Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ellyza Herda
"Material tambal amalgam sebagai material tambal gigi belakang sampai saat ini masih merupakan produk luar negeri terutama amalgam kandungan tembaga tinggi atau amalgam modern yang belum diproduksi di Indonesia. Dengan adanya kekayaan hasil tambang perak, timah, tembaga di Indonesia maka bahan-bahan tersebut perlu didayagunakan untuk membuat suatu paduan amalgam modern atau tembaga tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan bahan tambal amalgam tembaga tinggi buatan Indonesia dengan mutu yang dapat bersaing dengan produk luar negeri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu material tambal amalgam tembaga tinggi yang memenuhi standar dan dapat diproduksi di Indonesia serta terjangkau masyarakat Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris in vitro dari 5 macam paduan amalgam tembaga tinggi dengan komposisi yang telah ditentukan dan dibuat dengan teknik pembuatan amalgam produk dalam negeri, serta 1 macam paduan amalgam tembaga tinggi komersial buatan luar negeri sebagai kontrol.
Tahap pertama penelitian ini adalah menentukan perbandingan bubuk paduan amalgam yang dibuat dengan Hg, melakukan triturasi atau pencampuran bubuk paduan amalgam dengan Hg sehingga didapatkan suatu spesimen tamba.lan amalgam yang memenuhi standar ISO No. 1559 tahun 1986. Selanjutnya dilakukan identifikasi fasa-fasa yang terjadi pada paduan amalgam yang dibuat serta amalgam yang telah dicampur dengan Hg. Identifikasi ini dilakukan dengan teknik difraksi sinar-X, dimana nilai 2e yang didapatkan dari puncak pola diffraksi dihitung dengan rumus Bragg untuk mendapatkan jarak d dari bidang kristal. Kemudian dengan jarak d tersebut dan intensitas relatifnya yang dianalisa menurut metode Hannawalt, maka dapat diketahui fasa-fasa yang terdapat pada serbuk amalgam serta informasi struktur kristal dari masing-masing fasa tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbaikan dalam perbandingan bubuk paduan amalgam dengan Hg pada amalgam tembaga tinggi yang dibuat dengan ukuran partikel 45 p yaitu menjadi 5 : 5,75, dibandingkan dengan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan (5 : 7). Untuk ukuran partikel 38, perbandingan yang didapat adalah 5 : 6 , dimana waktu triturasi adalah 20 detik dengan kecepatan triturasi 3000 rpm. Dari hasil analisa kualitatif dengan diffraksi sinar-X didapatkan bahwa kelima bubuk paduan amalgam yang dibuat terdiri dari fasa dominan r (Ag3Sn) dan fasa (CusSn) yang sesuai dengan fasa yang terdapat pada bubuk paduan amalgam kontrol. Pada amalgam yang telah dicampur dengan Hg. kelima amalgam yang dibuat umumnya menunjukkan adanya fasa dominan (Ag2Hg3), (Cu6Sn5) dan sejumlah kecil sisa fasa r (Ag3Sn). Fasa yang paling lemah yaitu r2 (Sn7Hg) terdeteksi pada amalgam yang tidak mengandung Palladium. Hasil analisa diffraksi sinar-X ini pada amalgam II (59Ag-27Sn-13Cu-lPd) memperlihatkan puncak-puncak difraksi yang sama dengan amalgam kontrol (amalgam komersial). Walaupun gambaran mikrostruktur amalgam yang dibuat berdasarkan analisa diffraksi sinar-X menunjukkan hasil yang sesuai dengan mikrostruktur dari suatu amalgam yang dapat diterima sebagai suatu tambalan, namun hal ini perlu didukung dan dibuktikan lebih lanjut dengan pengujian sifat-sifat fisik-mekanik dan kimia secara laboratoris serta penelitian klinis pendahuluan.

Indonesian's High Copper Amalgam as Dental Materials RestorationHigh copper dental amalgams as posterior tooth filling materials are still imported and have not been produced in Indonesia. The rich mining of silver, copper and tin of Indonesia should be used as raw materials in producing new modern Indonesian high copper amalgam with the same standard quality of the imported amalgams.
