Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eddy Suwardi Bahar
"Dana Sehat yang telah dirintis sejak tahun 1986 di Kabupaten Garut sampai saat ini baru pada tingkatan Pratama I dan belum menggunakan prinsip-prinsip JPKM. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya keengganan dan pengelola Dana Sehat tingkat RW untuk dilakukan federasi baik ke tingkat Desa, Kecamatan maupun ke tingkat Kabupaten. Disamping itu belum diketahuinya secara jelas tingkat pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan dari peserta dana sehat, pengurus dana sehat, petugas Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dan pembina tentang dana sehat, sehingga sulit meningkatkan dan mengembangkan Dana Sehat yang berprinsip JPKM.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan praktek peserta, pengurus, petugas PPK dan pembina tentang Dana Sehat serta faktor penunjang dan faktor penghambat perkembangan Dana Sehat di Kabupaten Garut dilakukan suatu penelitian. Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif. Penelitian dilakukan di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Banyuresmi dan Kecamatan Cisurupan. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini dengan Cara purposive sampling dan informannya adalah peserta Dana Sehat sebanyak 37 orang, pengurus Dana Sehat sebanyak 8 orang, petugas PPK sebanyak 6 orang dan pembina Dana Sehat sebanyak 3 orang. Teknik pengumpulan data melalui Diskusi Kelompok Terarah (DKT) untuk peserta Dana Sehat, dan Wawancara Mendalam (WM) untuk pengurus, petugas PPK dan pembina Dana Sehat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya sebagian kecil dari informan yang memahami pengetahuan tentang Dana Sehat; sikap informan terhadap Dana Sehat sangat positif; dan praktek atau tindakan informan terhadap Dana Sehat masih bervariasi artinya ada yang berdampak baik terhadap Dana Sehat dan ada yang berdampak tidak baik. Faktor penunjang perkembangan dana sehat adalah tingginya sifat gotong royong masyarakat dan adanya pembinaan, sedangkan faktor penghambat perkembangan Dana Sehat adalah keterbatasan kemampuan pengurus dalam mengelola dana, pembinaan yang dilakukan dirasakan relatif masih kurang baik kualitas maupun kuantitasnya, selain itu sebagian besar masyarakat atau peserta kurang memahami tentang Dana Sehat.
Berdasarkan hasil penelitian dikemukakan saran-saran antara lain: untuk Departemen Kesehatan, dalam menerapkan Dana Sehat berprinsip JPKM (federasi) bisa dilakukan melalui program JPSBK dengan membentuk Bapel JPKM berupa koperasi, yayasan atau badan hukum lainnya, dengan sasaran penduduk miskin tetapi juga melibatkan penduduk yang mampu dengan menyediakan paket pelayanan tambahan dan pelaksanaannya diserahkan kepada Dati II dengan memperhatikan spesifikasi daerah masing-masing. Untuk Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, agar lebih meningkatkan pembinaan kepada pengurus dan peserta dana sehat secara teratur dan berkesinambungan, mengupayakan federasi Dana Sehat dengan menjaga tingkat kepercayaan masyarakat dan pengelolaan secara transparan, peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan serta diupayakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif, dibentuk Pos Obat Desa di lokasi kelompok Dana Sehat. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, diharapkan ada penelitian lebih lanjut tentang manajemen penyelenggaraan dana sehat dan studi intervensi tentang federasi dana sehat sebagai tindak lanjut dari penelitian kualitatif ini.
Daftar bacaan : 38 (1982 - 1998 )

The Analysis Of Dana Sehat Implementation In Garut Regency, West Java (A Qualitatif Study)Dana Sehat which has been pioneered since 1986 until now in Garut Regency is still in the first stage of development Pratama I and has not used community based health assurance principles yet. This matter, among other things, is due to unwillingness from Dana Sehat management in Rukun Warga (RW) level to be carried out federation in village level, subdistrict level and regency level. Besides it has not been understood clearly about the level of knowledge, attitude and practice from the Dana Sehat members, health providers, Dana Sehat management personnel and regulatory board of Dana Sehat, so that it is difficult to improve and to expand Dana Sehat which has community based health assurance principles.
The research is conducted to understand the level of knowledge, attitude and practice of members, health providers, management personnel and regulatory board about Dana Sehat, both supporting factor and inhibiting factor in Garut Regency. This research uses a qualitative method and conducted in two subdistricts namely Sanyuresmi and Cisurupan, Sample is determined by using purposive sampling and the informant are Dana Sehat members 37 persons, Dana Sehat management personnel 8 persons, health providers 6 persons, and regulatory board of Dana Sehat 3 persons. Data is collected by using Focus Group Discussion for members, and in-depth interview for Dana Sehat management personnel, health providers, and regulatory board of Dana Sehat about Dana Sehat
The result shows that few of the informant have good knowledge; their attitude about Dana Sehat are very positive; and their practice are still vary which mean that there have both good and bad impact. The supporting factor for the development of Dana Sehat is the high of mutual self-help from the community and because of the counseling, meanwhile the inhibiting factor is the limitation of management ability to manage fund and the counseling is still relatively low, both its quantity and quality. Besides the community understanding about Dana Sehat is still low.
