Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187764 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Begem Viantimala
"ABSTRAK
Kelompok tani sebagai lembaga pelaksana pembangunan pertanian di tingkat desa, sampai saat ini tetap menarik untuk ditelaah, karena meskipun kelompok tani telah terbentuk lebih dari dua dasarwarsa yang lalu sebagai satu jenis institusi social penting pada masyarakat pertanian-pedesaan, masih ada kelompok-kelompok tani yang belum menujukkan kinerja ataupun prestasi yang cukup baik.
Di propinsi Lampung sejak tahun 1980/1981 usaha pelestarian sumber daya alam dan konservasi tanah telah banyak dilakukan. Antara lain dengan cara penyuluhan melalui. Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam (UP-UPSA) dan pembentukan Kelompok Pelestarian Sumber Daya Alam (KPSDA).
Kelompok tersebut bertujuan mempertahankan dan meningkatkan produktivitas usaha tani lahan kering. Namun kenyataannya sampai saat ini belum memberikan hasil yang maksimal.
Ketidak berhasilan kelompok mengindikasikan tidak tercapainya tujuan kelompok. Selanjutnya karena pencapaian tujuan kelompok adalah gambaran dari dinamika kelompok, maka ketidak berhasilan tersebut sekaligus merupakan gambaran dari dinamika kelompok itu sendiri.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana tingkat dinamika kelompok-kelompok tani di lahan kering dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi petani dalam melaksanakan tindakan konservasi. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, perlu dilakukan penelitian yang mendalam terhadap eksistensi kelompok-kelompok tani di lahan kering.
Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui tingkat dinamika kelompok tani desa Neglasari dalam meningkatkan produktivitas usaha tani lahan kering. 2. Mengetahui hubungan antara dinamika kelompok dan tindakan konservasi serta produktivitas usaha tani. 3. Mengetahui dan menganalisis hubungan antara luas, status penguasaan lahan serta pendapatan anggota kelompok tani dan tindakan konservasi tanah.
Penelitian dilakukan terhadap empat kelompok tani yang dipilih secara "acak sederhana". Selanjutnya untuk kelompok yang terpilih sebagai sampel, dipilih sembilan responden yang ditetapkan secara "acak berlapis" berdasarkan status keanggotaan dalam kelompok dan status penguasaan lahan. Dengan demikian jumlah responden penelitian ini adalah 36 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan serta wawancara mendalam. Analisis data dilakukan dengan metode tabulasi, sedangkan untuk pengujian hipotesis digunakan uji korelasi peringkat spearman.
Hasil penelitian menunjukkan : 1. Tingkat dinamika kelompok tani Desa Neglasari bervariasi dari "rendah" sampai "tinggi", yaitu kelompok Sido Makmur masuk kategori "rendah", kelompok Karya Mandiri dan Harapan "sedang", dan kelompok Karya Manunggal II "tinggi". 2. Ada hubungan yang sangat nyata antara dinamika kelompok dan tindakan konservasi serta produktivitas usaha tani. 3. Ada hubungan yang sangat nyata antara tindakan konservasi dengan produktivitas usaha tani. 4. Ada hubungan yang nyata antara luas lahan garapan serta pendapatan petani anggota kelompok dan tindakan konservasi tanah.
Disarankan untuk meningkatkan pelaksanaan tindakan konservasi, produktivitas usaha tani dan pendapatan petani perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan dinamika kelompok tani yang disertai dengan pembenahan prasarana dan sarana penunjang kegiatan usaha tani.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suksestioso
"Bagi masyarakat awam pada umumnya kurang mengenal tentang P3A singkatan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air. Demikian pula di kalangan petani. Namun bagi masyarakat Kabupaten Kulon Progo, P3A ternyata sudah dikenal. P3A bisa dikatakan organisasi petani yang dibentuk oleh pemerintah melalui kebijakan yakni Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1984. Karena dibentuk pada masa pemerintahan Orde Baru, maka kesan `adanya keseragaman' masih melekat. Kesan ini terbukti pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Hal lain yang menonjol pada P3A adalah berasaskan Pancasila di setiap daerah yang terdapat tanaman padi baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa.
Penelitian ini tidak bermaksud menggugat keberadaan organisasi tersebut yang notabene sudah terbentuk, khususnya di Kabupaten Kulon Progo. Melainkan ingin mengidentifikasi, mengenali, dan mengetahui keberhasilan maupun kegagalannya setelah diberdayakan. Istilah yang lazim dipakai bagi P3A adalah sudah berkembang, sedang berkembang, atau belum berkembang? Berdasarkan penelitian yang menelusuri faktor kesejarahannya, maka teridentifikasi tiga unsur yakni kelembagaan P3A kurang dinamis, pengetahuan tentang teknis operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi kurang menguasai, dan iuran air/anggota kurang lancar. Dari ketiga unsur inilah pemerintah berupaya memberdayakan P3A melalui Tim Pendamping Petani/TPP dan pelatihan-pelatihan.
