Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syafik
"Kemarau panjang yang terjadi pada tahun 1997 berdampak pada kekeringan yang berkepanjangan dan turut berkonstribusi timbulnya krisis ekonomi, moneter dan krisis pangan. Dampak ini sangat dirasakan oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah terutama keluarga miskin. Untuk mencegah terjadinya peningkatan angka penderita gizi kurang pada balita keluarga miskin, maka pemerintah melaksanakan bantuan khusus pelayanan kesehatan dan gizi melalui Program Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). Salah satu bentuk bantuan tersebut adalah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada Baduta (umur 6-23 bulan) dari keluarga miskin.
Program PMT -P Baduta ini telah berjalan sejak tahun 1998, namun sampai saat ini belum diketahui sampai dimana keberhasilan program tersebut. Penelitian bertujuan untuk menganalisis sejauhmana keberhasilan program PMT-P baduta keluarga miskin dihubungkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam pelaksanaannya di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan.
Disain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel terdiri dan 111 baduta keluarga miskin dan 45 kader yang terlibat langsung dalam pelaksanaan PMT-P. Pengolahan data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan PMT-P di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan belum berhasil, bila dilihat dari indikator kenaikan berat badan baduta baru mencapai 47,7 % pencapaian cakupan baru 26,7 %. Ada hubungan bermakna antara prosedur pemberian dan tempat pemberian dengan kenaikan berat badan baduta (p<0,05), demikian juga terhadap pencapaian cakupan ada hubungan bermakna dengan variabel pencapaian sasaran, pendataan sasaran dan pendanaan.
Dana PMT-P dari pusat masih kurang, banyak sasaran baduta keluarga miskin yang belum mendapat paket PMT-P, sementara itu prevalensi KEP masih cukup tinggi. Maka untuk mencegah KEP balita bertambah dan menjadi lebih buruk perlu dukungan dana yang berasal dari pemerintah daerah baik dukungan dana PMT -P maupun dana operasionalnya dalam rangka membangun surnber daya manusia sejak dini dan mencegah terjadinya lost generation.

Prolonged dry period in 1997 had impacted on extended drought and had contributed to the raise of economics, monetary, and food crises. These impacts were strongly felt among middle-low economic community especially those who were poor. To prevent the increasing prevalence of malnourished children among poor families, Government implemented a special aid in health and nutrition care through Social Safety Net in Health (JPS-BK). One form of the aid was Food Supplementation Program Recovery Type (PMT-P) targeted to children under two years old (6-23 months old) of poor families.
This PMT-P program had been running since 1998, however until now there was no information about the success of the program. This study aimed to analyze how success was the PMT -P program in Rajabasa Subdistrict, District of South Lampung, as well as its contributing factors the program and, in turn, fulfill local community's demand.
Design of the study is cross sectional. Subjects were 111 under two children of poor families and 45 cadres who directly involved in the implementation of PMT-P program. Data were analyzed univariately and bivariately. The study results show that the implementation of PMT-P program in Rajabasa Subdistrict was not successful as indicated by the increase of body weight which was only 47.7%, and very low coverage of 26.7%. There was significant relationship between supplementation procedure and place of supplementation with body weight increase (p
The PMT-P funding from Central Government was insufficient, there were lot of targets who did not receive the supplementation, and Protein Energy Malnutrition (PEM) prevalence was still high. To prevent worsening PEM, local government should support funding of PMT-P program to improve the quality of local human resources since the beginning of life and to avoid Iost generation phenomena."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Arifin
"Status gizi memegang peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan serta meningkatkan kesakitan dan kematian. PMT JPS-BK merupakan salah sate kegiatan pelayanan program JPS-BK dalam rangka mencegah semakin memburuknya status kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin yang diakibatkan adanya krisis ekonomi. Adapun tujuan dari PMT tersebut adalah mempertahankan dan meningkatkan status gizi anak balita keluarga miskin.
PMT IPS-BK pada anak balita telah dilaksanakan semenjak tahun 1999 di Kabupaten Indragiri Hilir, namun hingga saat ini prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tetap tinggi yaitu gizi buruk sebesar 5,0 % tahun 2001 dan gizi kurang 1,9 % tahun 2001. Disamping itu angka ini lebih tinggi dari angka propinsi Riau pada tahun yang sama sehingga perlu dilakukan penelitian hubungan antara PMT JPS-BK dan faktor-faktor lain dengan status gizi anak balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi balita sebelum dan sesudah Pemberian Makanan Tambahan program JPS-BK setelah dikontrol dengan variabel penyakit infeksi, konsumsi energi dan konsumsi protein.
Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre and postest. Dimana perbedaan status gizi dilihat dan sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Sampel penelitian adalah anak balita usia antara 12 - 59 bulan yang mempunyai data penimbangan berat badan sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 165 anak balita.
Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi gizi kurang sebelum PMT JPS-BK sebanyak 70 anak (42,4 %) dan sesudah PMT JPS-BK menurun menjadi 60 anak (36,4 %). Berdasarkan hasil uji 11rMc1Vemar terdapat perbedaan yang bermakna antara status gizi sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penurunan prevalensi gizi kurang tidak begitu besar sehingga penelitian ini menyarankan agar program PMT JPS-BK lebih berhasil, maka pemberian makanan perlu dilakukan dengan model ibu asuh sehingga petugas dapat memantau dan mengawasi PMT yang dikonsumsi anak. Disamping itu PMT yang diberikan diharapkan sesuai dengan komposisi zat gizi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan.
Daftar bacaan : 52 (1971- 2003)

The Relationship between Providing Supplement Foods (PSF) JPS-BX and Other Factors of Infants Nutrition Status (12 - 59 months) in Indragiri Hilir Regency in the Year 2002 Nutrition status has a significant role in improving the quality of human resources. Insufficiency of nutrition could restrain physical improvements and intellectual developments, decrease productivity, decrease immunity, and increase illness and causality. PSF JPS-BK is one of the JPS-BK service program activities in the prevention of health status and society nutrition degeneration, specially the impoverished families which caused by the economic crisis. Whereas, the objectives of the PSF is to maintain and improve nutrition status of infants of impoverished families.
PSF JPS-BK of infants has been undertaken since 1999 in lndragiri Hilir Regency, but until now the nutrition prevalence of less nutrition and bad nutrition are still high in which bad nutrition is 5,0 % in 2001 and less nutrition is 1,9 % in 2001. Beside that, this number is higher from the number of Riau Province in the same year, thus a study of the relationship of PSF JPS-BK and other factors of infants nutrition status needs to be undertaken
This study is to find out the differences of infants nutrition status before and after Providing Supplement Foods in JPS-BK program subsequent to being controlled with infection illness variable, energy consumptions, and protein consumptions.
The research design which is used is one group pre- and post test. Whereas the differences of nutrition status is observed before and after PSF JPS-BK. The samples are infants aged between 12 - 59 months which has weight measurement data before and after PSF WS-BIC The amounts of samples in this study are 165 infants.
The result of the study shows that the less nutrition prevalence before PSF JPSBK is 70 children (42,2 %) and after PSF JPS-BK decrease to 60 children (36,4 %). Based on the McNemar test result, there is a significant difference between nutrition status before and after PSF JPS-BK.
From the result of this study, it can be concluded that the decrease of less nutrition prevalence is not quite high, thus this study recommends that in order for the PSF JPS-BK program to be successful, providing of foods need to be undertaken through foster mother model so that the officers could monitor and supervise the PSF consumptions by the children. Furthermore, the provided PSF is expected to be in accordance to the composition of nutrition elements, which is established by the Health Ministry.
Bibliography Iist : 52 (1971-- 2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ansori
"Bayi umur 4 - 6 bulan mulai mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-AS1) secara bertahap, disamping masih tetap mendapat ASI. Pada masa ini kekebalan anak yang didapat secara pasif dari ibunya mulai menurun, sementara bayi mulai mendapatkan makanan yang kurang mencukupi dari kebutuhannya. Beberapa basil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi KEP pada bayi lebib dari 15% berdasarkan indeks status gizi (BB/U). Hal ini menunjukkan bahwa masalah gizi pada bayi merupakan hal yang serius yang perlu segera ditangani.
Penelitian ini menganalisis data sekunder dari Penelitian " Pola menyusui, Usia penyapihan dan Pemberian MP-ASI dalam Kaitannya dengan Status Gizi Batita (6 - 36 bulan) Di Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Mir Sumatera Selatan Tabun 2001". Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh tentang kekuatan hubungan umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi. Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang). Sampel adalah bayi umur 6 - 12 bulan yang mendapatkan ASI. Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat dan multivariat_
Hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi KEP sebesar 20,7%, rata-rata umur pemberian MP-ASI 3,8 bulan, sedangakan bayi yang diberi MP-ASI < 4 bulan sebesar 31,0%. Asupan energi dari rata-rata 764 kkal sedangkan asupan protein 16 gr. Dari basil analisis multivari.at didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi umur 6 - 12 bulan. Bayi yang mendapatkan MP-ASI pada umur < 4 bulan kemungkinan akan mengalami risiko gizi kurang 5,2251 kali dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan MP-ASI pads mnur 4 - 6 bulan setelah dikontrol oleh asupan energi. Ternyata asupan energi berperan sebagai confounder, atau mempunyai pengaruh dalam meningkatkan hubungan umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi.
