Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110076 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suparno
"ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola kehidupan sehari-hari, atau interaksi anak sekolah kelas bawah, khususnya anak sekolah yang sambil bekerja di SMPN 69 Kelas Jauh Jakarta. Dengan kata lain, bagaimana pengalaman individu itu dibentuk clan diberi makna. Alasan memilih pokok permasalahan ini karena mereka sekolah sambil bekerja terlibat dalam lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan keluarga.
Kehidupan mereka adalah nyata dapat diamati, interaksi mereka tiap hari merupakan salah satu komponen dalam membentuk masyarakat. Meskipun kita mempunyai informasi tentang penyebab mereka bekerja, prestasi sekolahnya, keadaan orang tuanya, tetapi kita sedikit mengetahui tentang kehidupan mereka tiap hari, yaitu harapan atau cita-cita dalam hidupnya, persaingan dengan teman kerja atau teman sekolah, dipaksa, ditodong selama bekerja, permusuhan yang mereka alami, bagaimana membagi waktu helajar, masalah apa saja yang dialami di sekolah, di rumah, dan di sekolah yang berkaitan dengan interaksi mereka tiap hari.
Penelitian ini bertujuan menggambarkan kehidupan mereka tiap Bagi mereka sendiri merupakan hal yang biasa yang terjadi tiap hari. Tetapi bagi peneliti, merupakan hal yang menarik, masyarakat terbentuk melalui interaksi soial, dan dengan interaksi diperolch pandangan dari dalam atau makna yang merupakan hasil interaksi.
Penelitian ini mengunakan pendekatan paradigma kualitatif dengan narasi mikro. Karena itu pengalaman pribadi menjadi penting dalam membangun jaringan makna. Dengan metode data-data pengalaman individu atau life history, berusaha untuk menceritakan pengalaman hidup yang dialami melalui pengamatan terlibat.
Temuan dalam penelitian ini adalah masyarakat kelas bawah tidak secara langsung mempertahankan posisi kelas sosial anak-anaknya. Tetapi, didahului oleh proses sekolah dengan maksud untuk menaikan posisi kelas sosial anak-anaknya nanti, meskipun sekolah sambil bekerja. Ternyata dalam interaksi sehari-hari, baik dirumah, di sekolah, dan di tempat kerja anak tersebut masih mencerminkan posisi kelasnya, yaitu kelas bawah.
Mereka bekerja di sektor informal yang rental), beban ekonomi yang berat, penjaja jalanan., ada yang tidak naik kelas, dan mereka mempunyai jaringan antara teman dalam kelompok sebaya yang fungsional bagi pekerjaanya. Orang tua dan teman bekerja mempunyai pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi interaksi anak tersebut. Sementara sekolah lebih .berfungsi sebagai tempat sosialisasi dengan kelas sosial atas.
Kesimpulannya, anak-anak yang sekolah sambil bekerja tersebut, berasal dari keluarga kelas sosial bawah di Tomang Banjir Kanal. Orang tua mereka bekerja di sektor informal, seperti reparasi kunci, pedagang kaki lima, buruh pasar. Keadaan ekonomi keluarga memaksa anak-anak mereka harus bekerja pada usia dini. Tidak seperti anak-anak yang lainnya yang hanya sekolah saja. Kehidupan mereka tiap hari disibukkan oleh pekerjaan dan sekolah, Mereka bekerja penjual koran, penarik ojek, penjual kue, pemungut bola tenis.
Mereka kekurangan uang untuk sekolah, tidak punya modal, hidup di lingkungan kumuh, tidak punya sarana belajar yang memadai, sering kelelahan, sakit-sakitan, belajar malas, tidak banyak memperoleh kesempatan maju, terbiasa dengan taruhan, judi, merokok, dicap anak malas dan nakal di sekolah.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arintowati Hartono Handojo
"ABSTRAK
Homoseksualitas yang sudah ada sejak jaman peradaban manusia dan bersifat universal, merupakan salah satu realitas sosial yang sampai saat ini masih dianggap misterius karena begitu banyak aspek-aspek di dalamnya yang belum terkuak secara tuntas. Sebagai akibatnya, realitas sosial ini mengundang minat para pakar ilmu-ilmu sosial untuk diteliti lebih lanjut secara lebih mendalam. Sebagai suatu realitas social, Homoseksualitas muncul akibat adanya interaksi terus menerus antara manusia (baik sebagai individu ataupun sebagai kelompok) dengan masyarakatnya yang diungkapkan secara sosial melalui berbagai tindakan-tindakan sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa homoseksualitas terbentuk dari pengalaman-pengalaman sosial individu, atau karena interaksinya dengan lingkungan.