Based on the result, it is submitted some suggestions among others: for the Ministry of Health, applying of Dana Sehat principled assurance (federation) can be done by using program of JPSBK (Jaring Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan = Social Protection Net in health) by building health assurance management personnel as a cooperation, foundation or other legal institution, with the poor population as a target and it also involves the rich population by preparing supplement service package and the implementation is submitted to regency level by paying attention to specification of each area. For the local government and Health Service (Dinas Kesehatan) in Garut Regency, it is hoped to improve the counseling to Dana Sehat management and members regularly and sustained, to make Dana Sehat federation by taking care community confidence level and it is managed clearly, to improve the kind and quality of health care also it is made an effort promotive and preventive health care, it is formed Pos Obat Desa (Village Drug Post) in location of Dana Sehat Group. For the interest of knowledge, it is hoped the further research about the management of Dana Sehat implementation and intervention study about Dana Sehat federation as a further action from this qualitative research.
References : 38 (1982 - 1998)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T1009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isio Libran Andy
"Pengeluaran untuk kesehatan bagi karyawan dan pensiunan berserta keluarganya di suatu perusahaan cenderung menunjukkan pergerakan kecenderungan biaya yang meningkat Utilisasi layanan kesehatan, kasus penyakit kronis dan kebijakan perusahaan tentang jaminan kesehatan diduga berhubungan dengan pengeluaran untuk kesehatan. Hal ini tergambarkan pada penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengeluaran untuk kesehatan di Yayasan Kesehatan TELKOM area Jawa Barat periode 1999 s.d. 2003.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pengeluaran untuk kesehatan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pengeluaran untuk kesehatan.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik. Populasi dan sampel adalah sejumlah atau semua kejadian perubahan pengeluaran untuk kesehatan per bulan selama lima tahun ( 1999-2003 ). Sampel diambil secara purposif berupa data deret berkala ( waktu ) dengan n=60. Unit analisisnya waktu (bulan) dengan data sekunder yang diambil dari dokumen pencatatan dan pelaporan YAKES TELKOM area Jawa Barat periode 1999-2003. Pengolahan data menggunakan analisis univariat, dan analisis bivariat yaitu uji korelasi ( Pearson & Spearman ), dan analisis multivariat yaitu regresi berganda; serta analisis trend yaitu metode ARIMA.
Hasil penelitian menunjukkan dari 3 variabel utama terbagi lagi menjadi 21 sub variabel penelitian. Setelah melalui model multivariate hanya 8 variabel bebas yang menunjukkan berhubungan dengan pengeluaran untuk kesehatan ( R2=91,7% ); yaitu diurutkan sesuai dengan tingkat kekuatan pengaruhnya: (1) Jumlah rujukan ke dokter ahli;(2) Kunjungan kasus penyakit degeneratif ktonis; (3) Jumlah admisi peserta rawat inap per hak kelas perawatan ; (4) Jumlah kunjungan reimbursement; (5) Jumlah pemakaian ortho & prothese gigi; (6) Jumlah pemakaian kaca mata; ( 7) Jumlah pemakaian alat bantu dengar; ( 8) Jumlah pemakaian alat rehabilitasi anggota tubuh lainnya. Kecenderungan pengeluaran untuk kesehatan menunjukkan model trend linier meningkat.
Hipotesis yang diajukan bahwa utilisasi layanan kesehatan & kunjungan kasus penyakit degeneratif kronis terbukti signifikan berhubungan dengan pengeluaran untuk kesehatan sesuai dengan teori. Disarankan bahwa sistem pendanaan kesehataan dan sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus menggunakan metode pengendalian biaya, pelayanan terpadu & manajemen kasus.
Daftar Bacaan: 65 ( 1981 - 2004 )

Factors Related to Medical Expense in Health Foundation PT. TELKOM West Java Service Area, during 1999 until 2003Medical expense for employee, retired man and their families in company showed movement of cost trend increasingly. The utilization of medical services, chronic degenerative diseases cases and regulation about health facility were presumed related to medical expense. It's shown in the research of factors related to the medical expense in Health Foundation PT. TELKOM West Java Service Area, during 1999 until 2003.
The research objective was to analyze trend and factors that presumed related to medical expense.
