Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134037 dokumen yang sesuai dengan query
cover
F.X. Agus Budiyono
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia, dan tersebar merala di seluruh daerah. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang, sedangkan di negara-negara berkembang kematian akibat TB merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang, 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). (WHO, 1997).
Pemberantasan TB Paru dengan strategi DOTS di Kota Jakarta Timur telah dilaksanakan sejak tahun 1995, tetapi penderita baru tetap ditemukan dan dari tahun ketahun mengalami peningkatan, Penyakit TB Paru menduduki urutan ke-tiga kelompok penyakit menular. Hal ini menunjukkan bahwa TB Paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di wilayah Kota Jakarta Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Jakarta Timur. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain 7 kasus kontrol, Kasus adalah penderita TB Paru BTA (+) dan sebagai kontrol adalah masyarakat yaitu tetangga kasus yang tidak sedang menderita TB Paru atau tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih. Jumlah sampel sebanyak 88 kasus dan 88 kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah adalah umur, adanya kontak dengan sumber penular, lamanya kontak, status pengobatan sumber penular, ventilasi kamar dan cahaya matahari masuk rumah.
Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+), ternyata adanya sumber penular yang tidak berobat merupakan faktor risiko yang paling erat hubungannya dengan kejadian TB Paru.
Dari hasil penelitian, disarankan penemuan penderita secara dini dan mengobati dengan paduan OAT yang tepat dengan didampingi pengawas menelan obat, meningkatkan pelaksanaan strategi DOTS, memperluas jangkauan pelayanan, melaksanakan pemeriksaan kontak dan pengobatan pencegahan bagi balita.
Daftar pustaka : 36 (1979 - 2002)

Related Factors to Pulmonary Tuberculosis (Tb) in East Jakarta City in year 2003 The tuberculosis (TB) remains a serious public health problem in Indonesia and spread to countrywide. WHO has estimated that 9 million of new cases was occurred yearly, of which some 3 million deaths. In developing countries there are 25% deaths by tuberculosis. It is estimated 95% TB cases were occurred in developing countries, which some 75% cases preventable occurring in the 15-50 age group, the most productive segment of the population.
TB control program activities with DOTS strategy has been implemented since 1995 in East Jakarta City. Due to the increasing of case finding activities the new AFB (+) patients increased, so tuberculosis still remaining as major public health problem.
The objective of the research is to identify the related factors to pulmonary tuberculosis in East Jakarta City. The design of research is case-control. The case is the AFB (+) tuberculosis patients, while the control is the neighbor of cases as community based control, were not coughing for 3 weeks and more at the time of the interview. Total cases are 88 cases, and the control are 88 respondents.
The result of the study reveals that related factors to pulmonary tuberculosis are age, source of infection, duration of contact with source of infection, the source of infection who were not treated, room ventilation, and sunlight into the house.
Based on the result of the study, it is identified that a contact with untreated source of infection is the closely related to the tuberculosis. Therefore, it is recommended to improve the case finding, providing early treatment with patent drugs, increasing of DOTS strategy implementation, program expanding. contact examination and treatment prevention to child.
References: 36 (1979 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin Noor
"Factors Which Deal With Puskesmas Health Worker Compliance In Writing Ispa Recipe Non Pneumonia Based On Medication Guidance Book In Puskesmas Palembang Year 2003Drug Use non according to medication guidance is often met at central public health service (Puskesmas). From the result of several researches indicate that most ISPA patient of non pneumonia given antibiotic which shouldn't require to gave.
The research aim is to get the picture of Puskesmas health worker compliance and factors that deal with Puskesmas health worker compliance in applying medication guidance in Puskesmas.
The Research Type is cross sectional conducted in Puskesmas all over Palembang, research sample is the entire commissioned health worker in poly MTBS in 36 Puskesmas Palembang are 72 health worker. Analysis used Chi square and logistics regression.
