Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172742 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismu S. Suwelo
"ABSTRAK
Sampai saat ini program penggunaan ASI (Air Susu Ibu) sampai usia dua tahun masih digalakkan pada masyarakat ASI untuk bayi ini biasa dikatakan ASI eksklusif, karena ASI tersebut sangat panting bagi bayi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, intelegensia dan penangkal pelbagai penyakit Keberhasilan pemberian ASI sangat bergantung pada peranan ibu. Oleh karena itu penelitian tentang ASI yang mendukung program tersebut perlu diperhatikan dan didukung.
Karies gigi pada anak merupakan masalah utama dan selalu menjadi persoalan keluarga. Anak yang sakit gigi akan menderita dan terganggu kesehatannya dan akan menyebabkan kualitas pertumbuhan dan perkembangannya akan mengalami gangguan. Keadaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan peningkatan kualitas sumber daya manusia mendatang juga akan mengalami gangguan.
Pemberian ASI pada bayi sampai dua tahun memang perlu digalakkan, namun perlu juga diketahui bagaimana dampaknya terhadap kesehatan gigi dan mulut anak. Dengan demikian pemberian ASI secara terpadu dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kesehatan secara keseluruhatinya termasuk kesehatan gigi, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia mendatang dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tenting seberapa besar peranan ibu atau berapa banyak ibu yang memberikan ASI pada anaknya dan bagaimana status kesehatan gigi dan mulut (karies gigi) anak baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan. Selain itu juga ingin mengetahui seberapa besar dampak pemberian ASI terhadap karies gigi anak. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan asupan dalam rangka peningkatan kualitas somber daya manusia yang akan datang.
Akhir-akhir ini ASI menjadi perhatian para ahli karena ASI juga bisa menyebabkan baik karies biasa maupun karies botol. Hal ini mungkin karena ASI mengandung laktosa cukup tinggi. Banyak laporan tenting adanya penderita karies botol pada anak yang dari bayi minum ASI (Kotlow, 1977; Gardner dkk, 1977; Brains dan Maloney, 1983; Johnsen, 1984; dan Roeters, 1977). Dapat dikatakan bahwa sebenarnya anak yang dari bayi minum ASI juga dapat terserang karies, sampai karies yang berat (karies botol) pada gigi sulungnya.
Gigi berlubang (karies) pada anak merupakan masalah yang sangat penting dan utama dari penyakit gigi dan mulut anak. Anak dengan gigi berlubang akan mengalami gangguan dalam pengunyahan makanan, apalagi kalau kerusakannya sudah parah. Anak akan menderita sakit dan akan menjadi persoalan keluarga. Anak menderita sakit namun tidak mau dibawa ke dokter gigi karena takut, dan ibu juga segan membawa anaknya ke dokter gigi karena alasan tertentu. Sampai sekarang ini masyarakat masih menganggap bahwa gigi sulung pada anak tidak perlu dirawat karena nantinya akan diganti dengan gigi tetap. Perawatan gigi sulung masih dianggap tidak perlu karena akan memakan waktu dan dana. Padahal kerusakan gigi sulung anak di Indonesia sudah meluas dan parah.
Karies gigi adalah suatu penyakit yang multifaktorial, yang penyebabnya tidak terlepas dari kebudayaan manusia. Sejak muncul di dalam rongga mulut kemungkinan gigi menderita karies selalu ada dan umumnya bergantung pada faktor-faktor yang ada pada manusia dan lingkungannya. Proses karies pada gigi sulung agak berbeda dengan gigi tetap pada orang dewasa. Karena beberapa faktor yang ada pada anak itu sendiri serta keadaan jaringan giginya, karies pada gigi sulung berjalan lebih cepat dan mudah terjadi karies yang rampant. Massler (dalam Mc. Donald & Avery 1978) serta Levine dan Hill (1978); mendefinisikan karies rampant sebagai karies yang akut dan penyebarannya cepat secara menyeluruh pada gigi. Demikian pula pada gigi yang umumnya tahan terhadap karies. Beberapa ahli percaya bahwa pada karies rampant, pertambahan terjadinya karies baru rata-rata 10 setiap tahunnya.
