Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudy Suntoro
"Propinsi Banten merupakan salah satu propinsi baru di Indonesia, Propinsi ini terbentuk sebagai akibat ditetapkannya Undang - Undang No : 23 tahun 2000 yang menyatakan Banten menjaai propinsi baru, make memerlukan pembentukan organisasi perangkat daerah, dalam rangka pembentukan perangkat daerah tersebut sesuai dengan PP No : 84 tahun 2000, perangkat daerah propinsi Banten dibentuk termasuk didalamnya adalah Struktur Dinas Kesehatan Propinsi Banten.
PP No : 84 tahun 2000 tidak mengatur secara jelas tentang jumlah perangkat daerah yang ada, sehingga banyak daerah yang membentuk perangkat daerah terlalu gemuk yang didasarkan pada pembagian kekuasan dan alasan politik. Dinas Kesehatan Propinsi Banten adalah salah satu dinas yang mempunyai struktur gemuk, tapi miskin fungsi sehingga mengakibatkan banyaknya terjadi tumpang tindih antara Sub Dinas dan antara seksi yang akan berdampak pada ketidakharmonisan kerja, sehingga mengakibatkan pada penurunan kinerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari bentuk SOTK Dinas Kesehatan Propinsi Banten yang sesuai dengan keinginan masyarakat Banten juga sesuai dengan PP No : 8 tahun 2003, jenis penelitian ini adalah kualitatif, informannya adalah pejabat struktural pengambil kebijakan dan pejabat pelaksana tingkat paling bawah serta pengambil kebijakan tingkat tertinggi di Pemerintahan Propinsi Banten dan legislative.
Penilitian ini dilakukan dalam 5 tahap yaitu : tahap penelusuran studi literature, tahap melakukan FGD, tahap melakukan wawancara mendalam, tahap melakukan diskusi dengan pengambil kebijakan tertinggi, dan tahap hasil peneliti sendiri, dimana setiap tahap menghasilkan bentuk Struktur Organisasi masing-masing.
Bentuk struktur organisasi dinar kesehatan yang dihasilkan dari masing-masing tahap, mempunyai kelebihan dan kekurangannya, dari semua yang ada yang paling baik adalah dari hasil peneliti, karena merupakan kajian gabungan dari SOTK yang dihasilkan dari empat tahapan yang dilakukan.
Struktur Organisasi Tata Kerja hasil dari peneliti ini adalah bentuk Struktur Dinas Kesehatan Propinsi Banten yang sesuai dengan keinginan masyarakat Banten dan sesuai dengan PP No : 8 tahun 2003 yang akan diajukan untuk menjadi SOTK Dinar Kesehatan Propisni Banten yang baru.
Daftar bacaan : 30 (1995 - 2003 ).

Analysis on Development of Organizational Structure and Work Management Applied in Banters Province Health Office Year 2004Banten Province is a new province established by Law No. 23/2000. As a new province, it needs to develop organizational structure of local officers. In accordance to Decree No. 84/2000, local officers to be set up included Health Office. However, the decree does not regulate the numbers of officers clearly, thus many provinces set up too large numbers of local officers due to power and political reasons. In this case, Banten Province health Office is office with large numbers of employee but lack of functionality. This causes overlapping between sub-offices and between sections, and causes, in turn, discordance of work and decreasing performance.
This study objective was to explore organizational structure and working management in Banten Province Health Office which is in accordance to public demand as well as in accordance Decree No. 8/2003. This was a qualitative study with informants from structural officers, decision makers, and implementers at the lowest level within the Provincial Government, as well as legislative members.
This study was conducted in five steps: 1) literature review 2) FGDs 3) in-depth interviews 4) discussion with highest level decision maker and 5) study results. Each of those steps produced its own organizational structure.
The organizational structure of each step was having their strengths and weaknesses. The best structure was the study result structure since it was a compilation of other structures. This structure is the one that satisfy public demand and in accordance to decree No. 8/2003 and is to be proposed as new structure and management for newly developed Health Office.
References: 30 (1995-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprida Wahid
"Pelaksanaan reformasi di segala bidang khususnya bidang pemerintahan telah melahirkan agenda dan kesepakatan nasional baru untuk tatanan penyelenggaraan pemerintah di daerah, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, mengatur prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemerintah Daerah yaitu digunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dengan penyelenggaraan desentralisasi secara utuh dan bulat di Kabupaten/Kota, sedangkan pelaksanaan desentralisasi terbatas, dekonsentrasi luas, dan tugas pembantuan ada di Propinsi.
Penataan kelembagaan perangkat daerah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, namun ternyata penataan organisasi perangkat daerah yang berdasarkan peraturan daerah di bidang kelembagaan tidak sepenuhnya berpedoman pada pertimbangan peraturan tersebut, sehingga menimbulkan beban bagi daerah dan juga terjadi tarik-menarik tugas kewenangan antara Propinsi dan Kabupaten/Kota dan tidak bisa dihindari juga terjadi tarik-menarik tugas kewenangan di dalam intern perangkat daerah itu sendiri.