The research was used a analytical descriptive study on sixty sample time series data. Population is all that happens changing of expense per a month during five years period 1999 - 2003. Sampling by purposive with analysis unit is time ( a month ). Data were used from register and reporting Health Foundation of PT. TELKOM West Java Service Area. Univariat analysis and Bivariat Analysis such as Correlation Test ( Pearson and Spearman ), Multivariat Analysis such as Multiple Regression, Trend Analysis such as ARIMA Method test were used.
The result of research was shown from 3 independent variables which divided into 21 sub research predictors. After were processed with multivariate modeling only 8 predictors that showed related to medical expense (R2 = 91.7%); it's arranged by degree of determinant power are the following: (1) The referral rates; (2) The rates of chronic degenerative disease cases; (3) The rates of admission inpatient cases in first class; (4) The visit rates of reimbursement; (5) The rates of using orthodontia and teeth prothese.; (6) The rates of using sun glasses.; (7) The rates of using hearing aids.; (8) The rates of using prothese for the others bodies. The medical expense trend showed the increasing linier trend model.
The hypothesis which had been made based on these concepts were not all supported in this study. The hypothesis which had been made in this research that the utilization of medical services and chronic degenerative diseases cases were evidence based significantly related to medical expense as with theoretical. It's suggested that health care financing and health care delivery of services have to use cost containment method; managed care and case management.
Bibliography: 65 ( 1981 - 2004 )
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soegeng Hidayat
"Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto yang disebut Rumah Sakit Sukanto adalah badan pelaksana pada Dinas Kedokteran dan Kesehatan Polri. Salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan perawatan pasien inap, dalam tahun 1998 telah dirawat sejumlah 11436 pasien, terdiri dari pasien Dinas sebanyak 6984 orang, pasien Askes 1074 orang, pasien Jamsostek 829 orang dan pasien Umum 2549 orang.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui biaya total opersional Rumah Sakit, biaya satuan masing-masing Ruang Perawatan, gambaran kecukupan anggaran serta menghitung Cost Recovery Rate masing-masing golongan pasien dan pola subsidi silang baik antara Ruang Perawatan maupun antara golongan pasien. Desain penelitian adalah operasional dengan sifat Cross Sectional untuk mendapatkan gambaran pembiayaan dalam operasional rawat inap. Tehnik pengumpulan data dengan menghitung kebutuhan material pada penyelenggaraan rawat inap kurun waktu 1(satu) tahun dan meng-konversi-kan dalam bentuk biaya total dan biaya satuan.
Dari hasil penelitian didapat biaya total operasional rawat inap sebesar Rp 2,059,979,644.80 dan biaya satuan pada Ruang VIP Rp 70,532 Ruang Kelas I Rp 26,875, Ruang Kelas 2 Rp 32,134 dan Ruang Kelas 3 rata-rata Rp 38,777. sedang biaya penggunaan obat selama kurun satu tahun sebanyak Rp 4,508,350,527. Dukungan anggaran Dinas untuk pembiayaan operasional rawat inap hanya 41% dan dukungan obat Dinas untuk kebutuhan obat pasien Dinas hanya 25.30%. Golongan pasien Askes memberikan defisit pada semua Ruang Perawatan dengan CRR 45%, golongan pasien Jamsostek memberikan hasil surplus dengan CRR 164%, golongan pasien Umum memberikan hasil surplus dengan CRR 101%. Bila dikaitkan dengan pasien Dinas, maka dengan tarif yang berlaku saat ini secara keseluruhan terjadi defisit pada pelaksanaan operasional rawat inap di tahun 1998 dengan CRR 82%.
Dari keseluruhan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rencana kedepan perlu dilakukan penyempurnaan pengelolaan obat Dinas, penambahan anggaran operaslonal Rumah Sakit dan tinjauan tehadap tarif yang berlaku saat ini.

Cost Analysis and Adequacy of the Operational Cost to Support the Inpatients Departement in Police Central Hospital R. Said Sukanto, Jakarta 1998, in Anticipating in Independent and Self Supporting the Indonesian Police DepartementThe Police Central Hospital Raden Said Sukanto, or Sukanto Hospital is an operating unit under the Police Medical and Health Department. In 1998 the hospital had accepted 11,436 inpatients, consisting of 6,984 patients of military, 1,074 patient of ASKES, 829 patients of JAMSOSTEK and 2,549 public patients.
The aim of this research are to analyze the total operational cost of the hospital, the unit cost of each ward, the overview of the adequacy of the budgets and to calculate the Cost Recovery Rate (CRR) of each category of patients as well as pattern of cross-subsidy The study is conducted based on a cross sectional approach. To calculate all of the input materials the data was collected in one calendar year and converted into the total operating cost and the unit cost.
