Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106377 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Hanani
"ABSTRAK
Saat ini pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan pengobatan modern yang berarti dapat bersama-sama masuk dalam jalur pelayanan formal. Pengembangan obat tradisional juga didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, tentang fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik.
Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia dan ekstrak (sediaan galenik), karena khasiat suatu tanaman tergantung pada kandungan kimianya, dimana kandungan kimia ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah hujan, panen. Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana dapat menentukan keseragaman mutu simplisia dan ekstrak suatu tanaman yang tumbuh dari beberapa daerah yang mempunyai ketinggian, keadaan tanah dan cuaca yang berbeda.
Graptophyllum pictum (L) Griff yang dikenal masyarakat Indonesia dengan nama daerah handeuleum atau daun wungu banyak dimanfaatkan dalam obat tradisional untuk mengobati penyakit wasir atau hemorrhoid.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan parameter-parameter yang dapat digunakan untuk menentukan mutu simplisia dan ekstrak etanol (50%) daun handeuleum yang berasal dari 3 tempat yang berbeda (Tawangmangu, Depok dan Bogor) serta menentukan pola KLT dan KLT densitometernya.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap simplisia daun handeuleum adalah penetapan kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol. Pola KLT dan KLT densitometer diamati dari fraksi heksan dan metanol dari simplisia dan ekstrak etanol (50%) daun handeuleum. Penampak bercak yang digunakan adalah vanilin-asam sulfat aluminium trildorida dalam metanol. Ekstrak etanol (50%) daun handeuleum dibuat secara maserasi lima kali; kemudian dilakukan pemeriksaan organoleptis, kelarutan (air, etanol 70% dan kloroform), keasaman (pH) dan residu kering.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa parameter lebih dapat digunakan terhadap simplisia daun handeuleum adalah kadar abu tidak dari 12%, kadar abu tidak larut dalam asam tidak lebih dari 2%, kadar sari larut dalam air tidak kurang dari 29%, dan kadar sari larut dalam atonal tidak kurang dari 6%. Pola KLT dan KLT densitometer (pada = 420 nm) sari heksan dan metanol simplisia daun handeuleum menunjukkan adanya 11 dan 9 bercak, masing-masing dengan fase gerak heksan-etil asetat (7:3) dan etil asetat-asam formiat-air (10:2:3).
Parameter yang dapat digunakan terhadap ekstral etanol (50%) daun handeuleum adalah residu kering tidak kurang dari 80%, keasaman (pH) antara 6,9--7,4; sedangkan kelarutan dalam air, etanol 70% dan kloroform, secara berurutan adalah mudah larut, larut dan sukar larut.
Pola KLT dan KLT densitometer dari heksan dan metanol ekstrak etanol (50%) dari daun handeleum menunjukkan adanya 11 dan 9 bercak, masing-masing dengan fase gerak heksan-etil asetat (7:3) dan etil asetat-asam formiat-air (10:2:3)."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Setyo Nugroho
"Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi mematikan yang disebabkan oleh parasit darah, Plasmodium sp. Setiap tahunnya lebih dari satu juta orang meninggal akibat malaria. Kematian akibat malaria terutama disebabkan oleh resistensi parasit terhadap obat antimalaria. Flamboyan (Delonix regia) telah digunakan sebagai obat tradisional terhadap malaria di Zambia, beberapa negara Afrika lain dan, Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas antimalaria pada tikus yang diinfeksi Plasmodium berghei dan kandungan fitokima kulit batang dan biji Delonix regia. Desain penelitian yang digunakan adalah studi eksperimental.
Penelitian ini menggunakan ekstrak kulit batang dan biji Delonix regia dalam tiga dosis, yaitu 2,8 mg/20 g mencit; 8,4 mg/20 g mencit; dan 14 mg/20 g mencit. Kloroquin dosis 0,52 mg/20 g mencit digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan air digunakan sebagai kontrol negatif. Perlakuan diberikan pada hari ke-0 saat mencit dinyatakan terinfeksi Plasmodium berghei. Parasitemia diamati sebelum pemberian perlakuan (hari ke-0) dan hari ke-3. Selisih densitas parasit pada Hasil penelitian dan uji statistik dengan One Way ANOVA menunjukkan ekstrak kulit batang dan biji Delonix regia tidak memiliki efek penghambat pertumbuhan Plasmodium berghei yang bermakna jika dibandingkan dengan kontrol negatif (p>0,05).