The goal of this research is to produce standard dental high copper amalgam of Indonesia that can also be achieved by the society. This research is an in vitro laboratory study of one commercial alloy as reference and 5 alloys of different compositions which are produced by the local technique of producing dental amalgams.
The first step of the research is to determine the alloy-mercury ratio for the amalgam produced and follow the trituration and condensation procedures to prepare standard amalgam specimens according to ISO 1559- 1986. These alloys and their corresponding amalgams were then analyzed by X-ray diffraction technique to determine their microstructures and phases. The 2e value from the diffraction peaks are calculated according to Bragg's equation to obtain the d spacings of the crystal plane. By these d spacings and their relative intensities analyzed by Hanawalt method , the phases and their crystal structures can be determined.
The result of the study showed an improvement on the alloy-mercury ratio of the amalgam produced with the particle size of 45 N , to 5 : 5.75 compared to the previous study of 5 7. For the particles of 38 p, the ratio was 5 6 with the trituration time of 20 seconds and 3000 rpm. From the qualitative x-ray diffraction analysis it was concluded that the 5 alloys powder produced consist of mainly y phase (Ag3Sn) dan a small amount of a phase (Cu3Sn). The corresponding amalgams consist of ri phase (Ag2Hg3), phase (Cu6Sn5) and a small amount of unreacted particles of Y phase (Ag3Sn). The weak phases of r2 (Sn7Hg) are detected in the amalgam produced without palladium. It is also shown that the diffraction peaks analysis of amalgam II (59Ag-27Sn-13Cu-1Pd) are the same as the diffraction peaks of the commercial reference amalgam. Eventhough the microstructure (from x-ray diffraction analysis) of the amalgam produced is in agreement with the microstructure of a suitable dental amalgam restoration, the physical, mechanical and chemical as well as biological behaviour of these amalgams must be further investigated.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"Material tambal amalgam sebagai material tambal gigi belakang sampai saat ini masih merupakan produk luar negeri, terutama amalgam kandungan tembaga tinggi. Pada tahun pertama penelitian ini telah dapat dibuat amalgam kandungan tembaga tinggi. Identifikasi fasafasa yang ada baik pada paduan amalgam maupun amalgamnya telah dilakukan dengan teknik diffraksi sinar-x. Dari hasil analisa kualitatif dengan diffraksi sinar-x, didapat bahwa paduan amalgam dan amalgamnya terdiri dari fasa-fasa yang sesuai dengan fasa-fasa yang terdapat pada amalgam kontrol. Walaupun secara fisik telah sesuai dengan amalgam kontrol, namun perlu diketahui kekuatan ikatan antara fasa-fasa dan di dalam fasa itu sendiri. Sehingga pada tahun kedua ini telah dilakukan uji sifat fisik, mekanik, kimia, dan Jaya tahan korosi dad amalgam yang telah dibuat pada tahun pertama. Pengujian ini dilakukan sesuai standar dan acuan yang ada, dan kemudian dibandingkan dengan amalgam kontrol.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan material tambal amalgam kandungan tembaga tinggi yang memenuhi standar mutu dan dapat diproduksi di Indonesia serta terjangkau oleh masyarakat.
Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris in vitro dari 2 macam amalgam kandungan tembaga tinggi yang telah dibuat, dan 1 macam amalgam produk luar negeri sebagai kontrol. Komposisi kirnia amalgam I adalah 60Ag-27Sn-13Cu, dan amalgam II adalah 59Ag-27Sn-13Cu-lPd. Penelitian ini meliputi uji perubahan dimensi, uji kekerasan, Creep, emisi nap Hg, sifat termal, korosi, dan metalografi. Bentuk dan cara pembuatan spesimen dilakukan sesuai standar ISO 1559-1986. Cara uji dan evaluasi hasil uji untuk perubahan dimensi dan sifat Creep dilakukan berdasarkan standar ISO 1559-1986. Pengujian sifat termal dan kehilangan berat saat pemanasan menggunakan Differential Scanning Calorimeter dan
Thermogravimeter yang dilengkapi dengan program untuk menganalisa hasil pemanasan. Uji kekerasan mengacu kepada literatur yang ada, karena masih belum ada standar untuk kekerasan amalgam. Demikian pula untuk uji emisi uap Hg dan uji korosi. Dalam hal uji korosi, kecepatan korosi dihitung berdasarkan standar ASTM G 102 - 89.