The total operational cost was Rp. 2,059,979,644.80 ) Der year and the unit cost of VIP room was Rp 70,532, First class room Rp 26,875, Second class room Rp 32,134 and Third class room Rp 38,777 in average. The total cost of drug during the calendar year was Rp 4,508,350,527. The police budget had contributed to the total operational cost of inpatient care only about 41 % and 25.3% of the costs of the drug. The ASKES patients caused deficits to most of ward with CRR 45%, JAMSOSTEK patients achieved the surplus with CRR 164%, whereas public patients achieved the surplus with CRR 101%. For overall cost and source of fund, the inpatient department had achieved CRR 82%
The study concludes that for future improvement a better plan should be made the drug management, hospital budgeting and the pricing strategy."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Indriastuti Widiyaningsih
"Salah satu titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas SDM adalah tingkat kesehatan yang dipengaruhi oleh status gizi khususnya usia balita (0 - 5 tahun). Kekurangan gizi merupakan salah satu manifestasi dari kemiskinan. Hal ini karena keluarga miskin (gakin) tidak memiliki cukup uang untuk membeli kebutuhannya yang merupakan penyebab rendahnya tingkat konsumsi pangan.
Untuk mengatasi masalah gizi khususnya pada balita yang muncul sebagai dampak krisis ekonomi telah dilakukan intervensi perbaikan gizi balita diantaranya melalui pemberian makanan tambahan (PMT). karena dana yang ada dirasakan kurang, sehingga PMT yang diberikan belum mampu menjangkau semua balita gakin dengan gizi buruk.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dengan fokus pada pembiayaan PMT balita gakin gizi buruk. Desain penielitian adalah operasional riset dengan mengumpulkan data alokasi anggaran untuk PMT balita gakin gizi buruk, perhitungan biaya PMT balita gakin gizi buruk, meghitung kesenjangan dan kerugian ekonomi akibat balita gakin gizi buruk dirawat di rumah sakit. Penelitian hanya menghitung biaya yang sifatnya langsung, sedangkan biaya investasi yang besar (seperti gaji, pembangunan gedung) serta biaya pemeliharaan (pemeliharaan gedung) tidak dihitung, karena biaya tersebut sudah selayaknya menjadi beban pemerintah.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa dana yang tersedia untuk PMT balita gakin gizi buruk yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang tahun 2004 dari berbagai sumber sebesar Rp. 365.908.148,-. Sebagian besar (95%) dari APED Kabupaten Tangerang. Perkiraan biaya yang dibutuhkan sebesar Rp.960.841.337,-, jadi ada kesenjangan pembiayaan sebesar Rp.594.933.189,-. Ditemukan Pula kesenjangan kegiatan sebagai akibat dari kesenjangan pembiayaan. Kesenjangan yang besar adalah pada perencanaan yaitu tidak ada orientasi petugas dan kader serta pemenuhan sarana posyandu berupa timbangan gakin. Kesenjangan pelaksanaan adalah tidak semua gakin gizi buruk mendapatkan PMT, PMT yang diberikan komposisinya masih di bawah kecukupan gizi yang dianjurkan Depkes, tidak ada tranport distribusi dan transport/ insentif kunjungan rumah oleh kader yang diperlukan untuk memastikan bahwa PMT dikonsumsi oleh sasaran serta memberikan konseling kepada keluarga balita. Selain itu monitoring tidak dilaksanakan di semua desa yang ditemukan kasus gizi buruk.
Kerugian ekonomi akibat balita gakin gizi buruk dirawat di RS sebesar Rp. 3.954.900,- terdiri dari biaya langsung 77,77%, biaya tidak langsung untuk makan dan transport penunggu balita serta biaya kesempatan 22,23%. Biaya tidak langsung menghabiskan semua penghasilan gakin yang relatif kecil. Selain kerugian terhitung juga ada kerugian yang tidak bisa dihitung dalam nilai uang yaitu rasa sakit, penderitaan dan berkurangnya kemampuan serta kecerdasan balita di masa depan.
Melihat besarnya proporsi APBD dalam pembiayaan PMT balita gakin gizi buruk, maka perlu mobilisasi dana dari sumber lain. Memperhatikan kerugian akibat balita gakin gizi buruk dirawat di RS perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan munculnya gizi buruk dan perlu ada dana tambahan lain untuk mensubsidi biaya tidak langsung rumah sakit agar gakin tidak menjadi semakin miskin.
