Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian untuk mendapatkan enzim protease dari galur-galur Rhizopus koleksi biakan University of Indonesia Culture Collection (UICC) telah dilakukan. Hasil skrining dengan menggunakan medium Skim Milk Agar (SMA) menunjukkan bahwa semua galur Rhizonus nempunyai aktivitas proteolitik. Lima belas (15) dari 103 Rhizopus spp. yang diuji mempunyai aktivitas tinggi ditumbuhkan pada medium Barrow cair pada suhu inkubasi 35°C dan 40°C. R. oliwosposus UICC 8 dan UICC 116 nenunjukkan aktivitas enzim tinggi pada suhu inkubasi 35°C, " aktivitas terendah terdapat pada R. orvzae UICC 1. Pada suhu 40°C aktivitas tertinggi ada pada kapang R. orvzae UICC 85 dan terendah pada S. cohnii, UICC 30. Pengujian sifat-sifat enzim protease terhadap suhu optimum protease R. oligosporus UICC 116 nemberikan hasil 600C, sedangkan $i orvz.se UICC 85 yang diinkubasikan pada suhu 40°C nenunjukkan suhu optimum 90°C. pH optimum pada kedua kapang juga menunjukkan perbedaan yaitu pada L oliaosporus UICC 116 pH optimum adalah 3,0, sedangkan untuk $~ oryzae UICC 85 pH optimun adalah 4,5. Nilai Km = 0,105 dan Vmax = 0,027, pada $~ oliaosporus UICC 116. Nilai Km = 0,069 dan Finax = 0,014 pada L. oryzae UICC. 85.

The Proteolytic Activity of UICC Rhizopus at 35°C and 40°CA research on protease of Rhizopus spp. from the University of Indonesia Culture Collection (UICC) has been carried out. Screening of the proteolytic activity carried out using Skim Milk Agar as media showed, that 15 among 103 Rhizopus spp. strains exhibited a high proteolytic activity. Further examination on Barrow liquid medium at 35°C ad 40°C revealed that R. oligosporus UICC 8 dan UICC 116 showed the highest activity, while B? orvzae UICC 1 the lowest. At 40°C incubation oryza,e UICC 85 was the most active strain and R cohnii UICC 30 the lowest. The optimum temperature of the enzyme activity of R. olioosoorus UICC 116 grown at 35°C was 60°C, and for R. oryzae UICC 85 grown at 40°C was 90°C. The optimum pH activity of $i oligosporus'UICC 116 and L. oryzae UICC 85 was 3.0 and 4.5, respectively. The value of gin=0.105 and Amax=0.021 for g, Dligosnore$ UICC 116 and ism=4.069 and Vmax=0.014 for L. oryzae UICC 85.
"
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilyas
"Aspergillus section Nigri adalah salah satu kelompok kapang yang memiliki peran penting dalam bidang mikologi pangan, kedokteran, dan bioteknologi. Kapang tersebut merupakan kandidat yang sering digunakan untuk rekayasa genetika dan pemerintah Amerika Serikat melalui Food and Drug Administration (FDA) memberikan status GRAS (Generally Regarded As Safe) dalam penggunaannya di bidang industri dan bioteknologi. Secara sistematika dan taksonomi, kapang Aspergillus section Nigri memiliki sejumlah permasalahan karena kapang tersebut sukar untuk diidentifikasi dan diklasifikasi. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi dan analisis filogenetik terhadap 20 strain Aspergillus section Nigri terseleksi asal Kebun Raya Eka Karya, Bedugul Bali. Identifikasi kapang terseleksi dilakukan melalui pendekatan morfologi dan molekuler. Karakterisasi morfologi dilakukan dengan mengamati karakter fenotip di media CzA, MEA, CYA, MEA37, dan CY20S. Adapun analisis molekuler dilakukan melalui analisis sekuensing gen pada lokus ITS rDNA, gen ß-tubulin dan calmodulin. Analisis filogenetik dilakukan menggunakan analisis statistik neighbor-joining (NJ). Hasil analisis morfologi dalam penelitian ini belum dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan ke-20 strain pada tingkat takson spesies. Hasil analisis molekuler menunjukkan 7 strain memiliki kedekatan secara genotip dengan A. aculeatus pada kisaran homologi 97-99%, 4 strain memiliki kedekatan dengan A. niger pada kisaran homologi 99-100%, dan 9 strain memiliki kedekatan genotip dengan A. tubingensis pada kisaran homologi 97-100%. Hasil analisis molekuler juga menunjukkan 10 strain yaitu P03, P08, P09,P10, P12, P15, P16, P18, P19, dan P20 memiliki homologi yang rendah pada lokus gen ß-tubulin dan calmodulin sehingga secara genotip strain tersebut kemungkinan merupakan kandidat spesies yang berbeda. Hasil tersebut diperkuat oleh hasil analisis filogenetik NJ pada ketiga lokus. Berdasarkan hasil analisis filogenetik multilokus strain P01, P02, P11, dan P17 adalah takson A. tubingensis, strain P04, P05, P06, dan P07 adalah takson A. niger, dan strain P13 dan P14 adalah takson A. aculeatus. Hasil analisis filogenetik juga menunjukkan adanya spesies tersembunyi (cryptic species) dari beberapa strain Aspergillus hitam yang disolasi dari rhizosfer Piper asal Kebun Raya Eka Karya, Bedugul Bali, yaitu strain P03, P08, P09, P10, P12, P15, P16, P18, P19, dan P20.

