Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172807 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Julia Karnagi
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Kapas sebagai bahan dasar pembuatan tekstil masih tetap unggul karena ongkos tanam dan pengolahannya yang rendah. Debu kapas diketahui memberi dampak negatip pada paru manusia. Salah satu dampak negatip debu kapas pada paru manusia dikenal sebagai penyakit bisinosis.Dampak ini dapat diperkecil dengan penurunan konsentrasi debu kapas di lingkungan kerja pengolahan kapas dan pemantuan kesehatan pekerjanya secara teratur. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan prevalensi bisinosis dengan konsentrasi debu kapas di lingkungan kerja. Penelitian dilakukan pada sebuah pabrik tekstil di Jakarta dengan menggunakan metode kros seksional dengan jumlah sampel sebanyak 88 subyek yang terdiri dari 73 orang dari bagian spinning dan 15 orang dari bagian carding. Diperiksa konsentrasi debu kapas di lingkungan kerja bagian spinning dan carding kemudian dibandingkan prevalensi bisinosis batuk kronik, bronkitis kronik dan obstruksi akut serta obstruksi kronik serta kebiasaan merokok pekerja melalui kuesioner, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru.
Hasil dan kesimpulan : Konsentrasi debu di bagian spinning dan carding masing-masing 0,407 mg/M3 dan 0,396 mg/M3. Secara statistik hal ini tidak berbeda walaupun dengan NAB (0,2 mg/M3) berbeda sangat bermakna. Didapatkan prevalensi bisinosis sebesar 27,3 % ,batuk kronik 6,9%,bronkitis kronik 4.5 7. dan obstruksi akut 4,5 %. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi bisinosis antara bagian spinning dan carding. Demikian juga prevalensi batuk kronik, bronkitis kronik, obstruksi akut. Tidak didapat hubungan yang bermakna antara bisinosis dengan bronkitis kronis dan obstruksi akut. Didapatkan hubungan bermakna antara bisinosis dan battik kronik dan kecenderungan pekerja yang mengalami bisinosis mempunyai risiko 6 X untuk mendapatkan battik kronik dibandingkan yang tidak mengalami bisinosis."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Sundaru Dwi Hendarta
"Ruang lingkup dan metodologi : Salah satu penyakit akibat kerja yang harus dipikirkan akibat debu kapas di lingkungan industri tekstil adalah bisinosis, yang menimbulkan gangguan kesehatan serta menurunkan produktivitas kerja. Penelitian ini ingin mengidentifikasi bisinosis dan membuktikan hubungan antara pajanan debu kapas dengan prevalensi bisinosis. Desain penelitian yang digunakan adalah kros seksional dengan mengikutsertakan total populasi pekerja laki-laki bagian spinning yang terpajan debu kapas. Jumlah responden adalah 81 pekerja dengan rentang usia 21 - 52 tahun. Data di dapatkan dari wawancara, pengukuran fungsi paru dan pengukuran debu respirabel yang dilaksanakan pada bulan Febnuari sampai Maret 2005.
Hasil dan kesimpulan : Prevalensi bisinosis pada responden sebesar 11,1 % (9 dari 81 pekerja ). Setelah dilakukan analisis multivariat, diketahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya bisinosis yaitu pemakaian masker ( OR = 13,666 95 % CI = 2,217 - 84,222 dengan p = 0,005 ) disusul dengan status gizi ( OR = 6,029, 95% CI = 0,951 - 38,222 dengan p = 0,057 ). Dapat disimpulkan bahwa pemakaian masker dan status gizi berperan penting dalam terjadinya bisinosis.

Scope and methodology: One of the important work related disease caused by cotton dust in textile industry is byssinosis that would create medical problem and decrease work productivity. This research aims to identify byssinosis and prove the relation between cotton dust exposures with prevalence of byssinosis. For the research design we will use cross-sectional and take into consideration the overall population of male worker in spinning department who are exposed to cotton dust. The number of respondent is 81 workers aged from 21 to 52 years. We have collected the data from interview, measurement of lung function and measurement of respirable dust conducted on February until March 2005.