Dari hasil uji perubahan dimensi, amalgam I dan II mempunyai nilai perubahan dimensi yang lebih kecil daripada amalgam kontrol. Nilai perubahan dimensi untuk amalgam I adalah - 1,8 mikron/cm, - 2,3 mikron/em untuk amalgam II, dan - 2,8 mikron/cm untuk amalgam kontrol. Hasil ini memenuhi standar, karena standar menetapkan maksimum perubahan dimensi adalah ± 20 mikronlcm. Pengujian creep pada amalgam I dan II mengalami fracture sebelum pengujian selesai, sehingga belum didapat nilai creep dari amalgam I dan Amalgam kontrol mempunyai nilai creep 1,8 %, dimana standar menetapkan creep maksimum adalah 3 %. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sifat creep dari amalgam I dan II. Uji kekerasan permukaan amalgam yang telah mengeras sempuma menghasilkan nilai kekerasan yang dapat diterima berdasarkan acuan yang dipakai, yaitu bahwa kekerasan amalgam adalah 90 -110 VHN. Uji kekerasan pada amalgam I menghasilkan nilai kekerasan 116,23 VHN, amalgam II 125,6 VHN dan amalgam kontrol 145,7 VHN. Pada pemanasan terjadi transformasi fasa y~ menjadi fasa RI pada amalgam I, II, dan amalgam kontrol. Pada amalgam I transformasi terjadi pada temperatur 88° C, amalgam II mengalami transformasi pada temperatur 110,20 C dan amalgam kontrol pada temperatur 108,5° C. Pada transformasi ini tidak terjadi pembebasan Hg yang dibuktikan dengan uji kehilangan berat, dimana pemanasan sampai 200° C menunjukkan tidak ada perubahan berat dalam amalgam. Peranan penambahan palladium terlihat pada amalgam II, dimana Pd 1 % berat dapat menstabilkan sifat termal amalgam. Dari hasil uji emisi uap Hg, maka amalgam I, II, dan amalgam kontrol melepaskan Ag, Hg, dan Cu ke dalam larutan elektrolit, terutama larutan elektrolit yang mengandung ion Cl dan fosfat. Perak dan Cu secara umum paling banyak dilepaskan oleh amalgam kontrol, dan Hg oleh amalgam IL Dari beberapa literatur nilai pelepasan elemen-elemen tersebut sangat bervariasi sehingga sulit menetapkan batas-batas yang sesuai untuk masing-masing amalgam. Pada pengujian korosi didapat kecepatan korosi yang paling tinggi pada amalgam kontrol. Amalgam I mengalami kecepatan korosi yang Iebih rendah dari amalgam II. Dari uji metalografi didapat gambaran mikrostruktur permukaan amalgam I, II, dan amalgam kontrol.. Gambaran metalografi ini menunjukkan bahwa permukaan amalgam terdiri dari banyak fasa.
Dari hasil keseluruhan uji laboratoris in vitro terhadap sifat fisik, mekanik, kimia,.dan daya tahan korosi serta metalografi dari amalgam I, II dan amalgam kontrol, didapat bahwa amalgam I dan II masih perlu diperbaiki untuk sifat creep yang berarti menyangkut ikatan antara fasa-fasa dan di dalam fasa itu sendiri. Peranan palladium hanya terlihat pada sifat termal dan belum terlihat pada sifat mekanik dan korosi, meskipun laju korosi amalgam II lebih rendah dari amalgam kontrol.