Malaria is one of deadly infectious disease caused by blood parasite; Plasmodium sp. Malaria caused more than one million deaths every year. Deaths caused by malaria were particularly due to the parasite's resistance to malarial drugs. Delonix regia has been used as a traditional medicine against malaria in Zambia, some of African countries, and in Nusa Tenggara Timur. This research was done to understand antimalarial effect of Delonix regia bark and seed in mice infected with Plasmodium berghei and to know their phytochemical substances.
This research used three doses of Delonix regia bark and seed, which were 2,8 mg/20 g mouse; 8,4 mg/20 g mouse; and 14 mg/20 g mouse. Chloroquine 0,52 mg/20 g mouse was used as positive control, whereas water as negative control. The treatments were given at day 0 when the mice have been proven infected by Plasmodium berghei. The observation of parasitemia conducted at day 0 before giving the treatments and day 3. The results and statistical analysis using One Way ANOVA showed Delonix regia bark and seed extract didn't show growth inhibitory effect of Plasmodium berghei compared with negative control.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetty Ariana L.T.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
S32040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Rina Yunita
"ABSTRAK
Pendahuluan: Sambiloto atau Andrographis panniculata merupakan sebuah
tanaman herbal yang memiliki khasiat sebagai antimalaria dengan cara
meningkatkan kerja antioksidan dalam tubuh. Hati merupakan salah satu tempat
terjadinya fase perkembangan Plasmodium pada penyakit malaria. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis aktivitas antimalaria dari Ekstrak Etanol Sambiloto
(EES) pada mencit yang diiinfeksi Plasmodium berghei secara in vivo melalu
pengukuran kadar MDA dan aktivitas spesifik katalase jaringan hati.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental in vivo
menggunakan hewan coba mencit Balb/c. Metode penelitian dilakukan dengan
mengelompokkan mencit ke dalam empat kelompok yaitu kelompok kontrol yang
tidak diberi perlakuan, kelompok I yang diinduksi Plasmodium berghei tetapi
tidak diterapi, kelompok II yang diinduksi Plasmodium berghei dan diberi EES 2
mg/kgBB serta kelompok III yang diinduksi Plasmodium berghei dan diberi
klorokuin 10 mg/kgBB selama 3 hari. Analisis kadar MDA dilakukan dengan
metode Wills dan aktivitas spesifik katalase dengan metode Mates et al.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar MDA yang tidak
signifikan pada mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei dan diberi
ekstrak etanol sambiloto (EES) 2 mg/kgBB dibandingkan dengan kontrol negatif
(66.49 ± 22,92 vs 69.40 ± 11,69 nmol/g jaringan hati). Namun pada kelompok
yang diberi perlakuan klorokuin juga terlihat penurunan kadar MDA yang tidak
signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif (67.49 ± 7,04 vs 69.40 ± 11,69
nmol/g jaringan hati). Sedangkan aktivitas spesifik katalase kelompok yang diberi
EES menunjukkan peningkatan yang tidak berbeda bermakna dibandingkan
dengan kelompok kontrol (2,73 ± 0,59 vs 3,73 ± 1.56 Unit/mg jaringan hati).
Begitupula dengan klorokuin yang menunjukkan peningkatan aktivitas spesifik
katalase yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol
(2,97 ± 1,53 vs 3,73 ± 1.56).
Kesimpulan: Pada kelompok dengan pemberian EES 2 mg/kgBB terjadi
penurunan kadar MDA serta peningkatan aktivitas spesifik katalase jaringan hati
mencit dibandingkan dengan kelompok negatif, tetapi secara statistik tidak
bermakna demikian pula dengan kelompok yang diberi klorokuin.

ABSTRACT
Introduction: Andrographis panniculata or Sambiloto is a herbal plant that has
antimalarial efficacy by increasing antioxidant in body. Liver is one of the places
for Plasmodium to develop themselves in malaria. This research aims to analyze
the activity of antimalarial from Sambiloto Ethanol Extract (SEE) in mice which
infected by Plasmodium berghei in vivo through the measurement of MDA level
and the specific activity of catalase in liver tissue.
Method: We used experimental in vivo as the reserach design, using balb/c. The
research design is done by grouping the mices into four groups which of the
untreated group, group I-induced by Plasmodium berghei but not treated, group
II-induced Plasmodium berghei and treated with SEE 2 mg/kg Body weight,
group III-induced Plasmodium berghei and treated with chloroquine with 10
mg/kg Body weight in three days. The MDA level analyze is done by the Wills
method and the specific activity of catalase with Mates et al method.