Result and conclusion: Prevalence of byssinosis of respondents at 11.1% (9 out of 81 workers). After multivariate analysis, the dominant risk factor impacting byssinosis is the use of mask (OR = 13,666 95 % CI = 2,217 - 84,222 with p = 0,005) followed by nutrient status (OR = 6,029, 95% CT = 0,951 - 38,222 with p - 0,057). Our conclusion is that the use of mask and nutrient status have significant role for byssinosis cases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Wayan Manik Kusmayoni
"Penelitian ditujukan untuk mengetahui prevalensi tinea kruris dan kandidosis kutis intertriginosa pada pekerja wanita di bagian Weaving dan Finishing yang bekerja di lingkungan kerja yang panas dan lembab di pabrik tekstil PT S. Metode penelitian menggunakan desain kros-seksional dengan uji statistik Chi-kuadrat dan Fisher dan analisis multivariat Logistik - regresi. Pengukuran tingkat pajanan panas dengan "Indeks Suhu Basah Bola" (ISBB).
Penelitian dilakukan pada 200 responden, bekerja pada lingkungan kerja yang berbeda, terdiri dari 100 responden terpajan panas dan 100 responden terpajan panas yang lebih rendah. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, pengamatan, pemeriksaan fisik dan laboratorium serta pengukuran lingkungan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan tekanan panas di Weaving sebesar 32.9° C ISBB (NAB 26,5) dan kelembaban relatif 56.4%. Pemeriksaan dari semua responden menunjukkan 25,5% responden mengalami tinea kruris dan atau kandidosis kutis intertriginosa.
Dari analisis bivariat, variabel lingkungan kerja, masa kerja, status gizi dan kebersihan pribadi memiliki hubungan kemaknaan dengan kejadian tinea kruris dan atau kandidosis kutis intertriginosa (p< 0,035).
Faktor paling berpengaruh terhadap prevalensi tinea kruris dan atau kandidosis kutis intertriginosa adalah kebersihan pribadi (OR>10,348).

Prevalence Of Tinea Cruris And Candidosis Cutis Intertriginosa With Relation Of Heat And Humidity In Women Workers Of Textile Factory PT "S" In Tangerang
The study is to reveal the prevalence of tinea cruris and candidosis cutis intertriginosa among women workers at weaving and finishing departement exposured to heat stress and humidity in a textile factory (PT. S) in Tangerang. Cross sectional method was applied in the study. Chi-square and Fisher, and Logistic regression were used for statistical analysis. Heat exposure level in the working environment measured by the Wet Bulb Globe Temperature Index.
This study examined 200 workers in different working environment, 100 workers exposed to heat, and 100 workers exposed to a relatively lower heat stress. To see the impact of heat stress and humidity to the workers, observation was done, utilizing questionnaire, physical, and laboratory examination and working environment measurement.
This study reveals the heat stress in weaving reached 32.9°C WBGT and 56.4% relative humidity.
The examination showed that 25.5% of respondents have tinea cruris and candidosis cutis intertriginosa. From bivariate analysis, it is revealed that working environment, working period, nutrition status, personal hygiene showed significant relationship with the prevalence of tinea cruris and candidosis cutis intertriginosa (p < 0.035).
The dominant factor is personal hygiene (OR > 10,348).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 13648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasyunnil Kamal
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi kandidosis kutis inguinalis pada pekerja bagian "Press 3" dan bagian "Line 9" di pabrik sepatu olah raga PT. A - Balaraja dan mengetahui hubungan lingkungan kerja panas dan lembab dengan prevalensi kandidosis kutis inguinalis. Metode penelitian ini menggunakan kros-seksional dengan uji statistik chi-kuadrat dan Kolmogorov Smirnov (bivariat) dan analisa multivariat dengan logistik regresi . Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pajanan panas adalah "Indeks Suhu Basah Bola" (ISBB). Penelitian dilakukan terhadap 200 responden yang bekerja di lingkungan kerja yang berbeda, yang terdiri dari 100 responden terpajan panes dan 100 responden lainnya terpajan panas yang kadarnya lebih rendah. Untuk melihat pengaruh tekanan panas dan kelembaban terhadap tenaga kerja yang terpajan dilakukan dengan menggunakan kuesioner, pengamatan, perneriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta pengukuran lingkungan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan tekanan panas di lingkungan kerja bagian "Press 3" dan bagian "Line 9" melebihi batas yang diperkenankan ? sedangkan tingkat kelembaban masih dalam batas kenyamanan. Hasil pemeriksaan pada semua responden menunjukkan 56% responden mengalami kandidosis kutis inguinalis. Disamping itu dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang bekerja di lingkungan kerja yang mempunyai tekanan panas lebih tinggi (bagian "Press 3), prevalensi kandidosis kutis inguinalis lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan lingkungan kerja yang mempunyai tekanan panas lebih rendah (bagian "Line 9). Hal ini ditunjang dari hasil uji statistik (p<0,05 dan OR>1).