Proses terbentuknya homoseksualitas sebagai suatu realitas sosial menjadi sangat menarik untuk dikaji, karena melibatkan aspek-aspek sosial yang berhubungan secara dialektis dalam interaksi sosial antara individu dengan masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Berger dan Luckman. Di satu pihak individu dengan pradisposisi pribadi yang mempengaruhi pandangan, nilai, sikap dan perilakunya terhadap homoseksualitas, sedangkan di pihak lain masyarakat sebagai produk manusia akan ?memaksa? individu tunduk pada nilai-nilai dan norma-norma bersama. Pradisposisi pribadi sendiri merupakan hasil interaksi antara unsur-unsur simbolis yakni: mind, self dan society sebagaimana yang dikemukakan oleh Mead dan Blumer dalam teori interaksionisme simboliknya. Masalah terlihat semakin kompleks sekaligus makin lebih menarik lagi, ketika Adoni dan Mane memasukkan unsur media sebagai unsur yang sangat berperan dalam proses pembentukan realitas sosial.
Keseluruhan unsur dalam interaksi sosial yang demikian kompleks dalam mengonstruksikan realitas tersebut, telah demikian mengundang minat penulis untuk mengangkatnya sebagai permasalahan pokok dalam penelitian ini, yakni: pertama, bagaimana sebenamya proses terbentuknya realitas homoseksualitas pada kelompok ?gay? sebagai kelompok pelaku; kedua, faktor dominan apa saja yang mempengaruhi konstruksi realitas sosial homoseksualitas pada kelompok `gay' tersebut; ketiga, bagaimana peran dan apakah `kekuatan' media yang digunakan oleh kelompok `gay' dalam melakukan aktivitas komunikasi bisa mempengaruhi konstruksi realitas sosial tersebut.
Penelitian lapangan yang keseluruhannya dilaksanakan di Jakarta berhasil mengumpulkan 10 orang informan sebagai mitra peneliti dengan cara `bola salju' (snowballing). Kesepuluh mitra peneliti tersebut semuanya gay dan telah mewakili kelima kategori `gay' yang ada secara tidak proporsional dalam jumlah, yakni `gay' murni, tidak murni, transeksual, transvestit dan biseksual. Data yang dibutuhkan diperoleh melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam, dengan menggunakan pedoman wawancara tidak berstruktur yang relatif hanya digunakan sebagai `treatment' untuk menggali data.
Paradigma Konstruktivisme telah ditetapkan sebagai paradigma landasan yang menurut peneliti paling tepat untuk menganalisis temuan-temuan tentang proses pembentukan realitas sosial. Sebagaimana diketahui, dasar keyakinan paradigma ini secara ontologi adalah relativisme, dimana realitas adalah sesuatu yang terdiri dari banyak bagian dan berada dalam pikiran-pikiran manusia. Relativisme adalah kunci untuk keterbukaan dan keberlangsungan konstruksi-konstruksi yang lebih canggih. Sedangkan secara epistemology, konstruktivisme mengambil sisi subyektivitas dalam arti peneliti dan yang diteliti dilebur ke dalam suatu entitas tunggal, sehingga penemuan secara keseluruhan merupakan ciptaan dari proses interaksi antara keduanya. Kemudian secara metodologi yakni heurmenetik/ dialektik, dimana konstruksi-konstruksi individual diperoleh dan disaring secara heurmenetik serta dibandingkan atau dibedakan secara dialektik, dengan tujuan untuk mengembangkan satu konstruksi dalam mana terdapat konsensus yang substansial.
Dengan menggunakan paradigma konstruktivisme sebagai paradigma landasan, maka analisis dalam disertasi ini bersifat kualitatif dan prosesual.
Unit analisanya adalah action yakni aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh para `gay', sedangkan unit pengamatannya adalah kelompok `gay' itu sendiri dengan mitra peneliti kunci yang ditetapkan dan dilihat sebagai agenagen yang signifikan. Dengan demikian unit analisis dalam penelitian ini lebih didasarkan pada tindakan-tindakan dan keterwakilan individu-individu, yang dianggap memahami permasalahan penelitian. Oleh karena itulah maka dalam penelitian dengan perspektif semacam ini, otentisitas dan refleksivitas lebih diutamakan. Temuan-temuannya merupakan refleksi yang otentik dari realitas yang dihayati oleh pelaku.
Beberapa hasil penelitian yang cukup menarik dalam disertasi ini antara lain adalah:
1. Bahwa realitas mengenai homoseksualitas di kalangan kelompok `gay' bukanlah realitas yang statis, melainkan merupakan sesuatu yang dinamis dan dialektis. Interaksi di antara mereka menghasilkan proses intersubyektivitas yang kemudian menginterpretasikan kembali realitas obyektif yang sebetulnya telah diintemalisasi pada waktu mereka masih kecil atau remaja. Awalnya homoseksualitas dipahami sebagai aib dan terlarang sebagaimana tercermin dalam nilai-nilai agama, keluarga ataupun sekolah. Namun kemudian, interaksi telah membuat realitas tersebut disesuaikan secara timbal balik di dalam mana terjadi negosiasi, kerjasama atau bahkan konflik. Melalui interaksi dengan teman-teman sesama `gay', mereka dapat melakukan eksternalisasi dengan me-reinterpretasikan sebagian realitas obyektif yang tadinya kurang menguntungkan bagi mereka.
