression) analyzes were performed in this study. The results showed that Tanjung Priok Class I Port Health Office Officers had good standard precautionary behavior. The individual perception factor associated with standard vigilance behavior is self-efficacy. The modifying factor associated with standard vigilance behavior is training. Self-efficacy is the most dominant factor associated with standard vigilance behavior of officers, officers who have low self-efficacy are 4.07 times more likely to have less standard vigilance behavior than officers with high self-efficacy (OR= 4.07 95% CI 1.788 - 9.286). For this reason, the Ministry of Health and the Tanjung Priok Class I Port Health Office can work together to make efforts to increase the self-efficacy of officers through the implementation of intensive and comprehensive training programs for officers so that the implementation of standard precautionary behaviors can be maximized."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun
"Mutu pelayanan kesehatan puskesmas se Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan sebagian besar masih kurang baik. Ini dapat diketahui dari hasil survei Dinas Kesehatan tahun 2005 terhadap pasien rawat jalan maupun rawat inap di puskesmas, Data Dinas Kesehatan, dan hasil survei petugas yang ada di puskesmas se Kabupaten Musi Rawas tahun 2005. Hal ini disebabkan karena dampak dari kepuasan kerja petugas kesehatan yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dan kepuasan kerja petugas kesehatan di Puskesmas se Kabupaten Musi Rawas. Rancangan penelitian yang digunakan cross sectional, dengan data primer dari 232 sampel yang diambil di 22 puskesmas yang ada, dan dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2006. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji "Chi Square", dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik Banda. Dari hasil analisis didapatkan lebih dari setengah jumlah responden merasa tidak puas terhadap kepuasan kerja. Pada uji bivariat adanya hubungan yang bermakna antara umur, tanggungan, masa kerja, dan pangkat/golongan dengan faktor kepuasan ekstrinsik. Adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan faktor kepuasan instrinsik, dan adanya hubungan yang bermakna antara umur, tanggungan, masa kerja, dan pangkat/golongan dengan dengan kepuasan kerja. Karakteristik individu yang paling berhubungan dengan faktor kepuasan ekstrinsik adalah masa kerja responden, dan dengan faktor kepuasan instrinsik adalah umur responden, sedangkan dengan kepuasan kerja adalah pangkat/golongan responden. Faktor-faktor kepuasan ekstrinsik yang paling berhubungan terhadap faktor kepuasan ekstrinsik adalah supervisi, dan faktor-faktor kepuasan instrinsik yang paling berhubungan terhadap faktor kepuasan instrinsik adalah pengakuan. Sedangkan faktor kepuasan kerja yang paling berhubungan pada analisis ini adalah faktor kepuasan ekstrinsik. Diketahuinya tingkat kepuasan kerja responden lebih dari setengah jumlah responden merasa tidak puas terhadap kepuasan kerja, dan karakteristik individu yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah pangkat/golongan sedangkan faktor-faktor kepuasan kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah faktor kepuasan ekstrinsik. Dinas Kesehatan dan pimpinan puskesmas dalam perencanaan tenaga kesehatan di puskesmas perlu dipertimbangkan variasi dari karakteristik individu dan faktor-faktor kepuasan kerja yang diperkirakan akan mempengaruhi kepuasan kerja petugas.

Health service quality in Puskesmas of Musi Rawas district, South Sumatera Province mostly is not good enough, reflection of this condition can see from Health district survey result for outpatient and inpatient in Puskesmas, based on Health office of Musi Rawas district data and based on available survey result in Puskesmas in 2005. Those all things happened due to decreasing job satisfaction of health staff. The research aim was known relationship between individual characteristics and job satisfaction staff in Puskesmas of Musi Rawas district. Research design used cross sectional survey, using primer data sample 232 that took from whole 22 Puskesmas and executing during January until March 2006. Univariat analysis used for data analysis, bivariat analysis used Chi Square test and multivariat analysis used Logistic Regression. Analysis result can get more than 50% respondent feel unsatisfied for the job satisfaction. Bivariat test shows relationship value between age, life burden, working period and level/rank with extrinsic satisfaction factor. Relationship value also can see between age and intrinsic satisfaction factor, also can see relationship value between age, life burden, working period and level rank with job satisfaction. Respondent working period is dominant individual characteristic that having relationship with extrinsic satisfaction factor and for intrinsic satisfaction factor is respondent age then for job satisfaction is respondent level/rank. A dominant extrinsic satisfaction factor of extrinsic satisfaction factor is supervision, and dominant intrinsic factor for intrinsic satisfaction factor is recognizer. Then extrinsic satisfaction factor is dominant factor for job satisfaction. The knowing of job satisfaction level respondent is 50% more feel unsatisfied and individual characteristics that influence job satisfaction is level/rank then job satisfaction factors that influence job satisfaction is extrinsic satisfaction factor. Health district and puskesmas director in charge person necessary to consider variation of individual character and job satisfaction factors that influence staff job satisfaction when make health man power plan.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>