Faktor lain yang berpengaruh pada penelitian ini adalah higiene perorangan (p<0,05dan OR>l).

ABSTRACT
The Relation Between Exposure To Heat And Humidity In The Work Environment With Prevalence Of Inguinal Cutaneous Candidiasis In Workers At Sport Shoe Factory At "A" Factory ? BalarajaThe objectives of this study are to know the prevalence of inguinal cutaneous candidiasis in workers at" Press 3" and "Line 9" sections at "A" factory a sport shoe factory in Balaraja and to know it's relationship with exposure to heat stress and humidity in the work environment. The design used in this study is cross sectional method. Chi-square and Kolmogorov Smimov test (bivaried) and Logistic regression (multivaried) were used for statistical analysis. Heat exposure level in the working environment was measured by using the Wet Bulb Globe Temperature Index. This study examined 200 workers who were exposed to heat stress; 100 workers who were exposed to higher heat stress and another 100 workers who were exposed to a lower heat stress. Questionnaire, physical & laboratory examinations, survey and the measurement of working environment have been used to know the influence of heat stress and humidity on exposed workers.
This study shows that heat exposure level of working environment at "Press 3" and "Line 9" sections is above the recomended limits, meanwhile the humidity level is as the recomended limits. The result of the examinations prevalence of all workers shows 56% workers were inguinal cutaneous candidiasis. It also shows that workers who were exposed to higher heat stress ("Press 3" sections workers) have a higher prevalence of inguinal cutaneous candidiasis significantly compared to workers who were exposed to lower heat stress ("Line 9" sections workers) (p < 0,05 and OR>1).
Another important factor associated the prevalence are individual hygiene (p.0,05 and OR>l).
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"One of the anthropogenic processes that creates heavy metal pollution is the textile industry. Heavy metals in the wastewater of the textile factories in Salatiga,that discharged into Ledok river and rice fields can be accumulated into water ,sediment,soil and rice plants....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Santoso
"Pencemaran udara dalam ruang hunian mempunyai pengaruh yang besar terhadap penghuninya. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan cukup bervariasi, dimulai dengan gejala yang ringan yaitu batuk kering, sakit kepala, iritasi mata, pilek dan tenggorokan terasa kering sampai dengan yang berat yaitu sesak napas.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat konsentrasi debu udara ruang hunian dengan kejadian penyakit Pnemonia pada bayi dan balita yang tinggal pada permukiman di sekitar pabrik semen di Desa Tarjun.
Rancangan penelitiannya adalah Cross Sectional. Pengukuran konsentrasi debu udara ambien dilakukan pada tiga titik arah dispersi pencemaran udara kearah selatan (dengan jarak 500 m, 600 m, dan 700 m) sesuai arah angin dominan di daerah tersebut, dan juga dilakukan tiga periode waktu pengamatan, pagi, petang, dan malam.
Di sekitar titik pengambilan sampel debu udara ambien, dilakukan pengambilan sampel debu udara ruang hunian secara total sampling terhadap 53 rumah yang mempunyai bayi dan balita. Pada sampel tersebut dilakukan pemeriksaan Minis ada tidaknya kejadian penyakit pnemonia pada bayi dan balita. Analisis statistik menggunakan Uji Regresi Linier dan Uji Regresi Logistik pads program pengolahan data statistik SPSS Versi 7.5 dengan tingkat kemaknaan p<0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makin jauh jarak dari sumber pencemar makin rendah konsentrasi debu udara ambiennya. Sedangkan untuk periode waktu pengamatan, ternyata makin tinggi konsentrasinya pada malam hari dibandingkan dengan pagi dan Siang hari. Untuk konsentrasi debu udara ruang hunian mempunyai rata-rata sebesar 1.733,12 .tg/m3, dengan prevalensi kejadian pnemonia sebesar 36,6% dan bukan pnemonia sebesar 63,4%. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian, ventilasi rumah, dan jenis bahan bakar memasak dengan kejadian penyakit Pnemonia pada bayi dan balita.
Dari model regresi logistik diketahui bahwa seorang anak yang tinggal di sekitar pabrik semen PT. IKC-Tarjun mempunyai kemungkinan untuk menderita penyakit pnemonia sebesar 93,7%, kemudian setelah dikontrol dengan variabel umur, kepadatan hunian, ventilasi, suhu ruang, kelembaban relatif, dan jenis bahan bakar memasak. Model ini cukup cocok (fit) dengan keseluruhan akurasi model sebesar 90,24%.