Result of this research indicate that Puskesmas health worker compliance in Palembang still low that is 47 non obedient Puskesmas health worker (65,3%), while the rest 25 Puskesmas health worker (34,7%) is obedient From the Chi square result test known that factor relate with compliance of Puskesmas health worker in writing the ISPA recipe non pneumonia based on medication guidance book are work time, knowledge and supervise. From multivariate analysis known that the most dominant variable relates to Puskesmas health worker compliance is knowledge.
From this research result suggested that The Head of health in Palembang and The head of Puskesmas conducting the guide (Technical tuition) periodically to increase Puskesmas health worker knowledge in rational medication and rational drug use according to Puskesmas medication guidance book.
Reading enlists: 37 (1975-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven L. Simaela
"Pesatnya pembangunan dibidang industri, selain memberikan peningkatan taraf hidup masyarakat akan tetapi disisi lain akan menimbulkan dampak yang tidak diharapkan sebagai akibat dari kegiatan industri itu sendiri. Hal ini terlihat pada industri penambangan batu, dimana debu yang dihasilkan akibat proses produksi dapat menggangu kesehatan terutama sistim pernapasan pekerja. Hasil penelitian (Castello,1980) pada 20 perusahan pemecah batu di Amerika menunjukkan 30% pekerja yang diteliti mengalami gangguan fungsi paru.
Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional, dengan jumlah sampel sebesar 62 perkerja yang diambil dari bagian produksi perusahaan pemecah batu sesuai kriteria sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Dari hasil penelitian yang diketahui pekerja mengalami penurunan kapasitas maksimal paru 74,2% yang terdiri dari gangguan obstruksi adalah yang terbanyak yaitu 40%, gangguan retriksi 24,2% dan gangguan yang bersifat campuran (obstruksi dan retriksi) sebesar 9,7%. Umur pekerja rata-rata adalah 36,2 tahun dengan lama kerja rata-rata 8,7 tahun, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri yang baik( baru mencapai 51,6% sedangkan kebiasaan merokok pada pekerja mencapai angka yang cukup tinggi yaitu 79%. Pekerja yang terpajan debu melebihi nilai ambang Batas sebesar 66%, dan didapatkan pekerja yang pernah atau sedang inengalami gangguan penyakit pare obstrutif kronis sebesar 22,6%.
Dari hasil uji regresi logistik didapatkan nilai OR untuk umur pekerja adalah 0,0858, 95%CI (0,0089-0,8306), dan nilai p = 0,0340, kadar debu nilai OR = 0,2133, 95% CI (0,0452-1,0058) dengan nilai p = 0,0509 dan lama kerja nilai OR = 0,1512, 95% CI (0,0317-0,7724) dengan nilai p = 0,0179.
Kesimpulan yang didapat adalah faktor umur, kadar debu dan lama kerja mempunyai hubungan secara statistik maupun substantif dengan kapasitas maksimal paru pekerja perusahaan pemecah batu di daerah Bogor Jawa Barat.
Selanjutnya dapat disarankan upaya memberlakukan inutasi atau rotasi kerja pada pekerja, pemeriksaan berkala terutama fungsi paru serta penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan maupun peralatan perlindungan sesuai dengan kebutuhan pekerja.
Daftar bacaan : 35 (1962-1999)

Factors Associate with Maximum Capacity of Lung Among Stone Breaker Labors PT. P in Bogor Area, West Java in The Year 2000
The impacts of industrial development are increasing the community income and also unexpected impact such as dust pollution from stone mining industry that produce health disadvantages especially respiratory system among labors. 30 % labors got lungs problem at 20 stone breaker companies in USA. ( Castello, 1980).
This study used cross sectional design with 62 samples from producing department stone breaker company's labors. As a result, 74.2 % labor got decreasing in maximum capacity of lungs with 40 % obstruction, 24.2 % restriction and 9.7 % combination. Age average is 36.2 years old, average 8.7 years working experience, wearing self protector device properly is 51.6 %, smoking habit is 79 %. Dust contact above standard is 66 % and chronic obstructive among labors is 22.6 %.
