Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87579 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soejoed Binwahjoe
"ABSTRAK
Menurut beberapa pakar, polisi merupakan profesi bahkan menurut Franz Magnis-Suseno polisi termasuk kelompok profesi luhur dan dituntut adanya budi luhur serta akhlak yang tinggi dalam melakukan profesinya.
Setiap Polri sebagai pemegang profesi dituntut agar menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, serta dalam keadaan apapun menjunjung tinggi profesinya. Agar Polri tidak menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, maka Polri perlu mempunyai kode etik sebagai pedoman atau pegangan yang ditaati oleh para anggotanya.
Kode etik adalah kumpulan kewajiban yang mengikat para pelaku profesi itu dalam menjalankan tugasnya.
Dalam penjelasan pasal 23 dan 24 Undang-Undang nomor 28 tahun 1997, ditulis bahwa setiap pejabat Kepolisian Negara RI harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya.
Etika profesi kepolisian dirumuskan dalam Kode Etik Kepolisian Negara RI yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya, yang dilandasi dan dijiwai oleh Sapta Marga.
Dalam hal seorang pejabat kepolisian dianggap melanggar etika profesi, ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI. Hal ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian.
Menurut Lawrence Sherman ada dua cara untuk belajar etika kepolisian, satu cara ialah belajar sambil bekerja dibawah tekanan-tekanan waktu dan pengaruh tekanan kawan-kawan sejawat. Cara yang lain adalah belajar dengan tenang, jauh dari tekanan-tekanan sehingga dalam belajar ia bisa merenungkan dengan perspektif yang lebih obyektif.
Di Kepolisian Negara RI hal ini dicapai lewat pelajaran-pelajaran Kode Etik Kepolisian di sekolah-sekolah polisi dan juga di tanamkan lewat ketauladanan dan tindakan para pimpinan sekolah. para pembina dan para tenaga pendidik tanpa menutup mata terhadap pengaruh lingkungan.
Karena mengingat banyaknya mata pelajaran, untuk Kode Etik Kepolisian hanya disediakan 10 jam pelajaran sehingga yang dapat dicapai hanya mengerti dan menghafal yang juga terbukti dari hasil penilaian yang rata-rata dapat nilai cukup sebesar hampir 80 % dari siswa untuk aspek mental kepribadian yang didalamnya termasuk pendidikan etika.
Ternyata yang lebih menghasilkan adalah internalisasi lewat kontak yang berulang-ulang dalam memberi ketauladanan antara para pembina, para tenaga pendidik dengan para siswa. Meskipun terdapat kendala lingkungan dalam pelanggaran aturan-aturan sekolah yang oleh instruktur dianggap mengurangi pendidikan etika kepolisian, jumlah siswa yang berbuat demikian sangat kecil dan kalau ketahuan segera diambil tindakan koreksi.
Dari jumlah lulusan 552 siswa dan dari sebab-sebab tidak lulusnya 4 orang siswa terbukti tidak dikarenakan pelanggaran kode etik kepolisian. Metode yang saya gunakan adalah metode etnografi pelaksanaan pendidikan di sekolah dengan pendekatan kualitatif. Cara-cara pengumpulan data di lapangan saya lakukan dengan jalan pendekatan terlibat, misalnya hadir pada waktu makan di ruang makan, di kantin dan pada waktu sholat di Masjid.
Selain pengamatan terlibat, cara yang saya tempuh ialah dengan pengamatan misalnya waktu bangun pagi, apel dan latihan-latihan di lapangan. Untuk hal-hal yang sudah lampau saya gunakan cara wawancara dengan Kepala SPN, para pembina dan para tenaga pengajar dan para siswa angkatan XVIII dan angkatan XIX."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veri Triyanto
"ABSTRAK
Dalam organisasi Polri pelayanan kepada masyarakat merupakan tujuan yang
tidak dapat dihindarkan, karena dengan pelayanan kita akan dapat memahami
kebutuhan dan harapan dari masyarakat. Gambaran masyarakat tentang kinerja
pelayanan Polri selama ini dinilai kurang begitu baik Sedangkan kondisi riil polisi saat
ini belumlah banyak berubah, termasuk kurang profesionalnya para anggota Polri
dalam memberikan pelayanan. Untuk itu Polri harus mampu mendesain dan mengelola
fungsi pelayanannya dengan lebih. baik. Dalam usaha meningkatkan kualitas
pelayananya, Polri mendirikan suatu unit yang bertugas menangani lansung pengaduan
dan memberikan penanganan secepatnya. Unit ini dinamakan unit Yanmas.