Untuk meningkatkan status gizi bayi maka perlu dilakukan peningkatan pelaksanaan monitoring pertumbuhan melalui kegiatan UPGK di posyandu, selain itu kepada ibu menyusui hams diupayakan untuk tidak memberikan makanan prelakteal dan memberikan MP-ASI dini, karena bila sudah mendapat makanan prelakteal dan IvfP-ASI yang diberikan pada umur < 4 bulan bisa merugikan bayi. Petugas kesehatan berperan penting dalam memberikan pendidikan/konseling terhadap ibu hamil tentang manajemen laktasi. Agar bayi dapat memenuhi kebutuhan gizinya perlu dikembangkan makanan lokal melalui pelatihan pembuatan makanan lokal yang memenuhi syarat gizi dan cita rasa.

The Relationship between the First Age of Introducing Complementary Feeding with Nutritional Status of Babies aged 6 - 12 Months at Pedamaran Subdistrict Ogan Komering Ilir District South Sumatera in 2001Babies aged 6 -12 months begins to get complemernary feeding gradually while still breast feeded. In this age, baby immunity which was received passively from his mother decreases, while he begins to receive an inadequate food. Several researches show that protein energy malnutrition (PEM) prevalence to babies is more than 15% based on nutritional status index (Weight/Age). This shows that baby nutrition remains serious matter to overcome.
The research analyzes secondary data obtained from the previous research titled "Breast feeding pattern, weaning age and complementary feeding in relation to the nutrition status of baby under three years ( 6 - 36 months) at Pedamaran Subdistrict, Ogan Komering Ilir District, South Sumatera in 2001". This research purpose is to obtain the relational strength between the first age of introducing complementary feeding and nutritional status of babies 6 - 12 months. This research uses cross sectional design, through univariat, bivariat, and multivariate analyses. Samples are baby aged 6 - 12 months who received Breast milk
The research result shows that Protein Energy Malnutrition (PEM) prevalence is 20,7%, mean of ages introducing complementary feeding is 3,8 months, mean of babies of age of introducing complementary feeding < 4 months is 31,0%, mean of energy intake is 764 kkal, and mean of protein intake is 16 gr. Multivariate analysis shows that there is significant relationship between first age of introducing complementary feeding and nutritional status of infant age 6 -12 months. Babies who received complementary feeding <4 months possible might experience with under nutrition (Weight/Age) risk more than 5,2251 than babies who received complementary feeding at 4 - 6 months of age after controlled by energy intake. Apparently, energy intake plays as confounder role, or has influence to increase the relationship between first age of complementary feeding and nutritional status of infants.
In order to improve baby nutritional status, there should be monitoring improvement through UPGK program at Posyandu. In addition, mother is expected not to administer prelacteal food and able to administer exclusive breast-feeding, because babies given prelacteal and administered of introducing complementary feeding at the age <4 months, they will be harmful. On the other hand there should be information given both to health officers and pregnant mothers about lactation management . In order to baby nutrient necessity, there should be it needs local/ordinary foods development through the training of local food production which fulfills nutrition condition and flavor.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminuddin
"Krisis ekonomi yang berlangsung sejak tahun 1997 di Indonesia mengakibatkan bertambahnva jumlah orang miskin, Jaya bell masyarakat menurun, harga bahan pokok melambung, munculnya ancaman kelaparan dan kerawanan gizi terutama pada kelompok anak Balita.
Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencegah agar masyarakat miskin tidak makin terpuruk , Program tersebut meliputi: peiayanan kesehatan dasar bagi anggota keluarga miskin; pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas dan balita; perbaikan gizi ibu hamil, menyusui dan balita serta pengembangan model JPKM.
Studi longitudinal program JPSBK pada 5 propinsi di Indonesia memperlibatkan adanya kecenderungan perbaikan status gizi dan penurunan infeksi pada balita. Dalam rangka mengetahui dampak program JPSBK terhadap status gizi anak BADUTA maka Pusat Studi Gizi dan Pangan (PSGP) Universitas Hasanuddin bekerjasama dengan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI melakukan penelitianpada 2 Kabupaten yakni Maros Propinsi Sulawesi Selatan dan Tangerang Propinsi Banten. Data yang dianalisis dalam rangka pembuatan Iesis ini adalah bagian dari penelitian yang diiaksanakan di Kabupaten Tangerang.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak program JPSBK terhadap status gizi dan prevalensi penyakit infeksi anak BADUTA dengan desain penelitian Time Series (trend)_ Sedangkan yang menjadi sampel daiam penelitian ini adalah bayi dan anak yang berumur 6 - 23 buaan.