Jadi walaupun dalam proses pengonstruksiannya sama antara kelompok `gay' sebagai pelaku dengan masyarakat non `gay', yakni melalui interaksi sosial yang bersifat dialektis secara terus menerus, namun homoseksualitas telah dikonstruksikan dan dilihat secara berbeda, dalam arti apa yang dipahami sebagai homoseksualitas oleh kelompok `gay' tidak sama dengan apa yang dipahami oleh kelompok non `gay';
2. Bahwa lepas dari upaya resistensi kelompok `gay' terhadap labeling mereka sebagai menyimpang (devian), kelompok ini tetap terjebak dengan proses pendalaman diferensiasi antara `yang normal' dan `tidak normal'. Interaksi yang berlebihan di antara mereka, pandangan in dan out group yang semakin dalam, serta menguatnya identitas kelompok justru semakin mendorong kelompok `gay' menerima labeling yang diberikan oleh masyarakat di luar mereka. Dengan kata lain, eksternalisasi yang diiakukan oleh kelompok `gay' sesungguhnya memiliki pola yang sama dengan realitas obyektif yang dieksternalisasi masyarakat umum, yakni "normal' dan "tidak normal".
3. Bahwa media massa bukan faktor eksternal yang determinan dalam menentukan realitas obyektif di kelompok `gay'. Media massa cenderung menjadi bahan interpretasi atau bahkan titik tolak resistensi. Realitas media yang mereka anggap cenderung memojokkan mereka dipahami sebagai realitas yang ideologis, yang tidak melihat kelompok `gay' secara obyektif. Walaupun media massa diakui memiliki pengaruh yang besar, namun media-media tersebut dianggap tidak cukup mampu merefleksikan homoseksualitas secara utuh.
4. Bahwa kelompok `gay' cenderung memiliki kohesivitas yang tinggi, meski tidak dilandasi oleh struktur organisasi yang formal. Sekali lagi, posisi kelompok `gay' yang minor serta intensitas komunikasi interpersonal menjadi salah satu kondisi yang membangun kohesitas internal mereka.
5. Bahwa keberadaan penyakit HIV/AIDS ternyata tidak terlalu mempengaruhi persepsi mereka terhadap realitas sosial homoseksualitas. Keberadaan penyakit tersebut hanya mampu membuat kelompok `gay' lebih waspada dan lebih selektif dalam memilih pasangan, namun tidak membuat mereka berkeinginan untuk mengubah perilaku dan orientasi seksualnya.
6. Bahwa walaupun sebagai kelompok kesadaran total manusia mengenai realitas yang diperoleh indera memiliki basis yang sama, namun belum tentu ia akan memberikan tanggapan atau mempersepsikan hal yang sama pula terhadap homoseksualitas sebagai suatu realitas sosial. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok `gay' sebagai pelaku dengan kelompok non `gay' mencakup karakteristik, sikap, gaya hidup, selera dan perilaku seksualnya. Dalam proses interaksi sosial pada kelompok `gay', unsur self dalam hal ini sisi I nya terlihat paling mengemuka dibandingkan unsur `mind' dan `society';
Secara keseluruhan dari hasil studi yang oleh penulis dinilai telah cukup menjawab pertanyaan pokok penelitian, dapat dikemukakan bahwa ternyata konstruksi kelompok 'gay' sebagai pelaku, berbeda dengan konstruksi kelompok non `gay' berkenaan dengan realitas sosial homoseksualitas. Aktivitas komunikasi utamanya yang menggunakan media massa dalam interaksi mereka, ternyata tidak terlalu ikut mengembangkan perubahan cara berpikir maupun persepsi mereka terhadap homoseksualitas. Unsur kepentingan dan kedekatan mitra peneliti dengan realitas tersebut, telah membentuk hangman realitas yang berbeda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D499
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Utami Ayuningsih Mariani Soedarsono
"Autisme meningkat pesat di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Tahun 2000-an diperkirakan 1 per 150 anak menyandang autisme di setiap penjuru dunia, termasuk Indonesia. Salah satu karakteristik autisme adalah adanya kekurangan dalam interaksi sosial dan komunikasi. Anak autistik tampak tidak tertarik untuk bermain bersama teman dan lebih suka menyendiri. Perkembangan bahasanya lambat dan bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi (APA dalam Welton, Vakil dan Caresea, 2004). Pendidikan inklusi merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak autistik (Diknas, 2001), di mana di dalam pendidikan inklusi anak diikutsertakan dalam proses pembelajaran bersama anak-anak normal lainnya. Pendidikan inklusi mempunyai hubungan yang positif dalam memperbaiki komunikasi dan interaksi sosial bagi anak autistik (Kamps, 2002).