The black aspergilli (Aspergillus section Nigri ) are an important group of species in food mycology, medical mycology, and biotechnology. They are also candidates for genetic manipulation in the biotechnolology industries since A. niger used under certain industrial condition has been granted the GRAS (Generally Regarded As Safe) status by the Food and Drug Administration of the US government. Black aspergilli are one of the more difficult groups regarding classification and identification. In spite of the taxonomy of the Aspergillus species of the Nigri section being regarded as troublesome. This work aimed to identify and analyse the phylogeny of 20 selected strains of black aspergilli from Eka Karya Botanical Garden, Bedugul Bali. Morphological character were observed from culture were grown on CzA, MEA, CYA, MEA37, and CY20S. Meanwhile, molecular analysis have been conducted based on the ITS rDNA, ß-tubulin, and calmodulin genes. Morphological data result are useful for preliminary identification but it did not having been totally effective in describing and elucidating 20 selected strains into species level. Further molecular analysis showed that from 20 selected strains, seven strains have 97-99% similarity with A. aculeatus, four strains have 99-100% similarity with A. niger, and nine strains have 97-100% similarity with A. tubingensis. Based on molecular analysis particularly ß-tubulin and calmodulin genes, 10 strains (P03, P06, P08, P09, P10, P12, P15, P16, P18, P19, and P20) can be presumed as new species because of the low homology value to their closest related species. Based on the phylogenetic analysis strains of P01, P02, P11, and P17 were identified as A. tubingensis; strain P04, P05, P06, and P07 were identified as A. niger, and strain P13 and P14 were identified as A. aculeatus. Ten strains, namely, P03, P08, P09, P10, P12, P15, P16, P18, P19, and P20, form distinct lineage separated from other recognized Aspergillus in this section. Cryptic species probably exist among the Aspergillus section Nigri strains inhabiting Piper rhizosphere from Eka Karya Botanical Garden, Bedugul Bali."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharyanto
"ABSTRAK
Protease asam yang dihasilkan oleh kapang memiliki peranan penting dalam industri pangan dan farmasi. Rhizopus spp. merupakan salah satu jenis kapang yang memiliki aktivitas proteolitik dan tidak menghasilkan toksin. Kemampuan Rhizopus dalam menghasilkan enzim proteolitik bervariasi baik antar spesies maupun antar galur dalam spesies yang sama. Untuk memperoleh enzim dengan aktivitas proteolitik yang tinggi, perlu diperhatikan faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitasnya. Tingkat keasaman (pH) dan suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan aktivitas enzim proteolitik. Setiap enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH lingkungan yang menyebabkan aktivitasnya maksimum. Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme juga mempunyai suhu optimum tertentu untuk mengkatalisis suatu reaksi enzimatis.