Reorganisasi Dinas Kesehatan Propinsi Riau yang merupakan hasil penggabungan eks Dinas Kesehatan Dati I Riau dengan eks Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Riau pada umumnya sudah selesai, banyak terjadi variasi apabila dilihat dari segi bobot organisasi, tugas pokok dan fungsi, maupun nomenklatur ataupun pengelompokan tugas pokok dan fungsi.
Adapun yang dimaksud SOT Dinas Kesehatan Propinsi Riau disini yang menyangkut teknik kelembagaan yang meliputi Struktur Organisasi, Visi dan Misi, Tugas Pokok dan Fungsi, SDM Kesehatan, Sistem Informasi Kesehatan yang harus dijalankan sesuai dengan kewenangan dan kebijakan desentralisasi bidang kesehatan, bertitik tolak dengan hal tersebut di atas, maka dari hasil pengamatan di lapangan terlihat bahwa pada SOT Dinas Kesehatan Propinsi Riau berdasarkan Perda Nomor 18 Tahun 2001 belum menampung dan mengakomodasikan semua program kesehatan yang ada, dapat diketahui dari bentuk bagan struktur organisasinya yang kurang jelas dan cenderung menyebabkan adanya tumpang tindih pelaksanaan kewenangan tugas pokok dan fungsi di dalam intern Dinas Kesehatan itu sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya gambaran tentang SOT Dinas Kesehatan Propinsi Riau yang baru, serta sesuai dan dapat menampung kewenangan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan di bidang kesehatan dalam rangka pelaksanaan kebijakan desentralisasi.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, tidak menguji teori tetapi merupakan penelitian terapan yang bersifat penjelasan model dan apabila dilihat dari karakteristik masalah penelitian ini merupakan penelitian opini, informannya adalah pejabat struktural pada Dinkes Propinsi Riau, Bapelkes, Balai Labkes, Dinkes Kota Pekanbaru, Bappeda, BADP, Biro Hukum Pemda Riau dan DPRD Riau, dan dari hasil wawancara mendalam yaitu ingin mendapatkan gambaran mengenai penyusunan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, kriteria sumber daya manusia Dinas Kesehatan Propinsi Riau yang sesuai dengan kebijakan desentralisasi.
Secara umum dapat ditarik kesimpulan perlu dilakukan peninjauan kembali dengan merevisi SOT lama dan membentuk SOT baru, yang benar-benar telah menampung semua program kesehatan dengan berpegang pada asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dan tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang berlaku saat ini yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003.
Daftar bacaan : 47 (1982-2003).

Analysis of Organizational Structure and Management Arrangements of Riau Province Health Board Based On Decentralization PoliciesThrough the reformation in every sector, especially in the government sector, has produced a new agenda and national agreement for the management of District Government operation, with the establishment of Gov. Reg. No 22 Yr. 1999, which organize the principals for District Government operation. This regulation employs decentralization, deconcentration, and task assistance through utilization of full decentralization in Regency/City, while utilization of limited decentralization, broad deconcentration, and assistance task are still based on the Province.
Institutional managements of district instruments refers to the Gov. Reg. No. 84 Yr. 2000, yet the organizational managements of district instruments which based on government regulation in institutional sector has fully in accordance to the consideration of that regulation. Therefore, has produced a burden to the district and there is a misplacement of authoritative task between Province and Regency/City, and it could not be denied that this misplacement of internal authoritative task in the district instrument.
Reorganization of Riau Province Health Board which is the result of integration of the former Provincial Health Board with the former Provincial District office of Health Ministry in general has been completed. There are some variations if observed from the organizational point, main duties and functions, as well as nomenclature or grouping of the main duties and functions.
The meaning of Organizational Structure and Management Arrangements of Riau Province Health Board related to technical institution which consist of Organizational Structure, Vision and Mission, Main Duties and Functions, and Health Information System which has to be carried out according to the decentralization authority and policy in health sector. Based on this, from the field observation results shows that Organizational structure and Management Arrangements of Riau Province Health Board according to District Reg. No. 18 Yr. 2001 have yet to capture and accommodate every existing health program. This could be seen through the form of the organizational structure scheme which is not clear and tends to cause upside down of the operation of internal main duties authority and functions of the Health Board.
The objective of this study is find out a description of a new and relevant Organizational Structure and Management Arrangements of Riau Province Health Board, and could capture authority and fulfill the expected needs in health sector in order for the operation of decentralization policies.
This is a qualitative study, it does not test theories but an applied study which is a descriptive model and if observed from the problem characteristics this would be an opinion study. The informants are the structural officers of Riau Province Health Board, Health Training Board, Pekanbaru Health Board, Bappeda, BADP, Riau District Government Law Bureau, and Riau House of Representative, and from the in-depth interviews in order to get a description of organizational structure arrangements, main duties and functions, human resources criteria of Riau Province Health Board which conforms to decentralization policies.
In general, it could be concluded that a need of reinspection with revision of the old Organizational Structure and Management Arrangements and forms a new Organization Structure and Management Arrangements, which truly captures every health program which in line with decentralization and deconcentration principles and medebewein, and still in line with the existing Government Regulations that is Gov. Reg. No. 8 Yr. 2003.