Namun berdasarkan pengamatan yang tidak sistematis dan tidak formal yang dilakukan penulis di beberapa sekolah dasar di Jakarta menunjukkan bahwa anak autistik yang ikut serta dalam pendidikan inklusi belum memperlihatkan perkembangan yang nyata dalam komunikasi dan interaksi sosialnya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu penelitian untuk melihat bagaimana hubungan antara pendidikan inklusi dengan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial anak autistik di sekolah dasar yang diikutinya di Jakarta.
Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan melakukan penelitian di lapangan. Metode penelitian yang dipakai adalah pendekatan kuantitatif dengan menguji hipotesis melalui metode korelasi. Sampel penelitian adalah 21 anak autistik yang tersebar pada 14 SD negeri dan swasta di DKI Jakarta. Alat ukur berupa kuesioner dibuat sendiri oleh penulis khusus untuk penelitian ini, di mana data diambil melalui guru dan orang tua mereka.
Hasil analisis memperlihatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan inklusi dengan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial pada anak autistik. Hal ini disebabkan pendidikan inklusi pada penelitian ini belum memiliki seluruh komponen yang menjadi kriteria penyelenggaraan pendidikan inklusi. Hal ini dibuktikan bahwa mayoritas sekolah regular menerima anak autistik tanpa didasari pengetahuan tentang kondisi anak, pelatihan guru, pendataan anak, serta tidak adanya persiapan sebelum menerima anak. Selain itu tidak adanya data yang lengkap tentang kondisi anak sebelum mengikuti pendidikan inklusi maka data yang diperoleh hanya data kondisi komunikasi dan interaksi sosial saat ini sehingga tidak dapat diperoleh berapa besar perkembangannya. Namun mayoritas anak autistik yang ikut serta dalam pendidikan inklusi di sekolah regular memperoleh kemajuan, baik di bidang komunikasi, interaksi sosial, akademik, motorik maupun kemandirian.
Kesimpulan penelitian ini adalah perlunya kesiapan sekolah dengan memiliki seluruh komponen yang menjadi kriteria penyelenggaraan pendidikan inklusi, serta perlunya pendataan bagi siswa yang ikut serta dalam pendidikan inklusi secara lengkap dan akurat untuk melihat perkembangannya. Saran dari penelitian ini adalah adanya kolaborasi dari semua pihak untuk bersama-sama membantu anak autistik agar memperoleh kemajuan, serta perhatian yang nyata (konkrit) dari instansi pemerintah terkait untuk kemajuan pendidikan anak autistik di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Keluarga merupakan lingkungan sosialisasi pertama bagi anak. Pada usia sekolah (6-12 tahun), melalui interaksi sehari-hari anak mengalami peningkatan kemampuan dalam bersosialisasi dan bekerjasama dengan orang lain (Ball & Bindler, 2003). Komunikasi dalam keluarga berperan dalam pembentukan suatu kebiasaan (Herlina, 1996). Tujuan dari penelitian adalah mengetahui hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat interaksi sosial anak usia sekolah. Penelitian ini dilakukan di SDN Jaka Setia V Bekasi Selatan dengan jumlah responden 70 orang tua dan 70 anak. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan instrumen berupa kuisioner dan lembar observasi. Analisa chi square digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel, yaitu variabel pola komunikasi keluarga dan variabel interaksi sosial, dan ditampilkan dalam bentuk diagram pie, diagram batang dan tabel. Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat interaksi sosial anak usia sekolah (p value < 0,001 ; α = 0,05). Penelitian ini merekomendasikan optimalisasi peran perawat komunitas dalam memberikan konseling keluarga dan pendidikan kesehatan agar dapat menerapkan pola komunikasi yang fungsional dalam keluarga sehingga dapat mencapai tingkat interaksi sosial yang positif."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5538
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suriani
"Diferensiasi dan pengalokasian sebagai proses sosial dasar dalam masyarakat. Pada umumnya manusia menginginkan adanya hubungan yang harmonis satu sama lain, tidak terjadi konflik serta menginginkan adanya keteraturan. Apabila dalam suatu rumah tangga terdapat konflik antara orang tua, anggota keluarga senantiasa menginginkan agar supaya bisa tenang, agar bisa bekerja dan belajar dengan tenang. Demikian juga dalam suatu masyarakat ada keinginan untuk bisa hidup dengan tenang aman dan teratur.
Sebagaimana halnya organisme biologis, masyarakat sebagai organisme sosial memerlukan adanya keteraturan, di mana setiap bagian mempunyai fungsi masing-masing. Masyarakat mempunyai intitusi sosial, yang masing-masing mempunyai fungsi mempertahankan adanya masyarakat. Hubungan antara intitusi sosial merupakan sistem sosial. Sebagai sistem sosial masyarakat mempunyai peraturan dan kebiasaan yang merupakan fakta sosial yang berisikan cara bertindak, berfikir dan merasakan yang mengendalikan individu.