Result: The research result showed the decrease of MDA level which not
significant in mice that is infected by Plasmodium berghei and treated by SEE 2
mg/ kg BW compared to negative control (66.49 ± 22,92 vs 69.40 ± 11,69 nmol/g
liver tissue). However, group that is infected by Plasmodium berghei and treated
by chloroquine also showed the decrease of MDA level which not significant
compared the negative control (67.49 ± 7,04 vs 69.40 ± 11,69 nmol/g liver tissue).
Instead, group which treated by SEE showed the increase in specific activity of
catalase compared with control (2,73 ± 0,59 vs 3,73 ± 1.56 Unit/mg liver tissue).
Similarly with chloroquine group which showed an increase in specific activity of
catalase were not significantly different compared with the control group (2.97 ±
1.53 vs 3.73 ± 1.56 Unit/mg liver tissue).
Conclusion: Group that treated with SEE 2 mg/kg Body weight showed decrease
of MDA level and also the increase of catalase specific activity in mice liver tissue
compared negative control, but statistically not significant as well as the group
given chloroquine;Introduction: Andrographis panniculata or Sambiloto is a herbal plant that has
antimalarial efficacy by increasing antioxidant in body. Liver is one of the places
for Plasmodium to develop themselves in malaria. This research aims to analyze
the activity of antimalarial from Sambiloto Ethanol Extract (SEE) in mice which
infected by Plasmodium berghei in vivo through the measurement of MDA level
and the specific activity of catalase in liver tissue.
Method: We used experimental in vivo as the reserach design, using balb/c. The
research design is done by grouping the mices into four groups which of the
untreated group, group I-induced by Plasmodium berghei but not treated, group
II-induced Plasmodium berghei and treated with SEE 2 mg/kg Body weight,
group III-induced Plasmodium berghei and treated with chloroquine with 10
mg/kg Body weight in three days. The MDA level analyze is done by the Wills
method and the specific activity of catalase with Mates et al method.
Result: The research result showed the decrease of MDA level which not
significant in mice that is infected by Plasmodium berghei and treated by SEE 2
mg/ kg BW compared to negative control (66.49 ± 22,92 vs 69.40 ± 11,69 nmol/g
liver tissue). However, group that is infected by Plasmodium berghei and treated
by chloroquine also showed the decrease of MDA level which not significant
compared the negative control (67.49 ± 7,04 vs 69.40 ± 11,69 nmol/g liver tissue).
Instead, group which treated by SEE showed the increase in specific activity of
catalase compared with control (2,73 ± 0,59 vs 3,73 ± 1.56 Unit/mg liver tissue).
Similarly with chloroquine group which showed an increase in specific activity of
catalase were not significantly different compared with the control group (2.97 ±
1.53 vs 3.73 ± 1.56 Unit/mg liver tissue).
Conclusion: Group that treated with SEE 2 mg/kg Body weight showed decrease
of MDA level and also the increase of catalase specific activity in mice liver tissue
compared negative control, but statistically not significant as well as the group
given chloroquine;Introduction: Andrographis panniculata or Sambiloto is a herbal plant that has
antimalarial efficacy by increasing antioxidant in body. Liver is one of the places
for Plasmodium to develop themselves in malaria. This research aims to analyze
the activity of antimalarial from Sambiloto Ethanol Extract (SEE) in mice which
infected by Plasmodium berghei in vivo through the measurement of MDA level
and the specific activity of catalase in liver tissue.
Method: We used experimental in vivo as the reserach design, using balb/c. The
research design is done by grouping the mices into four groups which of the
untreated group, group I-induced by Plasmodium berghei but not treated, group
II-induced Plasmodium berghei and treated with SEE 2 mg/kg Body weight,
group III-induced Plasmodium berghei and treated with chloroquine with 10
mg/kg Body weight in three days. The MDA level analyze is done by the Wills
method and the specific activity of catalase with Mates et al method.
Result: The research result showed the decrease of MDA level which not
significant in mice that is infected by Plasmodium berghei and treated by SEE 2
mg/ kg BW compared to negative control (66.49 ± 22,92 vs 69.40 ± 11,69 nmol/g
liver tissue). However, group that is infected by Plasmodium berghei and treated
by chloroquine also showed the decrease of MDA level which not significant
compared the negative control (67.49 ± 7,04 vs 69.40 ± 11,69 nmol/g liver tissue).
Instead, group which treated by SEE showed the increase in specific activity of
catalase compared with control (2,73 ± 0,59 vs 3,73 ± 1.56 Unit/mg liver tissue).