Hasil akhir dapat diketahui urutan prioritas variabel yang paling berperan dalam menentukan prognosis Pnemonia pada bayi dan balita yaitu ventilasi kamar. Penelitian, lanjutan disarankan untuk melihat hubungan antara faktor risiko dengan efek yang ditimbulkan sebagai akibat pencemaran debu udara ruang hunian ui sekitar pabrik semen menggunakan rancangan Case Control atau Cohort Study.
Daftar bacaan : 68 (1965 - 2000)

Relation of Consentration Indoor Air Dust Arround The Cement Factory to Infant and Children Under Five Pneumonia Desease Cases at Tarjun Village, County of Kotabaru, South Borneo.
Indoor air polution have much influence to the people who live in. Health Effect which cause by this case are to variative, from Dry-Cough, Headache, Eye Irritation, Influenza, Dry-Throat until hard to breath.
The ideal of this research is to knowing the relation of indoor air dust around the cement factory to infant and children under 5 Pneumonia desease cases at Tarjun Village.
Model of this research is Cross Sectional. Analytical of ambient air dust concentration has done at three point along dispersion of air polution direction to south (500 m, 600 m, and 700 m) in accordance with dominant wind direction in there.
Arround the sampling point (dust sample), the collecting of indoor air dust as total sampling has done to 53 houses which have infant and children under 5. Clinical Chek-up has done to infant and children under 5 to chek-out is there any pneumonia desease cases or not. Analitycal statistic using linear regretion test and logistic regretion test with treatment statistic data program SPSS version 7.5 and 95% Convidence Intervale.
The result of this research shows that more far the range from polution source the concentration of ambient air dust is more low. In other way at time periode, the concentration is more high at night than a day. Indoor air dust have averageconcentration 1733.1 µg/m3 with 36.6 % pneumonia case prevalence and 63.4 % are not pneumonia.
Analitycal statistic result shows that there is any significant relation between crowded room, house ventilation, and kind of fuel to infant and children under five pneumonia desease cases.
From logistic regretion model knowing that one child who lived arround the cement factory PT. IKC-Tarjun have 93.7 % to get pneumonia desease by controling age, crowded room, ventilation, room temperature, relatif humadity, and kind of fuel. This model is equal wiht all model aquration as 90.2%.
The last result shows that the most playrole variable in determination prognosis child pneumonia are room ventilation. Suggested to do an advance study for looking related risk factor with efect in design Case Contron or Cohort Study.
Literature: 68 (1965 - 2000)"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T7924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wildayani
"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi kandidosis kutis inguinalis pada pekerja di bagian "Calender" dan "Emboss" di pabrik plastik PT.A - Depok dan mengetahui hubungan lingkungan kerja panas dan lembab dengan prevalensi kandidosis kutis inguinalis. Metode penelitian ini menggunakan kros-seksional dengan uji statistik chi-kuadrat (bivariat). Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pajanan panas adalah lndeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Penelitian dilakukan terhadap 132 responden terpajan panas. Untuk melihat pengaruh tekanan panas dan kelembaban terhadap tenaga kerja yang terpajan dilakukan dengan menggunakan kuesioner, pengamatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta pengukuran lingkungan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan tekanan panas di lingkungan kerja bagian "Calender" dan "Emboss" melebihi batas yang diperkenankan, sedangkan kelembaban masih dalam batas kenyamanan. Hasil pemeriksaan pada semua responden menunjukkan 59,1% responder mengalami kandidosis kutis inguinalis.
Faktor yang berpengaruh pada penelitian ini adalah higiene perorangan dan riwayat tuberkulosis. Hal ini ditunjang dari hasil uji statistik (p<0,05 dan OR>1).

The objective of this study are to identify the prevalence of inguinal coetaneous candidiasis among workers at "Calender" and "Emboss" sections, at "A" plastic manufacturing in Depok and to identify it's relationship with exposure to heat stress and humidity in the work environment. The design used in this study is a cross-sectional method. Chi-square test (bivaried) were used for statistical analysis. Heat exposure level in the working environment was measured by using the Wet Bulb Globe Temperature Index. This sample is 132 workers who are exposed to heat stress. Questionnaire, survey and to measurement of working environment, physical and laboratory examinations have been used to know the influence of heat stress and humidity on exposed workers.