Dari beberapa data yang telah dilaporkan, frekuensi karies gigi sulung di Indonesia cukup tinggi. Hal ini mungkin karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya gigi sulung untuk dirawat, dan anggapan bahwa keberadaan gigi sulung hanya sementara yang nantinya akan diganti oleh gigi tetap masih mengakar. Bukti mengenai kurangnya perhatian terhadap gigi sulung ini dibuktikan oleh Suwelo (1988) dalam penelitiannya terhadap 1099 anak usia prasekolah di Jakarta dan sekitarnya. Dari sejumlah subyek tersebut, ternyata hanya 6 gigi dan 3 anak yang telah ditumpat
Mengenai frekuensi karies gigi sulung di Indonesia beberapa laporan dapat diutarakan. Dari 7 lokasi di Yogyakarta penelitian pada anak-anak umur 3-5 tahun, frekuensi karies adalah sebesar 75 % dengan indek def t=5.2 (Supartinah 1978). Selanjutnya penelitian tahun 1985 pada Taman Kanak-kanak di Yogyakarta dilaporkan frekuensi sebesar 85% (Rinaldi dan Iwa Sutarjo 1985). Lira dan Situmorang (1985) dalam penelitiannya pada gigi anak balita di beberapa Puskesmas di Medan mendapatkan frekuensi sebesar 61%. Sedang Suwelo (1992) melaporkan frekuensi karies pada anak prasekolah di Jakarta dan sekitarnya sebesar 85.17% dengan rata-rata def-t = 6.03. Anak yang tinggal di daerah pedesaan def-t rata-rata lebih rendah.
Penelitian Soemartono (1994) di daerah pedesaan (Tangerang) menunjukkan 80% anak usia sate sampai dengan lima tahun menderita karies dengan def-t rata-rata meningkat dari 1 sampai 8.35 pada anak usia lima tahun. Penelitian Anita dan Suwelo (1994) pada anak usia dua tahun sampai dengan lima tahun di klinik kesehatan anak (Jakarta Utara) menunjukkan bahwa anak yang diberi tablet fluor hanya 49.12% yang menderita karies, dengan def-t 0.24. Pada penelitian itu juga ditunjukkan bahwa 83.33% anak yang tidak diberi tablet fluor menderita karies, dengan def-t 6.81.
Penelitian merupakan penelitian observasi cross-sectional. Subyek penelitian anak usia 1 s/d 5 tahun, jumlah subjek: 500 anak dan lokasi: 300 anak di Posyandu di Pedesaan, 200 anak di Posyandu di Perkotaan. Pelaksanaan penelitian pemeriksaan status kesehatan gigi (karies) dan kuesioner yang ditujukan pada ibu anak-anak yang diperiksa untuk mengetahui kebiasaan minum ASI sejak lahir.
Penelitian dilakukan di. pedesaan (Posyandu) Tangerang, pada 355 anak usia 2-5 tahun, di perkotaan DKI Jakarta (Posyandu) pada 233 anak usia yang sania. Ternyata dari semua anak baik di pedesaan maupun di perkotaan 85,82% menderita karies dan di perkotaan lebih tinggi (89,27%) dibanding anak di pedesaan (78,59%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Suwelo (1988) dengan lokasi dan objek yang sama. Demikian juga dengan def-t, di pedesaan def-t rata-rata = 5,48 + 4,77, perkotaan + 7,63 + 5,23. Pada penelitian ini sedikit lebih tinggi. Dad basil penelitian ini terlihat bahwa jumlah penderita karies dan jumlah gigi yang terkena karies tetap tinggi. Anak dengan karies yang cukup banyak dan sering sakit gigi; akan mengakibatkan anak tidak mau makan dan dengan sendirinya akan mengurangi "in-take" makanan.
Keadaan tersebut perlu segera ditangani sehubungan dengan akibat dari kerusakan gigi sulung pada anak yang akan berakibat pada kesehatan umum anak yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Akibat selanjutnya akan menghambat peningkatan sumber daya manusia yang akan datang.