With Iogistic regression, OR value for age of labors = 0.0858, 95% CI (0.0089 - 0.8306), and p value = 0.0340, respirable dust OR value = 0,2133, 95% CI (0,0452 - 1,0058) and p value = 0.0509, working experience OR value = 0.1512, 95% CI (0.0317 - 0.7224) and p value = 0.0179.
If can be concluded that age, working experience and dust value factor have associate with maximum capacity of lungs among labors in stone breaker company in Bogor area, west Java,
Working mutation and rotation among labor, periodically lung function examination, providing health care facility and self protection device are suggested.
References : 35 (1962-1999)."
Universitas Indonesia, 2000
T7272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manondang
"Dampak negatif pembangunan antara lain adalah menurunnya kualitas lingkungan, sampai kepada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibat berbagai bentuk pencemaran. Dampak langsung dari pencemaran udara, terutama yang berasal dari kualitas udara ambien akan menyebabkan penyakit gangguan saluran pernapasan. Contohmya kasus yang ada di kecamatan Muara Badak, kabupaten Kutai, Kalimantan Timur.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap penyakit saluran pernapasan pada masyarakat usia dewasa di kecamatan Muara Badak. Dilakukan survey dengan pendekatan cross-sectional di sekitar ke 3 lokasi pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas udara ambien, dilakukan pula pengambilan sampel secara acak dan proporsional sebanyak 120 responder.
Hasil penelitian menunjukkan kadar partikulat di lokasi penelitian adalah antara 133 µg/m³--415 µg/m3. Sedangkan batas baku mutu lingkungan yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup adalah 260 µg/m³. Secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara kadar partikulat dan faktor lama tinggal dengan kejadian penyakit saluran pernapasan. Akan tetapi faktor-faktor jenis pekerjaan, masa kerja, merokok, dan kondisi lingkungan hunian (kepadatan hunian, ventilasi, dan bahan bakar masak) secara statistik tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian penyakit saluran pernapasan.

The decreasing of environmental quality is one of several development program negative impacts. Such as decrease consequently, leads a decrease of public health condition in a community.
The direct impact of air pollution, especially which is from dust particles in the ambient air quality will cause the incidence of respiratory diseases. The example was the case in Muara Badak districts, Kutai, East Kalimantan.
The objective of this research is to determine the factors that have contribution to incidence of respiratory diseases among the old people in Muara Badak.
By conducting surveys and using a cross sectional approach, from the three air sampling sites, 120 respondents were chooser randomly and proportionally.
The Result of this research showed the concentration of dust particles was 133 µg/m3 -- 415 µg/m³. The degree of the states Minister Of The Environment is 260 µg/m3. Statistically it is obtained a significant relationship between the concentration of dust particles and the period time of living with the incidence of respiaratory diseases.
Another result of this research showed statistically that there's no significant relationship between type of work, time of work, smoking habit, the condition of the houses (overcrowded homes, ventilation, and use of cooking fuel) with the incidence of respiratory diseases."
2000
T4561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Setiadi
"ISPA merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan yang dapat menyerang secara akut pada bayi dan balita, Profil Provinsi Jawa Barat 2000 ISPA merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (15.24%) pada Balita (23,27%). Di Kabupaten Tasikmalaya Insiden ISPA tahun 1997(31,94%), 1998 (59,65%) dan pada tahun 1999 ( 44,48%).
Upaya penanggulangan ISPA salah satunya adalah penemuan dan penatalaksanaan penderita ISPA oleh petugas, dalam hal ini adalah bidan di desa, karena bidan di desa sudah terdistribusi sampai dengan tingkat desa. Di Kabupaten Tasikmalaya sampai dengan tahun 2000 (88%) desa sudah ditempati oleh tenaga bidan.
Cakupan bidan dalam penemuan kasus ISPA pada tahun 1999 adalah 57,3%. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2000.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional dengan populasi seluruh bidan di desa Kabupaten Tasikmalaya, pengambilan sampel dengan teknik Proportional Stratifikasi random diambil sebanyak 75 orang.
