Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bangun Kuntoro Harjo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kepuasan pasien rawat inap kelas III khususnya pasien peserta jaminan kesehatan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh RSUD Pasar Rebo, untuk mengkaji bagaimana gambaran kualitas pelayanan di RSUD Pasar Rebo terhadap pasien rawat inap kelas III, dan untuk mengetahui kaitan kualitas pelayanan RSUD Pasar Rebo dengan Ketahanan Lembaga RSUD Pasar Rebo.
Penelitian ini dilakukan melalui metode survei secara kuantitatif untuk menghitung kualitas pelayanan RSUD Pasar Rebo dengan menggunakan rumus SERVQUAL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh RSUD Pasar Rebo telah sangat memuaskan Pasien Rawat Inap Kelas III khususnya pasien peserta jaminan kesehatan, hal ini didasarkan pada Nilai Aktual SERVQUAL pada masing ? masing indikator Kualitas Pelayanan RSUD Pasar Rebo yang rata ? rata berada diatas 89 persen dan berada pada rentang skala 84 < IKP ≤ 100. Namun masih adanya skor kesenjangan pada setiap indikator kualitas pelayanan menunjukkan adanya kualitas pelayanan yang diharapkan masih bisa lebih ditingkatkan lagi oleh pihak rumah sakit untuk lebih meningkatkan kepuasan pasien. Adapun skor kesenjangan tertinggi pada masing ? masing indikator kualitas pelayanan meliputi butir pertanyaan : kebersihan kamar mandi/toilet pasien, pelayanan adminstrasi, kesediaan dokter jaga, kemampuan dokter untuk mendiagnosa penyakit pasien, dan kesediaan petugas rumah sakit untuk meminta maaf saat terjadi kesalahan dalam pemberian pelayanan. Kepuasan pasien rawat inap kelas III khususnya pasien peserta jaminan kesehatan akan semakin meningkatkan rasa kepercayaan pasien terhadap kinerja dan kredibilitas rumah sakit didalam melayani masyarakat sehingga tentunya akan semakin meningkatkan Ketahanan Lembaga RSUD Pasar Rebo.

This study aims to assess patient satisfaction class III patients who has health insurance in particular the service quality provided by Pasar Rebo hospital, to examine how the image of service quality in Pasar Rebo hospital against class III-patients, and to determine the link of service quality of Pasar Rebo hospital with Resilience Institute of Pasar Rebo Hospital.
The research was carried out through a quantitative survey methods to quantify the service quality of Pasar Rebo hospital using SERVQUAL formula. The results show that the service quality which provided by hospitals has been satisfied Pasar Rebo Inpatient particularly Class III patients who has health insurance, this is based on Actual SERVQUAL on each indicator shows taht the average Pasar Rebo Hospital?s services quality are above 89 percent and were in the range scales 84 "
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaiti
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T41331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Proudhia Perkasa Putra Nusantara
"Penggantian plasma yang hilang karena peningkatan permeabilitas vaskular merupakan tatalaksana untuk demam berdarah dengue. Dua jenis volume expander digunakan untuk mengganti cairan yang hilang dalam pengelolaan DBD adalah cairan koloid dan cairan kristaloid. Dilihat dari aspek biaya terapi, cairan koloid memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan cairan kristaloid. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas-biaya cairan koloid dibandingkan dengan cairan kristaloid pada pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi pada tahun 2021. Penelitian retrospektif ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data rekam medis dan biaya dilihat dari perspektif rumah sakit. Sebanyak 50 pasien memenuhi kriteria penelitian dibagi menjadi dua kelompok , yaitu kelompok intervensi yang mendapatkan terapi cairan koloid dan kelompok komparator yang mendapatkan terapi cairan kristaloid. Data efektivitas berdasarkan lama rawat inap dan total biaya medis dianalisis menggunakan uji Chi-Square dan rumus rasio efektivitas-biaya (REB). Terdapat perbedaan signifikan antara kelompok cairan koloid dan cairan kristaloid dalam efektivitasnya terhadap lama rawat inap (p<0,05) dan dikatakan efektif apabila dirawat < 5 hari. Berdasarkan hasil perhitungan REB, efektivitas-biaya kelompok terapi cairan koloid adalah Rp2.133.108,34/unit efektivitas dan kelompok terapi cairan kristaloid adalah Rp7.206.321,42/unit efektivitas. Kelompok cairan koloid memiliki nilai REB yang lebih rendah dibandingkan kelompok cairan kristaloid sehingga terapi cairan koloid lebih efektif-biaya dibandingkan cairan kristaloid.