Dari 588 anak yang diteliti 68,09% anak diberi susu ibu sedikitnya selama satu tahun, di pedesaan 84,18%, dan di perkotaan 43,53%. Hasil ini menunjukkan bahwa kurang dari setengah jumlah ibu-ibu yang memberikan ASI. Hal ini bisa dimengerti karena karena banyak ibu-ibu di perkotaan lebih banyak mempunyai kesibukan, antara lain bekerja dan kesibukan lain dalam menunjang kesejahteraan keluarga.
Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa peranan ibu dalam pemberian ASI di pedesaan hampir dua kali lipat dibanding di perkotaan. Atau dalam perkotaan lain peranan ibu dalam pemberian ASI di perkotaan sudah sangat berkurang dibanding di pedesaan.
Namun demikian, bila dilihat dari jumlah anak yang menderita karies (pedesaan 83,67%; perkotaan 88,27%) tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Demikian juga dengan jumlah gigi yang terkena karies (def-t pedesaan 5,51 ± 4,74, perkotaan 7,91 + 5,74). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun jauh lebih banyak ibu di pedesaan yang memberi ASI, namun kesehatan gigi dan mulut (karies) tidak menunjukkkan perbedaan yang menyolok. Atau dengan perkataan lain, peranan ibu dalam pemberian ASI kurang ada kaitannya dengan kesehatan gigi dan mulut (karies).
Walaupun demikian peranan ibu perlu ditingkatkan melalui pemberian ASI atau NON ASI untuk menghambat lajunya kenaikan jumlah karies pada anak sehingga anak dapat ditingkatkan kualitasnya sebagai sumber daya manusia yang akan datang.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan, hampir sembilan dari sepuluh anak di Jakarta menderita kerusakan gigi, dan jumlah gigi yang terkena karies cukup tinggi, peranan ibu dalam pemberian ASI di pedesaan hampir dua kali lipat dibanding ibu di perkotaan dan tidak terlihat perbedaan yang mencolok dari jumlah penderita karies dan jumlah gigi yang terkena karies pada anak di pedesaan di banding di perkotaan."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ismu S. Suwelo
"

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya akan mengemukakan pandangan mengenai peranan pelayanan kesehatan gigi anak dalam menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang dalam menyongsong abad ke 21 yang penuh tantangan dan saingan. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. Pembangunan di, bidang kesehatan gigi adalah bagian integral pembangunan kesehatan nasional. Ini berarti bahwa untuk melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan, pembangunan di bidang kesehatan gigi tidak boleh ditinggalkan; juga sebaliknya bila ingin melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan gigi, tidak boleh, melupakan kerangka. yang lebih luas, yaitu pembangunan di bidang kesehatan umumnya.

Di bidang kesehatan gigi indikator untuk penelitian epidemiologis sangat penting artinya bagi perencanaan pengembangan ketenagaan, material, dan penganggaran. Selain itu data penelitian epidemiologis juga diperlukan untuk pengembangan, evaluasi, dan pemantapan usaha pencegahan, kuratif, dan rehabilitatif di bidang kesehatan gigi baik regional maupun nasional. Peta dunia tentang distribusi kerusakan gigi (biasa disebut karies) menunjukkan perbedaan prevalensi dari tahun ke tahun pada beberapa negara. Terjadi penurunan frekuensi dari DMF-T (indeks kerusakan gigi dewasa) di negara maju, tetapi terjadi kenaikan pada negara yang sedang berkembang. Sebagian besar penurunan frekuensi karies gigi disebabkan karena adanya program pemberian fluor secara intensif antara lain melalui,air minum.