As a Dental Materials RestorationDental amalgam especially High Cu amalgams used in Indonesia, are usually imported from foreign countries. In the first year of the research a high cu amalgam has been produced. Phase identification had been conducted both in the amalgam allyos and the corresponding amalgams by means of x-ray diffraction techniques. The qualitative x-ray diffraction analysis revealed that the fabricated alloys and its corresponding amalgams contained the same phases as the amalgam control (Solila Nova, England), although the interaction between and within these phases must also be considered to be determine further. On the second year of the research, the test had been followed by the determination of physical, mechanical, chemical as well as the corrosion properties of the fabricated high cu amalgams based on International standar and references, and then compared to the amalgam control.
The purpose of this study is to develop a composition of high Cu amalgam with the following conditions: It can be fabricated in Indonesia, it can he applied in broad range of clinical situations, and inexpensive compared to alternative materials.
This study is in vitro experiment on 2 different compositions of high Cu amalgams fabricated in Indonesia and an imported high Cu amalgams as a control. The composition of these amalgams are 60Ag-27Sn-13Cu for amalgam I, and 59Ag-27Sn-13Cu-lPd for amalgam H. The main test consisted of dimensional change test, microhardness test, static creep, Hg vapor emission, thermal analysis, corrosion resistance and examination of microstructure by metalography. Specimens of amalgams were prepared according to ISO No 1559-1986, as well as the evaluation and testing of dimensional change and creep properties. Determinations on thermal properties were done using Differential Scanninng Calorimeter and therrnografimetric analysis. The evaluations of microhardness results were conducted by literature comparison as there has not been a typical hardness standard test for dental amalgam, and also for the Hg vapor emission test and the corrosion test. The corrosion rate were evaluated according to ASTM standard G 102-89.
The results revealed from the dimensional change examination are both amalgam I and amalgam II had lower dimensional change than the amalgam control. Amalgam I has a dimensional change of - 1,8 micron/cm, amalgam II - 2,3 micron/cm, and the amalgam control has - 2,8 micron/cm. This value is considered accepted with the ISO standard which requires a maximum dimensional change of ± 20 micron/cm. In the creep test, amalgam I and II can not sustain the load and fail before the required time of test has passed. As a result, the creep value of amalgam I and II can not be determined. As for the amalgam control, the creep value was 1,8 % which is below the ISO standard requirements (max 3%). For this reason, investigation should be continued to develop and improve the creep properties of the amalgams. Based on literature and references, the hardness of set amalgams were between 90 - 110 VHN. The hardness number of amalgam I was 116,23 VHN, amalgam II 125,6 VIN and the amalgam control was 145,7 VHN. The results of thermal analysis were as follows ; during heating y, phase will transfom into P, phase. In amalgam I, the phase transformation was detected at 88° C, amalgam II at 110,2° C and the amalgam control at 108,5° C. In the phase transition, the weight of the specimens remained the same after heated to 200° C. This condition can be regarded as a condition that there is no Hg release and that the addition of Pd stabilized the thermal properties of amalgam II. The evaluation of the vapor emission test using Atomic absorbtion spectrophotometer represented a result of the emission of Ag, Hg, and Cu into the electrolyte solution especially which contains CI and phosphate ions. Amalgam control released more Ag and Cu and amalgam II released more Hg than amalgam I. There are various datas in the literature concerning the quantity of the elements emission of dental amalgam into the solution, which more difficult to determine the quantity level of element emission of the amalgams. The corrosion test of the amalgams showed that the corrosion rate of amalgam control was higher than amalgam I and II, and the corrosion rate of amalgam I was less than amalgam II. The metalography examinations to amalgam I, II, and control provide the information of different phases containing in the setting amalgam.