Analisis yang digunakan adalah analisis data univariat, Bivariat (Chi Square) multivariat (uji regresi logistik berganda), instrumen penelitian adalah pedoman wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 75 responden bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA mencapai target sebanyak 57.3%, sedangkan yang tidak mencapai target 42,7%.
Hasil analisis data bivariat menunjukan bahwa faktor usia, lama kerja, pengetahuan, pelatihan, sarana (timer) dan jangkauan memiliki hubungan yang sangat bermakna secara statistik terhadap kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA (p < 0.05 ), selanjutnya hasil analisis multivariat diperoleh hasil bahwa faktor jangkauan merupakan faktor yang paling besar hubungannya dengan kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA dengan OR sebesar 9,601.
Dengan adanya penelitian ini maka perlu adanya upaya dari pihak puskesmas untuk selalu melakukan pembinaan serta meningkatkan sarana untuk kepentingan bidan, sedangkan untuk Dinas Kesehatan perlu adanya pemikiran untuk alat transportasi bagi bidan di desa sehingga dalam menjangkau kasus ISPA akan lebih cepat ditanggulangi.

Factors Related to Midwife Work Achievement at the Village in Finding ISPA Case at Regency of Tasikmalaya in 2000ISPA is one of respiratory tract diseases which can critically attack babies and children under five. At the profile of West Java province 2000, ISPA was number one causal factor on mortality of babies(15.24%) and children under five (23.27%). At Tasikmalaya the incident of ISPA in 1997 (31.94%) 1998 (59.65) and in 1999 (44.4%).
One of effect in handling ISPA is invention and taking care of ISPA patients by official, in this case is midwife of village because the midwife of village had been distributed until village level. At regency of Tasikmalaya until 2000 about 88% the village in Tasikmalaya has been occupied by midwife officials.
The midwife coverage in finding of ISPA case in 1999 was 57.3%. Therefore this research is aimed to get information about factors related to midwife work achievement at village in finding case of ISPA at regency of Tasikmalaya in 2000.
The research design used was cross sectional, the populations were all midwife at Tasikmalaya, the sampling with proportional stratification random and the number of samples was 75 respondents. The analysis used was data analysis univariate (multiple logistic regression tests) and the research instrument was interview.
The result of the research showed that from 75 respondents of midwife at the village in finding case of ISPA , who reached target were 57.3% while who did not reach target were 42.7%.The result of data analysis bivariate showed that factor of age, working duration, knowledge, training, facility and reach statistically gave significant correlation on work achievement of midwife at the village in finding ISPA case (p<0.05) and the result of multivariate analysis showed that reach factor was the biggest factor related to midwife work achievement at the village in finding care of ISPA by OR 9.601.
From this research it needs to be done the effort of public health centre to build the midwife at village and increase the facility continuingly for midwife interests, while the health department needs to consider about transportation for midwife at village, so in handling case of ISPA can be reached faster."
2001
T8426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estri Aurorina
"Gangguan pernafasan masih menjadi masalah kesehatan di Desa Bandarharjo sebab dari 10 besar penyakit (data Puskesmas), penyakit pernafasan berada diurutan pertama (50,6%) dan di Bandarharjo terdapat kegiatan pengasapan ikan. Akibat pengasapan mernungkinkan terjadinya gangguan fungsi paru. Sehubungan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan debu total dengan gangguan fungsi paru pada pengasap ikan Bandarharjo.
Penelitian dilakukan di lokasi pengasapan ikan Bandarharjo Semarang, pada bulan Desember 2002 - Maret 2003. Jenis penelitian explanatory dengan metode cross-sectional. Populasi adalah pengasap ikan di pengasapan ikan Bandarharjo, besar sampel dari rumus sampel tunggal untuk uji hipotesis proporsi suatu populasi didapat 45 responden. Alat untuk mengukur fungsi paru yaitu Spiro analyzer ST-250, debu dengan height volume sampler, status gizi (IMT) dengan timbangan badan dan mikrotoise, sedangkan umur, riwayat penyakit, lama kerja, masa kerja dengan kuesioner terstruktur.