"
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0446
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Heriandi Sutadi
Jakarta: UI-Press, 2005
PGB 0451
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiya Bunga Annisa
"Latar Belakang: Karies gigi sulung atau Early Childhood Caries (ECC) merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling banyak diderita anak-anak di dunia. Di Indonesia, karies diderita oleh 45,5% anak kelompok usia 3-4 tahun dan 90,2% oleh anak kelompok usia 5-9 tahun. Jika dibiarkan tidak dirawat, karies gigi sulung dapat menyebabkan sakit, bengkak, abses, gangguan mengunyah, dan meningkatkan risiko karies pada gigi tetap. Kondisi tersebut memerlukan perawatan di dokter gigi. Adanya pandemi COVID-19 yang ditransmisikan melalui aerosol dan droplet, membuat perawatan di dokter gigi jadi terbatas. Kondisi kesehatan gigi dan mulut anak tidak lepas dari peran orang tua sebagai pengasuh. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) bagi orang tua untuk meningkatkan pengetahuan terkait pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak di rumah sebagai upaya pencegahan karies gigi sulung. Tujuan: Mengetahui perbedaan pengetahuan orang tua mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak, sebelum dan setelah pemberian KIE dengan media audiovisual secara daring. Metode: Dilakukan penelitian secara daring dengan desain studi eksperimental. Sebanyak 44 orang tua dengan anak usia 3-6 tahun yang terdaftar di TK di Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan dipilih secara acak untuk mengisi kuesioner sebelum dan setelah diberikan KIE dengan media audiovisual secara daring melalui aplikasi video conference selama 3 menit. Hasil: analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada pengetahuan orang tua mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak setelah diberikan KIE dengan media audiovisual secara daring. Kesimpulan: Media audiovisual secara daring dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak pada masa pandemi COVID-19.

Background: Early Childhood Caries (ECC) represents as most common oral health
disease of children worldwide. In Indonesia, caries found in percentage of 45,5% of
children between 3 and 4 years of age, and 90, 2% of children between 5 to 9 years of
age. Dental caries can lead to pain, swelling, dental abscess, masticatory dysfunction, and
increase risk for caries development in permanent dentition if left untreated. Those
condition are necessary for dental treatment at dental practices. The emergence of
COVID-19 pandemic results in limitation of dental services. Parents as caregiver plays a
fundamental role in maintaining their children oral health care. Therefore, it is important
to provide an adequate communication, information, and education for the parents to raise
their knowledge on children oral health care at home as ECC prevention strategy.
Objectives: To assess the difference of parental knowledge on children oral health care,
before and after online communication, information, and education using audio visual
media. Methods: This experimental study comprised of 44 parents with children of age
3 to 6 years old kindergartens at Setia Budi, South Jakarta who were selected randomly
to fill out the questionnaire before and after online communication, information, and
education using audio visual media via video conference platform for 3 minutes. Results:
Data analysis showed significant differences of parental knowledge on children oral
health care after online communication, information, and education using audio visual
media. Conclusion: Online audio visual media could improve the parental knowledge
on children oral health care during COVID-19 pandemic.
Background: Early Childhood Caries (ECC) represents as most common oral health disease of children worldwide. In Indonesia, caries found in percentage of 45,5% of children between 3 and 4 years of age, and 90, 2% of children between 5 to 9 years of age. Dental caries can lead to pain, swelling, dental abscess, masticatory dysfunction, and increase risk for caries development in permanent dentition if left untreated. Those condition are necessary for dental treatment at dental practices. The emergence of COVID-19 pandemic results in limitation of dental services. Parents as caregiver plays a fundamental role in maintaining their children oral health care. Therefore, it is important to provide an adequate communication, information, and education for the parents to raise their knowledge on children oral health care at home as ECC prevention strategy. Objectives: To assess the difference of parental knowledge on children oral health care, before and after online communication, information, and education using audio visual media. Methods: This experimental study comprised of 44 parents with children of age 3 to 6 years old kindergartens at Setia Budi, South Jakarta who were selected randomly to fill out the questionnaire before and after online communication, information, and education using audio visual media via video conference platform for 3 minutes. Results: Data analysis showed significant differences of parental knowledge on children oral health care after online communication, information, and education using audio visual media. Conclusion: Online audio visual media could improve the parental knowledge on children oral health care during COVID-19 pandemic.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Kartawijaya
"Menurut studi dari Litbangkes tahun 1978, prevalensi penyakit yang menyangkut fungsi gigi dan mulut masih tinggi (80 %), dan sejak Pelita III masalah ini sudah merupakan salah satu masalah kesehatan nasional yang perlu ditangani secara intensif. Seringkali terjadinya penyakit gigi dan mulut ini juga disebabkan oleh faktor sehari-hari yang tidak disadari oleh masyarakat bahwa faktor-faktor ini cukup besar pula pengaruhnya untuk terjadinya penyakit karies gigi baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Pencegahan yang dilakukan sedini mungkin terutama sejak gigi sulung mulai erupsi diharapkan dapat mengurangi terjadinya penyakit gigi dan mulut. Karena gigi ini bisa mulai mengalami kerusakan sejak ia mulai tumbuh di dalam gusi atau mulai berada di dalam mulut, dan kerusakan ini merupakan proses patologis yang bersifa: irreversible. Kerusakan pada gigi sulung yang berkelanjutan akan mempunyai akibat tidak baik bagi pertumbuhan gigi tetapnya.