Bibliography list: 47 (1982-2003).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Erri Astoeti Adrianingsih
"Klinik Gigi Pendidikan (KGP) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti didalam upaya pengembangannya, memerlukan suatu perencanaan strategik yang dapat sejalan dengan visi dan mini FKG Usakti yang tertuang pada Perencanaan Strategik FKG Usakti tahun 2000-2004. Untuk dapat menyusun perencanaan strategik dari KGP FKG Usakti, dilakukan penelitian operasional dengan analisis kualitatif dan kuantitatif dibantu dengan peramalan menggunakan Time Series Forecasting dan program QSB+. Penyusunan strategi ini melalui tahap I (input stage) terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan internal dari KGP FKG Usakti, yang dilakukan oleh Consensus Decision Making Group(CDMG), yang terdiri dari pimpinan, guru besar, kepala KGP, dan kepala-kepala bagian kink FKG Usakti. Kemudian tahap II (matching stage), CDMG meaakukan analisis dengan matriks Internal-External (IE) dan SWOT. Selanjutnya tahap III (decision stage) menggunakan matriks QSPM untuk menentukan strategik terbaik. Dari hasil penelitian, pada pemilihan alternatif strategi dengan berdasarkan hasil dan matriks IE, memperlihatkan posisi KGP FKG Usakti pada kuadran II yang berarti pada posisi Grow and Build dengan strategi yang dianjurkan adalah strategi intensif (market penetration, market development, product development) dan strategi integratif (forward integration, backward integration, horizontal integration). Penelitian ini menyimpulkan bahwa KGP FKG Usakti memilild potensi pasar yang besar dengan dukungan internal yang kuat, walaupun dengan pesaing yang cukup kompetitif, sehingga masih diperlukan suatu tindakan untuk meningkatkan mutunya Sebagai saran untuk tindak lanjut, maka strategik yang terpilih perlu dioperasionalkan secara optimal dengan mengreorganisasi strategi-strategi terpilih menjadi tiga komponen yang menurut Hegel dan Singer (1999) adalah peningkatan penjualan dan pemasaran, peningkatan kemampuan dan kualitas operasi, serta peningkatan infrasiruktur pendukung.

The Educational Dental Clinic (KGP) Faculty of Dentistry Trisakti University (FKG Usakti) requires a strategic planning, in alignment to the vision and mission of FKG Usakti as described in its strategic planning for the year of 2000-2004. To develop an operational research with qualitative and quantitative analysis was performed with the aid of forecasting technique such as Time Series Forecasting from QSB+. The research was done in 3 (three) stages. Stage I (input stage) covers the external and internal analysis of KGP FKG Usakti through a Consensus Decision Making Group (CDMG). This group consisted of dean and staff, professors, KGP director, and department heads FKG Usakti. In stage II (matching stage), the result of stage I was analyzed using Internal-External (IE) matrix and SWOT matrix. The last stage (decision stage) was to determine best strategy priorities using the QSPM matrix. On the matching stage (stage II), CDMG agreed that KGP FKG Usakti is at Grow and Build position of IE matrix. Further, they decided to apply all strategies within Grow and Build, which are intensive strategies (market penetration, market development, product development), and integrative strategy (forward integration, backward integration, horizontal integration). It can be concluded than, that KGP FKG Usakti has a significant market potential and relatively strong internal capability, in a competitive atmosphere . The position of grow and build indicates that a quality improvement is still needed. The suggests that all selected strategies organized with the KGP FKG Usakti into three different structures following Hegel and Singer (1999), sales/marketing, operations and performances, and supporting bundle of structures."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Depkes 1980 ,
WA19 ind N80s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Saputra
"Tuntutan refomasi di segala bidang khususnya bidang pemerintahan telah melahirkan agenda dan komitmen nasional baru dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah, dengan berlakunya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom. Desentralisasi memberikan pada kewenangan bidang kesehatan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Lampung semakin besar, perubahan ini memberikan peluang kepada Provinsi untuk menyusun strategi baru berupa, pengorganisasian yang lebih baik dan sesuai kebutuhan daerah, dalam melaksanakan perubahan-perubahan sebagai upaya penyesuaian terhadap kebijakan desentralisasi. Perubahan tersebut salah satunya adalah penataan kembali struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang pada saat ini berpedoman pada Peraturan pemerintah nomor 84 tahun 2000 dan Peraturan daerah nomor 17 tahun 2000. Lahirnya kebijakan baru Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, maka secara administrasi perlu perubahan struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung untuk menyesuaikannya.