Dari hasil analisis dengan menggunakan indikator < -2 z- score untuk PBIU,BBIPB dan BBIU ditemukan anak baduta Gakin malnutrisi setelah setahun program 3PSBK masing-masing berturut-turut 43,3°/x; 14% dan 45,1% . Untuk poia asupan makanan meningkat pads. BADUTA GAKIN dan non GAKIN setelah setahun program JPSBK. Prevalensi penyakit infeksi meningkat pada kasus diare dan demam tetapi menurun untuk kasus ISPA. Pada BADUTA non GAKIN prevalensi diare dan ISPA menurun tetapi meningkat pads kasus demain. Variabel yang bermakna dalam penalitian ini hanya pola asupan makanan, penyakit Diare dan ISPA.
Dari basil yang diperoleh dalam penekitian ini maka disarankan untuk mencontoh model program JPSBK untuk menanggulangi status gizi anak Baduta yang sifatnya darurat.

Impact of Infectious Diseases and Quality of Nutrition Intake Method Concerning to Nutrition status of Children Under Two Years Age Before and After One Year of Social - Health Safety Net Program (SHSNP) at Tangerang District Banten Province in Year 2000
During Indonesia economic crisis since 1997 has made impact to increase the numbers of poor, decrease the purchasing power of people, to rise the prices of primary goods then starvation and malnutrition comes up among children under five years old.
Social - Health Safety Net Program (SHSNP) is one of action of government to prevent the poor people should not be more savers. This program included primary health services for poor family, maternal and child services, mother nutrition, breastfeeding and develops SHSNP model
Longitudinal study of this program at five provinces in Indonesia has shown the improvement of nutrition status and decrease of infectious diseases on children under five years old or BALITA. Recording to find out the effect of this program to the improvement of nutrition status on children under five years old, Direktorat Bina Gizi Masyarakat or Directorate of Cultivate of Community Nutrition Ministry of Health, Republic of Indonesia has studied at 2 (two) Districts; Maros on South Sulawesi Province and Tangerang on Banten Province. The data that analyzed in this study is part of research that has run on Tangerang District.
This study focuses on the effect of SHSNP to nutrition status and prevalence of infectious diseases on children under two years old or BADUTA Design of this study is quasi experimental. Babies and children with age 6 - 23 months are become sample in this study.
The result of this study by using indicator < -2 z- score Height/Age, Weight/Height and Weight/Age, and after one year it was founded children with malnutrition, each of them are 43,3 %, 14,0 % and 45,1%. The nutrition intake method increase an BADUTA GAKIN and Non-BADUTA GAKIN after one year of this program. Infectious disease prevalence of diarhoea and fever increase, but respiratory tract infection decrease. BADUTA Non GAKIN has decreasing of diarrhea and
respiratory infection, but fever increase. The significant variables are food intake, diarrhea and respiratory tract infection.
This study has recommendation to imitate Social - Health Safety Net Program (SHSNP) to take care the emergency nutritional status on children under two years age (BADUTA)."
2001
T690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermansyah
"Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk kekurangan gizi yang terutama terjadi pada anak-anak umur dibawah lima tahun (balita) dan merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi. Masalah gizi memiliki dimensi yang luas, tidak hanya merupakan masalah kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan Iingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antara wilayah ataupun antara kelompok masyarakat, bahkan akar masalah ini dapat berbeda antara kelompok usia balita.
Kondisi krisis ekonomi yang terus berkelanjutan sampan saat ini, akan menyebabkan daya beli pada masyarakat secara umum menjadi menurun, karena disatu pihak relatif banyak yang kehilangan sumber mata pencaharian sementara dipihak lain adanya peningkatan harga barang dan jasa. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP anak umur 6 - 59 bulan terutama pads keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto. Faktor-faktor yang diteliti adalah konsumsi energi, konsumsi protein, pemberian kolostrum, pemberian ASI, pemberian makanan tambahan (PMT), diare, ISPA, berat badan lahir umur anak, jenis kelamin anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu clan jumlah anggota keluarga.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional) dengan pendekatan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak umur 6 - 59 bulan di daerah IDT Kota Sawahlunto dan tergolong dalam kelompok keluarga miskin. Analisis data dilakukan analisis multivariat regresi logistik dengan jumlah sampel sebanyak 430 orang.