Replacement of plasma lost to increased vascular permeability is the treatment for dengue hemorrhagic fever. Two types of volume expanders are used to replace fluids lost in the management of DHF, namely colloid and crystalloid fluids. Viewed from the aspect of therapy costs, colloid have a more expensive price than crystalloid fluids. The purpose of this study was to determine the cost-effectiveness of colloid compared to crystalloid fluid in inpatients at the RSUD Ciawi in 2021. This observational study using a cross-sectional design with medical record data and costs seen from hospital perspective. A total of 50 patients who met the study criteria were divided into two groups, the intervention group receiving colloid fluid and the comparator group receiving crystalloid fluid. Effectiveness on length of stay (LOS) were analyzed using the Chi-Square test, total medical costs using Mann-Whitney test, and cost-effectiveness ratio (CEA) formula. There was a significant difference between the colloid and crystalloid fluid groups in their effectiveness on the LOS (p<0.05) and it was said to be effective if treated <5 days. Based on the results of the CEA calculation, the cost-effectiveness of the colloid fluid therapy group was Rp2,133,108.34/effectiveness unit and the crystalloid fluid therapy group was Rp7,206.321,42/effectiveness unit. The colloid fluid group had a lower CEA value than the crystalloid group so that colloid fluid therapy was more cost-effective than crystalloid fluid"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Arofani
"Skripsi ini membahas peran sistem informasi dalam mengoordinasikan unit-unit untuk pelayanan rawat inap di RSUD Pasar Rebo tahun 2009. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem informasi terkomputerisasi memudahkan pertukaran informasi antarunit. Permasalahan yang ditemukan adalah kurangnya jumlah karyawan, kesulitan menggunakan komputer ketika jaringan sedang sibuk, kurangnya jumlah dan kualitas printer di beberapa unit (seperti kasir dan admission) serta kesulitan mendapatkan data yang dikarenakan perawat dan dokter masih mengisi data klinis pasien secara manual dan mengambil hasil pemeriksaan.
Saran dari penulis adalah menambah dan memperbaiki infrastruktur sistem informasi rawat inap (dari segi software dan hardware), merencanakan pengembangan sistem informasi untuk perawat, evaluasi terhadap penggunaan aplikasi sistem informasi, serta melakukan perhitungan kebutuhan jumlah karyawan dan memenuhi kebutuhan tersebut.

The focus of this thesis is the role of information system in coordinating the units for inpatient department service at Pasar Rebo District General Hospital in 2009. This research is a qualitative research with indepth interview and observation method.
Result of research shows that computerized information systems facilitates the information exchange among units. Problems that were found are the lack of number of employees; difficulties in using computer at busy hours; the lack of quantity and quality of the printer in some units (such as cashier and admission); difficulties of getting data that is because the nurses and doctors are still giving the patients? clinical data manually; nurses are still taking the results of the laboratory and radiology examination manually.
Author's suggestions are adding and improving inpatient information systems infrastructure (in terms of software and hardware), planning information system development for nurses, evaluating the use of information systems applications, calculating the number of employee needs then meet those needs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Allosomba, Torrodatu
"Di propinsi DKI Jakarta, penyakit demam berdarah merupakan salah satu prioritas masalah di bidang kesehatan. Kasus demam berdarah setiap tahunnya terus meningkat bahkan terjadi KLB. Tingginya kasus demam berdarah mengakibatkan pengeluaran biaya yang cukup besar haik dari pemerintah maupun dari pasien/keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran biaya - biaya yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah, yang menjalani perawatan rawat inap di RSUD Tarakan.Tujuan khusus penelitian ini hanya cost of illness dari pasien dan tidak mencakup biaya yang dikeluarkan pemerintah.