Tujuan penelitian ini adalah tersusunnya rancangan atau draff struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang sesuai dengan kebutuhan dan peraturan peundangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, informasi yang didapat berupa data sekunder melalui telaah dokumen dan data primer melalui wawancara mendalam. Informan pada penelitian ini adalah Pejabat struktural Dinas Kesehatan Provinsi Lampung terpilih, Pejabat Sekretariat Provinsi Lampung, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung, Akademisi dan Fakultas Sosial Politik Universitas Lampung.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kewenangan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Memiliki 4 (empat) kewenangan desentralisasi dan 8 (delapan) kewenangan dekonsentrasi dan apabila keduanya diringkas menjadi 7 (tujuh) kewenangan. Visi dan Misi dinilai sudah cukup baik karena sudah mengacu pada komitmen nasional namun belum berjalan secara maksimal. Tugas pokok dan fungsi belum berjalan optimal karena terdistribusi secara merata. Stuktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dinilai masih terlalu gemuk untuk tingkat Dinas Kesehatan level Provinsi karena hanya bersifat lintas Kabupaten/Kota, struktur disusun masih merujuk pada peraturan lama yaitu Peraturan Pemerintah nomor 84 tahun 2000, belum mempertimbangkan aspek kerjasama lintas sektor, lintas program dan pihak ketiga serta tidak sesuai lagi dengan Peraturan perundangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003, tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
Kesimpulan secara umum penelitian ini menghasilkan 3 (tiga) rancangan atau draff struktur organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang disusun berdasarkan pendekatan kewenangan dan perundangan yang berlaku serta rekomendasikan untuk perubahan struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dengan berpegang pada azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, serta tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003, tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Claim reformation in many aspects and particularly in governmental aspect has resulted a new national commitment and agenda in governmental arrangement in the province. It was showed by the published constitution number 22 year 999 in term of District Government, Government Regulation number 25 year 2000 in term of the Authority of Central and Province Government as Autonomy Region. Decentralization had given a wider authority in health division to the Province of Lampung Government. So, such change had given an opportunity to the province to make new strategy such as better organizing that appropriate to the local needs and also to conduct the changes as effort to adjust with the decentralization policy. One of changes was to reorganize the organization structure of the Province of Lampung Health Office that referred to the Government Regulation number 84 year 2000 and Local Regulation number 17 year 2000. By the published of Government Regulation number 8 year 2003 about Organization Guidance for Local Staff, the Province of Lampung Health Office required an adjustment on its organization structure administratively.
The aim of this study was to make a draft of organization structure for the Province of Lampung Distric Office that appropriate to its need and to the existed regulation. The study used qualitative approach in which the gained information was from secondary data through documents review and primary data was from the in-depth interview. Informants in the study were the chosen structural functionary of the Health Office, the Secretariat functionary of the Province of Lampung, the ParIianment member of the Province of Lampung, and academician from Faculty of Politics and Social Sciences of University of Lampung.
The study showed that authority of the Province of Lampung Health Office had 4 decentralization authorities and 8 deconcentration authorities and if they were summarized, there would be 7 authorities. The existing vision and mission seemed good enough because it had referred to the national commitment, although it had not worked out maximally. The main task and function had not been worked out optimally because they were still distributed equally. The organization structure was still wide for the level of Health Office in the Province and still referred to the old regulation, i.e. Government Regulation number 84 year 2000, it had not yet considered the aspect of inter-sector, inter-program, and third party collaboration, and was not appropriate with the existing regulation i.e. Government Regulation number 8 year 2003 about Organization Guidance for Local Staff.
The study resulted 3 drafts of organization structure and job descriptions for the Province of Lampung Health Office based on the authority and existed regulation approach. It was recommended that in order to change the organization structure of the Province of Lampung Health Office should refer to the principles of decentralization, deconcentration, assistance task, and the Government Regulation number 8 year 2003 about Organization Guidance for Local Staff.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Marjunet
"Organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapainya organisasi perlu menyusun struktur organisasi yang mampu mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai dasar digunakan untuk menyusun struktur organisasi, salah satunya adalah berdasarkan fungsional.
Dinas Kesehatan, sosial dan tenaga kerja kabupaten Bangka Tengah merupakan sebuah dinas yang baru dibentuk sebagai perangkat kerja pemerintah kabupaten Bangka Tengah, perlu membentuk struktur organisasi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan di kabupaten ini. Berdasarkan luas dan kompleksnya masalah diperlukan suatu analisis yang tepat untuk menyusunnya, sehingga diharapkan upaya-upaya yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dapat lebih jelas tergambar dalam struktumya.
Studi ini menggunakan metoda kualitatif dengan pendekatan analisis SWOT. Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mencari alternatif baru bentuk struktur organisasi Dinas Kesehatan, sosial dan tenaga kerja kabupaten Bangka Tengah. Hasil studi menunjukan bahwa berbagai faktor eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap struktur organisasi Dinas Kesehatan, sosial dan tenaga kerja Kabupaten Bangka Tengah, menempatkan struktur organisasi ini berada dalam posisi yang lemah, sehingga diperlukan strategi pengembangan alternatif struktur organisasi baru, yang lebih mampu menggambarkan upaya yang jelas dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dinas ini.
Kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah perlu dipisahkan beberapa sub dinas di dalam struktur organisasi Dinas Kesehatan, sosial dan tenaga kerja Kabupaten Bangka Tengah, menjadi masing-masing sub dinas tersendiri antara Pencegahan & Pemberantasan Penyakit dan Pelayanan Kesehatan, menjadi Sub.Din. Pelayanan Kesehatan (i), dan Sub.Din. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (ii), Sub_Din. Promosi Kesehatan & Kesehatan Lingkungan tetap tidak berubah (iii), dan Sub.Din_ Sosial dan Sub.Din. Tenaga Kerja digabung menjadi satu Sub.Din. Sosial dan Tenaga Kerja (iv). Masing-masing sub.din. membawahi dua seksi, yang disesuaikan dengan beban kerja masing-masing. Hal tersebut lebih sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gibson (1994).