Tujuan pemberdayaan antara lain agar organisasi P3A yang sudah berbadan hukum merasa kuat, sehingga posisinya sama seperti perusahaan-perusahaan lain. Dari segi teknis agar P3A mampu mengelola jaringan irigasi, meskipun hanya pada taraf jaringan sekunder atau tersier. Berbadan hukum di sini berarti organisasinya legal, diakui keberadaannya oleh aparat maupun masyarakat.
Sehingga ke depan mempunyai bargaining position terhadap pihak-pihak yang ingin bekerjasama dengan P3A. Kecuali itu P3A diwajibkan memiliki nomor rekening sendiri untuk menyimpan uang hibah, bantuan dari Pemerintah/Pemda, dan hasil iuran para anggotanya. Ketiga kekuatan seperti organisasi, teknis, dan keuangan inilah diharapkan P3A mampu mengelola dirinya sendiri, organisasinya, dan lingkungannya untuk menuju pada pembangunan secara berkelanjutan yang pada akhimya kegiatan-kegiatan P3A merupakan ketahanan bagi daerahnya. Apalagi Kabupaten Kulon Progo memiliki 228 P3A unit yang sangat memungkinkan untuk melakukannya.

The term of P3A, stands for Perkumpulan Petani Pemakai Air (Water User Association/WUA) is not well-known by people in general, even by farmers themselves as the relevant parties. However, we can find different view in Kulon Progo district, where the people have reached eligible understandings on the P3A. The association was initiatialy established by the central government under Presidential Instruction No. 2 of 1984. As it was established in the era of the New Order (Orde Baru) with top-down approach, the impression of "uniformity" is unavoidable, as figure out in the Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) the management adopted.
Besides, it is in general for any WUA with paddy field -both inside and outside Java Island- to adopt the Pancasila as their organizational ideological base.
This research is not aimed to argue the existence of the established organization, especially in Kulon Progo District. It is mainly intended to identify, comprehend, and find out the successes and failures of the organization after implementation for operational review purposes. With respect to performance of the organization, terminology of developed, developing and under develop is commonly use. Based on a specific research discovering the historical existence of the organization, we find three main problems faced by the organization management, such as: (1) institutional arrangement of WUA is inadequately dynamic, (2) insufficient knowledge of irrigation operation and maintenance, and (3) a great number of feesarrear. To deal with the above-mentioned problems and to empower the association, the central government provides technical assistance by establishing the Tim Pendamping Petani/TPP (Farmer Counterpart Team) and required trainings.
To empowerment role played the central government is intended to empower any WUA with established legal status for being in the same level of capability with other enterprises. It is also intended to create WUA with eligible capability to manage overall irrigation scheme which they are responsible to the stakeholders In case of a WUA has had established legal status, it is recommended to have a bank account for fee collection from members, to finance sustainable operation. The Kulon Progo District with 228 WUA's is very competent to execute it.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryati Mustofa Hakim
"ABSTRAK
Perkebunan di Indonesia , jika di lihat dari usahanya dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu; Perkebunan Besar dan Perkebunan Rakyat (Sandy 1985).
Propinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu daerah produsen karet di Indonesia. Pada tahun 1986 memiliki luas areal perkebunan karet rakyat sebesar- 504.037 hektar dengan produksi 160.503.19 ton karet kering, atau produktivitasnya rata-rata 318 kg karet kering per hektar (Dinas Perkebunan Tingkat I Sumatera Selatan 1986). Rendahnya produktivitas ini disebabkan antara lain: adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh petani sendiri seperti: modalnya kecil, pendidikan petani umumnya rendah, dan cara pengelolaan kebun yang masih bersifat tradisional, sehingga mengakibatkan produksi yang dihasilkan menjadi rendah. Keadaan ini dapat diasumsikan bahwa kualitas hidupnya menjadi rendah pula.
Untuk menanggulangi keadaan ini, sejak awal Pelita III (tepatnya pada tahun 1980) telah dilaksanakan beberapa usaha di bidang perkebunan rakyat yaitu: melalui pola UFP (Unit Pelaksana Proyek) dan pola PIP (Perkebunan Inti Rakyat). Pola UFP terdiri dari 2 bagian, yaitu: UFP Swadana dan UFP Berbantuan. PPKR (Proyek Pengembangan Karet Rakyat) atau SRDP (Small Rubber Development Project) merupakan salah satu bentuk UPF Berbantuan, sumber dananya berasal dari Bank Dunia, PPKR di Sumatera Selatan dilaksanakan dari tahun 1990 - 1955.
Oleh karena perkebunan karet rakyat merupakan sumber penghidupan sebagian besar petani (kurang lebih 12 juta penduduk Indonesia pada tahun 1995), maka keberadaannya perlu dipertahankan dengan tetap memperhatikan faktor-faktor yang menunjangnya, seperti : faktor sumber daya alam (lingkungan fisik yakni tanah, iklim, dan topografi); pendidikan; produksi, tenaga kerja, biaya produksi, dan pengalaman dalam berusaha tani. Khususnya terhadap kualitas hidup petani PPKR belum banyak diketahui, sehingga melatarbelakangi penelitian ini.