Desain penelitian adalah survei, yang dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2004 di RSUD Tarakan, dengan rumus, jumlah sampel 82 responden. Data dikumpulkan dengan wawancara langsung kepada responden yang sedang menjalani perawatan rawat inap. Selanjutnya data diolah dan dianalisa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik responder yaitu jenis kelamin responden yang terbanyak menjalani rawat inap adalah laki-laki. umur rata-rata responden adalah 22.8 tahun.Tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA. Sebelum menjalani rawat inap di RSUD Tarakan, responden terlebih dulu mencari pengobatan dengan membeli obat sendiri dan ke tempat sarana kesehatan lainnya. Besarnya biaya sebelum berobat ke rumah sakit rata-rata Rp 38.054, terendah Rp 1.000 dan termahal Rp 704.845, terdiri dari biaya: obat, jasa, laboratorium dan pemeriksaan lainnya dan transportasi.
Responden dirawat di rumah sakit rata-rata 4 hari, dengan variasi antara 1 sampai 10 hari . Kelas perawatan yang digunakan responden semuanya kelas III. Responden ke rumah sakit untuk berobat setelah sakit rata-rata 3 hari. Biaya yang dikeluarkan selama menjalani perawatan rawat inap rata-rata sebesar Rp 369.799.
Total hari sakit responden adalah antara 4 sampai 15 hari dengan rata-rata 7 hari sakit. Pendapatan responden yang berkurang/ hilang selama sakit rata-rata sebanyak Rp 145.000 dan pendapatan yang berkurang / hilang dari keluarga yang menunggui rata-rata sebanyak, Rp 202.969.
Janis biaya yang dikeluarkan selama sakit demam berdarah terdiri dari 12 jenis biaya dengan total biaya rata-rata sebanyak Rp 892.067. Biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Besarnya biaya langsung Rp 423.690, komponen biaya langsung yang terbesar adalah biaya obat ( 48.8% ) dari total biaya langsung . Besarnya biaya tidak langsung sebanyak Rp 468.377. dimana komponen biaya yang terbesar pada biaya tidak langsung adalah opportunity cost ( 74.5%) dari total biaya tidak langsung.
Hasil analisis bivariat antara karakteristik responden dengan biaya menunjukkan bahwa total biaya sakit lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada wanita. pendidikannya SMA keatas biaya sakitnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang pendidikan s/d SMP , pada kelompok yang pekerjaannnya pegawai biaya sakitnya lebih tinggi dibandingkan dengn kelompok yang pekerjaanya bukan pegawai, pada responden yang lama sakitnya lama, biaya sakitnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok responden yang lama sakitnya singkat sedangkan pada kelompok responden yang lama hari rawatnya lama dan singkat biaya yang dikeluarkan pasien hampir sama.
Penelitian ini hanya dilaksanakan di salah satu RSUD di Propinsi DKI Jakarta dan waktu penelitian bersamaan dengan terjadinya KLB demam berdarah maka hasil penelitian ini belum menggambarkan cost of illness pada semua golongan yang ada di Propinsi DKI Jakarta dan hanya merupakan gambaran biaya yang dikeluarkan oleh golongan yang tidak mampu . Karena itu perlu penelitian lagi yang menggambarkan semua golongan dengan melaksanakan penelitian di beberapa rumah sakit vertikal dan rumah sakit swasta yang merawat pasien demam berdarah di Propinsi DKI Jakarta.
Daftar Pustaka : 30 ( 1986 - 2004 )

In the special province of district Jakarta, dengue hemorrhagic fever is in a high priority in of public health program. A case of dengue hemorrhagic fever has been increasing annually. The DHF case incared high cost to government and the patients.
The general objective of this research is to obtain information about total cost of DHF disease to those who have been hospitalized at the Tarakan RSUD.The specific objectives of this research is to find out the out the pocket cost of illness being borne by the patient.
This study Surveyed patients being treated at the Tarakan RSUD from April through May 2004 with total sample of 82 respondents . Data were collected by interviewing directly the 82 patient/ family stay in the hospital. The data was then processed and analyzed.
The result indicates that most of (he patient are male, with average age of 22.8 years old. Their educational background are mostly Senior High School graduates. Before being hospitalized at the Tarakan hospital, they fought medicines or went medical facilities. The average cost of priored medicine was Rp 38.054 consist : medicines, services, laboratory, other medical and transportation.
On average, patients need to be hospitalized for 4 days varying 1 to 10 days. All wards used are found out to be the third class. Respondent to go to hospital for make medicine after they are sick 3 days ago. The average cost for to care health in hospitals was Rp 369.700.