This study shows that heat exposure level of working environment at "Calender" and "Emboss" sections is above the recommended limits, meanwhile the humidity level is none. The result of the examinations prevalence of all workers shows 59,1% workers suffering from inguinal cutaneous candidiasis.
Other important factor associated with the prevalence are personal hygiene, tuberculosis disease (p<0,05 and OR>1).
Bibliography : 18 ( 1983 -2003 )
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Meily Kurniawidjaja
"Latar Belakang. Industri semen di Indonesia telah berkembang dengan pesat, terutama dalam tahun-tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan antara lain karena permintaan yang meningkat baik dari dalam maupun luar negeri. Peningkatan industri semen di dalam negeri sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemakaian semen meningkat sesuai dengan peningkatan pembangunan di sektor pemerintah maupun swasta, seperti pembangunan prasarana jalan dan jembatan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, bendungan dan irigasi. Gambar 1 menunjukkan kenaikan konsumsi semen di dalam negeri dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1990 <1). Peningkatan permintaan dari luar negeri dimulai sejak awal 1988. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena Jepang mengurangi produksi semennya secara drastis. Sebelumnya Jepang adalah pemasok semen terbesar di dunia dengan kapasitas lebih dari 70 juta ton pertahun (2). Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang mengalami surplus semen, dengan kapasitas terpasang nasional sebesar 17,41 juta ton per tahun pada akhir Pelita 2 lalu. Semen Indonesia yang diproduksi oleh 10 grup pabrik semen, berpeluang besar untuk meningkatkan produksi pada tahun-tahun mendatang.
Gambar 1. Konsumsi Semen di Indonesia, 1978 ? 1990 (Untuk melihat gambar silahkan link ke file pdf.)
Meningkatnya produksi semen sangat berpengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, kewaspadaan terhadap kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses produksi semen harus selalu mendapat perhatian. Termasuk dampak negatif debu semen yang beterbangan di udara. Paparan debu semen dengan kadar tertentu di udara dapat menimbulkan penyakit, seperti penyakit saluran napas, penyakit kulit serta penyakit saluran cerna (3 - 9).
Penelitian mengenai pengaruh debu semen terhadap saluran napas telah banyak dilakukan. Di Indonesia penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Hariadi dan Hargono di Surabaya (1979), Harsono dan Musauaris {1983). Soedirman (1987) dan Hariana di Citeureup {I98E3) (10-14). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan keragaman hasil sesuai dengan latar belakang penelitian masing-masing, namun pada umumnya menyimpulkan bahwa upaya perlindungan khusus terhadap bahaya debu semen belum sepenuhnya dilakukan secara memadai dan menyeluruh. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, untuk mencegah timbulnya penyakit saluran napas perlu dilakukan upaya pemantauan secara berkelanjutan. Dengan pemantauan ini diharapkan bahwa apabila sewaktu-waktu terjadi penyimpangan dapat segera diketahui dan segera dilaksanakan tindakan koreksi yang diperlukan (3,15).
Pemantauan ini secara khusus dilaksanakan terhadap para pekerja, untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya penyakit sedini mungkin melalui pemeriksaan kesehatan berkala serta pemantauan terhadap lingkungan kerja. Cara ini dapat dipandang sebagai diagnosis dini yang mempunyai peran amat penting, sebagai salah satu indikator paparan debu di lingkungan kerja, untuk kemudian dilakukan tindakan-tindakan pencegahan dan bila perlu pengobatannya (3,15)?"
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bulan Indah Nirwana
"Pendahuluan: Blastosistosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Blastocystis hominis. Prevalensi di negara berkembang seperti Indonesia mencapai 60%. Kelompok usia yang paling rentan mengalami infeksi B. hominis adalah anak-anak. Parasit ini banyak ditemukan pada hewan, sehingga adanya kontak dengan hewan dapat meningkatkan risiko infeksi.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder Departemen Parasitologi FKUI. Penelitian dilakukan pada 284 anak berusia 5-10 tahun.
Hasil: Hasil pemeriksaan feses menunjukkan bahwa terdapat 87 dari 284 sampel yang terinfeksi B. hominis (30,6%). Sebanyak 41/128 (32%) anak laki-laki positif terinfeksi dan pada anak perempuan sebanyak 46/156 (29,5%) anak. Anak yang terinfeksi pada kelompok usia 5-6 tahun sebanyak 21/80 (26,25%) anak dan pada kelompok usia 7-10 tahun sebanyak 66/204 (32,35%) anak. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara prevalensi B. hominis dengan keberadaan hewan liar (p = 0,404; OR = 0,723; IK 95% = 0,34 - 1,55) dan hewan peliharaan (p = 0,377; OR = 0,746; IK 95% = 0,39 - 1,43).