Pertanyaan penelitian adalah: (1) Bagaimana petani menggunakan Faktor sumberdaya dan (lingkungan fisik) sebagai lahan perkebunan dan (2) Faktor-faktor apa yang rnempengaruhi kualitas hidup petani.
Tujuan penelitian adalah,: untuk mengetahui faktor﷓faktor yang mempengaruhi kualitas hidup petani PPKR dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Penelitian ini diharapkan ber-guna, sebagai bahan masukan bagi perkebunan karet rakyat dan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan karet rakyat khususnya di Kecamatan Rambang Lubai, dalam upaya pemanfaatan sumberdaya alam (tanah).
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
"Faktor sumberdaya alam (1ingkungan fisik) sebagailahan perkebunan dengan pola PPKR memberikan dampak positif terhadap kualitas hidup petani dan kualitas lingkungan".

ABSTRACT
Factors which Affect Quality of Life PPKR?s Farmers (A Case Study : Rambang Lubai Subdistrict, Muara Enim District, South Sumatera)Plantation in Indonesia when viewed from as enterprise could be grouped into two: Big Plantation and Small Plantation (Sandy 1985). The rubber producing Province South Sumatera as a region in Indonesia.
In the year 1996 possesses area of the small plantation size 504.037 hectare with total production of 160503 ton of dried rubber or the average productivity 318 kg dried rubber per hectare (Dinas Perkebunan Tingkat I Sumatera Selatan 1986). The lost productivity was due to, among others: by the limitations due to the farmers themselves, small of capital, the farmers of education generally of low level, and the way of the plantation is still traditional methods, such that its has affect the production brought forth to be of low level. This condition could be assumed to bring out the low level of the quality of life.
To over come this condition, starting as from beginning Pelita III several attempts have been carried out in the field of small plantation, namely: through the design of UPP (Project Implementation Unit) and PIS' or DIES (Nucleas Estates Smallholder). The UFP consists of two parts namely, UPP self-funding and UPP subsidized. PFKF: or SRDF' (Small Rubber Development Project) has been one of the forms of the subsidized UPP, the fund has from the World Bank. PPKR I in South Sumatera has been conducted from the year 19SO-1925.
Because of the small estates have been as the sources of income majority of the farmers (more or less 12 millions of the Indonesia people in year 1985), such that their existence need to be protected by constantly observed the supporting factors, such as. The natural resources factor (the physical environment; land, climate, and topography), education, production, production cost, and experience in farm management.
Specifically, regarding the quality of life PPKR farmers many things have remained as unknown, such as the providing background of this research.
The questions in this research are; (1) How do the farmers utilize natural resources factors (physical environment) such as the area estates? and (2) What are the factor affect quality of life farmers ?
The objective research is: to find out the factors affect quality of life PPKR farmers and the affect on the environment.
This research hopefully, input material for the small estates, and a contribution of conception for the development of small rubber estates in particular in Rambang Lubai Sub District, in the utilization efforts of the natural resources (land).
Hypothesis in this research has been the following:
"The natural resources factor (physical environment) such as the area estates with PPKR has provided positive impact on the quality of life farmers and the quality of environment".
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Yanto
"ABSTRAK
Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan agro industri menuntut peningkatan produksi pertanian yang semakin tinggi, padahal lahan pertanian yang subur semakin menyusut untuk berbagai kepentingan pembangunan non pertanian. Oleh karena itu pengembangan pertanian semakin mengarah kepada lahan-lahan marjinal (khususnya di luar Pulau Jawa), seperti lahan rawa pasang surut dan lebak.