Indonesia dikenal kaya akan keanekaragaman hayati kapang. Untuk memanfaatkan keanekaragaman hayati kapang indigenous Indonesia, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi produksi protease asam ekstra selular dari Rh. microsporus v. Tiegh. var. rhizopodiformis (Cohn) Schipper & Stalpers dan Rh. microsporus v. Tiegh. var. chinensis (Saito) Schipper & Stalpers koleksi University of Indonesia Culture Collection (UICC). Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi biakan Rh. microsporus var. rhizopodiformis UICC 519, 520, dan Rh. microsporus var. chinensis UICC 521 dalam menghasilkan enzim proteolitik, dan penentuan waktu fermentasi, pH, dan suhu optimum aktivitas proteolitik pada kapang terpilih.
Aktivitas proteolitik semi kuantitatif dari ketiga biakan dipelajari berdasarkan kemampuannya membentuk zona bening pada medium 4% (b/v) Skim Milk Agar (SMA) dengan cara pencawanan (plating) spora tunggal pada suhu ruang selama 28-29 jam. Filtrat kultur fermentasi Rh. microsporus var. rhizopodiformis UICC 520 yang diekstraksi dari medium dedak padi digunakan untuk uji aktivitas proteolitik. Uji aktivitas proteolitik kuantitatif dari filtrat kultur dilakukan dengan mengukur jumlah tirosin yang dihasilkan dari hidrolisis substrat kasein pada suhu suhu 37°C ± 2°C selama 30 menit. Setiap labu yang berisi medium fermentasi steril diinokulasi dengan 1 ml suspensi spora Rh. microsporus var. rhizopodiformis UICC 520 yang berisi 3,9-4,6 x(10 pangkat 5)koloni/ml. Medium fermentasi selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (26--30°C) tanpa pengocokan. Protease kasar diekstraksi dari medium fermentasi pada 0, 24, 48, 72, 96, dan 120 jam untuk mengetahui waktu fermentasi optimum. Untuk menentukan pH optimum aktivitas proteolitik, kasein sebagai substrat enzim dilarutkan dalam larutan dapar hingga diperoleh pH 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0. Untuk menentukan suhu optimum aktivitas proteolitik, sampel direaksikan dengan substrat kasein 0,7% (b/v) dalam dapar glisin-HCI pH 3,0 dan dinkubasikan pada suhu 35, 40, 45, 50, dan 55°C.
Berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk dari pertumbuhan spora tunggal pada medium SMA dapat disimpulkan bahwa Rh. microsporus var. rhizopodiformis UICC 520 memiliki kemampuan menghasilkan protease lebih cepat dibandingkan Rh. microsporus var. rhizopodiformis UICC 519 dan Rh. microsporus var. chinensis UICC 521 dalam waktu yang sama (28-29 jam). Aktivitas proteolitik Rh. microsporus var. rhizopodiformis UICC 520 dengan medium fermentasi dedak padi mencapai maksimum, yaitu sebesar 0,0944 U/ml pada inkubasi selama 72 jam. Peningkatan aktivitas proteolitik yang cepat diikuti dengan penurunan pH filtrat kultur.
Enzim proteolitik dalam filtrat kultur Rh. microsporus var. rhizopodiformis UICC 520 aktif pada kisaran pH substrat 2,0-6,0 dan memiliki dua puncak aktivitas, yaitu puncak tertinggi pada substrat kasein dengan pH 2,0-3,0 (0,0772--0,0912 U/ml) dan puncak aktivitas kedua yang lebih rendah dari puncak pertama, yaitu pada pH substrat 5,0-6,0 (0,0603-0,0649 U/ml). Enzim proteolitik dari filtrat kuitur Rh. microsporus var. rhizopodiformis UICC 520 aktif pada kisaran suhu 35--50°C. Aktivitas proteolitik tertinggi diperoleh pada suhu 45° C.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lakeisha Aurelia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan Rhizopus azygosporus UICC 539 di medium Potato Sucrose Agar (PSA) pada suhu 51°C, 52°C, 53°C, 54°C, 55°C, mengetahui kemampuan R. azygosporus UICC 539 untuk memfermentasi campuran lumpur dan bungkil sawit (3:1) steril pada suhu 30C dan 40C dengan Solid-State Fermentation (SSF), dan analisis komposisi campuran lumpur dan bungkil sawit (3:1) steril setelah pertumbuhan R. azygosporus UICC 539. Persiapan inokulum dengan menumbuhkan kapang dalam Potato Sucrose Broth (PSB) secara fermentasi pada suhu 30C dan 40C selama 5 hari. Inokulum (10%, v/v) ditambahkan ke dalam campuran lumpur sawit dan bungkil sawit (3:1) dalam cawan Petri (diameter 9 cm) pada 30C dan 40C selama 5 hari. Analisis nutrien pada fermentasi campuran lumpur dan bungkil sawit berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2891-1992). Parameter yang diuji yaitu, energi total, energi dari lemak, kadar air, kadar abu, lemak total, protein, dan karbohidrat total. Hasil penelitian menunjukkan R. azygosporus UICC 539 tidak tumbuh pada PSA di suhu 51, 52, 53, 54, 55C. Strain tersebut dapat memfermentasi campuran lumpur dan bungkil sawit (3:1) steril pada suhu 30°C dan 40°C dengan SSF. Pertumbuhan R. azygosporus UICC 539 pada campuran limbah menunjukkan peningkatan kadar air dan abu, penurunan kadar protein, total kalori dan kandungan karbohidrat. Tidak ada perubahan kalori dari lemak dan kadar lemak total dibandingkan dengan kontrol.