Perkembangan dan pertumbuhan suatu sistem sosial dapat terlihat dengan makin bertambahnya diferensiasi intitusi sosial dalam masyarakat tersebut. Bertambahnya diferensiasi intitusi sosial menyebabkan bertambahnya aturan-aturan yang secara spesifik mengatur tingkah laku individu yang tergabung dalam sistem sosial atau bagian sistem sosial. Dengan demikian makin kompleks suatu masyarakat makin banyak aturan-aturan spesifik yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat, di mana anggota masyarakat harus melaksanakan harapan peran yang ditentukan dalam sistem intitusi sosial.
Dalam kenyataan di masyarakat terlihat bahwa masyarakat terbagi dan teralokasikan dalam berbagai dimensi, sesuai dengan harapan yang berupa nilai-nilai yang terdapat dalam intitusi sosial. Harapan peran apa yang harus dilaksanakan sangat tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat. Berdasarkan situasi dan kondisi muncul diferensiasi intern sistem sosial. Harapan peran yang terdapat di masyarakat pedesaan berbeda dari harapan peran yang terdapat di masyarakat perkotaan. Dengan kata lain anggota masyarakat akan melaksanakan perbuatan sesuai dengan ciri-ciri kebudayaan masyarakat bersangkutan.
Anggota masyarakat senantiasa ditekan oleh masyarakat untuk berbuat sesuai kemauan masyarakat. Masyarakat memiliki kekuatan menyuruh dan memaksa terhadap individu terlepas dari, kemauan individualnya. Diferensiasi intern sistem sosial disebabkan oleh bermacam-macam faktor baik yang dilakukan secara sengaja ataupun secara terselubung. Salah satu wujud diferensiasi sosial berupa pelapisan-pelapisan sosial (stratifikasi sosial). Sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur, dimana dalam kenyataan akan ada pelapisan berdasarkan kekayaan, pendidikan, umur dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafika Mauldina
"Penelitian ini mengenai peran guru pembimbing khusus (GPK) dalam mengembangkan interaksi sosial anak autis di Sekolah Inklusi yang dibahas dari disipilin ilmu kesejahteraan sosial. Umumnya, anak autis memiliki kesulitan untuk melakukan interaksi sosial. Beberapa penelitian terdahulu mengemukakan bahwa interaksi sosial penting untuk dikembangkan pada anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak autis. GPK merupakan salah satu significant other yang membersamai perkembangan anak autis di sekolah. Lebih lanjut, GPK memiliki peran signifikan dalam mengembangkan pola interaksi sosial anak autis, khususnya di sekolah inklusi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran GPK dalam mengembangkan pola interaksi anak autis di suatu sekolah inklusi yaitu Sekolah Semut-Semut The Natural School. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Data penelitian didapatkan melalui depth interview bersama 5 narasumber di Sekolah Semut-Semut The Natural School, yaitu 3 GPK, 1 guru kelas, dan 1 guru bidang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa GPK memiliki peran penting dalam mengembangkan interaksi sosial. Peran yang diberikan oleh GPK adalah membimbing anak autis dengan antusias, meningkatkan kepercayaan diri anak autis di sekolah, membimbing dalam kegiatan serta mengingatkan jika salah, sehingga anak autis dapat berinteraksi dan dapat mengikuti pembelajaran menjadi lebih baik. Selain itu, GPK juga melakukan penyelarasan murid autis dengan murid regular di sekolah dengan cara memotivasi anak autis untuk aktif berinteraksi, memberikan edukasi untuk menerima semua teman, melakukan penanganan jika anak tantrum.

This study discusses the role of special guidance teachers (GPK) in developing autistic children's social interactions in the School of Inclusion discussed from the discipline of social welfare. Generally, autistic children have difficulty in social interaction. Some previous studies suggested that social interaction is important for development in children with special needs, especially in autistic children. The GPK is one of the significant others that brings together the development of autistic children in schools. Furthermore, GPK has a significant role in developing patterns of autistic children's social interaction, especially in inclusion schools. The study aims to describe the role of GPK in developing patterns of autistic child interaction in an inclusion school, the Ant-Semut School of The Natural School. This study uses a qualitative approach and a descriptive research type. The research data were obtained through a depth interview with 5 sources at Ant-Semut School The Natural School, namely 3 GPK, 1 class teacher, and 1 field teacher. The results of this study show that GPK plays an important role in developing social interactions. The role given by the GPK is to guide autistic children enthusiastically, increase the confidence of autistic children in school, guide in activities and remind them that they are wrong, so that autistic children can interact and be able to follow learning for the better. In addition, the GPK also harmonizes autistic students with regular students at school by motivating autistic children to actively interact, providing education to accept all friends, handling if children are tantrums."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dam Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Rizqia Farahdilla
"ABSTRAK
Artikel ini membahas struktur jaringan sosial dan karakteristik yang ada di dalam beragam aktor pada tingkatan yang berbeda dalam keberlangsungan pasar informal yaitu Pasar Banjir Kanal Timur. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa orientasi bisnis menjadi dasar utama bagi strategi keunggulan kompetitif bisnis yang menentukan dari keberlangsungan pasar terutama pedagang, namun argumentasi tersebut menunjukkan bahwa studi tersebut tidak memperhatikan elemen-elemen sosial-tradisional yang justru merupakan sumbangan penting bagi keberlangsungan pasar terutama pada pedagang sebagai aktor utama dalam pasar. Penulis berargumen bahwa jaringan sosial menjadi salah satu elemen tradisional yang menjadi penentu dalam menjaga keberlangsungan ekonomi informal khususnya pada pedagang pasar tradisional. Artikel ini melakukan analisis pembentukan dan proses dari sebuah jaringan sosial yang dibangun dengan mengadopsi kerangka kerja tentang kelekatan dari Granovetter dan dengan dibantu oleh pendekatan analisis jaringan sosial dalam pengolahannya pada Pasar Banjir Kanal Timur, Jakarta.