Daftar Bacaan : 43 (1985 - 2004)

Cost Need Analysis of Food Supplementation Program for Underfive Children of Poor Families in Tangerang District Year 2004One emphasis of long run development is the development of human resource quality. Important factor that influence the human resource quality is health status which in turn is influenced by nutritional status, especially during the first five years of life. Under nutrition is a manifestation of poverty. This is mainly caused by insufficient amount of money owned by poor families to afford their needs and thus causing low food consumption level.
To overcome under nutrition problem among underfives that was caused by economic crises, several nutrition interventions have been implemented including food supplementation. Due to lack of funding, this program could not reach all severely malnourished underfives from poor families .
This study was conducted in Tangerang District Health Office focused on costing of Food Supplementation Program. Design of this study was operational research by collecting data on budget allocation for food supplementation program, calculating the cost of food supplementation program, calculating the gap between cost need and real allocation as well as the economic loss as implication of hospital care of severely malnourished children. This study only calculated direct cost, and did not calculate large investment such as salaries, building, and maintenance costs considering those as to be fully funded by government.
The analysis showed that available fund for food supplementation program in the year 2004 from various sources was Rp. 365.908.148,-. Most of the funding (95%) came from Local Development Budget (APED) Tangerang District. Predicted cost need was Rp.960.841.337,-, therefore there was Rp.594.933.189,- gap. Gap in activity due to this funding gap was also found. One particular large gap was found in planning where no clear orientation among health workers and cadres and insufficient amount of necessary equipment such as weighing scales to be located in integrated health post (posyandu). Gap in program implementation was reflected by the facts that not all target children received food supplement, insufficient nutrients contained in food supplement, no money for transport, distribution, and home visits by cadres. Monitoring was not conducted in all villages.
The economic loss due to hospital care of severely malnourished children was Rp. 3.954.900,- consisted of 77,77% direct cost, 22,23% indirect costs for food and transport of person who accompanied the child in hospital, and opportunity cost. This indirect costs absorbed the whole income of poor families. There were also losses which could not be valued by money including pain, suffers, and decreasing ability and intelligence of the children.
Considering the large proportion of APBD in the costing of food supplementation program, there was a need to mobilize other sources of funding. To prevent unnecessary cost to be spent by poor families of hospitalized child, there wish an urgent need to prevent severely malnourished cases by various means and interventions, as well as extra fund to subsidize indirect cost to prevent further impoverishment of the poor.
References: 43 (1985-2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Usmayarni
"Dua belas juta anak di dunia meninggal setiap tahunnya sebelum, mencapai usia 5 tahun. Dari angka tersebut 70% kematian bayi dan balita di negara berkembang disebabkan oleh pneumonia, diare, campak, malaria dan gizi buruk (malnutrisi) atau kombinasi dari penyakit tersebut. Di Indonesia penyebab utama kematian bayi berdasarkan data WHO (1990) bahwa sekitar 450.000 kematian balita yang terjadi setiap tahunnya, diperkirakan 150.000 diantaranya disebabkan oleh penyakit pneumonia.
Pendekatam MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tata laksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya promotif dan kuratif penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga dan malnutrisi. Melalui pendekatan MTBS dapat memberikan kualitas penanganan penyakit pada balita akan lebih baik sehingga efektifitas penanganan penyakit pada balita dapat ditingkatkan mulai dari penilaian (Anamnesa dan Pemeriksaan), menentukan klasifikasi dan tindakan serta pengobatan.
Penelitian ini merupakan suatu evaluasi ekonomi yang menggunakan data sekunder ditinjau dari sisi provider, dengan tujuan mendapatkan gambaran alternatif terbaik dan kegiatan penanganan pneumonia di puskesmas MTBS dan puskesmas non-MTBS di Kabupaten Tanah Datar tahun 2003.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan pneumonia di puskesmas MTBS lebih "cost efektif? dibandingkan dengan puskesmas non-MTBS, dimana biaya satuan pada puskesmas MTBS adalah sebesar Rp 11.588,-dan pada puskesmas non MTBS sebesar Rp 42.629; Agar MTBS dapat dilaksanakan oleh semua Puskesmas disarankan agar MTBS dapat disosialisasikan kepada legislatif dan eksekutif dalam hal ini pemerintah Daerah untuk mendapatkan dukungan dana dalam menunjang program MTBS.

Cost Effectiveness Analysis of Handling Pneumonia in IMCI Health Center and Non IMCI Health Center at District of Tanah Datar, 2003Twelve million Children in the world die every year before they reach 5 year old. From its number 70% baby's mortality and below 5-years Child in development country caused by Pneumonia, diarrhea, measles, dengue and malnutrition or combine of these issues. In Indonesia, major causes of baby mortality based on WHO data (1990) about 450,000 in every year, estimate 150,000 is caused by Pneumonia.