Sebagai wilayah potensial pengembangan pertanian, peranan lahan rawa pasang surut sebagai sumberdaya akan semakin strategic, tidak hanya untuk menyangga produksi pangan nasional, industri pedesaan dan pengembangan wilayah, tetapi secara khusus pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut terutama dikaitkan dengan program transmigrasi yang diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Salah satu program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh Pemrrintah Daerah Tingkat I Lampung, yaitu pendayagunaan sumberdya rawa dengan rata reklamasi di daerah Rawa Mesuji Tulang Bawang (Rawa Jitu), Lampung Utara. Kebijaksanaan pembangunan Rawa Jitu mencakup beberapa aspek, antara lain: (1) kebijaksanaanreklamasi area seluas ± 20.000 hektar dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan pengembangan wilayah pertanian; (2) kebijaksanaan transmigrasi lokal (pemukiman kembali penduduk) eks perambah hutan dengan sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan petani, dengan dukungan pembangunan sarana dan prasaranafisik, prasarana sosial, ekonomi dan kelembagaan . Pada satu sisi program ini mencakup aspek peningkatan produktivitas lahan, peningkatan pendapatan dan kesejahterean petani secara layak dan berkesinambungan. Namun pada sisi lain program pengembangan wilayah pertanian yang terkait dengan program translok juga akan berdampak pada lingkungan fisik, biologi, serta sosial ekonomi dan budaya
Untuk melihat keragaan akhir dari program pengembangan wilayah pertanian tersebut, maka secara khusus dilakukan penelitian yang pengkajiannya meliputi aspek: (1) pengembangan wilayah pertanian Rawa Jitu; (2) dampak terbadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya, khususnya tingkat kesejahteraan petani; serta (3) analisis aspek pengembangan wilayah. Secara khusus dapat dirumuskan masalah-masalah penelitian, antara lain:
1. Bagaimanakah tahapan dan proses pengembangan wilayah pertanian di Rawa
2. Bagaimanakab kondisi lingkungan di daerah Rawa Jitu yang menyangkut aspek fisik, biologi, geologi dan sosial ekonomi;
3. Bagaimanakah keragaan akhir beberapa indikator kunci sosial ekonomi dan budaya petani, seperti: kependudukan agro ekosistem, tingkat kesejahteraan (tingkat kemiskinan, distribusi pendapatan, struktur pengeluaran rumah tangga); pola hubungan sosial dan kondisi kesehatan masyarakat; serta
4. Bagaimanakah bentuk hubungan antara tingkat pendapatan dengan beberapa variabel produksi, seperti: (a) luas riil lahan garapan; (b) jumlah biaya tunas untuk input produksi, (a) jumlah alokasi tanaga kerja; (d) jumlah biaya tunai untuk tenaga kerja luar keluarga; (e) tingkat pendidikan; (f) pengalaman bertani
Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus di wilayah eks proyek reklamasi Rawa Jitu IV, dengan mengambil daerah eks Satuan Pemukiman. (SP-2 dan SP-3) sebagai daerah studi. Unit sampel yang menjadi obyek penelitian adalah rumah tangga petani eks peserta translok. Untuk itu diambil sebanyak 100 rumah tangga petani (lebih kurang 10 % dari total rumah tangga yang ditempatkan di kedua daerah penelitian), dengan metode acak sederbana. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder yang dihimpun dengan Teknik Triangulasi (prosedur yang menggunakan beberapa metode secara indepanden? yaitu kuesioner, wawancara, observasi dan studi kepustakaan). Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, menggunakan fasilitas program komputer SPSS for Window.
Rawa Jitu terbentuk di antara dua sungai besar, yaitu Sungai Mesuji dan Sungai Tuang Bawang yang dipengaruhi aktivitas pasang surut Laut Jawa. Daerah ini merupakan rawa belakang (back swamps), semula merupakan kawasan hutan konversi dengan ekosistem hutan rawa yang kaya akan berbagai jenis flora dan fauna. Pengembangan wilayah pertanian dilakukan dengan pembangunan. saluran drainase yang berfungsi ganda, yaitu: (1) sebagai pembuang kelebihan air dan menurunkan kadar konsentrasi garam-garam yang terakumulasi dalam tanah melalui proses pencucian; (2) sebagai sarana transportasi air (saluran navigasi).
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpullkau beberapa hal sebagai berikut:
1. Melalui program transmigrasi lokal, masing-masing rumahtangga petani mendapat alokasi lahan rata-rata seluas 1,904 hektar (berupa lahan pekarangan, lahan usaha-I dan lahan usaha II); perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas social untuk mendukung tercapainya kesejahteraan petani Tingkat produktivitas lahan yang dicapai masih relatif rendah, yaitu rata-rata 2,587 ton per ha untuk tanaman padi dan 4,305 ton per ha untuk tanaman jagung.