This study aims to determine the growth temperature of Rhizopus azygosporus UICC 539 in Potato Sucrose Agar (PSA) at 51°C, 52°C, 53°C, 54°C, 55°C, to determine the ability of R. azygosporus UICC 539 to ferment mixture of slurry and palm kernel cake (3:1) sterile at 30°C and 40°C with Solid-State Fermentation (SSF), and analysis of the composition of a mixture of sterile slurry and palm kernel cake (3:1) after the growth of R. azygosporus UICC 539. Inoculum preparation by growing the mold in Potato Sucrose Broth (PSB) by fermentation at 30°C and 40°C for 5 days. Inocula (10%, v/v) were added to the mixture of slurry and palm kernel cake (3:1) in Petri dishes (9 cm diameter) at 30°C and 40°C for 5 days. Nutrient analysis in the mixed fermentation of slurry and palm kernel cake was carried out based on the Indonesian National Standard (SNI-01-2891-1992). The parameters tested were total energy, energy from fat, moisture content, ash content, total fat, protein, and total carbohydrates. The results showed that R. azygosporus UICC 539 did not grow on PSA at 51, 52, 53, 54, 55C. The strain could ferment a mixture of slurry and palm kernel cake (3:1) sterile at 30°C and 40°C with SSF. The growth of R. azygosporus UICC 539 in the waste mixture showed an increase in water and ash content, a decrease in protein content, total calories and carbohydrate content. There were no changes in calories from fat and total fat content compared to controls."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Minggir Wawan Sugianto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
S31226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiq Wisnu Priambodo
"ABSTRAK
Tempe selain memiliki nilai nutrisi yang tinggi ternyata juga mengandung senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti aktivitas antimikroba dari Rhizopus arrhizus UICC 6 dan Rh. ollgosporus UICC 116 yang ditumbuhkan pada medium ekstrak kedelam dan juga medium Kobayasi yang digunakan sebagal medium pembanding. Fermentasi berlangsung selama 10 dan 14 han, pada suhu 30°C dengan metode still culture. Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar, terhadap bakteri teruji. Bacillus subtilis UICC B 10, Escherichia co/i UICC B 14, dan Pseudomonas aeruginosa UICC B 22. Has1 penelitian menunjukkan bahwa kedua kapang uji yang ditumbuhkan dalam medium Kobayasi memiliki aktivitas antimikroba yang Iebih balk dibandingkan dengan aktivitas antimikroba dalam medium ekstrak kedelal. Senyawa antimikroba kedua kapang uji yang ditumbuhkan dalam medium Kobayasi menunjukkan aktivitas yang tinggi pada hari ke 10 dan menurun pada hari ke 14. Sebaliknya, pada medium ekstrak kedelal aktivitas antimikroba yang tinggi justru diperoleh pada hari ke 14 fermentasi. Hasil penehtian juga menunjukkan bahwa senyawa antimikroba dan Rh. arrhizus UICC 6 aktif terhadap bakteni teruji Gram negatif. Sedangkan senyawa antimikroba dari Rh. oligosporus UICC 116 aktif terhadap bakteni teruji Gram positif pada hari ke 14."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Ardita Khoirunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji pertumbuhan Rhizopus azygosporus UICC 539 pada Potato Sucrose Agar (PSA) di berbagai suhu dan mendeteksi kemampuan kapang tersebut dalam menghidrolisis Carboxymethyl Cellulose (CMC) pada konsentrasi 1% (b/v) dan 2% (b/v) di berbagai suhu. Pengujian suhu pertumbuhan dan kemampuan degradasi CMC oleh R. azygosporus UICC 539 menggunakan blok agar (diameter 6 mm) pada PSA dengan konsentrasi 2x106 sel/mL. Pengujian R. azygosporus UICC 539 untuk pertumbuhan