Unjuk kerja anggota Polri dalam memberikan pelayanan, dapat dikatakan baik
bila ia berhasil memberikan kepuasan kepada orang lain. Maka dipastikan motivasi
memiliki pengaruh terhadap kemauan anggota Polri dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Mulins (1989) mengatakan bahwa unjuk kerja seseorang antara
lain ditentukan oleh faktor kemampuan dan motivasi. Hal ini didukung pula oleh
Newstorm & Davis (1993) yang mengatakan bahwa motivasi adalah faktor yang
mendasari semua perilaku manusia yang disadari.
Dalam kaitannya dengan hal diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah ada hubungan yang signifikan antara motif afiliasi dengan sikap anggota Polri
dalam memberikan pelayanan kepolisian. Selain itu juga akan dilihat apakah ada
perbedaan yang signifikan antara anggota Yanmas selaku ujung tombak pelayanan
dengan anggota Polri pada unit lain (Brimob) dalam hal motif afiliasi dan sikapnya
dalam memberikan pelayanan kepolisian. Instrumen yang digunakan dalam
pengambilan data berupa kuesioner yang berbentuk skala yang terdiri dari skala motif
afiliasi dan skala sikap dalam memberikan pelayanan kepolisian. Penelitian ini
dilakukan pada 100 anggota Polri yang terdiri dari 50 anggota Yanmas dan 50 anggota
Brimob yang bertugas diwilayah Jakarta.
Dari hasil perhitungan korelasi antara motif afiliasi dan sikap anggota Polri
(Yanmas dan Brimob) dalam memberikan pelayanan kepolisian, diperoleh korelasi
sebesar 0,495 dengan p < 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa antara motif afiliasi dan
sikap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepolisian mempunyai hubungan
yang signifikan, yaitu semakin tinggi motif afiliasi makin positif pula sikap anggota
Polri dalam memberikan pelayanan kepolisian. Dari hasil penelitian ini juga dapat
diketahui bahwa ada perbedaan motif afiliasi antara anggota Yanmas dengan anggota
Brimob. Sedangkan dalam hal sikap dalam memberikan pelayanan kepolisian antara
anggota Yanmas dengan anggota Brimob, diperoleh hasil yang tidak signifikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sikap dalam
memberikan pelayanan kepolisian antara anggota Yanmas dengan anggota Brimob."
2003
S3235
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indar Koeswoyo
"ABSTRAK
Reformasi daiam tubuli Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)
bertujuan membentuk suatu lembaga penegak hiikum yang mandiri dan
profesional uiituk dapat melaksanakan tugas dan fiingsi pokoknya sebagaimana
digariskan dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebiit, dukungan
kiialitas siimber daya manusia POLRI mutlak diperliikan. Salali satu sisi yang
menarik untuk dicermati dan akan dijadikan dasar penelitian ini adalali aspek well
educated dan well trained. Hal itu dikarenakan pendidikanlah yang mencetak
sosok polisi seperti yang diliarapkan oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara minat
menjadi Bintara Sabhara Polisi dengan prestasi belajar siswa Pendidikan Pertama
Bintara Polisi Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Lido dan kontribusi aspek minat
terhadap prestasi belajar. Sampel diambil mengunakan metode insidental
sampling dari 100 siswa Bintara Polisi Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Lido.