Diskusi: Tidak terdapat hubungan antara kejadian blastosistosis dengan keberadaan hewan liar dan hewan peliharaan.

Introduction: Blastocystosis is an infectious disease caused by Blastocystis hominis. The prevalence in developing countries such as Indonesia reaches 60%. The age group that most susceptible to B.hominis infection is children. This parasite is many found in animals, so by contact with animals, it can increase the risk of infection.
Method: This study used secondary data from the Departement of Parasitology FKUI. The study was conducted on 284 children aged 5-10 years.
Results: The results of faecal examination showed that there were 87 of 284 samples infected by B.hominis (30.6%). As many as 41/128 (32%) boys were positively infected and 46/156 (29.5%) girls were positively infected. Infected children in the 5-6 year age group were 21/80 (26.25%) and in the 7-10 year age group were 66/204 (32.35%). The results of this study statistically did not show a significant relationship between the prevalence of B.hominis with the presence of wild animals (p = 0,404; OR = 0,723; IK 95% = 0,34 - 1,55) and pet (p = 0,377; OR = 0,746; IK 95% = 0,39 - 1,43).
Discussion: There is no relationship between blastocystosis with the presence of wild animals and pet.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Marwisitaningrum
"Latar Belakang: Banyaknya industri jamu menimbulkan masalah baik bagi lingkungan berupa pencemaran maupun bagi kesehatan para pekerja. Dari proses produksi jamu, banyak dihasilkan debu. Hal ini tentunya dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan pekerja di pabrik tersebut. Kualitas udara sangat berpengaruh terhadap kesehatan pekerja, terutama yang berhubungan dengan fungsi pernapasannya dikarenakan sistem pernapasan terus-menerus terpajan oleh partikel-partikel yang ada di udara.
Obyektif: Mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru akibat pajanan debu jamu serta faktor-faktor yang berhubungan pada pekerja di pabrik jamu PT.X, Semarang.
Metode: Penelitian potong lintang dengan mengukur fungsi paru pekerja pabrik jamu PT.X Semarang pada bulan November dan Desember 2014 dengan menggunakan spirometri dan mengukur kadar debu lingkungan kerja. Sampel yang dikumpulka sebanyak 100 responden untuk pengukuran fungsi paru dan 4 lokasi untuk pengukuran kadar debu lingkungan kerja.
Hasil dan Kesimpulan: Ditemukan gangguan obstruksi paru ringan sebanyak 1%. Tidak ditemukan gangguan restriksi paru ataupun gangguan fungsi paru kombinasi. Faktor risiko yang bermakna terhadap rasio VEP1/KVP adalah Umur (p < 0,01; selisih rerata 6,48% (-8,91 sampai -4,06)), Jenis kelamin (p = 0,016; selisih rerata -3,72 (-6,73 sampai -0,71)), Pendidikan (p = 0,01; selisih rerata 5,02 (2,21 sampai 7,83)), dan Masa Kerja (p = 0,01; selisih rerata -4,77 (-8,4 sampai -1,13)).

Background: Indonesian traditional herbal medicine industries cause many problems to environment and workers? health. Traditional herbal medicine production process produces many organic dusts. The organic dusts could lead to health disorder among factory workers. Air quality very influential to workers health, especially those that associated to respiratory function since it?s been exposed to air particles.
Objectives: The aim of this study is to determine the prevalence of lung function disorder and its related factors due to dust exposure in one of Indonesian traditional herbal medicine factory.
Method: This was a cross sectional study performed by examining 100 workers? lung function using spirometry and examining environment dust level from one of Indonesia traditional herbal medicine factory in November to December 2014.
Result: There was 1% prevalence of mild obstructive lung disease but there were no restrictive or combined lung diseases. Bivariate analysis showed that Age {p < 0,01; mean difference 6,48% (-8,91 to -4,06)}, Sex {p = 0,016; mean difference -3,72 (-6,73 to -0,71)}, Education {p = 0,01; mean difference 5,02 (2,21 to 7,83)}, and Years of service {p = 0,01; mean difference -4,77 (-8,4 to -1,13)} were the risk factors to ratio of VEP1/KVP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>