Totally, it took them to recover from the illness for 4 to 15 days averaging 7 days. The income average of respondent to decrease during sick as Rp 145.000 and income average of they family to decrease was Rp 202.969
The total expenditure breaks for 12 kind of cost amounting to Rp 892.067 on average. The expenditure is categorized into direct cost and indirect cost. The direct cost amounting Rp 421690 which medicine cost ( 48.4%) is the biggest cost of total direct cost component. The indirect cost amounting Rp 468.377 which opportunity cost (74,5%) is the biggest cost of total indirect cost component.
The result of bivariat indicate cost of illness of the men more expensive than women, senior high school education background cost of illness than secondary school, official group than not official, sufferers an illness has had along time and short time the cost are almost same.
The research that carried out in once of Regional Public Hospital ( RSUD) in the province of Jakarta and at the time has out break dengue hemorrhagic fever moment with the result that research not yet describe of cost of illness from the all group in DKI Jakarta province , and only to find cost of illness by destitute category. It is need to make a future study in the several vertical hospitals and private hospitals that is dengue hemorrhagic fever patients in DKI Jakarta province.
References: 30 ( 1945 - 2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Dwi Primasari
"Skripsi ini membahas hubungan karakteristik pasien (umur dan jenis kelamin), hari masuk RS, tingkat keparahan (severity level), diagnosa penyakit lainnya, komplikasi, assesmen klinis (pemeriksaan dokter dan konsultasi), pemeriksaan penunjang, dan tindakan medis dengan lama hari rawat. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menggunakan data rekam medis sebagai data sekunder dengan desain studi cross sectional. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 261 pasien BPJS dengan kasus Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap RSUP Fatmawati yang berumur lebih dari 5 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 63,6 persen memiliki lama hari rawat sesuai dengan standar clinical pathway Demam Berdarah Dengue (LOS ≤5 hari). Penelitian ini menggunakan uji chi-square, variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan lama hari rawat dalam penelitian ini adalah umur, diagnosa penyakit lainnya, komplikasi, pemeriksaan dokter, dan tindakan medis.

This undergraduate thesis discussed a correlation between patients (age and sex), the day of the entry, severity level, other disease diagnosis, complications, assessment clinics (doctor’s examination and consultation), other supporting examination and medical treatment with the length of stay. The research that has been done is using medical record data as secondary data with cross sectional study design. The subject of this research is 261 BPJS’ patients with Dengue Haemoragic Fever at Inpatient Installation in RSUP Fatmawati that older than 5 years old.
The result of this research showed that 63,6 percent has a length of stay that in accordance with dengue fever’s clinical pathway standard (LOS <5 days). This research used chi-square test, the variable that has significant connection with the length of stay in this research are age, other disease diagnosis, complications, doctor examination and medical treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S62238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Citraresmi
"Pada kejadian luar biasa tahun 2004 dilaporkan bahwa pasien-pasien DBD di Jakarta memenuhi berbagai rumah sakit sampai tak tertampung dan harus dirawat di koridor rumah sakit dengan tempat tidur tambahan. Hal serupa tidak tampak di RS dr Cipto Mangunkusumo (RSCM); meskipun terjadi peningkatan jumlah pasien DBD namun tidak sampai memerlukan penambahan tempat tidur yang berarti. Di seluruh wilayah DKI Jakarta terdapat 70 RS umum yang terdiri dari 8 RS pemerintah dan 62 RS swasta. RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, RSUD Koja, RSAB Harapan Kita, RSUD Pasar Rebo, dan RSUP Fatmawati adalah RS pemerintah yang masing-masing mewakili kelima wilayah di DKI Jakarta. RSU Sumber Wares yang berada di wilayah Jakarta Barat adalah sebuah RS swasta yang telah Iama melakukan penelitian mengenai DBD.
Adanya kejadian luar biasa akan menyebabkan jumlah kasus berat bertambah, namun sangat mungkin pula terjadi overdiagnosis. Sorotan media massa yang berlebihan mengenai kejadian luar biasa DBD, di samping kebijakan pemerintah membebaskan biaya pemeriksaan, berperan dalam peningkatan jumlah pasien di berbagai rumah sakit. Untuk menghindari overdiagnosis tersebut dapat digunakan kriteria diagnosis secara klinis dan laboratorium dengan menggunakan kritena WHO tahun 1997.