Disarankan kepada Dinas Kesehatan, sosial dan tenaga kerja untuk segera memenuhi kebutuhan tenaga (pegawai) untuk mengisi setiap bagian struktur yang masih kosong. Pemenuhan tenaga akan berdampak pada semakin mudahnya Dinas Kesehatan, sosial dan tenaga kerja Kabupaten Bangka Tengah mencapai tujuan.
Daftar Pustaka : 21 (1989 - 2003).

Design of Organizational Sturcture Health, Social and Labour Office in Bangka Tengah District Result of SWOT Analysis in the Year 2004Organization is formed to achieve a goal which has been determined, and to achieve it, the organization needs to arrange an organization structure which enables to accommodate activities that should be done to achieve. The determined goal, some based are used to arrange the organization structure, one of them is based on functional.
Health, social and labor Office in Bangka Tengah district is a new on duty formed as peripheral of governmental activity, require to organization structure for the agenda of reaching the target of development of health in this sub-province. Pursuant to wide and the complex of problem needed by correct analysis to compile him, was so that expected by efforts to be done to overcome problems which the was facing of earning clearer drawn in his structure.
The study is relationship with those problems. Design of study is kualitative method with SWOT analysis. The aims of this study is to found the new altematife of organization structure in Bangka Tengah District Based on the result of analysis to some internal and external factors influencing the organization structure health, social and labour Office in Bangka Tengah District, it has not shown yet the description of strong effort to overcome impact or problem faced by this service. It can be seen from organization structure which is arranged not based on accurate functions. For instance, function of health service and function of prevention and eradication of disease are combined in one sub.service, whereas there are many and complex problem should he faced, and of course it is more suitable if both function are separated into one its service.
From this study, we can conclude that it is important to separate some sub.service into one its sub.service, between Prevention and Disease Eradication and Health service become sub.service Health Service(i), Prevention and Disease Eradication sub_service(ii), Health Promotion and Environment Health remain it does not change (iii), and Social sub.service and Labor sub.service are combined in one Social and Labor sub.service (iv)_ Each sub.service is in charge of two sections which suitable with work burden. This is more suitable as theory stated by Gibson (1994).
Suggested to Health, social and labor Office to immediately to fulfill requirement of employ to fill each; every structure shares which still empty. Accomplishment of employ will affect progressively easy to Health, social and labor Office in Bangka Tengah District reach target.
Bibliography : 21 (1989 - 2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C.H. Tuty Ernawati
"Pembangunan Kesehatan yang merupakan salah satu upaya penunjang Pembangunan Nasional, dibutuhkan tersedianya sumberdaya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas, dengan desentralisasi memmberlkan wewenang kepada Kabupaten/Kota untuk menentukan sendiri prioritas pembangunan kesehatan daerahnya sesuai kemampuan, kondisi dan kebutuhan setempat, sehingga diharapkan mampu melakukan perencanaan kesehatan dan dapat memecahkan masalah kesehatannya sendiri, metode perencanaan dan penganggaran yang tepat akan dapat memberikan dampak pada perencanaan dan penganggaran yang dihasilkan, oleh karena anggaran yang diserahkan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk block grant, dengan demikian kualitas perencanaan dan penganggaran kesehatan serta efektifitas advocacy mentadi sangat menentukan alokasi anggaran yang akan diperoleh dinas kesehatan, dimana akan menentukan pelaksanaan operasional program dalam kegiatan tahun berlalan.
Kota Payakumbuh merupakan salah satu Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sumatera Barat, secara struktur Organisasi baru berjalan lebih kurang 1 (satu) tahun dengan peningkatan eselonering, 4 (empat) Sub dinas, 1 Bagian yang salah satu Sub Dinasnya adalah Sub Dinas Bina Program. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang Sistem Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh Tahun 2004 dengan mengkaji komponen Input, komponen Proses dan komponen Output.
Dari hasil penelitian ini dalam pelaksanaan Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh Tahun 2004, telah dapat dilakukan dengan bottom up planning, hambatan yang timbul berkaitan dengan Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan, antara lain kuantitas dan kualitas sumber daya tenaga belum memadai, sarana komputasi, transportasi dan komunikasi belum memadai, belum tersedianya dana khusus untuk penyusunan perencanaan, ketersediaan data yang masih kurang dan kevalidan datanya, masih rendahnya pemahaman tentang metode perencanaan, pelaksanaan langkah - langkah perencanaan belum optimal. Dengan keterbatasan yang ada dalam penyusunan Perencanaan dan Penganggaran, maka perlu ditingkatkan kernampuan melakukan advocacy terhadap penentu kebijakan dalam kaitannya menentukan pembiayaan kesehatan.
Proses dokumen perencanaan dan penganggaran di Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh Tahun 2004 belum sesuai yang diharapkan karena belum didukung oleh data yang akurat dan valid dan dokumen yang dihasilkan adalah Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK), Proposal Proyek Health Workforce and Services (HWS) dan Rencana Strategi Kesehatan Kota Payakumbuh yang disyahkan serta merupakan dokumen penting dalam melakukan kegiatan evaluasi dan acuan selama melakukan kegiatan pembangunan kesehatan di Kota Payakumbuh yang akan dilakukan oleh Dinas Kesehata n.