From all of these tests mentioned above, it can be concluded that this study needs further research to improve the creep properties of the fabricated high cu amalgams and to clarify the interaction between the amalgam phases. The effect of palladium addition can be seen in the improvement of thermal stability but can not give a shoug evidence in the improvement of mechanical properties and corrosion resistance, eventhough the corrosion rate of amalgam I and II were lower than amalgam control.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
LP 1994 53a
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Noerdin
"Bahan cetak gigi alginat berfungsi dalam membuat reproduksi dari gigi dan jaringan sekitarnya pada proses pembuatan gigi tiruan. Bahan cetak gigi alginat sampai saat ini sangat popular penggunaannya di kalangan kedokteran gigi Indonesia karena harganya terjangkau dan banyak tersedia di pasaran. Bahan cetak ini masih harus diimpor dari luar negeri. Sebagai akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, di beberapa daerah bahan cetak alginat ini menjadi lebih mahal harganya sampai empat kaii lipat dan langka di pasaran. Untuk mengatasi situasi tersebut diperoleh informasi dari sejawat dokter gigi yang bertugas di Sumatera Selatan menambahkan bubuk pati ubi kayu (Manihot Utilisima) ke dalam bubuk bahan cetak gigi alginat pada proses pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, dengan perbandingan 1:1 sebagai langkah penghematan menghasilkan permukaan cukup halus dan kualitas detail cetakan yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi penambahan pati ubi kayu (Manihot utilisima) pada bubuk bahan cetak kemasan terhadap hasil reproduksi detail cetakan gips tipe III sesuai dengan ketentuan ANSI/ADA no. 18 atau ISO 1563 tahun 1978. Mengingat bubuk alginat murni yang berasal dari algae coklat banyak dibudi dayakan di berbagai daerah di Indonesia, dalam penelitian ini dicoba juga kemungkinannya untuk di kembangkan sebagai bahan cetak gigi alginat.
Sebanyak 120 spesimen dibagi dalam 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 20 spesimen. Kelompok A1 sampai dengan A5 adalah kelompok bahan cetak alginat yang dicampur dengan pati ubi kayu, dengan perbandingan secara berurutan dari 55%:45% ; 52,5%:47,5% ; 50%:50% ; 47,5%:52,5% ; 45%: 55%, sedangkan A0 merupakan kontrol tanpa penambahan pati ubi kayu. Setiap kelompok dibuat adonan alginat dengan cara dicampurkan bahan cetak alginat dengan air dan dilakukan pengadukan selama 10 detik; kemudian alat uji reproduksi detail (ISO 1563/1978) dicetak dengan bahan cetak. Dan hasilnya kemudian dicor dengan adonan gips tipe III yang dibuat sesuai petunjuk pabrik. Setelah mengeras, gips hasil pengecoran reproduksi detail garis dengan kedalaman garis 0,050 dan 0,075 dianalisa dibawah mikroskop stereo.
Terlihat penurunan hasil reproduksi detail dengan bertambahnya konsentrasi pati ubi kayu. Semakin sedikit konsentrasi pati ubi kayu yang ditambahkan ke dalam bahan cetak alginat sampai perbandingan 47,5%:52,5% akan menghasilkan reproduksi detail yang masih berada pada ketentuan pada kedalaman garis 0,050 mm. Setelah dilakukan uji t statistik (a =0) diperoleh p a 0,05. Hal tersebut menunjukkan terjadinya penurunan hasil reproduksi detail dari bahan cetak alginat yang dicampur dengan pati ubi kayu tidak bermakna bila dibandingkan dengan hasil reproduksi detail dari bahan cetak kemasan tanpa dicampur ubi kayu.
Penelitian yang menggunakan bubuk algin murni dari algae coklat dicampur pati ubi kayu, dengan penambahan bahan kimia K2S04 1,5% belum dapat menghasilkan cetakan reproduksi detail yang baik, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan bahan kimia tertentu untuk menyempurnakan proses gelatinisasi dari campuran."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Millati Amalia
"Skripsi ini memberikan informasi mengenai ketersediaan bahan restorasi gigi plastis di Puskesmas dan Rumah Sakit di lingkungan kabupaten Bireuen propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) selama Agustus 2007 sampai dengan Agustus 2008. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Amalgam adalah bahan restorasi plastis yang paling banyak tersedia di rumah sakit dan puskesmas di Kabupaten Bireuen. Perlu menjadi perhatian bagi rumah sakit dan puskesmas yang ada di Kabupaten Bireuen adalah penyeragaman harga penambalan pada pasien dengan jenis bahan restorasi yang sama serta merek yang sama. Perlu juga diperhatikan pengadaan ketiga jenis bahan restorasi plastis antara lain amalgam, GIC dan resin komposit oleh Dinkes setempat. Hal ini diperlukan agar tersedianya ketiga jenis bahan restorasi tersebut di setiap rumah sakit dan puskesmas yang ada di Kabupaten Bireuen sehingga memudahkan masyarakat dalam memperoleh perawatan restorasi gigi karena tidak harus dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas yang jauh dari tempat tinggalnya.