Data meliputi data sekunder dan primer, data primer dianalisa secara univariat, bivariat, multivariat dengan basil akhir model persamaan regresi logistik ganda.
Berdasarkan penelitian diperoleh rata-rata kadar debu dari 10 ruang pengasapan sebesar 10,93 mg/m3. Pengasap ikan (45 orang) yang mengalami gangguan fungsi paru (FEVIIFVC<75% atau FVC<80%) 25 orang (55,6%) dengan jenis gangguan restriksi 23 orang (51,1%) berumur 54 tahun; 26 orang (57,8%) mempunyai riwayat penyakit; jumlah pekerja dengan IMT>25 sebanyak 28 orang (62,2%); 27 orang (60%) yang bekerja >8 jam/hari; 24 orang (53,3%) bermasa kerja <9 tahun. Variabel kadar debu total ruang pengasapan ikan berhubungan bermakna dengan kejadian gangguan fungsi paru (p=0,006), dengan risiko sebesar 8,96 kali. Variabel umur (OR=1,9), riwayat penyakit (OR=3,86), status gizi (IMT) (OR=1,7), lama kerja (OR 2,13) dan masa kerja (OR=2,36) tidak berhubungan dengan kejadian gangguan fungsi paru (p>0,05) tetapi dapat sebagai faktor risiko dilihat dai nilai OR. Peluang masalah gangguang fungsi paru yang dapat ditimbulkan oleh kadar debu sebesar 3,3 kali.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah mengganti bahan bakar, pembuatan ventilasi umum atau local ex/wasters. memberikan APD (masker), pemeriksaan kesehatan berkala, pendidikan/penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja, monitoring kualitas udara ruang kerja, perancangan bangunan pengasapan ikan.
Daftar Bacaan : 36 (1976 -- 2002)

Correlation between Smoke Particulate at Smoking Fish Area with Pulmonary Deteriorating Function of Smoked Fish Worker at Bandarharjo, Semarang, 2003 The inhalation distraction is on top rank of health problem (50,6%- Puskesmas data) at Bandarharjo regarding to the smoking fish activities. The research was done to analyze the correlation between smoke particulate with pulmonary detenorating function of smoke fish worker at Bandarharjo village, Semarang on December 2002-march 2003.
Using explanatory research with cross sectional methods with 45 smoked fish worker as population sample by hypotheses. The equipment and methods used on research : spyro analyzer ST-250 for determine pulmonary function, high volume samples for particulate, body scale weighing and mikrotoise for nutrient status (BMI), structure questioner for age-historical disease-work time per day-work age. Using data secondary and primer that analyzed by univariate, bivariate, multivariate with the end result multiple logistic regression equation.
The result of research show that mean particulate level in 10 smoke fish room is 10.93 mglm3. Smoke fish worker (45 worker), 25 worker (55.6% ) has pulmonary detenorating function (FEV1IFVC<75% or FVCc80%) with restriction type; 51.1% on age 540 years; 57.8% have historical disease; 62.2% BM1>25 (over weight); 60% work time >8 ours/day; 53.3% work age >9 years. Variable that related with pulmonary function is particulate level (p::I.006). Worker extended by particulate out of limit will get risk 8.96x, age (OR=1.9), historical disease (OR=3.86), nutrient status (BMI) (OR=1,7), work time per day (OR=2,13), work age (OR=2,36) don't have internal relation, but these 5 variables can be as risk factor. No other variables so particulate have strong relation (p=0,004; exp.B=8,95) with worker has pulmonary detenorating function, the model persamaan : Logit p(pulmonary deteriorating function) = - 1,299 + 2,193 (particulate).