Saran yang harus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh yaitu penempatkan sumberdaya manusia yang tepat dengan posisinya sesuai dengan pendidikan dan keahliannya dengan mempertimbangkan profesionalisme, diperlukan visi organisasi yang menjadi komitrnen bersama oleh seluruh staf dan penguatan kepemimpinan di semua jenjang administrasi

Analysis on Health Planning and Budgeting Development System in Payakumbuh City Health Office year 2004Health development is one pillar of national development and necessitates the availability of strong, independent, and high quality human resources. Decentralization has given the districts/cities rights to self determine their own health development priorities according to their capacities, conditions, and needs. Thus it is expected that districts/cities are able to do their own planning and budgeting and solving their problems. Planning and budgeting method will have significant impact on the resulted plan and budget, and in a situation where budget and fund are provided by central government in form of block grant, quality of planning and budgeting along with effective advocacy will determine funding allocation for health sector to be received by health office. This, in turn, will strongly influence the operational of the program.
Payakumbuh City is one of city in West Sumatera Province, and structurally the organization of this city has just been running for around one year with increasing numbers of echelon in the government organization. This study aimed to obtain information on health planning and budgeting development system in Health Office of Payakumbuh City year 2004 by analyzing input, process, and output components.
The study shows that health planning and budgeting development system in Health Office of Payakumbuh City year 2004 has employed bottom up planning method, with constraints including insufficiency of human resources in term of quantity and quality,
lack of computational, transportation, and communication facilities, no specific budget for planning development, lack of valid relevant data, low understanding of planning method, and suboptimal implementation of planning steps. With those limitations, it is necessary to improve the ability to provide better advocacy to the policy maker in order to get sufficient allocation for health development.
The documentation process of health planning and budgeting development system in Health Office of Payakumbuh City year 2004 was not fully appropriate as expected due to lack of accurate and valid data. The produced document was Working Unit Budget Document (DASK), Health Workforce and Services (HWS) Project Proposal and Payakumbuh City Health Development Strategic Plan which have been legalized and are important as to provide guidance in evaluation and to be referred during implementation of health development in Payakumbuh City by Health Office.
It is suggested to Payakumbuh City Health Office to place appropriate human resources in accordance to education background by considering professionalism. There is also a need to set organization vision to be committed by all staff and to strengthen leadership in all administrative level.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resty Kiantini
"Manajemen Penanganan Keluhan adalah suatu prosedur yang jelas dan tetap yang dengan cepat dapat mengetahui, menilai dan mengatasi segala keluhan dan permasalahan yang dirasakan oleh pelanggan. Manajemen Penanganan keluhan ini telah dilaksanakan oleh Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (PJPK) Sint Carolus. PJPK adalah salah satu lembaga yang bergerak dalam program JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) yaitu suatu jaminan pelayanan kesehatan paripurna yang diperoleh seseorang setelah membayar kontribusi/iuran kepada suatu Badan Penyelenggara (Bapel) yang mengikat kontrak dan membayar praupaya (kapitasi) kepada jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) berjenjang (dari pelayanan dasar sampai pelayanan spesialis) yang terjaga mutunya untuk melayani peserta tersebut. PJPK merupakan salah satu Bapel JPKM yang terbaik di DKI Jakarta. Masalah yang ditemui di PJPK adalah meningkatnya jumlah keluhan peserta yaitu 33 keluhan pada tahun 2001 menjadi 66 keluhan pada tahun 2002.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai manajemen penanganan keluhan yang dilaksanakan di PJPK. Jenis penelitian dalam studi ini adalah kualitatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah melalui wawancara mendalam dan analisis data sekunder terhadap hasil laporan manajemen penanganan keluhan di PJPK. Informan yang diambil adalah petugas PJPK yang terkait dalam penanganan keluhan di Bapel PJPK, Basis, Direktur JPKM, Ketua Perbapel dan perusahaan yang menjadi peserta PJPK.