ABSTRACT
This article discusses the structure of social networks and characteristics that exist within a variety of actors at different levels in the sustainability of the informal market, Banjir Kanal Timur Market. Previous studies have shown that business orientation is the main basis for a decisive business competitive advantage strategy of market sustainability, especially traders, but the argument shows that the study did not pay attention to social-traditional elements which were an important contribution to market sustainability, especially to traders as actors main in the market. The author argues that social networks are one of the traditional elements that are decisive in maintaining the sustainability of the informal economy, especially in traditional market traders. This article analyzes the formation and process of a social network built by adopting a framework on the attachment of Granovetter and assisted by an approach to analyzing social networks in its processing in the Banjir Kanal Timur Market, Jakarta.
"
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sedyastuti
"Krisis moneter yang berkepanjangan telah menyebabkan makin sulitnya ekonomi rakyat terutama dari golongan ekonomi rendah. Untuk mengantisipasi makin rendahnya kualitas pendidikan masyarakatnya, pemerintah bersama dengan Unicef mencoba melakukan suatu gebrakan. Gebrakan tersebut dibentuk dalam suatu kegiatan kampanye pemasaran sosial yang mencoba memotivasi keluarga yang kurang mampu yang memiliki anak usia sekolah (7-15 tahun ) untuk tetap menyekolahkan anaknya. Pelaksanaan kampanye dilakukan dengan dua cara yakni periklanan di media massa dan mobilisasi sosial.
Tesis ini mencoba untuk menganalisis perencanaan konsep kreatif khususnya pesan-pesan yang dikembangkan melalui program perikalanan maupun mobilisasi sosial dengan metode evaluasi. Studi evaluasi ini pada dasarnya adalah menggunakan konsep penelitian sosial untuk menilai penyusunan konsep dan desain, implementasi dan manfaat program. Dalam pengumpulan datanya studi ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni dengan melakukan wawancara dengan para tokoh yang terlibat dengan kegiatan tersebut yaitu pihak Unicef. Hotline Adv dan Fortune Adv.
Kampanye Pemasaran Sosial Aku Anak Sekolah sebagai suatu kampanye dapat dikatakan kurang fokus dalam perancangan pesan dan penetapan target sasaran. Hal ini disebabkan karena pembatasan problem periklanan dan tujuan kampanye yang kurang tepat. Hal lain adalah penggunaan banyak pesan (versi I dan Versi 11 ) dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama menjadikan program ini kelihatan tidak memiliki suatu persiapan yang matang. Perubahan versi I dan versi it menggambarkan telah terjadi pemborosan untuk biaya produksi film iklan dan penayangan. Waktu yang efektif untuk penayangan sebaiknya dilakukan pada masa liburan sekolah sehingga perubahan sikap dan tingkah laku masyarakat diharapkan terjadi bulan Juli yaitu pada masa pendaftaran sekolah dan tidak berlarut-larut sampai bulan Januari.