di suhu 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60C selama 5 hari, sedangkan pengujian kemampuan menghidrolisis CMC pada medium Czapek’s Dox Agar (CDA) modifikasi tanpa sumber karbon dengan penambahan CMC 1% dan 2%. Medium CDA modifikasi diinkubasi pada suhu 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60C selama 3 hari dan 5 hari. Medium CDA modifikasi tanpa kapang digunakan sebagai medium kontrol. Indikasi degradasi CMC oleh R. azygosporus ditunjukkan dengan zona bening dan pewarna Congo red digunakan sebagai indikator. Kemampuan kapang mendegradasi CMC dihitung menggunakan Enzymatic Index (EI) dengan rumus: R/r, R adalah diameter zona bening dan r adalah diameter koloni. Hasil menunjukkan bahwa R. azygosporus UICC 539 tumbuh pada medium PSA di suhu 30C hingga 50C dengan terbentuknya koloni yang memiliki tekstur cottony, bentuk filamentus, dan tepi filamentus. Rhizopus azygosporus UICC 539 dapat mendegradasi CMC 1% dan 2% pada suhu 30C hingga 50C pada hari ke-3 dan ke-5 inkubasi. Nilai EI yang tinggi diperoleh pada CMC 1% dan 2% di suhu 50C, dengan EI tertinggi diperoleh pada CMC 1% pada hari ke-5 inkubasi. Zona bening mengindikasikan terjadi sekresi CMC-ase (endoglukanase) pada medium oleh R. azygosporus UICC 539.

The aims of this study were to grow Rhizopus azygosporus UICC 539 on Potato Sucrose Agar (PSA) at various temperatures and to detect the degrading ability of the fungus on 1% (w/v) and 2% (w/v) Carboxymethyl Cellulose (CMC) at various temperatures. Growth temperature test and test of CMC-degrading ability of R. azygosporus UICC 539 were carried out using agar blocks (6 mm diameter) which contained 2x106 cells/mL on PSA. Growth temperature test was carried out on PSA at 30, 35, 40, 45, 50, and 60C for 5 days. Test of CMC-degrading ability of R. azygosporus was carried out on modified Czapek’s Dox Agar (CDA) without carbon sources with the addition of 1% and 2% CMC, and incubation was carried out at 30, 35, 40, 45, 50, and 60C for 3 and 5 days. Modified CDA plates without the fungus served as a control. Indication of CMC degradation by R. azygosporus was shown by clear zone and Congo red was used as an indicator. The fungus CMC-degrading ability was calculated by Enzymatic Index (EI) using the formula: R/r, R was the diameter of the entire clear zone, and r was the diameter of the fungal colony. The results showed that R. azygosporus UICC 539 was able to grow on PSA at 30C to 50C, shown by colonies with cottony textures, filamentous shapes, and filamentous margins. Rhizopus azygosporus UICC 539 was able to degrade 1% and 2% CMC at 30C to 50C on day-3 and day-5. High EI values were obtained at 50C at 1% and 2% CMC, with the highest EI obtained at 1% CMC on day-5. Clear zone indicated the secretion of CMC-ase (endoglucanase) in the plates by R. azygosporus UICC 539."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saika Faradila
"

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pertumbuhan Rhizopus azygosporus UICC 539 pada medium Potato Sucrose Agar (PSA) pada berbagai suhu dan kemampuan dalam mendegradasi tributirin 1% (v/v) dan 2% (v/v) pada berbagai suhu. Blok agar (diameter 6 mm) mengandung R. azygosporus UICC 539 2x106 CFU/mL pada medium PSA umur 5 hari di suhu 30°C digunakan untuk uji pertumbuhan dan kemampuan degradasi tributirin 1% (v/v) dan 2% (v/v). Suhu pengujian pertumbuhan yaitu 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60°C pada PSA selama 5 hari. Pengujian kemampuan R. azygosporus UICC 539 mendegradasi tributirin dilakukan pada medium tributyrin agar selama 3 hari dan 5 hari.  