Similarly with chloroquine group which showed an increase in specific activity of
catalase were not significantly different compared with the control group (2.97 ±
1.53 vs 3.73 ± 1.56 Unit/mg liver tissue).
Conclusion: Group that treated with SEE 2 mg/kg Body weight showed decrease
of MDA level and also the increase of catalase specific activity in mice liver tissue
compared negative control, but statistically not significant as well as the group
given chloroquine"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyo Budi Premiaji Widodo
"Perkembangan penyakit menunjukkan adanya tren peningkatan penyakit tidak menular yang didominasi oleh penyakit kardiovaskular. Salah satu manifestasinya adalah pada kelainan neurovaskular. Penelitian untuk terapi penyakit ini terus dikembangkan, termasuk salah satunya terapi menggunakan obat herbal. Dua jenis tanaman yang dipercaya memiliki efek terapi adalah akar kucing dan pegagan.
Metode: Penelitian dilakukan dalam bentuk eksperimen dengan tujuan mendapatkan data terkontrol dari efek pemberian kombinasi akar kucing dan pegagan, obat citicoline, dan aquades pada 5 kelompok tikus yang sebelumnya dikondisikan hipoksia. Data diambil dengan melakukan hitung sel piknotik, terkondensasi dan sel normal pada girus dentatus otak tikus.
Hasil: Dari 5 ke tikus yang diamati selnya, jumlah rata-rata sel terbanyak muncul pada kelompok terapi dengan citicoline. Jumlah rata-rata terendah muncul pada kelompok terapi dengan akuades. Pemberian kombinasi akar kucing dan pegagan tidak menunjukkan adanya urutan sesuai dosis. Pada analisis dengan uji One-Way Annova, didapatkan bahwa hasil tidak menunjukkan perbedaan bermakna.
Diskusi dan Kesimpulan: Walaupun secara statistik tidak ditemukan perbedaan bermakna dari masing-masing kategori, pada pengamatan langsung sel dapat diamati adanya peningkatan jumlah sel normal pada pemberian terapi dengan kombinasi ekstrak akar kucing dan pegagan. Pengobatan dengan terapi herbal di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan, peneliti berharap dapat dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara pemberian ekstrak dengan efek neuroterapinya.

Recent updates in diseases shows increasing number incommunicable disease, espescially in cardiovascular diseases. One of the disease caused by cardiovascular disease is neurovascular. Research for treatment of this disease still on progress, including research in herbal medicine. Two of herbal medicine that has being used for years are akar kucing and pegagan.
Method: Experimental, in purpose obtaining controlled data from treatment with combination of akar kucing with pegagan, citicoline, and aquades in 5 group of mouse that has been hypoxiated. Data taken after treatment are the normal cells of mouse (Sprague dawley.) brain in gyri of dentata.
Result: From 32 mouse that observed, mean number of highest normal cells are found in mouse with citicoline treatment. And the lowest mean of normal cell are found in mouse with aquades treatment. Treatment with combination of akar kucing and pegagan did not correlated with order of dose. And statistic analysis with one-way annova shows the differences are not significant (p>0,878).
Discussion and Conclusion: Although statistically insignifficant, in direct observation the difference can be seen. In mouse with akar kucing and pegagan treatment, number of normal cells was increased. This may be resulted from anatomycal factor, duration of treatment, and method of observation. Further research still needed for understanding the effect of treatment with neurotheraphy effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erawati Wulandari
"Tamarindus indica (tamarind) is an established traditional medicine. Pulpa tamarindorum includes vitamin C, protein, fat, glucose, citric acid, etc. Citric acid is a root canal irrigant and vitamin C an antioxidant. This study aimed to elucidate the cytotoxicity of 5% tamarind extract as a root canal irrigant to the cell line BHK-21. Eighteen cultures of cell line BHK-21 were divided into 2 groups. Sterile aquabidest was placed on the group 1 cultures (as control), and 5% tamarind extract was on the group 2, for 2.5 minutes each, and then the percentage of the living and dead cells were counted. The collected data were statistically analyzed by using independent t test to 0.05 limit of significance. The results showed 1% of dead cells in group 1 and 22% in group 2, and that there was a significant difference between the effect of 5% tamarind extract and that of sterile aquabidest (p<0.05). It was concluded that 5% tamarind extract is cytotoxic to the cell line BHK-21."
[Fakultas Kedokteran Gigi;Journal of Dentistry Indonesia, Journal of Dentistry Indonesia], 2007
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Christian H.
"Penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu untuk mengetahui efek diet tinggi lemak dalam meningkatkan kadar kolesterol darah tikus strain Wistardan efek ekstrak Garcinia dioicadalam menurunkan kadar kolesterol darah tikus Desain penelitian yang digunakan adalah eksp erimental Hasil yang didapat menunjukkan kadar kolesterol kelompok tanpalemak tinggi lemak uji a uji b dan uji c secara berurutan adalah 71 4 g dL 73 2 g dL 28 8 g dL 28 8 dan 21 6 g dL Disimpulkan bahwa diet tinggi lemak dapat menaikkan kadar kolesterol darah tikus yang diberikan PTU tetapi tidak bermakna secara statistik serta ekstrak Garcinia dioica dap at menurunkan kadar kolesterol darah tikus yang diberikan diet tinggi lemak.

This study has two purposes to find out the effectof high fat diet in increasing blood cholesterol Wistar rat strains andto find out the effect of Garcinia dioica extract in lowering blood cholesterol level in rats The design used in this study is experimental The findings show that the cholesterol group level of without fat of high fat of test a of test b and of test c respectively is 71 4 g dL 73 2 g dL 28 8 g dL 28 8 and 21 6 g dL Conclusions of this study are that thehigh fat diet can raise rat rsquo s blood cholesterol levels given PTU even though it is not meaningful statistically and that Garcinia dioica extract can lower rat rsquo s blood cholesterol given high fat diet."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryogi Rama Putra
"Latar belakang: Bayamduri (Amaranthus spinosus L.) adalah herbal tradisional yang digunakan untuk pengobatan malaria dan belum banyak data penelitian tentang ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas skizontisidal ekstrak air bayam duri (Amaranthus spinosus L) (EABD) terhadap mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei secara in vivo.
Metode: Mencit jantan (galur Balb/c) dengan berat 28-30 g, 7-8 minggu, dibagi menjadi 4 kelompok secara acak, tiap kelompok terdiri atas 5 ekor mencit. Kelompok K: kontrol, Kelompok A: kontrol negatif, 2 Kelompok perlakuan (B dan C). Kelompok B: ekstrak Amaranthus 120 mg/kgBB, 1 kali per hari selama 4 hari. dan kelompok C: klorokuin 10 mg/kgBB sekali sehari selama 3 hari. Seluruh perlakuan diberikan melalui oral.
Hasil: Aktivitas skizontisidal darah terlihat pada semua kelompok perlakuan (B dan C), Aktivitas tertinggi terlihat pada kelompok B yaitu 91,20 ± 0,73 %, sedang kelompok C sebesar 88,92 ± 1,10 %. Kedua kelompok berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kontrol, p≤0,05, namun kedua kelompok tidak berbeda bermakna satu sama lain, p≥0,05. Terjadi peningkatan berat badan pada kelompok EABD yang hampir sama dengan kelompok kontrol dan lebih besar dibanding kelompok klorokuin (7,6 % vs 7,05% dan 5,48%).
Kesimpulan: Ekstrak air bayam duri (Amaranthus spinosus) (EABD) dosis 120 mg/kgBB menunjukkan aktivitas skizontisidal darah yang sama baik dengan pemberian klorokuin 10 mg/kgBB terhadap mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei secara in vivo.

Background: Amaranthus spinosus is a traditional herb used for the treatment of malaria, but the information of it?s activity still limited. The aim of this study was to determine the schizonticidal effect of a water extract of Amaranthus spinosus against Plasmodium berghei-infected mice.
Methods: Male mice (Balb/c strain) weighing 28-30 g, 7-8 weeks old, were randomly devided into 4 groups of 5 animals each. Group K: controls (nil), Group A: negative controls, and 2 treatment groups (B and C). Group B: Amaranthus 120 mg/kgBW, once per day for 4 days and group C: Chloroquine 10 mg/kgBW, once a day for 3 days. All treatments administrated orally.
Results: Blood schizonticidal activity was seen in all treatment groups, the highest activity was seen in group B ( 91.20 ± 0.73%), and group C was 88.92 ± 1.10%. Both groups were significantly different compared to control, p≤0,05), but there were no different within both group. An increase in body weight in group B are almost the same as group K and greater than group C (7.6% vs 7.05% and 5.48%).