Di Indonesia, penelitian mengenai penyakit karies gigi sulung masih sangat sedikit, dan sampai saat ini Indonesia belum mempunyai indikator karies gigi sulung dan kebersihan mulut anak-anak.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai angka prevalensi karies dan hubungan faktor-faktor kebiasaan makan makanan kariogenik, tindakan menyikat gigi dari anak dan pengetahuan Ibu dan Anak dengan derajat kebersihan mulut dan terjadinya karies. Penelitian ini dilakukan dalam lingkup kecil setempat yaitu pada Taman Kanak-kanak kelas B Regina Pacis, agar dengan penelitian ini dapat diperoleh suatu hasil yang akurat pula untuk pemikiran pengadaan UKGS yang terprogram, serta mendukung perencanaan intervensi pada masa yang akan datang.
Penelitian ini merupakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Seluruh anak TK kelas B ini merupakan subyek penelitian, dan diambil datanya melalui pemeriksaan gigi dan mulut langsung pada anak-anak dan wawancara dengan Ibu dari anak-anak tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan cukup tingginya prevalensi karies gigi anak-anak T.K. Kelas B Regina Pacis yaitu 88.8 % dengan rata-rata def-t 8.44 dan indeks kebersihan mulut rata-rata buruk (2.4). Dan diperolehnya kenyataan dengan pengujian secara statistik bahwa adanya pengaruh kebiasaan makan makanan kariogenis yaitu jenis snack dan frekuensi snack yang dimakan anak, dan pengetahuan Ibu terhadap indeks kebersihan mulut, dan adanya pengaruh indeks kebersihan mulut terhadap indeks karies gigi. Dari faktor-faktor yang diteliti, maka faktor frekuensi snack yang dimakan anak yang merupakan faktor yang paling dominan di antara faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi indeks kebersihan mulut dan penyakit karies gigi.
Untuk mencegah resiko terjadinya karies gigi sulung pada anak-anak T.K. ini perlu dilakukan upaya peningkatan kebersihan mulut dengan diadakan suatu program usaha kesehatan gigi sekolah yang terencana dan terkoordinir oleh petugas medis di sekolah Regina Pacis."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Harini Soemartono
Jakarta: UI-Press, 1998
PGB 0453
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Nuraeni
"Pemberian ASI bagi bayi merupakan cara yang terbaik untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sejak dini, karena dengan memberikan ASI berarti memberikan zat gizi yang bernilai tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf serta otak, memberikan kekebalan pada tubuh serta mempererat ikatan tali kasih ibu dan bayi.
Pemberian ASI yang benar adalah memberikan ASI segera dalam 30 menit setelah kelahiran; tidak memberikan makanan dan minuman selain ASI sampai bayi berumur 4 bulan. Selanjutnya setelah bayi berumur lebih dari 4 bulan mulai diberikan makanan tambahan yang disebut dengan makanan pendamping ASI sampai bayi berumur 2 tahun.