Medium tributyrin agar tanpa biakan digunakan sebagai kontrol. Hasil pengujian menunjukkan pertumbuhan R. azygosporus UICC 539 pada medium PSA ditandai dengan adanya miselium berwarna putih kecokelatan, bentuk dan tekstur filamen serta sporulasi. Rhizopus azygosporus UICC 539 dapat tumbuh pada suhu 30, 35, 40, 45, dan 50°C tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 55°C dan 60°C. Degradasi tributirin ditandai dengan adanya zona bening di sekitar koloni, dan dinyatakan dengan nilai enzymatic index (EI), yaitu R/r dengan R adalah diameter zona bening dan r adalah diameter koloni. Adanya zona bening mengindikasikan aktivitas lipolitik pada medium tributirin. Rhizopus azygosporus UICC 539 dapat mendegradasi tributirin 1% dan 2% di suhu 30, 35, 40, 45, dan 50°C. Nilai EI tertinggi yaitu sebesar 4,17 pada konsentrasi 1% suhu 50°C pada inkubasi hari ke-5. 


This study aims to detect the growth temperature of Rhizopus azygosporus UICC 539 on Potato Sucrose Agar (PSA) and the ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade 1% (v/v) and 2% (v/v) tributyrin at various temperatures. Agar blocks (6 mm diameter) which contained R. azygosporus UICC 539 at 2x106 CFU/mL from 5-days old in PSA at 30°C were used for growth temperature test and tributyrin degradation assay. Growth temperature test was carried out on PSA at 30, 35, 40, 45, 50, 55, and 60°C for 5 days. Tributyrin degradation assay was carried out on 1% and 2% tributyrin agar for 3 days and 5 days. Tributyrin agar without culture was used as a control. Rhizopus azygosporus UICC 539 showed growth on PSA by the presence of brownish white mycelium, filamentous shape, wooly texture, and sporulation. The growth temperature of R. azygosporus UICC 539 was 30, 35, 40, 45, and 50°C but the fungus was not able to grow at 55°C and 60°C. Tributyrin degradation was shown by the presence of clear zones around the colony. The tributyrin degrading ability was calculated using enzymatic index (EI): R/r, R was the diameter of the clear zone and r was the diameter of the colony. Rhizopus azygosporus UICC 539 degraded 1% and 2% tributyrin at 30, 35, 40, 45, and 50°C. Clear zone indicated lipolytic activity by R. azygosporus UICC 539. The highest EI value was 4.17 at 1% tributyrin at 50°C on day-5.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ino Fadhil
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan Rhizopus azygosporus UICC 539 dalam mendegradasi pati 1% dan 2% pada suhu 30ºC, 35ºC, 40ºC, 45ºC, dan 50º C. Rhizopus azygosporus UICC 539 di Potato Sucrose Agar (PSA) usia 5 hari pada suhu 30ºC dibuat menjadi blok agar berdiameter 6 mm. Blok agar mengandung sel R. azygosporus (106 sel/mL) ditanam pada Czapek Dox Agar (CDA) modifikasi dengan penambahan pati 1% (b/v) dan 2% (b/v), kemudian diinkubasi pada suhu 30ºC, 35ºC, 40ºC, 45ºC, dan 50º C, selama 3 dan 5 hari. Kontrol adalah CDA modifikasi dengan pati 1% dan 2% tanpa blok agar serta CDA tanpa pati sebagai kontrol negatif. Hasil degradasi pati ditunjukkan sebagai zona bening dengan menambahkan larutan Lugol iodin pada medium perlakuan setelah 3 dan 5 hari. Kemampuan degradasi pati dihitung menggunakan Enzymatic Index (EI) dengan R/r, yaitu R adalah diameter zona bening dan r adalah diameter koloni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa R. azygosporus UICC 539 mampu mendegradasi pati 1% dan 2% pada suhu 30º–50ºC. Kemampuan R. azygosporus UICC 539 mendegradasi pati semakin meningkat, seiring peningkatan suhu pertumbuhan dan waktu inkubasi.