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit = Integrated Management on Baby Illness) approach is an integrated approach on baby illness management who come have treatment in inpatient unit facilities. Basis of health include curative and promotive effort against Pneumonia, diarrhea, measles, dengue, earache (infection), and malnutrition. Through MTBS approach expect it can give better handling quality on baby illness, so its handling effectiveness increase, initially at appraisal (Anamnesis and Examination), classification determination, action and treatment.
This research as an economic evaluation used secondary data in the view of provider side purpose to gain a best alternative description from Pneumonia handling activities both MTBS and Non-MTBS Puskesmas (Health Center in Sub-district region) at district of Tanah Atas year of 2003.
This result of this research show that handling pneumonia in puskesmas with is more cost effective compared with non MTBS, that the unit cost in puskesmas with MTBS is Rp 11.588,- and non MTBS is Rp 42.629,﷓. In order that MTBS can be used in of Puskesmas, its suggest doing MTBS socialization toward legislative and judicative agencies in this case is Local Government to get financial support to successes MTBS program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Avianto
"Dengan adanya peningkatan persaingan dalam pasar industri konstruksi, perusahaan-perusahaan yang berurusan dengan proyek besar atau kecil harus secara efektif melakukan usaha pengendalian jadwal dan biaya sesuai dengan tipe dan ukuran proyek serta jenis kontraknya. Penerapan pengendalian jadwal dan biaya tersebut berperan untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan proyek selama masa konstruksi. Dalam penelitian ini variabel-variabel dari proses pengendalian jadwal dan biaya akan dibahas peranannya terhadap variabel kinerja. Adapun variabel kinerja yang akan dibahas di dalam penelitian adalah penyimpangan waktu (schedule variance).
Penelitian ini berupaya merumuskan suatu mekanisme agar kontraktor atau pemilik proyek dapat menyesuaikan usaha pengendalian jadwal dan biaya berdasarkan kebutuhan proyeknya dengan tidak mengabaikan tujuan dasar dari pengendalian jadwal dan biaya tersebut, yaitu pengendalian perubahan-perubahan terhadap anggaran proyek. Penerapan dari konsep dasar pengendalian jadwal dan biaya tersebut dapat mendukung manajemen proyek dalam peningkatan kinerja pelaksanaan konstruksi agar total biaya optimum, tingkat pengendalian tinggi, dan penggunaan komputer secara efisien.
Selain itu, pola pengendalian jadwal dan biaya tersebut memberi kemudahan bagi pernilik atau kontraktor untuk memilih ataupun merancang pelaksanaan proyek yang seefektif mungkin, sehingga dapat mengidentifikasi masalah yang berpotensi mempengaruhi kinerja berikut tindakan perbaikan yang perlu dilakukan setiap saat sedini mungkin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
T769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasser Taher
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1983
S17000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudianti P.S. Ariono
"RSPAD Gatot Soebroto sebagai rumah sakit rujukan tertinggi untuk TM-AD dan ABRI, juga memberi pelayanan Kesehatan untuk masyarakat umum, sehingga dituntut untuk dapat menghadapi persaingan bebas rumah sakit, dengan memberi pelayanan yang balk, efisien, efektif dan tarif yang sesuai (rasional). Pelayanan Hemodialisis (Cuci darah) merupakan salah satu layanan unggulan RSPAD-G yang cukup mahal, karena sangat dipengaruhi harga medical supply, obat dan bahan habis pakai, yang sangat terpengaruh dengan krisis moneter yang terjadi saat ini. Agar layanan unggulan ini tidak menjadi beban subsidi rumah sakit, perlu dilakukan analisis biaya sebagai pedoman penetapan alternatif tarif yang dikaitkan dengan kebijakan yang berlaku di RSPAD Gatot Soebroto. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat operasional, dimana dilakukan analisis biaya terhadap kegiatan layanan Hemodialisis di Unit Renal RSPAD Gatot Soebroto selama tahun anggaran 1997/1998.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui biaya satuan hemodialisis, yang dapat memberi gambaran kinerja rumah sakit atau Unit Renal khususnya, sehingga dapat dilakukan perencanaan Anggaran dan Pengendalian biaya lebih baik, serta melakukan Penetapan Tarif sesuai kebijakan yang berlaku dengan lebih rasional, agar dapat melakukan persaingan sehat antar Rumah sakit, dan melakukan negosiasi harga dengan pihak ketiga penyandang dana.