Safety precautions by protecting the workers change the fuel, make general ventilation or local exhausters, using masker, health check with explanation of particulate effects and air quality control.
References : 36 (1976 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Ocktafiany
"Kota Sukabumi memiliki kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tuberkulosis yang cukup tinggi dan merupakan penyakit utama pada masyarakat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam penyebaran penyakit tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sebaran penyakit infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tuberkulosis terhadap kondisi rumah dan sarana sanitasi dasar. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif dengan pendekatan analisis spasial yang merupakan analisis berdasarkan wilayah kecamatan. Data kondisi rumah dan sarana sanitasi dasar serta kejadian penyakit yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Dinas Kesehatan Kota Sukabumi.
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa daerah tinggi kasus infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tuberkulosis adalah Kecamatan Cikole, Gunung Puyuh, dan Warudoyong. Kondisi rumah dan sarana sanitasi dasar bukan satusatunya variabel yang mempengaruhi sebaran penyakit infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tuberkulosis. Perlu dilakukan perbaikan kondisi rumah dan sarana sanitasi dasar serta penyuluhan untuk menanggulangi penyakit tersebut.

Sukabumi has high number incidence of acute respiratory infection, diarrhea, and tuberculosis and those are major diseases in community. The house environment was one of important factor cause spreading of the diseases.
The objective of this study was to discribe the distribution of acute respiratory infection, diarrhea, and tuberculosis for condition of housing and basic sanitation facilities. This study used the descriptive study with spatial analysis approach based on the sub-district level. Data conditions of housing and basic sanitation facilities as well as diseases incidence that were used was the secondary data sourced from the Health Office of Sukabumi District.
Results of the spatial analysis showed that the high cases of the acute respiratory infection, diarrhea, and tuberculosis is Cikole, Gunung Puyuh, and Warudoyong. The condition of housing and basic sanitation facilities was not the only variable that influenced the distribution of the acute respiratory infection, diarrhea, and tuberculosis. It must be carried out by improvement for the condition of housing and basic sanitation facilities as well as counselling to deal with the diseases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fahmi Achmadi
"ABSTRAK
Angka kematian dan Kesakitan Balita (Bayi dan anak umur bawah 5 tahun) amat penting untuk dikaji, karena merupakan salah satu indikator kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Salah satu penyakit penyebab kematian adalah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan bagian Atas. Banyak penelitian dan teori yang hanya menitik beratkan hubungan timbulnya ISPA dengan faktor-faktor non lingkungan, seperti imunisasi, status gizi, pemberian ASI dan lain-lain. Penelitian ini mencoba menghubungkan antara kejadian ISPA sebagai dependen variabel, dengan faktor-faktor seperti, kualitas udara, sosial ekonomi, ventilasi rumah, kepadatan penghuni, imunisasi, status gizi, berat badan bayi dun pemberian AST. Penelitian dilakukan di lingkungan warga kelurahan Utan Kayu dan Malaka Jaya, Jakarta Timur antara bulan Oktober dan Desember 1990.
Penelitian dilakukan secara prospektif (cohort) selama 3 bulan, untuk memantau kejadian ISPA melalui Posyandu. Untuk mengukur variabel independen dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Dari analisis didapatkan bahwa, faktor kualitas udara rumah, memiliki hubungan erat dengan kejadian ISPA. Kemudian berturut-turut kejadian ISPA juga berhubungan dengan status sosial ekonomi, kepadatan hunian rumah, dan gizi balita serta imunisasi. Untuk itu faktor lingkungan terbukti memegang peran penting dalam kejadian timbulnya Infeksi Saluran Nafas bagian Atas pada Balita.

ABSTRACT
The infant mortality and morbidity rate are important to be assessed since they are good indicators reflecting the health and wealth status of the nation. Among underlying causes of death was the Upper Respiratory Tract Infection (URTI). Many studies have been done, yet they are mostly focuses on non-environmental factors, such as immunization, knowledge of the mothers etc.