Tujuan penggunaan kriteria WHO adalah untuk mengidentifikasi dengan tepat pasien yang memiliki risiko timbal komplikasi akibat dengue berat (DBD dan DSS), dan juga untuk memfasilitasi triase dan penggunaan swnber daya yang terbatas secara tepat. Kriteria ini juga dapat digunakan sebagai alat epidemiologi untuk mengumpulkan data kesehatan masyarakat mengenai insiders infeksi dengue simtomatik, beratnya penyakit, dan lain-lain, yang dapat dirnanfaatkan untuk mengevaluasi program pemberantasan dan tata laksana kasus dengue. Kriteria WHO digunakan untuk menentukan kasus DBD dan tidak meliputi kasus DD, sehingga kriteria ini dapat membantu dalam menentukan CFR secara tepat dengan hanya meniasukkan kasus DBD dalam perhitungannya. Dikhawatirkan CFR yang dilaporkan saat ini meliputi pula kasus-kasus DD sehingga tampaknya terjadi penurunan dari tahun ke tahun.
Dalam menghadapi KLB DBD, diperlukan peningkatan kewaspadaan dari segenap petugas kesehatan balk di tingkat puskesmas, dokter praktek perseorangan sampai rumah sakit. Maka perlu dipahami panduan yang telah ada dalam menghadapi KLB DBD agar penanganan pasien bisa dilakukan secara cepat, tepat dan efisien. Untuk itu perlu diketahui data karakteristik demografi, klinis, laboratoris serta tata laksana KLB DBD untuk dapat menjadi acuan dalam perbaikan perencanaan menghadapi KLB DBD di masa datang.
Rumusan masalah
Bagaimana karakteristik pasien, tata laksana dan ketepatan diagnosis demam berdarah dengue di Jakarta pada kejadian luar biasa tahun 2004?
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Trimoyo
"Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang berdampak luas bagi kehidupan adalah timbulnya penyakit pada seseorang yang dapat merugikan bagi penderita, keluarga dan ekonominya. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang sering menyerang masyarakat yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Di Kabupaten Lampung Utara, setiap tahun terjadi kasus DBD secara berflutuaksi. Dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 jumlah kasus sebanyak 79 penderita dengan kematian/penderita CFR (1,27 %). Walaupun kasusnya reatif kecil namun faktor risiko terjadinya kejadian luar biasa (KLB) sangat mungkin, karena Kabupaten Lampung Utara merupakan perlintasan dari pulau Jawa ke Sumatera, mobilisasi penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk, curah hujan tinggi (192,8 mm), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya pembuangan sampah sembarangan (83,3 %) dan adanya wilayah endemis DBD.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran rinci tentang penggunaan anggaran program pemberantasan DBD tahun 1999-2004, serta pengobatan penderita tahun 1999-2004, dan komitmen pejabat yang berwenang dalam kebijakan anggaran.
Desain penelitian ini adalah riset operasional untuk mengetahui dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kasus DBD juga mengetahui komitmen pejabat tentang pedoman program dikaitkan dengan usulan untuk dana pengobatan kasus.
Dari analisis diperoleh bahwa pendanaan anggaran program pemberantasan DBD tahun 1999-2004 terbesar bersumber dana dari APBD II sebesar Rp. 141.943.000,00 (70,7%), kemudian APBN sebesar Rp 43.637.000,00 (21,74 %), dan PLN sebesar Rp 15.180.000,00.
Dana pemberantasan yang bersumber APBD II selalu tersedia setiap tahun, ini menunjukkan adanya konsistensi dari Pemda untuk program tersebut.
Pada analisis kasus diketahui bahwa pada tahun 2004 di Kabupaten Lampung Utara terdapat 3 Kelurahan endemis diwilayah satu kecamatan sehingga terdapat satu kecamatan endemis yaitu kecamatan Kotabumi Selatan. Berdasarkan umur pada tahun 1999-2003 risiko untuk terserang kasus pada usia sekolah (5-14 th) yaitu sejumlah 50 penderita, sedangkan untuk tahun 2004 pada usia produktif (15-44 th) sebesar 88 penderita, berdasarkan jenis kelamin tahun tahun 1999-2003 resiko terserang penyakit DBD lebih besar pada laki-laki 44 penderita sedang perempuan 35 penderita, untuk tahun 2004 (Januari-Juni 2004) risiko terserang hampir sama laki-laki 80 penderita perempuan 82 penderita.