This survey give the information about availability of dental restorative materials used at hospitals and public health centers at Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), especially at Bireuen Regency during August 2007 until August 2008. This research is quantitative descriptive interpretive. Based on the results of the survey, it is identified that the restorative materials used by hospitals and public hospitals at Bireuen Regency, the most preferred one is the Amalgam. It is necessary for hospital and public health centers at Bireuen regency to charge the same prices for the tooth patch with the same type and materials. In addition, local health office is expected to have more attention on the procurement of the three dental restorative materials. It is necessary in order that the materials are always available at the hospitals and public health centers at Bireuen Regency so it will facilitate the local people to obtain tooth patch service. Accordingly, local people will not have to be referred to other hospital and public health centers located far from their houses."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Advances in modern dental materials provide patients and practitioners a number of choices from which to create a pleasing and natural looking restoration. This report outlines important features of many of the most popular direct restoratives, with an emphasis on safety and efficacy of each material. The article aims to help dentists to explaim their patients the relative and conservative impact of various materials used in dental restoration. On the basis of current knowledge from laboratory and clinical studies, the alternatives discussed in this report, when properly applied, can provide the patient with a safe and effective treatment in the repair of decayed teeth."
Journal of Dentistry Indonesia, 2004
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"ABSTRAK
Amalgam merupakan bahan tambal gigi yang sampai saat ini masih cukup luas pemakaiannya. Paduan amalgam yang diproduksi di Indonesia adalah paduan amalgam konvensional atau Low Copper Amalgam Alloys. Pada penelitian ini akan dibuat paduan amalgam modern atau High Copper Amalgam Alloys dengan penambahan Palladium. Sebagal kontrol dipakai High Copper Amalgam Alloys komersil merk Solila Nova.
Teknik pembuatan atau proses pabrikasi dari High Copper Amalgam Alloys dilakukan sama seperti pembuatan Low Copper Amalgam Alloys. Komposisi dan struktur fasa dari paduan amalgam dan amalgam ditentukan dengan teknik diffraksi sinar-X. Sedangkan untuk melihat sifat muai panas dan efek penambahan Palladium pada amalgam digunakan teknik Dilatometri.
Dari hasil analisa diffraksi sinar-X didapat hasil bahwa High Copper Amalgam Alloys yang telah dibuat dan Solila Nova terdiri dari fasa y (Ag3Sn) dan fasa c (CusSn), dan kedua fasa tersebut mempunyai struktur ortorombik. Sedangkan fasa-fasa pada High Copper Amalgam dari paduan tersebut terdiri dari fasa yl (Ag2Hgs) yang mempunyai struktur kubus, fasa ii (Cu6Sn5) berstruktur heksagonal dan fasa y (AgsSn) sisa yang tidak bereaksi. Pada High Copper Amalgam tidak terdeteksi adanya fasa y2 (Sn7Hg) yaitu fasa yang terlemah pada struktur mikro amalgam.
Efek dari penambahan Palladium pada amalgam dapat dilihat dari hasil analisa muai panas dengan Dilatometer dan diffraksi sinar-X pada amalgam setelah pemanasan Penambahan Palladium sampai 1% berat membentuk amalgam yang stabil.

ABSTRACT
Amalgam restorations constitute the large majority of all permanent fillings used by Dentist to repair revages of dental caries. Amalgam Alloys that are produced in Indonesia are known as Conventional Amalgam Alloys or Low Copper Amalgam Alloys. The purpose of this investigation is to produce Modern Amalgam Alloys or High Copper Amalgam Alloys with Palladium Additives. The commercially available High Copper Amalgam Alloys, under the trade name Solila Nova was used as a reference.