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan bagi bayi atau anak yang masih mendapat ASI/PASI yang diberikan secara bertahap sehingga bayi/anak menjadi terbiasa dengan makanan keluarga. Agar ibu dapat berperilaku dengan benar dalam memberikan ASI dan MP-ASI, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, dukungan keluarga, dukungan petugas, tersedianya sarana dan fasilitas yang menunjang pemberian ASI dan MP ASI serta adanya intervensi pendidikan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat Hasil survei pada bulan Maret 2002 di desa Waru Jaya Kecamatan Parung Kabupaten Bogor, ditemukan masih rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif den pemberian MP-ASI yang terlalu dini pada bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran hubungan karakteristik ibu, dukungan keluarga dan pendidikan kesehatan dengan perilaku pemberian ASI dan MP-ASI dan selanjutnya dapat diketahui faktor yang paling berkontribusi terhadap perilaku pemberian ASI dan MP-ASI di desa Waru Jaya Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
Desain penelitian adalah diskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah ibu-ibu yang memiliki bayi berumur 0-12 bulan di Desa Waru Jaya Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Sampel diambil secara total, pengumpulan data dengan cara kunjungan rumah yang dilakukan pada bulan Juli sampai September 2002. Instrumen penelitian terdiri dari karakteristik ibu (demografi, pengetahuan, sikap); karakteristik dukungan keluarga, karakteristik pendidikan kesehatan dan perilaku pemberian ASI dan MP-ASI. Hasil uji coba instrumen pongetahuan, sikap, dukungan keluarga, pendidikan kesehatan dan perilaku pemberian ASI dan MP-ASI dengan nilai Alpha Gronhach (reliabilitas) berkisar antara 0,74-0,96 sedangkan nitai validitas berkisar antara r = 0,72 - 0,96 dari 30 impel yang diuji cobakan. Data kemudian diolah dan dianalisis: untuk analisis univariat disajikan dalam bentuk data numerik, analisis bivariat menggunakan korelasi -regresi dan analisis multivariat menggunakan regresi linear gander. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwakarakteristik umur ibu sebagian besar > 25-35 tabus (50%), berpendidikan rendah (58,62%), responden berpendapatan rendah (68,10%). Secara umum pengetahuan responden tentang ASI cukup baik (52,59%) begitu juga pengetahuan responden tentang MP-ASI cukup baik (60,34%). Sikap responden negatif terhadap pemberian ASI (50,86%) dan sikap negatif terhadap pemberian MP-ASI (66,38%). Secara umum dukungan keluarga adalah negatif terhadap pemberian ASI dan MP-ASI (55,17%). Kadang-kadang petugas kesehatan memberikan pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan atau di posyandu tentang ASI (66,38%) dan MP ASI sebesar 56,90%. Perilaku responden secara umum kurang baik dalam memberikan ASI (53,45%) dan perilaku kurang baik dalam memberikan MP-ASI sebesar 54,31%.
Berdasarkan hasil analisis bivariat yaitu uji korelasi den regresi didapatkan hubungan bermakna antara pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan perilaku pemberian ASI. Hasil analisis multivariat menunjukkan adanya faktor yang paling berkontribusi terhadap perilaku pemberian ASI adalah pengetahuan dan sikap dengan signifikan F = 0,0001 dan R square 0,268.
Sedangkan hasil analisis bivariat dengan uji korelasi dan regresi pada perilaku pemberian MP-ASI menunjukkan hubungan yang bermakna dari pengetahuan, dukungan keluarga dan pendidikan kesehatan. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling berkontribusi terhadap perilaku pemberian MP-ASI adalah pengetahuan dengan signifikan F = 0,001 dan R square 0,141. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik ibu (pengetahuan dan sikap) dapat menggambarkan perilaku pemberian ASI (26,8%) dan MP-ASI (14,1%).
Untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian AM dan MP-ASI pada bayi dapat diperoleh melalui penyuluhan di posyandu, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya secara berkesinambungan. Kemudian ibu dilatih tentang cara menyusui, serta menyiapkan dan membuat MP-ASI sesuai dengan kondisi keuangan keluarga.