Therefore study has been done in the urban area of Jakarta, which relates the URTI as dependent variable with other independent variables such as, nutritional status, knowledge of the mothers, history of immunization, history of birth weight, socio economic status, dwelling density; air quality, ventilation of the house; and history of breastfeeding. The design of the study was considered as cohort studies, for assessing the episode of URTI within 3 months. Other variables were measured by interviews and observation. The analyses indicated that, the air quality was the most factor having relationship with the episode of URTI, followed by other factors. They are dwelling density in the house, socio-economic status, nutritional status and history of immunization. Therefore the study concluded that the environmental factors should be considered most, when developing program such as minimizing the URTI program.
"
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Nuraini Santi
"Salah satu dampak penting yang diakibatkan pembangunan industri adalah perubahan kualitas udara yang disebabkan oleh pencemaran udara. Bahan pencemar yang telah bercampur dengan udara disebut ambien ini akan masuk ke dalam rumah, terutama rumah penduduk yang berada disekitar lokasi industri tersebut. Sebagai lingkungan mikro, rumah merupakan tempat yang berpotensi sebagai tempat pemajanan terhadap pencemaran udara, Hasil survey masyarakat Indonesia mendapatkan bahwa ISPA menduduki urutan pertama dari 10 penyakit terbesar. Masalah ISPA ini juga merupakan kontribusi dari beberapa faktor resiko, yaitu faktor kualitas udara dan faktor kondisi fisik rumah maka yang menjadi rumusan masalah adalah belum diketahuinya hubungan kualitas udara dalam rumah dan kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita yang tinggal di pemukiman sekitar Kawasan Industri Medan Tahun 2003.
Tujuan dari studi ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kualitas udara dalam rumah dan kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita yang tinggal dipemukiman sekitar Kawasan Industri Medan pada tahun 2003. Disain studi yang digunakan adalah Cross Sectional. Kualitas udara yang diukur pada penelitian ini adalah PMio, temperatur, dan kelembaban, dan parameter fisik rumah yang dilihat adalah bangunan rumah, ventilasi rumah, kepadatan hunian dan sumber pencemaran dalam rumah, sedangkan karakteristik individu sebagai faktor pengganggu.
Sebanyak 112 anak yang diteliti, 66,1% menderita ISPA dalam 2 minggu terakhir. PM10 dalam rumah, ventilasi rumah dan letak dapur mempunyai hubungan yang bermakna secara signifikan dengan kejadian ISPA pada balita yang tinggal di pemukiman tersebut Kadar PM10 dalam rumah yang lebih besar atau sarna dengan 90 µgram/m3 meningkatkan resiko balita terkena infeksi saluran pernapasan sebesar 9,1 kali dari pada balita yang tinggal dirumah dengan kadar PM10 dalam rumah lebih kecil dari 90 µgram/m3. Balita yang tinggal di rumah dengan ventilasi rurnah yang tidak memenuhi syarat mempunyai resiko terkena ISPA 13,2 kali daripada balita yang tinggal dirumah dengan ventilasi memenuhi syarat. Rumah dengan letak dapur yang tidak terpisah dengan ruangan lain mempunyai resiko untuk rnenyebabkan infeksi saluran pemapasan akut pada balita sebesar 8,2 kali dibanding dengan rumah yang letak dapurnya terpisah. Kualitas udara ambien dapat mempengaruhi kualitas udara dalam rumah dengan kekuatan hubungan sedang (r-0,288). Setelah dikontrol dengan PM10 dalam rumah dan letak dapur, ventilasi rumah merupakan variabel yang paling kuat hubungannya dengan kejadian ISPA pada balita.
Disimpulkan bahwa ada hubungan antara kualitas udara dalam rumah PM10 dan kondisi fisik rumah (ventilasi dan letak dapur terpisah) dengan kejadian ISPA pada balita. Meningkatnya kadar PM10 ambien akan meningkatkan kontribusi terhadap kadar PM1O dalam rumah, Perlu menjadi perhatian oleh pemerintah setempat untuk melakukan upaya-upaya yang lebih intensif dalam mengontrol seluruh kegiatan yang berpotensi menghasilkan polutan pencemar udara dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kondisi lingkungan pemukiman.