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dan kualitas petugas di PJPK dalam menangani keluhan peserta masih kurang dan terbatas. Sedangkan pengetahuan dan tanggapan petugas terhadap manajemen penanganan keluhan sudah baik dan positif. Dana untuk manajemen penanganan keluhan di PJPK tidak dialokasikan secara khusus tetapi dimasukkan kedalam dana-dana rutin yang ada di PJPK. Keluhan peserta PJPK meliputi aspek keluhan administrasi dan aspek keluhan pelayanan medis. Jenis keluhan peserta ada yang sifatnya non keluhan dan keluhan murni. Pedoman/SOP yang digunakan oleh Bapel dan Basis adalah sama yaitu prosedur tetap penanganan keluhan dan form laporan keluhan peserta PJPK. Sarana dalam manajemen penanganan keluhan adalah telepon, surat, komputer, kendaraan, form-form dan kotak saran. Kebijakan Direksi untuk manajemen penanganan keluhan baik di Bapel maupun di basis belum ada. Perencanaan baik di Bapel maupun di basis sama-sama menggunakan sistem bottom up. Uraian Penanganan keluhan Bapel termuat pada uraian kerja/job diescription bagian marketing dan pelayanan, tetapi pada pelaksanaannya penanggung jawab penanganan keluhan adalah manajer pelayanan, sedangkan di basis uraian kerja dan penanggung jawab penanganan keluhan berada dibawah penanggung jawab Basis. Evaluasi untuk penanganan keluhan telah dilakukan di Bapel dalam bentuk angket dan merekapitulasi dari buku keluhan, sedangkan evaluasi di Basis belum dilaksanakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PJPK telah melaksanakan manajemen penanganan keluhan dan didalam pelaksanaannya PJPK dan basis bersama-sama menangani keluhan peserta. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ada beberapa saran yang penulis sampaikan, yaitu bagian-bagian lain agar dilibatkan dan koordinasi antar bagian agar ditingkatkan. Untuk melibatkan petugas dalam manajemen penanganan keluhan perlu ditingkatkan kualitasnya dengan pembinaan dan pelatihan. Selain itu PJPK agar lebih proaktif dalam melaksanakan penanganan keluhan, tidak hanya menunggu keluhan dari peserta saja. Untuk mengurangi keluhan yang masuk, pembinaan kepada PPK maupun penyuluhan kepada peserta agar ditingkatkan, oleh karena itu hendaknya didalam perencanaan dijadwalkan tidak hanya menangani keluhan tetapi juga kunjungan ke PPK maupun ke perusahaan dalam rangka mengatisipasi adanya keluhan dari peserta.
Daftar Bacaan : 29 (1981-2003)

Analysis Grievance Management of Participant in Health Care Insurance Program (PJPK) Sint Carolus, Jakarta 2003Grievance Management is a clear and fixed procedure to know, assess and solve quickly all of complaint and problem raised by customer. Grievance Management have been implemented by Health Care Insurance Program ( PJPK) Sint Carolus. PJPK is an Institute which runs in Public Health Care Insurance (JPKM) Program, a complete health service guarantee is obtained by someone after paying contribution 1 fee to JPKM Carrier (Bapel) which ties contract and pays the capital to the Health Services Network (PPK) mechanism (Form Basic Services to Specialist's Services). PJPK is one of the best Bapel JPKM in DKI Jakarta Province. The PJPK' problems is there are increasing complaint of participants in 2001 is 33 complaint and 2002 is 66 complaint.
Research aim to get deeper information conducted in PJPK. Research kind of this study is qualitative. Whereas the used method is through deep interview and secondary data analysis to the report result of grievance management in PJPK. The Informans are related PJPK officers of grievance in Bapel PJPK, Basis, JPKM of Directoe, Head of Perbapel and the company which become PJPK Participant.
Research result shows that the PJPK officer's quality and amount in grievance of participants are still lack and limited. Meanwhile the officers' response and knowledge to grievance management have positive and good. The fund for Grievance Management in PJPK is not allocated specifically but entered in existed routine fund in PJPK. Grievance of PJPK participant cover aspect grievance of administration and grievance of medical service. Kind of PJPK participant' complaint there is which the non complaint and complaint of purification. SOP used by Bapel and Basis are the same, Permanent procedure of Grievance and PJPK participants' complaint report form. Means of Grievance Management are telephone, letter, computer, vehicle, forms and box of idea. Management Policy of Management Grievance in Bapel and Basis don't exist yet. The planning both in Bapel and Basis use bottom-up system. Bapel Grievance description are covered in Job Description of Service and Marketing, But its Grievance Responsibility Implementation is Service Manager, Meanwhile Job Description and Grievance Responsibility is covered by Basis. Evaluation of Grievance has been conducted in Bapel I Bapel in Questionnaire shape and Recapitulate from the complaint book, Whereas Basis evaluation is not implemented yet.
So it can be concluded that PJPK has implemented Grievance Management and its implementation both PJPK and Basis handle participants' complaint. Related to the above, The writer suggests some ideas, That other departments are involved and increased inter department coordination. Involving the officers in Grievance Management, It needs to increase their qualities by training and building skill. Besides, PJPK is more proactive to implement Grievance, not also waiting for participants' complaint. Decreasing the complaint which enter the building skill to PPK and Illumination to participants in order to increase, That's why The Planning Schedule not only Grievance but also Visit to PPK and to the Companies to anticipate participants' complaint.
Reading Index : 29 ( 1981 - 2003 ).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994
351.009 2 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suarni
"Fenomena AYLA adalah sebuah fenomena tragedi kemanusiaan yang luar biasa yang terjadi hampir di setiap pelosok. Keluarga sebagai salah satu tempat yang seharusnya teraman dan ternyaman bagi anak, narnun pada kenyataannya justru sebaliknya kondisi keluargalah yang mendorong anak menjadi AYLA tidak saja secara ekonomi melainkan faktor keretakan keluarga. Sebagai akibat dari terjerumusnya anak ke dunia pelacuran dapat berdampak pada fisik, psikis dan sosial anak sehingga proses tumbuh kembangnya terganggu.