Disamping itu perlu ditingkatkan dan dikembangkan program kunjungan rumah aehingga dapat berpengaruh terhadap aktifitas ibu dalam merawat bayi khususnya pemberian ASI dan MP-ASI. Dukungan keluarga juga sangat penting bagi ibu, sejak masa hamil hingga perawatan bayi selanjutnya serta perlunya meningkatkan pembinaan petugas kesehatan di masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu manajemen laktasi. Bekerjasama dengan bidang promosi kesehatan DepKes Rl dalam mengembangkan model pembelajaran yang mudah digunakan pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat pada umumnya. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perilaku pemberian ASI dan MP-ASI dangers menggunakan rancangan kualitatif dan dilanjutkan dengan quasi eksperimen.
Kepustakaan 59 (1980 - 2001)

The Relationship among the Characters of Mother, Family Support, Health Education and the Behavior of Giving Breast-Feeding (ASI) and Additional Food (MP-ASI) in Waru Jaya village, Parung, Bogor regency, Indonesia.
Breast feeding (ASI) to the baby is the best way to increase the quality of human resources as early as possible. Because by giving breast feeding (ASI) means giving the nutrient profitably for the growth and the progression of nerves and brain, giving antibody and strengthening the chain of love between a mother and her baby. Well breast feeding means giving `ASI' as 30 minutes after labor. Do not giving other food and drinks except ASI till 4 months of baby's age. Beside ASI, the next 4 months till 2 years of baby will be accustomed to the family's food. There are some factor! that influence a mother behaves well in breast-feeding and giving additional food, namely knowledge, attitude, belief: family support, officers support, the available facilities which conduct breast feeding (ASi) and additional food, the intervention of health education to individual, family, group and society. The survey result on Maret 2002 in Waru Jaya village, Panmg district, Bogor regency, found that the exclusive breast feeding has been law and giving additional food. Finally, the most contributed factors to the behavior in breast feeding and giving additional food in the community mentioned can be known.
The design of this research used ` descriptive analysis' and cross sectional approach. The population of analysis is the mothers whose babies are 0 - 12 months of age. In Waru Jaya village, Parting district, Bogor regency. The sampling was taken totally_ Data collecting done by doing home visit on July till September 2002. The instrument of research consist of the character of family support, the character of health education and the behavior in breast feeding (ASI) and giving additional food The result of the test to the knowledge, attitude, family support, health education and behavior of giving breast feeding and additional food using the `Alpha Cronbach' around 0,74 - 0,96 and the score of validity around (r = 0,72 - 0,96) of the sample tested.
The data was processed and analyzed; for univariat analysis was presented based on the numeral data and used correlation - regression and multivariat analysis used double linear regression. The result of univariat analysis showed that the character of mother's age most > 25 -- 35 years (50%), low education (58,62%), low income (68,10%). Generally the respondents' knowledge about breast- feeding is good enough (52,59%) and the knowledge about additional food as well (60,34%). The negative attitude of respondent to breast- feeding is 50,86% and the negative attitude to giving additional food is 66,38 %. Anyway in general, the family support to breast- feeding and giving additional food is negative (55,17%). Sometimes the health officers (66,38%) give health education about breast-feeding in doing health service or at Posyandu (central for integrated service) and as many as 56,90% about giving additional food. The behavior of respondent is generally worse in breast-feeding (53,45%) and giving additionnl food (54,31%).
Based on the result of bivariat analysis found that there is a significant relationship between the knowledge, the attitude, the family support and the behavior of breast-feeding. The result of multivariat analysis shows the most contributed factor to the behavior of breast-feeding, namely the factor of knowledge and attitude significantly F = 0,0001 and R square 0,268. Mean while by using the correlation and regression teat about behavior of additional food, there is a significant relationship between knowledge, family support and health education. The result of multivariat analysis shows that the most contributed to behavior of giving additional food is the factor of knowledge, significantly F = 0,001 and R square 0,141. From this can be concluded that the character of mother (in knowledge and attitude) can illustrate the behavior of breast-feeding and giving additional food to the baby in 0-12 months of age.