Relationship between Indoor Air Quality and House Physical Condition and ARI Incidence among Infant and Under five in Residential Area Close to Medan Industrial Area Year 2003One important impact caused by industrial development is negative changes in air quality due to air pollution. Pollutant that mixed up with air called ambient will enter the house, particularly housing near by the industries location. There is an indication of potential health danger in not only ambient air quality but also indoor air quality. Health survey in Indonesia showed that ARI was in number one position of 10 major diseases. ARI also caused by several risk factors, like air quality and house parameter, the problem is the relationship between air quality and house parameter with ARI prevalence among infant and under five children lived in residential area close to Medan Industrial Area year 2003 is unknown.
This study aimed to investigate the relationship between indoor air quality and house physical condition and ARI prevalence among infants and under five children lived in residential area close to Medan Industrial Area in year 2003. The design of this study was cross sectional. Air Quality was measured by PM10, temperature, and humidity. While the house parameter included house building, house ventilation, house density, and contamination sources in house. Individual characteristics played role as confounders.
Out of 112 children, 66,1% suffered from ARI in the last two weeks. The study showed that indoor PM10, house ventilation, and kitchen location were significantly associated to ISPA prevalence. The level of indoor PM10 similar or higher than 90 µg/m3 would increase the risk of ARI 9,1 time higher compared to level of indoor PM10 less than 90 µg/m3. Infant and under five living in house with improper ventilation had risk of ARI 13,2 higher than those who living in house with improper ventilation. Those living in house kitchen inseparably located to other room had 8,2 times higher risk of ARI compared to those who living in house with separate kitchen location. Correlation analysis showed a moderate (r 0,288) correlation between ambient air quality and indoors air quality. After controlled by indoor PM 1 0 and kitchen location variables, house ventilation was the strongest variable related to ARI prevalence among infant and under five children.
The study concluded, indoor PM1O and house parameter (house ventilation and separated kitchen location) related to ARI prevalence among infant and under five children. Increased ambient PMIO can give a contribution to indoor PM10. The government must give an attention to control all the activities potential produces pollutant air pollution and give an education to community who live in that area about the house environmental condition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmawaddah
"Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang menempati urutan sepuluh besar penyakit di Puskesmas Plus Kecamatan Sape. Petani di Kecamatan Sape selalu menanam padi setiap tahunnya, sehingga terdapat banyak penggilingan padi pada daerah tersebut. Adanya penggilingan padi berpotensi sebagai penyebab ISPA karena paparan debu gabah hasil proses penggilingan. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu,karakteristik rumah, dan karakteristik tempat kerja dengan kejadian ISPA. Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat, dan multivariat. Jumlah pekerja yang mengalami ISPA adalah 52 orang (53,1%). Hasil penelitian menunjukkan variabel kelembaban rumah berhubungan signifikan dengan kejadian ISPA dan merupakan variabel dominan dengan nilai p=0,01 (OR=7,00). Tidak terdapat hubungan antara karakteristik pekerja dan lingkungan tempat kerja dengan kejadian ISPA.

The incidence of Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the health problems that rank in the top ten diseases at the Puskesmas Plus, Sape District. Farmers in Sape District always plant rice every year, so there are many rice mills in the area. The presence of rice milling has the potential to cause ARI due to exposure to grain dust from the milling process. The study design used was cross-sectional to determine the relationship between individual characteristics, home characteristics, and workplace characteristics with the incidence of ARI. The used analyses are univariate, bivariate, and multivariate. The number of workers experiencing ARI is 52 people (53.1%). The results showed that the house humidity variable was significantly related to the incidence of ARI and was the dominant variable with p = 0,01 (OR = 7,00). There is no relationship between the characteristics of workers and the workplace environment with the incidence of ARI."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>