Perawatan penderita dilaksanakan di tiga tempat perawatan yaitu RSU May.Jend.HM.Ryacudu, RS Swasta Handayani, dan Balai Pengobatan M. Yusuf yang semuanya berdomisili di Kotabumi.
Hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa dana program DBD dan sangat layak untuk dialokasikan dan dana pengobatan setuju untuk diusulkan dalam program pemberantasan penyakit DBD, akan tetapi dana program DBD terbesar hanya untuk kegiatan kuratif, sedang dana untuk promotif dan preventif relatif sangat kecil.
Biaya yang harus dikeluarkan penderita rata-rata Rp. 770.200,00 sedangkan Upah Minimum Regional; (UMR) sebesar Rp. 377.500,00. Apabila seorang diserang DBD (usia produktif), maka keluarga tersebut akan kehilangan penghasilan sebesar 2,04 bulan (tidak mempunyai penghasilan).
Proporsi antara dana pengobatan dibanding dana pemberantasan adalah 4 dibanding 1, sedangkan perkiraan pendanaan untuk program DBD tahun 2005 sebesar Rp. 48.604.600,00.
Kesimpulan yang dapat diambil, bahwa pendanaan program pemberantasan penyakit DBD terbesar bersumber APBD II, dari 16 Kecamatan di kabupaten Lampung Utara 15 Kecamatan (93,8 %) terserang DBD, pada tahun 2004 terjadi peningkatan kasus yang sangat bermakna terjadi KLB, komitmen pejabat Pemda mendukung anggaran program pemberantasan DBD dalam alokasi pendanaan baik untuk pemberantasan maupun pengobatan.
Disarankan untuk Dinas Kesehatan dan RSU meningkatkan koordinasi kepada instansi terkait bahwa penyakit DBD yang mempunyai dampak luas bagi kehidupan masyarakat. Demikian juga bagi Pemerintah Daerah agar memenuhi apa yang menjadi komitmen, sehingga penyakit Demam Berdarah tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Lampung Utara.
Daftar bacaan 37 (1983-2003)

Analysis of Financing Program and Dengue Diseases Medication in North Lampung Sub-district in the Year 1999-2004 One of the public health problems that have a great impact to life is the incidence of infecting by disease, which can harm to patients, their family and their economic. Dengue is a contagion that is often attack public, which until now still becomes the problem of public health in Indonesia.
In North Lampung Sub-district, happened Dengue case by fluctuated every year. From 1999 until 2003 there are 79 patient with one death of CFR patient (1,27%). Although the case is small, but the risk of extraordinary occurrence is very possible, because North Lampung Sub-district is a trajectory from Java to Sumatra, high civil mobilization, civil density, high rainfall (192,8 mm), clean life behavior, and healthy especially throwing garbage promiscuously (83,3%), and Dengue endemic area.
This research aim to get a detail vision about the use of Dengue eradication program budget in the year 1999-2004, and also patient medication in the year 1999-2004, and authority caretaker commitment in budget policy.
This research design is an operational research to know and to evaluate program execution and Dengue case also knowing the caretaker about guidance program correlated with suggestion for case medication budget from the analysis got that the highest budget program for Dengue eradication in the year 1999-2004 stemming from APBD II budget in amount of Rp_ 14I.943.000,- (70,7%), and then APBN in amount of Rp. 43.637.000,- (21,74%), and PLN in amount of Rp. 15.180.000,-.
Eradication fund, which is stemming from APBD II always provided every year, it showing the consistent from District Government for that program.
In a case analysis, known that in the year 2004 in North Lampung Sub-district there are 3 chief of village endemic in one sub-district area so that got one endemic chief of village which is South Sukabumi sub-district. Based on age in the year 1999-2003 risk of infected by the case in school age (5-14 years) is 50 patients, in the year 2004 for productive age (15-44 years) is 88 patients. Based on gender in the year 1999-2004 the risk is higher in men than women which is men 44 patients and women 35 patients, for 2004 the risk is almost at the same rate which is men 80 patients and women 82 patients.
Patient treatment conducted in three treatments place that are RSU May.Jend.HM.Ryacudu, RS Swasta Handayani, and M. Yusuf medication hall, which all are in Kotabumi.
From interview result got information that Dengue program fund and very proper to allocate and medication fund accept to be proposed in Dengue eradication program, however the biggest Dengue program fund is just for curative activity, while promotion and prevention fund is relatively small.