Berangkat dari fenomena tersebut yang mendorong Remaja Ulet Bandung sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang masih baru berdiri untuk kansen dan memberikan pelayanan kepada anak yang dilacurkan khususnya dalam bidang kesehatan, mengingat resiko kesehatan sangat dekat dengan anak yang dilacurkan dan akan mengancam jiwa anak tersebut.
Bardasarkan uraian di atas, penelitian ini berusaha mendeskripsikan perlindungan kesehatan yang dilakukan AYLA dan bagaimana LSM Remaja Ulet berperan serta membantu mereka untuk mencegah dan meminimalisir resiko kesehatan bagi anak yang dilacurkan di Kota Bandung. Remaja Ulet sebagai salah satu lembaga yang sangat peduli dengan permasalahan anak yang dilacurkan menangani langsung kasus-kasus kesehatan balk penyakit bersifat umum maupun Penyakit Menular Seksual (PMS). Dalam perkembangannya masalah kesehatan adalah salah satu masalah yang sangat serius dan perlu penanganan segera.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk menggali informasi-informasi tentang perlindungan kesehatan anak yang dilacurkan dampingan LSM Remaja Ulet, yang diperoleh melalui infer-man.
Hasil temuan penelitian menunjukkan perlindungan kesehatan anak yang dilacurkan terdiri dari konseling kesehatan, melalui informasi berupa leaflet, ke dokter atau ke rumah sakit melalui rujukan Remaja Ulet, mengkonsumsi obat-obatan anti biotik dan obat-obat lainnya yang tersedia di warung-warung. Sedangkan secara garis besarnya perlindungan kesehatan anak yang dilacurkan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu perlindungan kesehatan yang bersifat pencegahan (prevenfif) dan perlindungan kesehatan bersifat pengobatan (kuratif).
Perlindungan kesehatan yang dilakukan anak yang dilacurkan lebih banyak berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi, mengingat anak yang dilacurkan termasuk anak yang memiliki aktivitas yang high risk, karena prilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan diperparah lagi dengan tingkat kematangan mereka baik secara pemikiran maupun seksual. Gatal-gatal pada begian vagina, keputihan, aborsi adalah jenis penyakit kelamin yang pernah umumnya diderita oleh anak yang dilacurkan. Karena penyakit tersebut bukanlah penyakit yang ringan dan merupakan Penyakit Menular Seksual (PMS) sehingga penanganannya harus dilakukan dengan cara-cara medis, sehingga pada saat anak yang dilacurkan mengalami penyakit kelamin seperti yang telah disebutkan, maka mereka dengan dorongan diri sendiri meminta bantuan kepada pendamping atau Social Worker Remaja Ulet untuk mengantar atau merujuk ke dokter praktek, akupunktur atau rumah sakit jaringan Remaja Ulet. Mengingat penyakit menular seksual akan berdampak, jangka panjang dan tidak bisa disembuhkan tanpa bantuan tenaga medis yang profesional sehingga mendorong anak yang dilacurkan senantiasa berhati-hati dan lebih 'memiliki tindakan pencegahan (preventif) yakni dengan membersihkan vagina mereka dengan menggunakan sabun pembersih khusus wanita. air daun sirih dan ada juga yang menggunakan air garam. Cara-cara yang dilakukan oleh mereka dalam melindungi kesehatan mereka sangat bervariasi tergantung pada tingkat pengetahuan mereka mengenai penyakit-penyakit kelamin dan penanganannya.
Penelitian ini menemukan beberapa yang sekiranya dapat menjadi renungan, analisis bersama serta dapat menjadi tugas bersama untuk membenahinya, agar perlindungan kesehatan anak yang dilacurkan dapat lebih maksimal, sehingga resiko-resiko yang berkaitan dengan kesehatan dapat diminimalisir yang pada akhirnya anakanak dapat terselamatkan dan dapat meraih kembali hak-haknya, sehingga disarankan agar perlu adanya langkah-langkah yang dilakukan agar sebisa mungkin anak-anak mendapatkan hak-haknya secara layak sesuai dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, diharapkan keluarga sebagai tempat yang paling dekat bagi anak, sudah selayaknya keluarga menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seorang anak, adanya langkah preventif yang dapat ditempuh oleh semua pihak pemerintah, LSM, akademisi dan masyarakat agar anak dapat tercegah dari bentukbentuk eksploitasi, dengan menyediakan aksess pelayanan yang ramah anak sehingga anak memiliki alternatif tempat yang aman dan nyaman untuk tumbuh dan berkembang secara layak, menyediakan akses yang dapat menjadi alternatif pencarian nafkah misalnya dengan membekali mereka keterampilan yang memadai dan modern sehingga mereka betul-betul siap untuk bekerja di tempat-tempat yang aman dan nyaman bagi anak sehingga perlahan-lahan anak yang dilacurkan dapat meninggalkan aktivitasnya di dunia malam karena adanya alternatif pekerjaan untuk menghasilkan uang yang memadai dan adanya perhatian serius dari berbagai pihak untuk melakukan langkah-langkah prevenlif. kuratif dan rehabilitafif bagi AYLA dan memberikan bekal pengetahuan yang maksimal kepada AYLA untuk meningkatkan perlindungan kesehatan mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>