Conclusion: The Amaranthus spinosus water extract (ASWE) at a dose 120 mg/kgBW demonstrated a good blood schizonticidal activity as well as chloroquine against Plasmodium berghei-infected mice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soetarman
"

"Le Moteur humain", motor manusia, adalah istilah jang dipakai oleh sardjana J. AMAR sebagai perumpamaan dari pada tubuh manusia dalam mempersoalkan faal pekerdjaannja. Perumpamaan ini ternjata dapat dibenarkan. Dalam membanding kan proses" pembentukan tenaga dan pemakaiannja antara tubuh manusia dan mesin ada banjak persesuaian. Pada tubuh manusia maupun pada mesin mungkinlah ditjari hubungan antara djumlah energi jang terdapat pada zat pembakar (bahan makanan) semula dan energi jang pada achir pekerdjaan dapat ditemukan kembali sebagai usaha dan panas. Disamping persesuaian ini, seperti dapat kita harapkan, tidak sedikit pulalah perbedaan. Djustru perbedaan inilah jang menempatkan motor manusia pada tingkatan jang djauh lebih tinggi dari pada mesin. Jang paling panting diantaranja adalah tjara tubuh membebaskan diri dari panas jang berkelebihan.

Pengertian tentang masaalah ini kita peroleh lambat-laun dari beberapa penjelidik diberbagai-bagai negara. Dalam karangannja "Mdmoire sur la Chaleur" (1783) LAVOISIER dan LA-PLACE menjimpulkan, bahwa pemapasan adalah pembakaran, sekalipun pelahan, jang dapat disamakan dengan pembakaran arang. Seterusnja ia menjarankan, bahwa panas jang dibebaskan senantiasa mengganti panas jang hilang dari tubuh kita. Pada tahun 1842 JUSTUS VON LIEBIG menerbitkan analisanja tentang soal ini, jang inti-sarinja berbunji sbb.: ?Reaksi antara zat makanan dengan oksigen jang beredar dalam darah seluruh tubuh adalah sumber dari pada panas tubuh." Lima tahun kemudian dikemukakanlah oleh H. VON HELMHOLTZ dalil kekekalan tenaga, jang djuga berlaku untuk pertukaran tenaga dalam tubuh. Bagaimanapun djuga hubungan dinamik antara tenaga dan usaha (arbeid) merupakan dasar untuk, pengertian peristiwa jang berhubungan dengan usaha manusia. Lain dari pada itu kenjataan bahwa pembakaran zat makanan didalam kalorimeter dan didalam tubuh manusia memberi angka djumlah kalor (panas) jang sama, sangat menguatkan pendapat, bahwa kedua proses itu tidak berlainan.

Tiada bedanja dengan mesin, maka dalam usahanja tubuh manusia tidak mempergunakan seluruh kalor atau tenaga jang is bebaskan dari zat makanan. Hanja 1.k. duapuluh prosenlah ia masukkan kedalam usaha, sehingga 80% merupakan tenaga atau kalor jang berkelebihan. Sebagaimana halnja dengan mesin, kalor jang berkelebihan ini tiada berguna. Tubuh oleh karenanja mendjadi panas. Sampai suhu jang tertentu ini tidak mengapa, bahkan prestasi oleh karenanja bertambah (phase "Warming-up"). Akan tetapi kemudian panas itu menghambat usaha, sedangkan pada suhu 42° C. hidup tidak dapat lagi dipertahankan.

Dari beberapa penjelidikan pada manusia kita mengetahui bahwa tubuh jang tidak bekerdja sama sekali masih membakar zat sebanjak Lk. 1500 kg. kal. didalam 24 djam. Berat tubuh bangsa Indonesia adalah rata" 55 kg. Dengan memperhitungkan "hydrothermis equivalent" 0.83, maka tubuh seberat 55kg sanggup menjerap kalor sama banjak dengan 46 kg air (0.83 x 55). Kalor sebanjak 1500 kg. kal. jang dilepaskan oleh tubuh dalam 24 djam itu akan memanaskannja 33 ° C. atau tiap satu djam Lk. 1½° C. Seperti tadi sudah saja singgung, tubuh manusia tidak sanggup bertahan pada suhu lebih dari 42° C. Maka andaikata pada satu saat seluruh kalor jang 1500 kg, kal. tadi tidak dapat dikeluarkan dari tubuh, orang akan mati didalam 3 - 4 djam sadja. Pada orang jang bekerdja berat, jang membakar zat dua kali lebih banjak, detik penghabisannja tentulah akan tertjapai dua kali lebih tjepat pula.

"
Jakarta: UI-Press, 1954
PGB Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
MEDICINAL 4:1 (2003)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>