Hasil pengolahan dan analisis data didapatkan bahwa prevalensi KEP anak umur 6 - 59 bulan pada keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto adalah sebesar 21,6%. Kemudian anak dengan konsumsi energi kurang berisiko untuk menderita KEP 29,42 kali (95% CI : 9,266 - 93,387) dibandingkan anak yang memperoleh konsumsi energi cukup dan anak dengan konsumsi protein kurang berisiko untuk menderita KEP 2,99 kali (95% CI : 1,043 - 8,585) dibandingkan anak yang memperoleh konsumsi protein cukup. Sementara itu anak dengan pola menyusui secara Non Eksklusif berisiko untuk menderita KEP 6,69 kali (95% CI : 2,490 - 17,968) dibandingkan anak yang memiliki pola menyusui secara Eksklusif, anak yang mengalami sakit Diare berisiko untuk menderita KEP 7,74 kali (95% CI: 2,383 - 25,126) dibandingkan anak yang tidak sakit Diare dan anak yang mengalami sakit ISPA berisiko untuk menderita KEP 17,71 kali (95% Cl : 6,167 -- 50,830) dibandingkan anak yang tidak sakit ISPA Selanjutnya anak dengan berat badan lahir rendah berisiko untuk menderita KEP 4,3 I kali (95% CI : 1,342 -- 13,867) dibandingkan anak yang mempunyai berat badan lahir normal serta anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga besar berisiko untuk menderita KEP 6,39 kali (95% CI : 2,350 -- 17,372) dibandingkan anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga kecil.
Disimpulkan bahwa kejadian KEP anak umur 6 - 59 bulan terutama pada keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto berhubungan erat dengan faktor konsumsi energi, ISPA, Diare, pemberian ASI, jumlah anggota keluarga, berat badan lahir serta konsumsi protein."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 2747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rooswidiawati Dewi
"Penyebab langsung status gizi adalah asupan dan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah pola asuh, ketersediaan pangan, sanitasi ,air bersih, dan pelayanan kesehatan dasar. Prevalensi balita kurus di Kecamatan Beruntung Baru berada lebih tinggi dari ambang batas 0.5% yaitu 13.36%. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi menggunakan kuesioner. Metode yang digunakan Cross Sectional. Analisis univariat menunjukkan prevalensi anak dengan status gizi sangat kurus 0.75 %, 28% kurus, 69% normal dan 2.25% gemuk.
Hasil analisis Bivariat ditemukan berhubungan bermakna pada jumlah balita dalam keluarga (p=0.000), Jumlah anggota keluarga (p=0.007), jumlah penghasilan keluarga (p=0.027), pola asuh gizi (p=0.030), pemberian ASI ekslusif (p=0.029), Penyakit infeksi (p=0.029), asupan energi (p=0.001), asupan protein (p=0.00) dan variabel sanitasi dasar (p=0.010) serta pelayanan kesehatan (p=0.002). Variabel tidak berhubungan adalah umur, jenis kelamin dan berat badan lahir.
The immediate cause nutritional status is the intake and of infectious diseases. Indirect cause is the pattern of care, availability of food, sanitation, clean water and basic health services. The prevalence of underweight children in the District of Beruntung Baru higher than the 0.5% threshold is 13,36%. This study uses primary data collected through interviews and observation with questionnaires. Used Cross Sectional methods. Univariate analysis showed the prevalence of nutritional status of children with a very thin 0.75%, 28% lean, 69% normal and 2.25% fat.
Bivariate analysis of the results found to be related significantly to the number of children in the family (p=0.000), number of family members (p=0.007), number of family income (p=0.027), parenting nutrition (p= 0.030), exclusive breastfeeding (p=0.029), Infectious diseases (p = 0.029), energy intake (p = 0.001), protein intake (p = 0.00) and basic sanitation (p = 0.010) as well as health services (p = 0.002).Variables are not related to age, sex and birth weight.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azrimaidaliza
"Hasil pemantauan gizi dan kesehatan (Nutrition and Health Surveillance System/NSS) tahun I999-2003 menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang (berat badan menurut umur <-2 SD dari median NCHS), yaitu di atas 30% (klasifikasi WHO) pada balita di daerah kumuh perkotaan maupun pedesaan. Prevalensi gizi kurang tersebut lebih tinggi di daerah kumuh perkotaan dibandingkan daerah kumuh pedesaan. Kota Jakarta merupakan salah satu daerah kumuh perkotaan yang terrnasuk dalam daerah pengumpulan data NSS. Di daerah ini, prevalensi gizi kurang tinggi pada anak usia 12-23 bulan (Juni-September 2003), yaitu 42% dan prevalensi ASI eksklusif paling rendah dibandingkan dengan ketiga daerah kumuh perkotaan lainnya (Surabaya, Semarang dan Makassar), yaitu hanya 1%.
Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan data sekunder NSS yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak umur 6-24 bulan daerah kumuh perkotaan di Jakarta tahun 2003. Jumlah sampel sebanyak 1031 anak dan analisis data meliputi univariat, bivariat dan multivariat. Analisis multivariat menggunakan analisis Regresi Logistik Ganda.