2. Pengembangan wilayah pertanian Rawa Jitu, secara umum memberikan dampak terbadap kesejahteraan petani, yang dapat terlihat dari keragaan beberapa indikator: (a) Tingkat pendapatan per kapita per tahun telah mencapai rata-rata Rp. 366.523; (b) Dikaitkan dengan kriteria tingkat kemiskinan Sayogyo (1977) dan kriteria berdasadran SK Menteri Transmigrasi Nomor 269/Men/1984, ternyata pendapatan tersebut telah berada di atas garis kemiskinan atau setara dengan 458,15 kg beras berdasarkan harga setempat; (e) Berdasarkan distribusi pendapatan terlihat bahwa Gird Ratio untuk wilayah Rawa Jitu adalah 0,21 yang berarti penyebaran pendapatan di kalangan petani relatif merata; (d) Demikian juga halnya jika digunakan kriteria dari Bank Dunia, ternyata 40 % kelompok petani berpendapatan rendah ternyata telah menerima 26,11 % bagian pendapatan ; (e) Dari sisi pengeluaran per kapita per bulan, di daerah Rawa Jitu telah mencapai rata-rata Rp. 42.914 yang berarti telah berada di atas rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Lampung, yaitu Rp. 18.244,- dan angka Good Service Ratio 2,97;
3. Setelah bermukim lebih kurang 7 tahun masing-masing rumah tangga petani memiliki kekayaan rata-rafa Rp. Rp. 482.260; dan luas rumah tempat tinggal mencapai 42,13 m2 dan luas ruang per orang 8,425 m2. Kondisi tersebut ternyata belum memenuhi standar perumahan yang ditetapkan Departemen PU, yaitu 50 m2 atau konsumsi ruang rata-rata 10 m2 per kapita;
4. Pengembangan wilayah pertanian disamping memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan petani, juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan, yang dapat diidentifikasi, antara lain: Dampak fisik dan Biologi berupa: (a) kondisi tanah; (b) kondisi hidrologi; (c) hama tanaman dan tumbuhan pengganggu; (d) sumberdaya energi konvensional; (e) habitat satwa liar. Dampak Sosial Ekonomi Budaya, berupa: (a) keanekaragaman masyarakat; (b) kesehatan masyarakat; (e) sistem transportasi; (d) ketenagakerjaan
5. Secara khusus petani akan melakukan adaptasi social budaya, di daerah pemukimannya yang baru. Dalam perkembangan tahap lanjut terdapat beberapa bentuk kelembagaan hubungan kerja pertanian dan kelembagaan Penguasaan lahan, sebagai respon petani terhadap kendala-kendala fisik dan sosial ekonomi di daerah Rawa Jitu. Bentuk-bentuk hubungan kerja pertanian tersebut antara lain: (a) upah borongan; (b) upah harian; (c) sistem derepan; (d) giliran kerja atau tukar tenaga. Sedang kelembagaan penguasaan tanah yang berkembang antara lain: (a) sistem penyakapan; (b) sistem sewa dan sistem gadai;
6. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, diketahui bahwa pendapatan petani di daerah Rawa Jitu dipengaruhi oleh beberapa peubah, antara lain: (a) Luas rill lahan garapan; (b) total input produksi; (c) alokasi tenaga kerja; (d) biaya tunai yang dikeluarkan untuk tanaga kerja luar keluarga; (e) tingkat pendidikan dan (f) pengalaman berusahatani. Hal ini ditunjukkan oleh F hitung = 607,64 yang lebih besar dari F tabel = 3,60. Berdasarkan nilai R2 = 0,97 dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani memang dipengaruhi oleh peubah-peubahnya.
Disarankan dalam menyusun strategi pembangunan Rawa Jitu pada tahap lanjut, hendaknya mempertimbangkan aspek peningkatan produksi pertanian, penyebaran fasilitas pelayanan, rencana pemekaran wilayah dan peningkatan kualitas hidup serta pelestarian lingkungan (perlindungan terhadap habitat tumbuhan dan satwa langka yang masih tersisa).
Daftar Kepustakaan : 64 (1979 -1996)

ABSTRACT
Increased of population and development of agro-industry rewire improvement of agricultural products, while the fertile land has been becoming limited for non agricultural development Therefore, the agricultural development tends to move to less fertile area (marginal land) outside Java, such as tidal swamp area and backs-swamp.
The role of tidal swamp area is very potential not only for supporting national food productions, rural industry, and regional development, but also in linking with transmigration program for agricultural production, income improvement, and farmers welfare.
One of agricultural development has been underway by the Government of Lampung Province is the use of swamp resource through reclamation in Mesuji Tulang Bawang (Rawa Jitu), North Lampung. The policy development is Rawa Jitu included such several as: (1) policy of swamp reclamation in the area of + 20,000 hectare with objectives to increase land production and regional development, (2) policy of local transmigration/translok (resettlement) for former forest squatter with the goals to improve farmer welfare, supported by physical infrastructure, social, economic, and institutional facilities. On one aspect, this program covers aspect of sustainable improvement of land productivity, income, and farmer welfare. On the other hand, this program could alter physical, biological, socio-economic and cultural environments.
In order to evaluate the present performance, this research intends to investigate aspects, such as: (1) agricultural area development of Rawa Jitu, (2) the development impacts on socio-economic and culture, especially on level of fume's welfare, and (3) analysis of regional development
More specifically, the research formulates the problems as followed:
1. how the steps and processes of regional development in Rawa Jitu were developed
2. how the initial condition of physical, biological, geological, and socio-economic environment existed
3. how does the present performance of key economic indicators such as: demography, agro ecosystem, welfare conditions (poverty level, income distribution, structure of household expenditures), and pattern of community social relationship, health status; and
4. how does the relationship between income level and factors such as: (a) size of land holding, (b) input production costs, (c) labor allocation, (d) costs for non family labor, (e) education level, and (f) farming experiences.