Untuk melihat hubungan tersebut dilakukan analisa korelasi ( r ) Pearson Product
Momen, sedangkan untuk melihat kontribusi aspek-aspek minat terhadap prestasi
belajar dilakukan perhitungan Multiple Regression. Hipotesis yang diajukan
adalah bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara minat menjadi Bintara
Sabhara Polisi dengan prestasi belajar siswa Pendidikan Pertama Bintara Polisi
Sekolali Kepolisian Negara (SPN) Lido.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubimgan yang signifikan antara
minat menjadi Bintara Sabhara Polisi dengan prestasi belajar siswa Pendidikan
Pertama Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Lido. Hal ini disebabkan minat
merupakan faktor perangsang untuk dapat melakukan suatu kegiatan menjadi
baik. Namun tidak selamanya minat berpengaruh langsung terhadap prestasi
belajar. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian, bahwa tidak semua aspek
minat memiliki hubungan yang signifikan terhadap prestasi belajar. Keberhasilan
seseorang juga ditentukan oleh kemampuan yang telah dimilikinya, karena minat
hanyalalr sebagai perangsang agar siswa mau belajar tetapi tidak menjamin
hasilnya baik. Sehingga dapat disimpulkan baliwa minat bisa berhubungan
dengan prestasi belajar apabila didukung dengan adanya kemampuan seseorang
atau faktor-faktor yang menunjang lainnya."
2003
S2907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyo Dwi Laksono
"Sejarah panjang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah membentuk sikap dan perilaku anggota Polri cenderung militeristik dan merugikan masyarakat. Integrasi Polri dengan ABRI selama Orde Baru ternyata membawa dampak buruk terhadap kineija Polri di masyarakat. Polri cenderung bertindak sebagai aparat penguasa yang melindungi kepentingan pemerintah dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Pada tanggal 1 April 1999 Polri resmi berpisah dari ABRI dan kemudian pada tanggal 1 Juli 2000 Polri benar-benar menjadi lembaga independen dibawah Presiden (Polri Mandiri). Perubahan ini kemudian membawa dampak kepada perubahan paradigma Polri dari kecenderungan mengabdi pada kepentingan penguasa menjadi institusi sipil yang mengabdi kepada masyarakat (civilian police). Berbagai kebijakan dan strategi Polri Mandiri yang gencar digalakkan Polri merupakan salah satu upaya Polri dalam memaksimalkan peran, fungsi dan tugasnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan sikap anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri. Sampel diambil menggunakan metode non probability sampling dengan teknik Occidental sampling, dengan jumlah sampel 200 orang yang terdiri dari 100 anggota Polri dan 100 masyarakat. Untuk melihat perbedaan sikap tersebut dilakukan perhitungan t-test for independent sample pada skor rata-rata sikap masing-masing kelompok. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan perbedaan sikap yang signifikan antara anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa anggota Polri mempunyai kecenderungan sikap yang favorable terhadap Polri Mandiri, sedangkan masyarakat mempunyai kecenderungan sikap yang unfavorable terhadap Polri Mandiri. Perbedaan ini disebabkan karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan sikap seperti pengalaman langsung masyarakat ketika berurusan dengan polisi, pengaruh orang lain, media massa dan juga faktor-faktor emosional. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan sikap antara anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri adalah indentitas sosial, faktor ingroupoutgroup, dan juga prasangka kelompok."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3340
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wik Djatmika
"Tesis ini merupakan deskripsi hasil penelitian yang dilakukan pada kesatuan polisi kewilayahan terbawah, yang terpencil, dalam organisasi kepolisian wilayah Jakarta. Tepatnya Pos Polisi Pulau Kelapa, wilayah Kepolisian Sektor Metropolitan Kepulauan Seribu, dengan etika sebagai kajiannya.
Yang ingin ditunjukkan dan diketengahkan adalah kegiatan polisi secara eksplisit maupun implisit dimana para anggota polisi dalam memerankan tugasnya dan mencerminkan etika kepolisian dalam hubungannya dengan masyarakat setempat, utamanya tentang tugas yang dilakukan, kehidupannya, pertanggung jawabannya dan tanggapan masyarakat, yang kemudian menghasilkan pengalaman-pengalaman atau konvensai-konvensi. Yang dapat diartikan sebagal suatu sikap etika kepolisian.
Metodologi difocuskan pada pengamatan fikiran-fikiran, peilaku dan pertanggung jawaban anggota polisi setempat serta Iingkungan kehidupan dan budaya masyarakat yang dilayani dan dilindungi serta pengambilan keputusannya untuk melakukan tindakan-tindakan kepolisiannya.