Hasil penelitian menunjukkan anak umur 18-24 bulan berisiko mengalami gizi kurang 3,041 kali dan anak umur 12-17 bulan berisiko mengalami gizi kurang 2,443 kali dibanding anak umur 6-11 bulan. Kemudian anak dengan berat badan lahir < 2,5 kg berisiko mengalami gizi kurang 3,018 kali dibanding anak dengan berat badan lahir > 2,5 kg. Selanjutnya ibu dengan IMT S 18,5 berisiko mempunyai anak gizi kurang sebesar 1,828 kali dibanding ibu dengan IMT > 18,5. Adapun keluarga dengan jumlah balita > 2 orang berisiko mempunyai anak gizi kurang 1,407 kali dibanding keluarga dengan jumlah balita 1 orang. Faktor paling dominan berhubungan dengan status gizi anak adalah umur bayi/anak berikutnya berat badan lahir, IMT ibu dan jumlah balita. Umur bayi/anak terutama umur 18-24 bulan berisiko lebih besar menderita gizi kurang karena pada umur tersebut anak mulai mengalarni gangguan pertumbuhan akibat efek kurnulatif dani faktor ASI dan makanan yang tidal( diberikan secara adekuat pada umur sebelumnya. Di samping itu, anak mempunyai riwayat berat badan lahir rendah sehingga sulit mengejar ketinggalan pertumbuhannya, status gizi ibu yang kurang balk dan banyaknya balita dalam keluarga berdampak pada pertumbuhan anak. Oleh karena itu, perlu pemantauan status gizi anak, status gizi ibu prahamil, selama hamil dan pasta hamil. Selain itu, perlu penyuluhan mengenai pemberian MP-ASI umur 4-6 bulan dan pemberian makanan tambahan pada anak serta suplementasi vitamin pada ibu.

Nutrition and Health Surveillance System (NSS) year 1999-2003 shows prevalence of underweight (weight for age < -2 SD from NCHS median) is very high , that is above 30% (WHO classification) on infant at rural and urban slum areas. An underweight prevalence at urban slum areas is higher than rural slum areas. Jakarta is the one of slum area that include in NSS data collection area. In this area, prevalence of underweight children 12-23 months of age (June-September 2003), is 42% and prevalence of exclusive breastfeeding is the lowest compared with other three urban slum areas (Surabaya, Semarang and Makassar), is only 1%.
This research is a survey research using NSS secondary data that aimed to identify factors that related with nutrient status of children 6-24 months of age in urban slum of Jakarta year 2003. Total sample are 1031 children and data analysis consist of univariate, bivariate and multivariate. Multivariate analysis use double logistic regression analysis.
Research result show child 18-24 months of age have risk in having underweight 3,041 times and child 12-17 months of age have risk in having underweight 2,443 times compared with child 6-11 months of age. Moreover, child with birth weight < 2,5 kilo have risk in having underweight 3,018 times compared with child with birth weight >. 2,5 kilo. While mother with Body Mass Index (BMI)
BMI > 18,5. Meanwhile family with under-five child member > 2 have risk 1,407 times in having underweight child compared to family with one under-five child member. The most dominant factor related to child nutrient status is child age, after that birth weight, mother's BMI and under-five child member. Child 18-24 months of age have bigger risk in having underweight because, at that age, the child begin to have growth problem result from cumulative effect from breastfeeding factor and not enough food given at previous age. Besides that, child with low birth weight record is difficult to catch up their growth, mother nutrient status and the amount of under-five child impact to child growth. Thus, the need of children nutrient status surveillance, mother nutrient status of before pregnancy, during pregnancy and after pregnancy. Besides that, the need of health promotion about complementary feeding 4-6 month age and extra food distribution to child and vitamin supplement to mother."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnita
"Anak usia sekolah merupakan pemirsa televisi yang paling rawan, karena mudah dipengaruhi iklan. Televisi saat ini didominasi oleh iklan makanan dan minuman yang tinggi lemak, gula dan garam. Survei pendahuluan menunjukkan bahwa anak menonton televisi lebih dari 2 jam per hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iklan makanan dan minuman di televisi terhadap preferensi makanan dan minuman anak usia sekolah di SDN 115466 Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016. Penelitian dilaksanakan pada bulan April- Juni 2016. Penelitian menggunakan disain kuasi eksperimen (one group pretestposttest design), dengan total sampel 68 siswa kelas IV dan V. Analisis yang digunakan adalah Uji T Dependen. Intervensi dilakukan dengan melihat rekaman 10 iklan makanan dan minuman yang ada di televisi dengan durasi 5 menit dan tanpa pengulangan. Pre test preferensi makanan dan minuman dilakukan sebelum intervensi, post test1 dilakukan sesaat setelah intervensi, post tes2 dilakukan 1 minggu setelah post test1, dan post test3 dilakukan 1 minggu setelah post test2.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh iklan makanan dan minuman di televisi terhadap preferensi makanan dan minuman anak sebelum dan sesudah intervensi. Preferensi Pre Test - Post Test1 (p=0,0005), Pre Test - Post Test2 (p=0,0005), Pre Test - Post Test3 (p=0,0005). Tidak terdapat perbedaan preferensi makanan dan minuman Post Test1 - Post Test2 (p=0,541), Post Test2 - Post Test3 (p=0,436), hal ini menunjukkan bahwa preferensi dapat bertahan lebih dari 2 minggu setelah melihat iklan. Perlu dilakukan pembatasan paparan iklan terhadap anak, dengan membatasi waktu menonton televisi, dan pendampingan oleh orang tua.