Hasil Penelitian memperlihatkan bahwa biaya satuan hemodialisis yang didapat dari analisis biaya lebih tinggi dari tarif yang berlaku, sehingga diketahui selama tahun anggaran 1997 / 1998 sebenarnya terjadi defisit yang berupa subsidi Rumah sakit kepada pasien Swasta. Ternyata bila dikaitkan dengan kebijakan yang berlaku dan tingkat inflasi yang terjadi akibat krisis moneter, maka didapatkan alternatif tarif yang cukup tinggi. Diketahui pula bahwa dengan melakukan reuse ginjal buatan, dapat menekan biaya cukup berarti. Diharapkan dengan tarif hasil penelitian ini, dapat dilakukan pengendalian biaya operasional Rumah sakit.

Cost Analysis and Pricing Alternative on Haemodialysis in Renal Unit RSPAD Gatot Soebroto for the Fiscal Year 1997/1998As a Top referal Army Hospital in Indonesia, RSPAD Gatot Soebroto also gives Public Health services. For that reason, it requires the ability to face hospital free competition and give a good, efficient, effective services with rationable price. Hemodialysis is the one superior and expensive service of RSPAD Gatot Soebroto, because of very expensive cost for medical supply, medicine and current substances, which are having a great deal influences from monetary crisis that happening here now. In order to prevent this superior service become a burden for the hospital, it needs cost analysis as a guide for pricing alternative according to hospital policies. This study is an operational study, where the cost analysis are treated on hemodialysis service activities in Renal Unit RSPAD Gatot Soebroto for 19971 1998.
The purpose of this study is to understand unit cost of haemodialysis, which can give global hospital activities performance or more specific in Renal Unit, and so the budget planning and cost control could be done better, and also determining price according to hospital policies and rationable for good hospital competition and negotiated the price with sponsor.
The result of this study is that unit cost for haemodialysis higher than the prevailing price, and so founded deficit for the fiscal year 1997 1 1998, with hospital subsidies to private pasien. Apparently if it connected with be in effect hospital policies and inflasion rate, it will give more higher alternative price. Also known that re-use for dialyzer could pressed enough the haemodialysis price. With alternative price from this study, the controlling for the hospital operational cost are hoped to be done.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Serafin Trijanti Iskandar
"Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin hari semakin mendapat tantangan yang berat, baik dalam segi kualitatif maupun kuantitatif, sementara biaya kesehatannya sendiri relatif kecil.
Piutang merupakan salah satu masalah yang menjadi perhatian utama pengelola keuangan rumah sakit, walaupun demikian sebuah rumah sakit tidak dapat menghindari kenyataan bahwa piutang pasien merupakan bagian terbesar dari aktiva lancarnya.
Pasien jaminan perorangan memiliki resiko tinggi untuk menyebabkan piutang tidak tertagih, dan bila piutang tidak tertagih pada suatu rumah sakit jumlahnya cukup besar maka akan mengganggu kelancaran operasional rumah sakit.
Laporan tahunan direktorat administrasi RS Pluit menunjukkan bahwa pasien rawat inap jaminan perorangan yang menimbulkan piutang tidak tertagih pada tahun 2002 dan 2003 mencapai lebih 2,00%o dari jumlah total pasien rawat inap pada periode yang sama. Keadaan ini meresahkan manajemen rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan mencari gambaran tentang karakteristik pasien rawat inap jaminan perorangan yang berpotensi menimbulkan piutang dan piutang tidak tertagih di RS Pluit pada periode tahun 2002 dan 2003, serta efektifitas kebijakan/peraturan yang berlaku.
Karakteristik pasien yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: asal masuk pasien, pemilihan kelas perawatan, lama hari rawat, jenis tindakan, cara lepas rawat, biaya perawatan, dan pemberi rekomendasi.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pasien yang berasal dari IGD, memilih kelas perawatan CCU dan VIP, dengan lama hari rawat lebih dari 6 hari, tanpa atau dengan tindakan bedah, lepas rawat dengan seijin dokter, dengan biaya perawatan lebih dan Rp.20 juta, dan direkomendasi oleh direksi atau tanpa rekomendasi mempunyai distribusi besar terhadap timbulnya piutang tidak tertagih.
Kebijakan/peraturan yang berlaku ternyata tidak cukup efektif untuk meminimumkan piutang tidak tertagih pada semua kriteria pasien, kecuali untuk pasien yang lepas rawat karena meninggal dunia dan pasien yang memilih kelas perawatan di CCU.
Pada hasil observasi kebijakan/peraturan yang ada sudah dilaksanakan oleh petugas yang terkait, hanya belum optimal dan masih banyak kendala yang tidak bisa dihindari.
Saran-saran yang diajukan antara lain meninjau kembali kebijakan/peraturan, memperketat permintaan uang jaminan, mengintensifkan penagihan selama perawatan, membatasi otorisasi pemberi rekomendasi, meninjau kembali manfaat kartu VIP RS Pluit dan kerjasama dengan Dinas Kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin/orang miskin.