Etika kepolisian telah cukup lama dihadirkan dalam peri kehidupan kepolisisan, berupa pedoman hidup dan pedoman karya, yaitu : Tribrata dan Catur Prasatya. Dikemudian had kedua pedoman tersebut diangkat sebagai kode etik, dan selanjutnya memiliki kekuatan normatif karena dinyatakan dalam undang-undang (kepolisian, 1997).
Permasalahan yang timbul dan perlu dicari jawabannya adalah : Bagaimana peran kode etik sebagai upaya untuk memantapkan profesi. Pembahasan dengan mengacu pada beberapa teori, satu diantaranya pendapat Donald C. Witham yaitu bahwa : Kode etik merupakan salah seta karakeristik sebagai kriteria suatu profesi".

This paper comes from the descriptive research conducted in the lowest hierarchy of the police departement in the the very remote island in the north of Jakarta, the capital city, To be precise, the location is in the office of Pulau Kelapa Police Unit of the Sector of Kepulauan Seribu Metropolitan Police.
The focuses of the research are to portray the activities of members of police departement carrying out their duties to serve and protect the society and to frame the responds of the public as the customer of the services. The relationships of the two can be used to draw, although still in the very general picture, the ethical foundation of the police duties and functions.
Police ethics have been long preserve, eventhough not in the formal way, as a way of life and work guidance of the police force : Tribrata and Catur Prasatya. The code of ethics, later, has been formalized under government act. The significant of ethical codes has been recognized in the effetive performance of police duties.
The enduring question is, however : How the ethical codes can be used to strengthen the professionalism of police force. The discussion in this paper tightly refers to several theories and concepts. One in the leading opinion is that of Donald C. Wham who states that 'codes of ethics is one of the characteristic of professionalism criteria'.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sumarto Prayitno
"Tesis ini tentang pendidikan patroli di SPN Lido. Perhatian utama tesis ini adalah pada tujuan kurikuler patroli dalam pendidikan patroli di SPN Lido dengan fokus proses belajar mengajar patroli sebagai perwujudan usaha yang terencana bagi siswa Bintara Polri untuk mencapai tujuan kurikuler patroli dalam kerangka pendidikan pembentukan Bintara Polri dengan pola 5:5:1. Dalam kajian tesis ini pengajaran patroli secara teori dan praktek di SPN dilaksanakan hanya pada taktik dan teknik patroli saja sehingga hakekat fungsi patroli yang sesungguhnya yaitu sebagai sarana pencegahan kejahatan terabaikan dalam pelajaran tersebut berdasarkan atas kebijakan pimpinan dan kesepakatan tenaga pendidik. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode etnografi. Alat pengumpul data meliputi pengamatan, pengamatan terlibat, dan wawancara berstruktur serta tidak berstruktur. Hasil penelitian menunjukkan :
1) pola pengasuhan meliputi wajib belajar malam dilaksanakan apabila besoknya ada ujian atau pelajaran malam, apabila tidak ada melaksanakan kegiatan agama sesuai dengan agama masing-masing siswa;
2) pengajaran patroli secara teori dan praktek tanpa persiapan mengajar,
3) materi pelajaran patroli hanya pada taktik dan teknis patroli dengan bahan ajaran yang disepakati oleh tenaga pendidik;
4) pola kegiatan belajar mengajar secara teori di kelas 62 sampai dengan 63 siswa, secara praktek di lapangan olah raga 124 sampai dengan 126 siswa;
5) metode pengajaran secara teori dengan ceramah dan tanya jawab tanpa menggunakan OHP, secara praktek dengan ceramah singkat dilanjutkan praktek patroli jalan kaki, bersepeda, bersepeda motor, dan bermobil;
6) waktu pengajaran secara teori sejak tahap dasar bhayangkara menggunakan jam wajib belajar malam hart;
7) tim tenaga pendidik patroli berjumlah 12 orang;
8) pembagian mengajar patroli meliputi sub-sub tim dari tim tenaga pendidik patroli;
9) honor mengajar dengan sistim kesamarataan dan kebersamaan;
10) evaluasi hasil belajar secara tertulis meliputi pilihan berganda sepuluh soal, menjodohkan sepuluh soal, dan essay lima soal.