Fund which has to be taken by patients is Rp. 770.200,- while UMR is Rp. 377.500,-. If someone got Dengue (productive age) so the family will lose earnings in amount of 2,04 months (don't have an earn).
The conclusion is the biggest Dengue eradication program budgeting is stemming from APBD II, from I6 sub-district in North Lampung chief of village 15 sub-district (93,8%) got Dengue. In the year 2004 there's an improvement of case, which is quite significant, happened KLB, District Government caretaker commitment supporting Dengue eradicating program budget in allocation of budgeting whether for eradicating or medicating.
It suggested to Health District and RSU to improve the coordination to the related institution that Dengue has large affect to public life. In addition, the District Government to obey what has to be a commitment, so Dengue disease will no longer become the health problem for public in North Lampung sub-district.
Bibliography: 37 (1983-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alpha Aulia Devi
"DBD merupakan penyakit menular, dapat menyerang semua orang, rnengakibatkan kematian, serta sering menimbulkan wabah. DBD menunjukkan beban ekonomi signifikan pada masyarakat yang terkena.
Tujuan penelitian ini diperolehnya informasi tentang biaya per DRG's berdasarkan Clinical Pathway pada penderita DBD yang dirawat inap di RSU Dr. Soedarso Pontianak tahun 2005.
Jenis penelitian kuantitatif dengan desain survei. Data dikumpulkan dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penderita DBD yang di rawat inap di RSU Dokter Soedarso bulan Januari sampai Desember 2005. Penelitian dilaksanakan bulan Februari-Juni 2006, menggunakan data sekunder dan rekam medis pasien rawat inap DBD dan unit penunjang serta data primer dari wawancara dengan dokter, perawat, kepala ruangan dan kepala rekam medis tentang penatalaksanaan DBD. Unit cost dihitung berdasarkan direct cost dengan Activity Based Costing dan indirect cost dengan simple distribution.
Variabel yang mempengaruhi penetapan DRG's DBD di RSU Dr. Soedarso Pontianak tahun 2005 antara lain: karakteristik pasien: jenis kelamin, diagnosa utama, penyakit penyerta dan penyulit, lama hari rawat dan pemanfaatan utilisasi.
Clinical Pathway DBD yang di rawat inap di RSU Dr. Soedarso Pontianak tahun 2005 terdiri dari tahapan berikut : I. Pendaftaran, II. Penegakan Diagnosa: tindakan oleh perawat, dokter, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosa utama, terapi dokter, pendaftaran rawat inap, III. Terapi: visite dokter, pemeriksaan penunjang, penegakan DBD berdasarkan casemix, penentuan terapi (dokter), asuhan keperawatan, penggunaan alat kesehatan habis pakai, obat-obatan dan akomodasi serta IV. Pulang.
Rata-rata lama hari inap dan biaya DBD berdasarkan DRG's (T63B) di RSU. Dr. Soedarso Pontianak Tahun 2005 adalah: DBD Murni 4,01 hari, biaya Rp.565.948,- - Rp.2.471.298,-. DBD dengan penyerta 4,46 hari, biaya Rp.572.692,- - Rp.2.740.687,- DBD dengan penyulit 4,82 hari, biaya Rp.652.352,- - Rp.3.256.826,-. DBD dengan penyakit penyerta dan penyulit 5 hari, biaya Rp.662.385,- - Rp.3.467.237,-. Sampel pada DBD dengan penyakit penyerta dan penyulit hanya 2 orang (1,65%) sehingga lama hari rawat inap dan biaya kurang bervariasi.
Rumah sakit dapat melakukan penerapan DRG's secara bertahap. Perlu koordinasi lintas program antara Depkes RI, Ikatan Profesi, Asuransi, YLKI dan Rumah Sakit (Private dan Public) dalam penyusunan Clinical Pathway yang baku dan penetapan biaya berdasarkan DRG's serta akhimya tercipta Indonesian DRG's. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan diagnosa penyakit lain dan di rumah sakit lain (private maupun public) agar perhitungan unit costIDRG's dapat digunakan sebagai alat untuk pembayaran sehingga adanya kepastian biaya yang diperlukan bagi RS, asuransi, konsumen dan pemerintah.

DHF disease is contagious disease, could attack all people and cause death, and often cause epidemic. DHF show significant economical burden in infected society.