This research used case study of ex reclamation project of Rawa Jitu IV. Location of study was in Units of Settlement (SP-2 and SP-3). This research employed household sample of formers translok participants. The research randomly selected 1 00 households (approximately 10% of the total population in the area). Data being collected included primary and secondary data using triangulation method (method which used several separate techniques, e.g. questionnaire, interview, observation, and library study). Data analysis was using qualitative and quantitative approach helped by SPSS computer program.
Rawa Jitu was formed by two big rivers, i.e.: Mesuji and Tulang Bawang rivers. This area is constantly influenced by tidal activities of Java sea. This area formerly was conversion forest, with swamp ecosystem rich with flora and fauna The agricultural area development was underway by making drainage canals which have multiple functions for (1) spill way of excessive water and reducing salt concentration which was accumulated in the soil through leaching processes, and (2) water transportation facilities (navigation canals).
The research concluded the followings:
1. On average each translok family received 1.904 ha of land which consisted of house yard, farm land-I, and farm land-II); housing and public facilities to support farmers welfare. Land productivity was relatively low, ie.: 2.587 ton paddy per hectare, and 4.305 ton per hectare of corn;
2. The agricultural area development of Rawa Jitu has given positive impacts on farmers welfare given the following indicators: (a) average annual per capita income was Rp366,523; (b) considering Sajogjo's (1977) poverty criteria and Ministry of Transmigration. decision No. 269/Men11984, that income was well above the poverty line which was 458.15 kg equal rice; (c) gini ratio index was 0.21 which indicated that the income distribution was relatively equal; (d) using World Bank criteria, it was showed that 40% of low income farmer group received 26.11% of total income; (e) using expenditure approach, the monthly expenditure was Rp42,914, well above Lampung expenditure average, i.e.: Rp18.244, and Good Services Ratio was 2.97;
3. After settling for 7 years, each household family has asset of Rp482,260 and the size of house yard was 42.13 m2 per family or 8.425 m2 per person. These conditions have not meet with that Public Works Department criteria, Le.: 50 m2 per family and 10 m2 per capita;
4. Agricultural area development not only provide positive impacts on farmers' welfare, but also causing negative impacts on the environment: (A) physical and biological impacts, such as: (a) soil conditions, (b) hydrological conditions, (c) pest and weeds, (d) conventional energy resources, (e) wild habitat (B) socio, economic, and culture, such as: (a) social gap, (6) community health, (c) transportation system, (d) employment;
5. In particular, farmers will make socio and economic adjustment as a response to physical and economic constraints in Rawa Jitu. In further development, there has been established types of institutional working relationship in agriculture (contract system, waging system, derepaiz system, and work shifting) and land tenure (land tenancy, land rent, pawning system)
6. Analysis of multiple linear regression suggested that all factors have significantly influenced to the farmers income. This was shown by F test =607.64 bigger F table = 3.60. The value of R2 = 0.97 which indicated that all independent variables have clearly explained the dependent variable.
The study concluded that in formulating the future ofRawa TJtu., the Government ofLampung Province should consider the improvement of agricultural production, distribution of public services, planning of area development, improvement of quality of life, and environmental sustainability.
E. Refrences : 60 (1979 -1996)
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2016
R 630.92 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"The food production and trade have become more concentrated , the role of MNCs has become stronger and more powerful. The protection for subsistence farmers and developing countries inteded to be managed effectively in WTO have run into several failures...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Cinditiara
"Penelitian ini membahas inisiatif dan pengalaman perempuan tani menjaga ketahanan pangan pada peralihan padi ladang menjadi perkebunan kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit desa Krayan Bahagia, kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Penelitian mengangkat bagaimana inisiatif dan pengalaman perempuan tani menjaga ketahanan pangan pada peralihan padi ladang menjadi perkebunan kelapa sawit. Tujuan penelitian adalah untuk memberikan data faktual dan analisa terkait inisiatif dan pengalaman perempuan tani menjaga ketahanan pangan pada peralihan padi ladang menjadi perkebunan kelapa sawit. Penelitian berperspektif perempuan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian menggunakan metode pengumpulan data observasi dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian menemukan bahwa kondisi perempuan tani dan pertaniannya sebelum masuknya perkebunan kelapa sawit tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga perempuan tani. Namun perempuan tani merasa keamanan pangan lebih terjaga karena masih ada hasil hutan dan ladang, dan persediaan air yang cukup. Kesimpulan penelitian ini adalah perempuan tani kelapa sawit desa Krayan Bahagia menjaga ketahanan pangan dengan inisiatif tetap berladang padi dan membuat sumur persediaan air di sekitar perkebunan kelapa sawit. Perempuan tani juga mengalami ketidakadilan gender, yakni marjinalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, dan beban ganda, yang terlihat pada pekerjaan bertani sawit maupun pekerjaan domestik.