Implikasi kajian tesis ini adalah perlunya penguatan sistem pengajaran patroli sebagai kegiatan terencana untuk mencapai tujuan kurikuler patroli yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat akan manfaat patroli polisi. Patroli polisi akan bermanfaat bagi masyarakat apabila dilakukan secara proaktif dalam kaitannya dengan pemolisian komuniti (community policing)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulan Fitriani
"Kegiatan matematika dihadapi oleh setiap individu setiap hari. Sejak masa kanak-kanak hingga usia lanjut, tiap individu pasti berhubungan dengan matematika. Matematika sudah mulai dipelajari oleh anak ketika ia berada di lingkungan rumah. Setelah itu, ia akan mempelajarinya lebih dalam di jenjang pendidikan (sekolah). Matematika hanyalah satu di antara pengetahuan dan ketrampiian yang dipelajari di sekolah. Untuk mempelajari suatu pengetahuan atau ketrampiian, diperlukan kesiapan individu yang bersangkutan yaitu, kematangan, pengalaman, relevansi mated dan metode instruksional, serta sikap emosional.
Matematika seringkali dianggap sebagai 'momok' yang menakutkan oleh anak-anak. Hal ini tidak terlepas dad pengaruh banyak hal, di antaranya orangtua, kelompok, dan kesan mengenai guru matematika yang menakutkan. Perhatian terhadap usaha pembentukan sikap positif terhadap matematika masih dirasakan kurang. Padahal, sikap positif terhadap matematika perlu ditanamkan sedini mungkin. Apabila murid tertinggal dalam penguasaan matematika maka akan berpengaruh pada kelangsungan pendidikan pada jenjang berikutnya.
Sekolah yang berbeda dalam menggunai;an fasilitas untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, akan memberikan pengalaman yang berbeda bagi anak didiknya. Pengalaman yang berbeda dapat membentuk sikap yang berbeda pula. Pengalaman yang diterima oleh anak di sekolah akan berbeda antara satu dan lainnya, demikian pula halnya dalam pelajaran matematika. Oleh karena itu ingm diketahui bagaimanakah sikap anak kelas 1 SD terhadap matematika. Selain itu ingin juga diketahui apakah ada perbedaan sikap terhadap matematika antara dua sekolah yang berbeda yaitu sekolah yang menggunakan fasilitas alam (Sekolah Alam) dan sekolah yang tidak menggunakan fasilitas alam (SD Perguruan Cikini).
Subyek dalam penelitian ini sebanyak 13 anak, 5 subyek berasal dari Sekolah Alam dan 6 subyek berasal dari SD Perguruan Cikini. Metode pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Metode ini dipilih karena merupakan metode yang cocok untuk digunakan pada anakanak. Dalam wawancara ini terdapat 13 aitem pertanyaan inti yang digolongkan ke dalam 4 kelompok besar yaitu suasana belajar di sekolah, kegiatan bermain, kegiatan sehari-hari, dan suasana belajar di rumah. Selain itu juga terdapat 3 aitem tambahan.
Pertanyaan diajukan dengan menggunakan alat bantu gambar sebanyak 13 buah. Penggunaan gambar dilakukan agar perhatian anak dapat tetap terfokus pada jalannya penelitian. Pertanyaan yang diajukan mempunyai dua altematif pilihan jawaban {fixed-altemative items). Jawaban yang didapatkan kemudian dikategorikan menjadi positif dan negatif. Jawaban positif terhadap suatu aitem menandakan bahwa subyek mendukung aitem tersebut dan mempunyai sikap yang positif terhadap aitem itu. Untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan sikap, dilakukan perhitungan dengan menggunakan persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek yaitu anak kelas 1 SD memiliki sikap yang positif terhadap matematika. Berdasarkan pengelompokkan aitem pertanyaan, sebagian besar memiliki jawaban yang positif dan diasumsikan memiliki sikap yang positif. Apabila dilihat perbandingan antara subyek yang belajar di sekolah yang menggunakan fasilitas alam (Sekolah Alam) dan yang tidak (SD Perguruan Cikini), tidak ada perbedaan sikap terhadap matematika. Namun ada perbedaan yang cukup mencolok di dalam aitem-aitem pertanyaan kelompok 3 yaitu kegiatan sehari-hari. Subyek di Sekolah Alam dapat dengan lebih baik menerapkan pengetahuannya ke dalam kegiatan sehari-hari.