The manufacturing process and procedure to obtain the Modern Amalgam Alloys were the same as the ones to produce Low Copper Amalgam Alloys. The High Copper Amalgam Alloys and their amalgams were analyzed to determine the phase compositions and structures by using X-Ray Diffraction techniques. The thermal behavior and the effect of Pd additives in High Copper Amalgam were determined by using Dilatometry techniques.
The results of this investigation indicate that the High Copper Amalgam Alloys consist of y (Ag3Sn) and c (Cu3Sn) phases, which are similar as the reference Solila Nova Alloys. The structures of these phases are orthorhombic. The phases of the amalgams of these alloys consist of yl (Ag2 Hgs) and 17 (Cu8Sn$) phases, and the un-reacted particles of y (Ag3Sn), with no detectable y2 (SngHg), since y2 phase in dental amalgam is the weakest phase. The yl crystallizes as a cubic while the phase has hexagonal structure. By Dilatometry techniques the effect of Palladium additives indicate that an increase of Pd in amalgam up to 1 wt % stabilizes the set amalgam.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Salsabila Kirana
"Tren terbaru estimasi PMI melalui data gigi adalah dengan mengamati perubahan yang terjadi pada material kedokteran gigi. Perubahan material yang ada di dalam rongga mulut dipengaruhi oleh durasi korban terpapar lingkungan tempat tubuh mereka ditinggalkan. Salah satu lingkungan adalah jika korban terkubur di dalam tanah. Analisis perubahan fisik material pasca penguburan yang dapat diamati antara lain perubahan warna dan perubahan mekanis seperti microhardness. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah perubahan material tumpatan resin komposit yang terkubur dapat digunakan untuk mengestimasi PMI pada kasus jasad terkubur. Tiga puluh lima spesimen gigi premolar manusia dipreparasi dan direstorasi dengan material resin komposit nanohibrida (warna A3.5, Filtek Z250 XT, 3M, USA). Spesimen dibagi menjadi 1 kelompok kontrol dan 6 kelompok perlakuan yang akan dikubur selama 3 bulan di Gadog (Jawa Barat, Indonesia). Penggalian spesimen dari dalam tanah dilakukan dalam interval 2 minggu, lalu dilakukan foto klinis, uji stabilitas warna (CIE*Lab) dengan alat colorimeter, dan Knoop microhardness. Data diolah menggunakan software Microsoft Excel dan SPSS dengan uji ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan warna yang tidak signifikan (p>0,05) untul nilai ΔE, ΔL, Δa, dan Δb. Terdapat perubahan microhardness yang signifikan (p<0,05) untuk semua kelompok kecuali minggu ke-12. Namun, pola perubahan yang terjadi seiring waktu masih kurang jelas untuk semua hasil pengujian. Meskipun terlihat adanya perubahan pada material resin komposit pasca penguburan, tampaknya analisis perubahan warna dan microhardness masih belum menjanjikan untuk dijadikan dasar estimasi PMI yang akurat dan spesifik.

A recent trend in PMI estimation through dental data is to observe the changes that occur in dental materials. This is because the changes in the material should be related to the time in which the material inside the victim's oral cavity is exposed to the surrounding environment where the body is left out. One of the scenarios is a buried victim in soil. Some of the ways to analyze the physical changes that occured after burial are changes in color and mechanical properties such as microhardness. The purpose of this research is to analyze the changes that can occur to a buried resin composite filling material, and then determine what changes can be used to estimate PMI. 35 human premolar tooth specimens were prepared and restored with nanohybrid resin composite material (A3.5 color, Filtek Z250 XT, 3M, USA). They are divided into 1 control group and 6 groups that will be buried for 3 months in Gadog (West Java, Indonesia). Specimens are excavated in 2 weeks interval, and then examined for clinical photos, color stability (CIE*Lab) with a colorimeter, and Knoop microhardness. Data is processed using Microsoft Excel and SPSS software with ANOVA test. There were changes, albeit statistically insignificant, in color changes (p>0,05) for values ΔE, ΔL, Δa, and Δb. On the other hand, there was a significant change in microhardness number (p<0,05) for all groups except the 12th week. However, the pattern in relation to change over time is still not clear for all results. Although changes are seen in post-burial composite resin material, it seems that changes in color stability and microhardness is still far from being used as the basis of an accurate and specific PMI estimation"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McCabe, John F.