This study aims to test the ability of Rhizopus azygosporus UICC 539 to degrade 1% and 2% starch at temperatures of 30ºC, 35ºC, 40ºC, 45ºC, and 50º C. Five-day old R. azygosporus UICC 539 in Potato Sucrose Agar (PSA) at 30ºC was made into agar blocks in 6 mm diameter. Agar blocks containing R. azygosporus cells (106 cells/mL) were grown on modified Czapek Dox Agar (CDA) with the addition of 1% (w/v) and 2% (w/v) starch, and incubated at 30ºC, 35ºC, 40ºC, 45ºC, and 50ºC, for 3 and 5 days. Controls were modified CDA with 1% (w/v) and 2% (w/v) starch without agar blocks and CDA without starch as negative control. Indication of starch degradation was shown as a clear zone by adding Lugol’s iodine solution to the medium after 3 and 5 days. The ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade starch was calculated using Enzymatic Index (EI) formulation: R/r, where R was the diameter of the clear zone and r was the diameter of the colony. The results showed that R. azygosporus UICC 539 was able to degrade 1% and 2% starch at 30ºC–50ºC. The ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade starch increased with increasing temperature and incubation time."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rahmawati Perwendha
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan R. azygosporus UICC 539 dalam mendegradasi skimmed milk 1% (b/v) dan 2% (b/v) di suhu 30˚, 35˚, 40˚, 45˚, dan 50˚, 55˚, dan 60˚C. Blok agar (diameter 6 mm) mengandung 106 sel/mL R. azygosporus (umur 5 hari, pada Potato Sucrose Agar, PSA, di suhu 30˚C) digunakan untuk pengujian. Blok agar berisi biakan ditumbuhkan pada Czapek Dox Agar (CDA) modifikasi tanpa sumber karbon yang telah ditambahkan skimmed milk 1% (b/v) dan 2% (b/v) serta Victoria Blue 20% (b/v) sebagai indikator. Medium CDA modifikasi berisi blok agar diinkubasi selama 5 hari di suhu 30˚, 35˚, 40˚, 45˚, dan 50˚, 55˚, dan 60˚C. Medium CDA modifikasi tanpa kapang sebagai medium kontrol. Indikasi degradasi skimmed milk oleh R. azygosporus UICC 539 ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni. Kemampuan kapang mendegradasi skimmed milk dinyatakan dengan nilai Enzymatic Index (EI). Nilai EI dihitung menggunakan rumus R/r, yaitu R adalah diameter zona bening dan r adalah diameter koloni. Hasil menunjukkan R. azygosporus UICC 539 mendegradasi skimmed milk 1% dan 2% dengan terbentuknya zona bening. Kemampuan R. azygosporus UICC 539 mendegradasi skimmed milk dipengaruhi oleh variasi konsentrasi substrat dan suhu inkubasi, yang ditunjukkan dengan nilai Enzymatic Index (EI) yang bervariasi.

This study aims to test the ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade 1% (w/v) and 2% (w/v) skimmed milk at 30˚, 35˚, 40˚, 45˚, dan 50˚, 55˚, and 60˚C. Agar block (6 mm diameter) containing 106 cells/mL of R. azygosporus (5 days old, on Potato Sucrose Agar, PSA at 30˚C) was used for the test. Fungi on the agar blocks were grown on modified Czapek Dox Agar (CDA) without a carbon source with the addition of 1% (w/v) or 2% (w/v) skimmed milk and Victoria Blue 20% (w/v) as an indicator. Modified CDA plates containing agar blocks were incubated at 30˚, 35˚, 40˚, 45˚, and 50˚, 55˚, and 60˚C for 3 and 5 days. Modified CDA without the fungus served as a control medium. Indication of skimmed milk degradation by R. azygosporus UICC 539 was shown by the formation of a clear zone around the colony. The ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade skimmed milk was expressed by the Enzymatic Index (EI) value. The value was calculated using the formula: R/r, where R was the diameter of the clear zone and r was the diameter of the colony. The results showed that R. azygosporus UICC 539 degraded 1% and 2% skimmed milk by forming clear zones. Skimmed milk-degrading ability of R. azygosporus UICC 539 was influenced by variation of substrate concentrations and various incubation temperatures, resulting in differences of Enzymatic Index (EI) values."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>