Peneliti menyarankan dilalcukannya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab teijadinya pembentukan sikap yang sama. Peneliti juga manyarankan supaya penelitian yang sejenis mempertimbangkan lebih lanjut pilihan jawaban yang tersedia serta jumlah pertanyaan. Hal ini tentu saja hams disesuaikan dengan karakteristik subyek yang dipilih. Selain itu alat bantu gambar juga perlu diperhatikan, apakah memang diperlukan dan alat bantu apakah yang paling sesuai untuk digunakan. Hal ini untuk mencegah pengamh gambar terhadap jawaban yang diberikan oleh subyek. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Priambodo
"Peran mahasiswa dalam negara sering diistilahkan sebagai agent of change (Sanit, 1988). Sejarah mencatat berbagai tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa yang berhasil membawa keadaan yang lebih baik di negara tempatnya berada. Peran mahasiswa dalam sejarah Indonesia bahkan telah membuat mahasiswa Indonesia memiliki identitas politik yang khas, sumber legitimasi peran politik mahasiswa. Mahasiswa mempunyai kedudukan yang tinggi di mata masyarakat maupun image media.
Namun disisi Iain kita mendapati kesan dan kenyataan yang berlawanan ketika memasuki alam nyata kampus. Kita dapati suasana kantin-kantin yang dipenuhi mahasiswa berorientasi kesenangan semata, atau iklim studi oriented saja tanpa peduli dengan masalah-masalah di sekelilingnya. Suatu situasi-kondisi nyata yang sangat jauh dari idealisme agent of change mahasiswa.
Penelitian ini berangkat dari kesenjangan fakta-fakta tersebut diatas. Penelitian ini berangkat dari pertanyaan bagaimana sesungguhnya deskripsi / gambaran umum partisipasi politik di kalangan mahasiswa. Lalu dalam perkembangannya penelitian ini dilengkapi dengan pertanyaan bagaimana hubungan partisipasi mahasiswa tersebut dengan variabel-variabel prediktornya.
Secara umum mahasiswa didefinisikan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya selalu dalam ikatannya dengan perguruan tinggi. Perguruan tinggi didefinisikan sebagai lembaga pendidikan formal diatas sekolah lanjutan atas yang terutama mernberikan pendidikan teori dari suatu ilmu pengetahuan disamping mengajarkan suatu ketrampilan (skill) tertentu (Sarwono, 1978). Secara lebih operasional mahasiswa didefinisikan sebagai setiap orang yang secara resmi terdaftar unruk mengikuti pelajaran-pelajaran di suatu tempat pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Sementara partisipasi politik didefinisikan sebagai kegiatan warga negara sebagai warga sipil (private citizens) secara individual atau kelompok yang bertujuan mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah dalam hal pemilihan pemimpin dan penetapan kebijakan publik, termasuk didalamnya semua bentuk aktivitas yang dimaksud mempengaruhi pemerintah. Partisipasi terbagi dalam bentuk-bentuk conventional dan unconventional. Menurut Dalton (1996), terdapat tiga potensial prediktor partisipasi, yaitu karakteristik personal, pengaruh kelompok, dan sikap politik, yang terdapat pada diri seseorang.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupalkan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu untuk menentukan adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat. Dalam penelitian bentuk ini tidak digunakan dan tidak dilakukan pengujian hipotesis. Hasil yang diperoleh lebih merupakan gambaran tentang karakteristik suatu kelompok sampel yang dapat menjelaskan suatu gejala. Penelitian deskriptif tidak meramalkan hasil yang akan diperoleh dan hasil yang diperoleh adalah gambaran yang mendetil tentang masalah (Setiadi, Matindas, dan Chairy, 1998).
Melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran tingkat partisipasi pada setiap bentuk-bentuk partisipasi. Juga ingin diketahui bagaimana gambaran hubungan partisipasi dengan variabel-variabel prediktor partisipasi. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia. Semuanya berjumlah 92 orang. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Alat pengumpul data tersebut adalah kuesioner bentuk-bentuk partisipasi, kuesioner pengaruh keiompok, dan kuesioner sikap politik. Data mengenai karakteristik personal diperoleh dari data kontrol. Teknik pengolahan data adalah statistik deskriptif dan perhitungan korelasi serta perhitungan perbandingan mean.