The study exposes initiatives and experience of independent women peasants in Krayan Bahagia Village in ensuring food security in transition of paddy field conversion to oil palm plantation in Krayan Bahagia village, Paser district, East Kalimantan. The study raises how the initiatives and experience of independent women peasants in ensuring food security in transition of paddy field conversion to oil palm plantation. The aim of the study is to present actual data and analysis on the initiatives and experience of independent peasant women in ensuring food security in transition of paddy field conversion to oil palm plantation. The research uses women perspective with qualitative approach.
The research result is that the peasant family before the emergence of oil palm plantation was not able to fulfill their daily needs. However, the peasant women feel that their food security was secured from the forest and paddy fields, and they have sufficient water supply. The research is concluded that peasant women of Krayan Bahagia village have initiated to ensure food sustainability security by the paddy fields and building water supply. They experienced gender injustice, such as marginalization, subordination, stereotype, violence, and double-burden on their work.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seniti Prawira
"Penelitian ini mempelajari posisi perempuan petani kopi dalam menjalankan kerja reproduksi sosial dan produksi kopi. Studi ini bertujuan untuk memperlihatkan kerja perempuan yang seringkali tidak terlihat dan dihargai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan menggunakan kerangka teori ekonomi politik feminis, dan teori akses dengan perspektif feminis sebagai lensa analisis. Hasil penelitian menujukan kehidupan perempuan petani kopi di Desa Tribudisyukur tidak dapat dilepaskan dari kesehariannya melakukan kerja reproduksi sosial dan produksi kopi. Kerja perempuan dalam reproduksi sosial di ranah keluarga inti, keluarga besar dan komunitas memiliki kontribusi yang signifikan bagi keberlangsungan dan keberlanjutan sistem produksi kopi. Untuk menjalankan kerja tersebut, relasi perempuan petani kopi dengan sesama perempuan serta keanggotannya dalam organisasi membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan reproduksi sosial. Selain itu, perempuan memiliki strategi dan negosiasinya untuk menjalankan kerja reproduksi sosial di keseharian mereka. Dalam menjalankan sistem produksi kopi, perempuan membutuhkan akses atas lahan, modal, dan pasar. Akan tetapi, akses mereka atas sistem produksi kopi sangat dipengaruhi oleh dinamika relasi kuasa dari berbagai lapisan relasi sosial. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan produksi kopi tidak dapat berjalan tanpa kerja reproduksi sosial yang dikerjakan perempuan petani kopi di keseharian mereka. Penelitian ini merekomendasikan agar perempuan petani kopi diposisikan sebagai subjek dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan terkait produksi kopi.

This research examines how women farmers do social work and coffee production. This research aims to show the work of women who are often not seen and appreciated. This study uses a qualitative approach and uses a feminist political economy theory framework and access theory with a feminist perspective as the lens of analysis. The results showed that the lives of the women coffee farmers in Tribudisyukur Village were inseparable from their daily social reproduction and coffee production activities. The role of women in social groups in the realm of the nuclear family, extended family, and society has a significant contribution to the coffee production systems sustainability. The relations of women coffee farmers with other women and their membership in organizations help them meet social reproduction needs to carry out this work. Also, women have strategies and negotiations to carry out social reproduction work in everyday life. In running a coffee production system, women need access to land, capital, and markets. However, their access to the coffee production system is very reliable by the dynamics of power relations from various layers of social relations. This studys conclusions indicate that coffee production cannot be carried out without women coffee farmers social reproduction work in their daily lives. This study aims to position women, coffee farmers, as subjects in making decisions related to coffee production."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Ahmad
"Penelitian tentang Masyarakat Transmigrasi Swakarsa di Suli pada tahun 1972-1994 ini bertujuan untuk menjelaskan proses perubahan yang terjadi pada masyarakat transmigrasi swakarsa di Desa Suli Donggala akibat penerapan Subak dan Panca Usaha Tani. Secara khusus penelitian ini menjelaskan tentang penerapan sistem subak dan Panca Usaha Tani, di desa Suli oleh masyarakat transmigrasi swakarsa dan Bali yang kemudian secara perlahan-lahan diikuti oleh masyarakat asli setempat (To-Kai).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya penerapan sistem subak sangat membantu transmigrasi swakarsa Bali dalam meningkatkan produksi pertanian di desa Suli. Dengan sistem subak maka transmigran swakarsa asal Bali membuka lahan persawahan tanpa mengabaikan kegiatan-kegiatan seperti bercocok tanam dan berladang. Meskipun demikian pada masa awal pelaksanaan sistem subak pendapatan produksi panen petani belum memuaskan sebagai akibat terbatasnya penggunaan air, karena tidak memperoleh pembagian air yang cukup sesuai dengan kebutuhan tanaman padi.