Suatu kampanye pemasaran sosial akan berhasil dengan baik jika komunikasi interpersonal berperan. Dalam kampanye ini peran interpersonal digantikan dengan mobilisasi sosial yang lebih difokuskan pada publisitas dan pelayanan di sekolah-sekolah. Peran komunikasi interpersonal diharapkan dapat diperankan oleh para petugas lapangan dalam upaya untuk mendapatkan informasi yang diberikan lewat media massa sehingga perubahan sikap dan tingkah laku atau pemantapan dapat terlaksana."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T9051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rubiana Soeboer
"ABSTRAK
Penelitian mengenai persepsi ketidak adilan berdasarkan stratifikasi mayoritas-minoritas ini disusun berdasarkan konstruksi teoritik mengenai stratifikasi sosial yang ada di masyarakat (Jeffries dan Ransford, 1980). Menurut Jeffries dan Ransford, stratifikasi sosial di masyarakat secara hirarkis terdiri dari stratifikasi kelas (aset ekonomi, posisi pekerjaan, tingkat pendidikan, dan gaya hidup), etnik, jenis kelamin, dan usia. Stratifikasi sosial yang ada di masyarakat akan membedakan mereka yang berada pada posisi manoritas (kelompok yang menguasai surplus kekuasaan, kekayaan, previlegi, dan prestise) dan mereka yang berada pada posisi minoritas (kelompok yang kurang memiliki aset kekuasaan, kekayaan, previlegi, dan prestise). Secara obyektif diasumsikan bahwa mereka yang berada pada posisi minoritas akan merasakan adanya ketidak adilan yang berkaitan dengan distribusi sumber daya ini. Namun demikian, kondisi obyektif ini tidak selalu ada pada semua kelompok masyarakat. Pada masyarakat dengan budaya tertentu seperti budaya Jawa, persepsi ketidak adilan yang dirasakan oleh kelompok minoritas (kelas bawah) tergantung pada hubungan baik (kekerabatan) antara kelompok kelas ini dengan si pelaku.
Dalam studi ini, di samping kondisi obyektif dan subyektif, tipe "distribusi reward" serta sumber pertukaran dalam interaksi mayoritas-minoritas juga perlu dilihat. Alasannya adalah tipe "distribusi reward" yang ada di masyarakat terkait dengan setting kultural di mans individu tersebut berada. Dalam studi ini
diasumsikan bahwa subyek penelitian balk Jawa maupun Cina melakukan "ditribusi reward" yang equity. Bila "equity" dalam kelompok Jawa berarti adanya pola pertukaran yang tidak sejajar antara atasan bawahan sesuai dengan input yang diberikan oleh masing-masing pihak, maka dasar "equity" kelompok Cina adalah input yang berupa kapasitas pribadi (uang yang diiniliki, informasi, atau barang).
Berdasarkan asumsi teoritik di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah teori tersebut sesuai bila diterapkan pada kondisi masyarakat Indonesia khususnya Jakarta yang terpilah berdasarkan (1) variabel stratifikasi kelas, yaitu kelas menengah sebagai kelompok mayoritas dan kelas bawah kelompok minoritas, (2) variabel stratifikasi etnik, yaitu kelompok etnik Jawa sebagai kelompok mayoritas dan kelompok Cina sebagai kelompok etnik minoritas, dan (3) interaksi antara variabel stratifikasi kelas dan variabel stratifikasi etnik. Diasumsikan bahwa ketiga variabel penentu di atas akan berpengaruh terhadap persepsi subyek penelitian mengenai pengalaman yang dianggapnya tidak adil. Di samping pengaruh kondisi obyektif struktur mayoritas-minoritas, kondisi subyektif yaitu nilai-nilai budaya tradisional juga ikut berpengaruh terhadap persepsi subyek penelitian.
Sampel penelitian yang diambil adalah 200 sampel penelitian masyarakat Jakarta dewasa (berusia 21 tahun ke atas) dan telah bekerja. Jumlah sampel tersebut terbagi menjadi 100 subyek Jawa golongan menengah dan golongan bawah, dan 100 subyek Cina golongan menengah bawah.
Alat ukur disususun berdasarkan teori dan klasterisasi yang telah dibuat oleh Mikula dkk. (1990).
Secara keseluruhan hasil-studi ini menunjukkan bahwa:
Pada kelompok kelas menengah dan bawah persepsi subyek tidak semata-mata dipengaruhi oleh kondisi obyektif mereka dalam stratifikasi sosialnya, melainkan ia juga dipengaruhi oleh kondisi subyektif mereka yaitu nilai-nilai budaya tradisional yang
mengutamakan hubungan baik antara subyek dengan pelaku ketidak adilan. Pada kelompok Jawa, persepsi tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai subyektif budaya tradisional subyek yaitu nilai-nilai kekerabatan. Pada kelompok Cina, persepsi subyek dipengaruhi kondisi obyektif mereka dalam stratifikasi sosialnya. Pada masyarakat Jakarta baik kelompok Jawa maupun Cina, terdapat kecenderung untuk mempraktekkan "distribusi reward" negatif bilamana kelompok tersebut dalam interaksinya berada pada posisi super-ordinat.
Tujuan studi ini, selain untuk mengetahui masalah ketidak adilan pada masyarakat yang terstruktur berdasarkan stratifikasi mayoritas minoritas, studi ini juga dilakukan untuk membentuk klaster ketidak adilan yang khas Indonesia khususnya Jakarta.