The school age children is viewers television that most prone to be affected by ads. Television program is dominated by ads of foods and beverages with high fat, sugar dan salt. Priliminary survei found that duration of the school age children watching television is more than 2 hours a day. The purpose of this research is to know the influence of foods and beverages ads on television to the school age children foods and beverages preferences, May-June 2016. The design of research is quasi experiment (one group pretest-posttest design) with 68th student on IV and V degree as the sample. The analysis used the T dependent test. The intervention is by looking at the footage 10 food and beverage advertising on television with 5 minutes duration and without repetition. Pre test food and beverage preferences conducted before the intervention, post test1 conducted shortly after the intervention, post tes2 held 1 week after post test1 and test3 held 1 week post after post test2.
The results of the research show that there is the influence of foods and baverages ads in television on childrens preferences before and after intervension exposure to foods and baveragess ads. There are difference preferences in foods and baverages Pre Test - Post Test1 (p=0,0005), Pre Test-Post Test2 (p=0,0005), Pre Test -Post Test3 (p=0,0005). There aren?t difference preferences in foods and baverages in Post Test1-Post Test2 (p=0,541), Post Test2-Post Test3 (p=0,436), it show that the preferences can stay more than 2 weeks after intervention. The restriction of exposure the ads of children is needed with limiting time of watching television and parents instruction."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Embriyowati Catiyas
"ABSTRAK
ISPA merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi dan penyebab kematian
balita di negara maju. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan
faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA di Wilayah Kecamatan Gombong
Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tahun 2012. Penelitian ini menggunakan
desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua balita yang
berumur 0 ? 59 bulan dengan jumlah sampel 166 balita yang di ambil secara
systematic random sampling pada karakteristik balita, lingkungan rumah, sumber
pencemaran udara dalam rumah dan partikulat debu PM 2,5. Penelitian ini
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara ASI Eksklusif (2,19;1,15,-
4,16), status imunisasi (3,25;1,14-9,49), status gizi (4,18;1,12-15,59),
pencahayaan (2,32;1,10-4,85), kepadatan hunian (2,08;1,11-3,88), adanya
perokok (2,23;0,15-4,322) dan ada hubungan jarak rumah dari jalan raya yang
mengandung PM 2,5 (8,00;1,52-42,04) dengan kejadian ISPA pada balita.

Abstract
Acute Respiratory Infections (ARI) is an infectious disease it is the most common
cause of infant mortality in developing countries. This study aims is to find an
overview and factors related of the incidence of ARI in the Kebumen Region,
Gombong subdistric of Province Central Java in 2012. This study uses crosssectional
design. The population in this study were all children aged 0 days - 59
months with a sample of 166 children under five year old. This study sampling
taken by systematic random sampling on factor characteristics of infants, home
environment, sources of indoor air pollution and accidental sampling on factor
particulate dust PM of 2.5. The results of this study showed significant association
between the characteristics of a toddler: breastfeeding status (2,19;1,15 to 4,16),
immunization status (3,25;1,14 to 9,49), nutritional status (4,18;1,12to 5,59) home
environment factors: density residential (2,08;1,11-3,88), lighthing (2,32;1,10-
4,85), sources of pollution air in the house: the smokers (2,23;0,15-4,322) and
association between PM 2,5 of house distance from the main road (8,00;1,52-
42,04) with acute respiratory infection."
2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Apoina Kartini
"ABSTRAK
Titik berat Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PIP II) dan prioritas Repelita VI adalah pada bidang ekonomi seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM ditentukan oleh kualitas fisik dan non fisik yang saling berkaitan. Salah satu upaya meningkatkan kualitas SDM, khususnya kualitas fisik, adalah peningkatan kesegaran jasmani di kalangan masyarakat, terutama di kalangan pelajar. Penelitian Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1993) menyimpulkan bahwa lebih dari 40 persen murid SD di delapan propinsi di Indonesia mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang rendah.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang tingkat kesegaran jasmani murid SD di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan hubungannya dengan jenis kelamin, umur, status gizi menurut antropometri, status anemi, dan kondisi ekonomi orangtua.
Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan belah lintang (cross sectional). Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan basil penelitian `Kemitraan Indonesia untuk Perkembangan Anak? (Mitra) tahun 1995 di Kabupaten Karanganyar. Sampel dari penelitian ini adalah 539 murid di 51 SD di Kabupaten Karanganyar, yang terbagi menjadi dua kelompok umur, yaitu kelompok umur 8-9 tahun dan kelompok umur 11-13 tahun. Pengukuran tingkat kesegaran jasmani dilakukan dengan Harvard Step Test yang telah dimodifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan 19,4 persen murid laki-laki dan 49,6 persen murid perempuan mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang rendah (`kurang' sampai `sangat kurang'). Didapatkan 26,1 persen murid SD yang mempunyai status gizi kurang berdasarkan indeks BB/TB, dan murid yang menderita anemia sebanyak 17,1 persen. Terdapat perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani antara murid laki-laki dan murid perempuan (p<0,05), dimana rata-rata skor kesegaran jasmani murid laki-laki lebih tinggi dibandingkan murid perempuan., Didapatkan perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani antara murid kelompok umur 8-9 tahun dan murid kelompok umur 11-13 tahun (p<0,05), dimana rata-rata skor kesegaran jasmani murid kelompok umur 8-9 tahun lebih tinggi dibandingkan murid kelompok umur 11-13 tahun. Tidak ada perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani di antara tiga kategori status gizi berdasarkan indeks BB/TB (p>0,05). Bila digunakan indeks TB/U dan BBIU didapatkan perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani di antara empat kategori status gizi (p<0,05), dimana rata-rata skor kesegaran jasmani tertinggi justru pada status gizi buruk. Terdapat perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani antara murid yang anemia dan murid yang tidak anemia (p<0,05), dimana rata-rata skor kesegaran jasmani murid yang anemia lebih tinggi dibandingkan murid yang tidak anemia. Tidak didapatkan perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani di antara tiga kategori kondisi ekonomi orangtua murid (p>0,05).
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa masih banyak murid SD di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai tingkat kesegaran jasmani rendah, sehingga diperlukan upaya-upaya untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut antara lain dapat dilakukan dengan melaksanakan program pendidikan kesegaran jasmani/olahraga di sekolah-sekolah yang lebih mengarah pada peningkatan aktifitas fisik murid, dan diadakannya program peningkatan status gizi murid, terutama untuk murid yang mempunyai status gizi `kurang', misalnya dengan pemberian makanan tambahan (PMT-AS).

ABSTRACT
Factors Associated With Physical Fitness Among Primary School Children In Karanganyar District, Central Java, 1995Human resources development is one of the main objectives of the Indonesian second longterm development (PJP 10. The quality of human resources is determined by human physical and non physical quality. One of the effort to improve the quality of human resources, especially physical quality, is improvement the physical fitness. Research from Centre of Physical Fitness and Recreation, Education Department and Culture Republic of Indonesia (1993) concludes that more than 40 percents elementary student for eight provinces in Indonesia have low physical fitness level.
The aim of this study is to get information on physical fitness level among elementary school children in Karanganyar District, Central Java and the relationship with sex, age, nutritional status (anthropometrics), anemia status, and parents' economic status.
The study was conducted in 51 elementary scholls in Karanganyar District, Central Java in a cross sectional manner. Secondary data from "Mitra" Project (1995) was used. The total sample was 539 students aged 8-13. The children's physical fitness level were examined by the Harvard Step Test that has been modified.
The study showed that 19,4 percents boy student and 49,6 percents girl student have low physical fitness level. There are 26,1 percents students that have Protein Energy Malnutrition (PEM) is based on Weight/Height (WIH), and there are 17,1 percents students suffer from anemia. Statistic analysis with t-test showed that there was significantly difference for average score of physical fitness between boy student and girl student (p< 0,05). There was significantly difference of average score for physical fitness between student 8-9 years and 11-13 years. Statistic analysis with Analysis of Variance (Anova) test showed that there was no significantly difference average score for physical fitness between three nutritional status categories based on WIH (p>0,05). Based on Height/Age (H/A) and Weight/Age (W/A) index, there were significantly difference for average score of physical fitness between four nutritional status categories (p<0,05). Statistic analysis with t-test showed that there was significantly difference for average score of physical fitness between student gets anemia and without anemia (p<0,05). Statistic analysis with Anova showed that there was no significantly difference for average score of physical fitness between three economic condition categories from the parents (p>0,05).
The study showed that a lot of elementary school children in Karanganyar District have low physical fitness level. So that needed some efforts to overcome about it, The efforts can be done by doing sport education at school that aimed for student physical activity improvement, being improvement program of student nutritional status, especially for student that has low nutritional status for example by giving additional food (PMT-AS).
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>