Selain itu juga sistem subak bagi masyarakat transmigrasi swakarsa Bali dianggap merniliki etos sosial religius sehingga dapat memacu semangat kerja masyarakat transmigran swakarsa di desa Suli dalam melakukan kegiatan di bidang pertanian. Sehubungan dengan hal tersebut pelaksanaan sistem subak yang berkaitan dengan aspek sosial religius didasarkan pada keyakinan menurut kepercayaan agarna yang dianut oleh masyarakat transmigrasi swakarsa Bali yaitu agama Hindu yang berlandaskan Tri Hita Karama (Tiga Penyebab Kebaikan) dalam lembaga subak di gambarkan dalam tiga unsur yakni : Pertama, unsure parhyangan dengan membangun para subak di desa Suli sebagai perwujudan bhakti ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ike Hyang Widhi Wasa). Kedua, unsur Pawongan merupakan perwujudan hubungan harmonis di antara para anggota subak yang diikat dengan .susunan organisasi dan peraturan yang dibuat lewat musyawarah mufakat Ketiga, unsur Palimahan yang berwujud lahan persawahan serta prasarana dan sarana irigasi dari subak tersebut yang di kelola dengan penuh tanggung jawab.
Keberadaan subak sebagai organisasi tradisional masyarakat transmigrasi swakarsa Bali di Suli dapat membantu pelaksanaan panca usaha tani di wilayah tersebut Dalam periode 1985 - 1988 desa Suli terdapat perubahan dari sebuah desa swadaya menjadi desa swasembada di Kabupaten Donggala. Kemudian tingkat produksi panen petani pada periode ini mencapai rata-rata 4,16 ton gabah kering panen (gkp) per hektar. Hal ini menunjukkan terdapat perubahan tingkat produksi panen petani pada masa sebelumnya yaitu periode subak 1972 - 1985 dimana hasil produk panen petani rata-rata 2,1 ton gabah kering panen (gkp) per hektar. Kemudian pada tahun 1989 - 1990 mulai meningkat lagi dengan produksi panen rata-rata di perkirakan 7,28 ton gabah kering panen (gkp) per hektar. Selanjutnya tahun 1990-1994 produksi panen menurun lagi menjadi rata-rata 7,05 ton gabah kering panen (gkp) per hektar antara lain disebabkan faktor persediaan air untuk keperluan tanaman padi tidak terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut karena bendungan induk mengalarni kerusakan. Dan juga faktor penggunaan sarana produksi pertanian untuk tanaman padi tidak memenuhi ketentuan yang semestinya. Selain itu pelaksanaan panca usaha tani dan sistem subak sangat ditunjang dengan adanya kebijakan Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah tentang program Gerakan Terobosan Pernbangunan Desa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T11492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Setya Yuni Astuti
"Pembangunan kilang minyak yang dilakukan dengan pengambilalihan lahan pertanian telah memaksa perempuan petani kehilangan penghidupannya (livelihood) dan mendorong mereka pada posisi yang rentan. Perlawanan yang dilakukan perempuan petani merupakan ungkapan dari rasa kecewa atas tindakan sepihak PT. Pertamina Rosneft dalam mengintervensi pengambilalihan lahan di Sumurgeneng. Penelitian ini menggunakan teori ekologi politik feminis untuk menelusuri serangkaian perlawanan dan keterkaitan antara keterbatasan akses dan kontrol atas relasi kuasa yang dialami oleh perempuan petani di Sumurgeneng. Selain itu, dalam memunculkan suara perempuan, penelitian ini menggunakan observasi terlibat dengan pendekatan kualitatif berperspektif feminis sebagai titik acuan untuk mengeksplorasi ruang hidup perempuan petani dengan menggali narasi perempuan petani (herstory) secara mendalam. Melalui lensa ekologi politik feminis, penelitian ini menemukan bahwa hak atas tanah tidak hanya berpengaruh pada akses dan kontrol namun juga berpengaruh pada aspek sosial, budaya, dan ekonomi yang berkaitan dengan opresi yang dilakukan untuk mengekang dan mengontrol ruang gerak perempuan. Penelitian ini juga memetakan bagaimana perlawanan yang dilakukan perempuan petani yang dilakukan secara mandiri, tetapi tetap tidak terlepas dari perlawanan besar yang dilakukan bersama petani laki-laki.

The construction of oil refineries carried out by expropriation of agricultural land has forced women, and farmers, to lose their livelihoods (livelihood) and pushed them into a vulnerable position. The resistance carried out by women farmers is an expression of disappointment over the unilateral actions of PT. Pertamina Rosneft in intervening in the acquisition of land in Sumurgeneng. This study uses feminist political ecology theory to explore a series of resistances and links between limited access and control over power relations experienced by women farmers in Sumurgeneng. In addition, in raising women's voices, this study uses involved observation with a qualitative approach with a feminist perspective as a reference point to explore the living space of women farmers by exploring the narrative of women farmers (herstory) in depth through the lens of feminist political ecology, this research finds that land rights do not only affect access and control but also affect social, cultural, and economic aspects related to the oppression carried out to curb and control the women's movement. This study also mapped out how the resistance carried out by women farmers was carried out independently, but still could not be separated from the great resistance carried out by male farmers."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>