Berdasarkan hasil studi ini, ternyata pertama, tipe ketidak adilan yang dominan muncul adalah adanya perlakuan sewenang-wenang atasan di tempat kerja, perlakuan sewenang-wenang figur otoritas pegawai pemerintah, dan perlakuan tidak adil oleh atasan di tempat kerja dalam hal distribusi barang dan keuntungan. Kedua,masalah diskriminasi seks bagi wanita dan diskriminasi etnik baik bagi kelompok etnik Jawa maupun.kelompok etnik Cina muncul sebagai salah satu tipe ketidak adilan yang ada di Jakarta.
Berdasarkan hasil studi ini, saran yang dapat diberikan mencakup dua hal, yang pertama saran yang dapat diberikan seandainya dilakukan penelitian berikutnya yang menyangkut topik penelitian ini, dan yang kedua saran aplikatif yang dapat diterapkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virza Hafidh Adrian
"Skripsi ini terkait interaksi sosial siswa sekolah dasar pada penerapan pembelajaran hybrid di masa pandemi Covid-19 yang dibahas dalam kajian ilmu kesejahteraan sosial. Pembelajaran hybrid merupakan sebuah metode pengajaran di sekolah dengan menerapkan 50% pertemuan tatap muka dan 50% daring. Penelitian dilatarbelakangi dugaan bahwa terdapat masalah dalam pelaksanaan pembelajaran di masa Pandemi Covid-19. Kebutuhan interaksi sosial pada siswa sekolah dasar berpengaruh pada tahap perkembangan anak. Penelitian ini dilakukan dari awal tahun 2022 yang merupakan awal pelaksanaan pembelajaran hybrid. Penelitian ini mengumpulkan data secara kualitatif dengan tujuan deskriptif, melibatkan sebanyak 7 informan yang dipilih secara purposive sampling guna mendapatkan data sesuai kebutuhan. Pengolahan data menggunakan pendekatan kualitatif dari dua sudut pandang yaitu guru dan orangtua terkait interaksi sosial siswa sekolah dasar. Kedua sudut pandang tersebut merupakan bentuk triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menggunakan pendekatan kualitatif menunjukan adanya suatu peningkatan interaksi sosial yang dialami siswa selama penerapan pembelajaran hybrid. Berbagai bentuk interaksi sosial dilakukan siswa dan mengakibatkan sebuah proses yang asosiatif. Selain dari itu, penelitian ini juga melihat adanya interaksi sosial siswa menjadi suatu pengaruh pada perkembangan anak di tingkat sekolah dasar. Penelitian ini juga menungkapkan ada dua faktor penghambat interaksi sosial para informan siswa sekolah dasar pada penerapan pembelajaran hybrid di masa Pandemi Covid-19 yaitu metode pembelajaran yang terbatas dan protokol kesehatan membatasi aktivitas siswa dalam melakukan interaksi sosial. Jadi kesimpulan dari penelitian adalah interaksi sosial pada siswa sekolah dasar dalam penerapan pembelajaran hybrid di masa Pandemi Covid-19 mempengaruhi perkembangan anak secara positif. Berbagai interaksi sosial yang dilakukan siswa mendorong bentuk proses sosial yang asosiatif. Pada keberlangsungan interaksi yang dijalankan didapat 2 faktor penghambat dari interaksi sosial pada siswa sekolah dasar dalam penerapan pembelajaran hybrid, yaitu pembelajaran yang terbatas dan protokol kesehatan ketat. Hasil penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam mata kuliah tingkah laku manusia dan lingkungan sosial pada program studi ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI.

This thesis is related to the social interaction of elementary school students in the application of hybrid during the Covid-19 pandemic which was discussed in the study of social welfare science. Hybrid learning is a teaching method in schools by implementing 50% face-to-face meetings and 50% online. The research was motivated by allegations that there were problems in the implementation of learning during the Covid-19 pandemic. The need for social interaction in elementary school students affects the stage of child development. This research was conducted from the beginning of 2022 which is the beginning of the implementation of hybrid. This study collects data qualitatively with descriptive purposes, involving as many as 7 informants who were selected by purposive sampling in order to obtain data as needed. Data processing uses a qualitative approach from two perspectives, namely teachers and parents regarding the social interactions of elementary school students. Both points of view are a form of triangulation carried out in this study. The results of the study using a qualitative approach showed an increase in the social interaction experienced by students during the application of hybrid. Various forms of social interaction are carried out by students and result in an associative process. Apart from that, this study also saw that students' social interactions became an influence on children's development at the elementary school level. This study also revealed that there are two factors that hinder the social interaction of elementary school student informants in the application of hybrid during the Covid-19 pandemic, namely limited learning methods and health protocols limiting student activities in social interaction. The conclusion of the study is that social interaction among elementary school students in the application of hybrid during the Covid-19 pandemic affects children's development positively. Various social interactions carried out by students encourage the form of associative social processes. In the continuity of the interaction that was carried out, there were 2 inhibiting factors from social interaction in elementary school students in the application of hybrid, namely limited learning and strict health protocols. The results of this study are expected to contribute to the subject of human behavior and the social environment in the Social Welfare study program, FISIP UI."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>