Kepustakaan : 30 (1971 -- 2001)

Analysis of Uncollectable Self Paid Inpatient's Account in Pluit HospitalThe health care financial problems in Indonesia nowadays are facing even more challenging situations, both in qualitative and quantitative aspects, meanwhile the health care budgets are relatively small.
The hospital management focused its main interest in the account receivable problems, even though it cannot escape from the reality that patient 's account receivable occupied the biggest part of its current account.
Self paid inpatient 's possesses high risk in generating bad debts, which can contribute a bad impact to the hospital operational.
Administration Department 's annual report indicate that the bed debt emerged from the self paid inpatient 's in Pluit Hospital in 2002 -- 2003 has reached to 2%o from the total inpatient in the same period This situation is certainly disturbing the hospital management.
The objectives of this research are to describe the self paid inpatient 's characteristics which are potential in generating account receivable and bad debts in Pluit Hospital in the period of 2002 and 2003, and the effectiveness of the prevailing regulations /policies.
The criteria of patient characteristic that are applicable in this research cover from the origin of the patient, the room grade selection, the treatment period, the care action taken, the way of patient 's dischargement, the health care cost and the person that recommend / on who 's recommendation.
From the survey results can be concluded that patients originated from Emergency Room (ER), choose the CCU and VIP room, with or without undergoing surgery, discharged under doctor?s recommendation, with the health care costs more 20 millions rupiahs and with or without recommendation from board of directions have brought out a large contribution in the emergence of bad debts.
The prevailing regulations or policies turned out to be effective in minimizing the bad debts from all of the patient 's criteria, except for the patient discharged for the caused of death or the patient that choose the CCU room.
Based on the observation results, the prevailing regulations on policies have actually been carried out thoroughly by the officer in charge, even though many unavoidable obstacles occurred and still un-optimized.
The propositions which will be promoted such as to review the regulation / policies, to tighten up the procedure of guarantee money collection, to intensify the billing collection upon treatment, to restrict the recommended authorization to review the benefits of Plait Hospital 's VIP card and cooperation with health official (Din Kes) as the organizer of health care services for the people who live under poverty line.
Bibliography : 30 (1971 - 2001)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Rahman Ardiansyah
"Adanya pasar bebas ditandai dengan blok perdagangan menuntut persaingan perdagangan secara bebas dimana hanya produk bermutu saja yang dapat bersaing. Salah satu cara untuk dapat bersaing dalam pasar bebas adalah dengan adanya pengakuan secara internasional terhadap barang bermutu dari suatu negara. Pengalcuan tersebut disepakati dengan adanya tanda bukti jaminan mutu berupa suatu sertifikat.
Peran sistim manajemen mutu bagi setiap perusahaan menjadi semakin penting, seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan produk-produk berkualitas, oleh karenanya, kehadiran ISO 9000 dapat membantu manajemen perusahaan dalam menguatkan mutu kinerjanya untuk dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas sehingga dapat memperbaiki kinerja dan budaya perusahaan yang lebih sehat. Dan pada akhirnya, dapat memberikan jaminan mutu produk yang konsisten sesuai dengan harapan pelanggan dan memperkuat daya saing.
Penelitian ini menganalisis seberapa jauh penerapan sistim manajemen mutu ISO 9000 dapat meningkatkan kinerja biaya penyelesaian proyek apabila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain yang belum mengadopsi sistim manajemen mutu ISO 9000, khususnya dalam mengurangi rework yang terjadi pada pekerjaan struktur. Data proyek untuk analisis diambil melalui penyebaran kuesioner kepada perusahaan-perusahaan di wilayah Jabotabek, dengan lokasi proyek di Indonesia, yang bertindak sebagai kontraktor pelaksana.
Variabel-variabel dalam kuesioner penelitian nonvalue adding activities/waste tersebut diberi bobot nilai. Kemudian diperoleh populasi data yang diproses dengan melakukan analisis korelasi dan regresi berganda. Berdasarkan basil analisis data, didapatkan model regresi linier dengan 2 (dua) variabel penentu. Pertama informasi mengenai frekuensi rework yang digunakan sebagai umpan balik (feedback) untuk pengambilan tindakan pengendalian pada pekerjaan struktur. Kedua, keterbatasan atau kekurangan tenaga pengawas dalam memonitor proses pelaksanaan konstruksi.
Kemudian persamaan resgresi linier tersebut dijadikan panduan untuk membandingkan kinerja biaya penyelesaian proyek perusahaan-perusahaan kontraktor baik yang telah mengadopsi ISO 9000 maupun yang belum mengadopsi ISO 9000, dalam mengurangi rework yang terjadi pada pekerjaan struktur."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>