Penelitian ini menemukan bahwa tingkat partisipasi mahasiswa secara umum pada berbagai bentuk partisipasi adalah rendah. Terdapat hubungan antara partisipasi mahasiswa dengan variabel prediktor 'pengaruh kelompok' dan variabel prediktor 'sikap politik'. Penelitian ini juga menemukan bahwa besar kedua variabel prediktor tersebut beserta aspek-aspeknya adalah tinggi kecuali untuk aspek ?kepuasan politik'. Partisipasi mahasiswa berhubungan dengan tingkat keaktifan di organisasi kemahasiswaan. Usia berhubungan dengan partisipasi electoral activity. Dan terakhir, perbedaan fakultas, asal suku, pilihan organisasi diluar kampus, persepsi aktivis nonaktivis, agama yang dianut, persepsi ideologi, dan persepsi peer group terdekat; rnenyebabkan adanya perbedaan partisipasi secara umum pada bentuk-bentuk partisipasi yang ada."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S3006
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Insan Purnama
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena kebangkitan Islam yang terjadi di seluruh dunia muslim, termasuk di dalamnya Indonesia. Salah satu fenomena kebangkitan Islam itu adalah semaraknya gerakan dakwah yang dilakukan kaum muda muslim. Pada tingkat sekolah menengah terdapat organisasi Rohani Islam yang merupakan organisasi otonom dari OSIS sekaligus termasuk ke dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Aktivitas Rohis lebih cenderung tertuju kepada aktivitas dakwah yang dilakukan oleh pelajar muslim kepada pelajar muslim yang lain. Tudingan eksklusivisme sering diarahkan kepada Rohis sebab anggota Rohis sering menonjolkan identitas kerohisannya sehingga muncul kesan berbeda dengan individu lainnya. Pembiasaan diri yang dilakukan anggota Rohis terhadap identitas kelompoknya senantiasa dijaga melalui mekanisme internal mereka. Pada sisi lainnya, anggota Rohis pun merupakan bagian dari anggota masyarakat lainnya. Karena itu, penelitian ini mendasarkan kepada permasalahan apakah kecenderungan sikap berinteraksi anggota Rohis SMUN di Jakarta Pusat mempengaruhi pembiasaan diri mereka dalam kelompok.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecenderungan sikap berinteraksi anggota Rohis SMUN di Jakarta Pusat dengan pembiasaan diri mereka dalam kelompok. Jika ada hubungan, seberapa erat hubungan itu terjadi.
Penelitian ini mendasarkan pada teori kelompok, identitas kelompok, dan interaksi sosial. Berdasarkan teori tersebut dan pengalaman empirik, disusun dua hipotesis penelitian. Kedua hipotesis penelitian ini adalah: (1)Ho: Tidak ada hubungan antara kecenderungan sikap berinteraksi anggota Rohis SMUN di Jakarta Pusat dengan pembiasaan diri mereka dalam kelompok; dan (2) Ha: Ada hubungan antara kecenderungan sikap berinteraksi anggota Rohis SMUN di Jakarta Pusat dengan pembiasaan diri mereka dalam kelompok.
Untuk tujuan penelitian ini, dengan menggunakan teknik multistage random sampling ditarik sampel sebanyak 45 anggota Rohis dari tiga SMUN, yaitu SMUN 30, SMUN 68, dan SMUN 27. Pengumpulan data dan pengukuran skor variabel penelitian memakai kuesioner penelitian. Adapun pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer SPSS.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) berdasarkan hasil korelasi secara keseluruhan terbukti bahwa tidak ada hubungan antara kecenderungan sikap berinteraksi anggota Rohis SMUN di Jakarta Pusat dengan pembiasaan diri mereka dalam kelompok; dan (2) demikian juga hasil korelasi berdasarkan pada tiap-tiap sekolah, jenis kelamin, kerangkapan organisasi, dan ada tidaknya keluarga/kerabat yang aktif dalam organisasi Islam ternyata terbukti kedua variabel tidak ada hubungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>