Jakarta: EGC, 2018
617.695 MCC b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Adzkaro Khoirurrijal
"ABSTRACT
Nowadays, either keeping or throwing out the final product of dental cast is the most common thing to do. The waste from dentistry can be considered toxic if not handled specifically and separately to other waste. Hence, recycling process can reduce its effect and the waste of dental casts. The aim of this research is to reuse the dental gypsum either for practical use or health facilities. This research studies, the behavior of before after recycle and heat treatment to several grades of dental gypsum that will be used as impression material or dies. As it rsquo s designed to be an impression material that will undergo heat treatment, Simultaneous Thermogravimetry and Differential Scanning Calorimetry TGA DSC will be applied to understand the Phase Transformation to its mass change and the behavior to a temperature difference. The result will be validated using an experimental approach. X ray Diffraction XRD and Scanning Electron Microscope will also be done to identify the crystalline phases and the surface microstructure, it will be validated using an experimental approach as well. A range of gap between parameter values is expected between the fresh new dental gypsum and the recycled one. However, it is expected some similar values between the heat treated and the fresh new dental gypsum.

ABSTRACT
Dewasa ini, baik menyimpan atau membuang produk akhir dari gips gigi adalah hal yang paling umum untuk dilakukan. Limbah dari kedokteran gigi dapat dianggap beracun jika tidak ditangani secara khusus dan terpisah dengan limbah lainnya. Oleh karena itu, proses daur ulang dapat mengurangi efek dan limbah gips gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggunakan kembali gipsum gigi baik untuk penggunaan praktik atau fasilitas kesehatan. Penelitian ini mempelajari, perilaku sebelum-sesudah mendaur ulang dan perlakuan panas ke beberapa tipe gipsum gigi yang akan digunakan sebagai bahan impresi atau cetakan. Karena dirancang untuk menjadi material impresi yang akan menjalani perlakuan panas, Simultaneous Thermogravimetry dan Differential Scanning Calorimetry TGA-DSC akan diterapkan untuk memahami transformasi fase untuk perubahan massa dan perilaku terhadap perbedaan suhu. Hasilnya akan divalidasi menggunakan pendekatan eksperimental. X-ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM juga akan dilakukan untuk mengidentifikasi fase kristal dan mikro struktur permukaan, perihal tersebut akan divalidasi menggunakan pendekatan eksperimental. Keberadaan renggang antara nilai-nilai parameter diharapkan antara gipsum gigi segar / baru dan yang didaur ulang. Namun, diharapkan beberapa nilai serupa antara perlakuan panas dan gipsum gigi baru / segar."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noke Devina
"Salah satu bahan dasar dari material cetak alginat adalah natrium alginat. Natrium alginat eksperimen dibuat dari ekstraksi rumput laut coklat Sargassum sp. menggunakan perendaman dalam kondisi asam. Hasil natrium alginat diuji kemurnian dan viskositasnya. Natrium Alginat eksperimen dalam penelitian ini memiliki sifat kemurnian yang sesuai dengan bubuk natrium alginat standar dari SIGMA A2158 setelah dilakukan pengujian menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC). Dengan uji viskositas Brookefield, natrium alginat ini memiliki viskositas yang rendah sebesar 45,3 mPas sehingga belum sesuai sebagai bahan dasar material cetak alginat.

Sodium alginate is one of the basic ingredient of the alginate impression material. Experimental sodium alginate was made by extracting Sargassum brown seaweed species using an immersion method in acid. The sodium alginate powder was then tested for its purity and viscosity. Using the High Performance Liquid Chromatography (HPLC) test, the experimental sodium alginate had purity corresponding to the standard sodium alginate powder of SIGMA A2158. Through the Brookefield viscosity test, the experimental sodium alginate had too low viscosity of 45.3 mPas which is not suitable yet for Dental Alginate Impression Material basic ingredient."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>