This research aim is get the information about cost per DRG's based on Clinical Pathway of DHF patient that taken care at Dr. Soedarso General Hospital Pontianak in 2005.
Research is quatitative with survey design. Data gathered from costs that spend by dengue haemorrhagic fever patient that taken care in Dr. Soedarso General Hospital from January to December 2005. Research done in February - June 2006, using secondary data from DHF inpatient medical record and supportive units and also primary data from interview with doctors, nurses, Hall Chief and Medical Record Chief toward dengue haemorrhagic fever menagery. Unit cost count based on direct cost by Activity Based Costing and indirect cost by simple distribution.
Variables that affect DRG's DHF in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak year 2005 such as: patient characteristics: sex, main diagnose, commorbidity and commortality disease (casemix), length of stay and utilization used.
DHF's Clinical Pathway in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak year 2005 consists of: I. Registration, IL Diagnose Straightening: action of nurse, doctor, supportive examiner, main diagnose straightening, doctor therapy, inpatient registration, III. Therapy: Visit Doctor, supportive examiner, DHF diagnose straightening with casemix, therapy determining (doctor), nursing education, after use health tools using, medication and accommodation and also 1V. Returning Home.
Inpatient length of stay mean and DHF cost based DRG's (T63B) in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak year 2005 are: Pure DHF is 4,01 days, with inpatient cost mean between Rp. 565.948,- to Rp. 2.471.298,-. DHF with commorbidity disease is 4,46 days. Inpatient cost mean between Rp. 572.692,- to Rp. 2.740.687,-. DHF with complicated disease is 4,82 days. Inpatient cost mean between Rp.652.352,- to Rp.3.256.826,-. DHF with casemix is 5 days. Inpatient cost between Rp.662.385,- to Rp.3.467.237,-. Sample on DHF with casemix only two people (1,65%) with the result that inpatient length of stay and cost less varying.
Hospital can do DRG's implementation step by step especially in inpatient cases that often handled. Need cross program coordination between Depkes RI, Profession Band, Assurance, YLKI and Hospital (Private and Public) in arranging basic Clinical Pathway and cost determining based on condition in Indonesia and finally created Indonesian DRG's. Important to do the other research with other diagnostic and other hospitals (private and public) so unit costlDRG's can be used became tools to payment system So that cost certainty needed for hospitals, assurance, consumer and government created.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yel Mahesa
"Skripsi ini membahas klaim bermasalah Gakin & SKTM DKI Jakarta pada pelayanan rawat inap di RSUD Pasar Rebo tahun 2008 berdasarkan kelengkapan administrasi klaim, pengecualian, batasan biaya, batasan waktu pengajuan, dan ketidakwajaran klaim. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran klaim bermasalah Gakin & SKTM DKI Jakarta pada pelayanan rawat inap di RSUD Pasar Rebo tahun 2008. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian didapatkan bahwa penyebab klaim bermasalah Gakin & SKTM dikarenakan ketidaklengkapan administrasi klaim, pengecualian pelayanan, dan batasan biaya. Saran penulis yaitu mengoptimalkan verifikasi berkas di unit Piutang, melakukan koordinasi dengan pengelola Gakin SKTM rumah sakit terkait batasan biaya, melakukan sosialisasi batas pelayanan dan batas biaya yang ditanggung, membekali unit-unit yang terkait pelayanan rawat inap pasien Gakin SKTM dengan juklak juknis Gakin SKTM, melakukan pertemuan antara pihak rumah sakit dengan Dinas Kesehatan, serta analisis kebutuhan SDM di unit piutang.

The focus of this thesis is about DKI Jakarta Gakin and SKTM claim problem at Inpatient Department of Pasar Rebo District General Hospital 2008, based on accomplishment of claim administration, exclusion, cost limit, time limit, and unappropriate claim. The objection of this research is understanding the description of DKI Jakarta Gakin and SKTM claim problem at Inpatient Department of Pasar Rebo District General Hospital 2008. This research is quantitative with cross sectional methode. Result of research shows that the causes of claim problem are accomplishment of claim administration, exclusion, and cost limit. Author's suggestions are optimalizing claim verification; coordinating of hospital Gakin and SKTM management for cost limitation; announcing service limit and cost limit that are covered; giving standard operating procedure of Gakin SKTM for inpatient department; coordinating between the hospital and Jakarta Health Provincial Office; and calculating the number of employee needs in the unit."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>