To increase the mothers' knowledge about breast-feeding and additional food to the baby can be done by giving the information about it in Posyandu or in other health sevices continuously. Then, the mothers are trained how to do breast-feeding and making or providing additional food according to their finance condition they face_ Beside that, it is necessary do increase and develop `home visit programe', so it can influence the mothers activities in looking after their babies, especially in breast-feeding and giving additional food. Family support also has an import= role for the mother since she is in pregnancy till the time of baby's treatment. The establishment of health officers needs to be done in community to increase the quality of lactation management It is necessary to work together with the institution of health promotion, Departement of Health in developing the type of easier learning used in the level of individual, family, group and society in general. It is also necessary to have continuous research about the behavior in the breast-feeding and giving additional food using the qualitative design in order to get better result.
Bibliography 59 (1980 - 2001)
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
T5143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewanti
"ABSTRAK
Karies pada anak usia sekolah mengalami peningkatan setiap tahunnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan kesadaran pentingnya perawatan kesehatan gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan gigi dengan perilaku perawatan gigi pada
anak usia sekolah. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif. Responden penelitian berjumlah 156 anak usia sekolah di SDN Pondok Cina 4 Depok. Pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan gigi dengan perilaku perawatan gigi pada anak
usia sekolah di SDN Pondok Cina 4 Depok (p value: 0,013). Penelitian ini merekomendasikan institusi kesehatan, institusi pendidikan, dan orang tua untuk meningkatkan muatan informasi terkait kesehatan gigi dan perawatan gigi pada anak usia sekolah sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi

abstract
Caries in school-age children increases every year. One of the factors that affects the dental caries are knowledge and awareness of the importance dental health care. The aims of this study are to determine the relationship between the levels of dental health knowledge with the behavior of doing dental care. This study used descriptive correlative design. Sample of this study are 142 school age children in SDN Pondok Cina 4 Depok. Stratified random sampling is used as the sampling
techniques. The results of this study showed that there is a significant relationship between level of dental health knowledge with dental care behavior of school-age children in SDN Pondok Cina 4 Depok (p value: 0.013). The study recommends to health care institutions, educational institutions, and parents to enhance the information content related to dental health and dental care at school-age children to prevent the occurrence of dental caries."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42783
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arti Indira
"Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber energi utama yang mencukupi untuk bayi sampai usia 6 bulan. Berbagai kendala dapat timbul dalam upaya memberikan ASI eksklusif, salah satunya adalah ibu merasa ASI tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi sehingga pertumbuhan bayi tidak optimal. Setiap ibu harus mengetahui pola menyusui bayi ASI secara optimal untuk mendukung keputusan menyusui dan menghindari pemberian asupan yang tidak sesuai. Energi ASI sebanyak 50% berasal dari lemak. Lemak merupakan komponen ASI yang sangat bervariasi dan dapat berubah tergantung asupan ibu, irama sirkardian, tingkat laktasi, antar payudara, paritas, umur, dan antar individu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar lemak dalam ASI dan pola menyusui dengan pertumbuhan bayi ASI eksklusif usia satu bulan. Penelitian potong lintang dilakukan di RSIA Budi Kemuliaan pada bulan September– November 2014. Sampling dilakukan secara consecutive. Kriteria inklusi adalah bayi aterm, berat lahir 2500 -4000 g, sehat. Lemak ASI diperiksa dengan pemeriksaan creamatocrit. Terdapat 50 ibu dan bayi yang masuk dalam penelitian.
Bayi usia satu bulan memiliki pertumbuhan yang baik dengan indikator pertumbuhan untuk Z-scores BB/PB, BB/U PB/U dan LK/U sebagian besar berada pada kategori ≥-2 SD s/d ≤2 SD. Pola menyusui subjek tergolong baik dengan frekuensi menyusui 12 kali per hari (84%) dan durasi menyusui <20 menit (58%). Pada pemeriksaan creamatocit didapatkan rerata kadar lemak dalam ASI termasuk kategori tinggi (6,6±1,9 gram/dl). Korelasi lemak ASI dengan BB/U, PB/U, BB/TB adalah berkisar antara 0,03–0,013. BB/U, PB/U, BB/PB, LK/U mempunyai korelasi <0,2 dengan frekuensi dan durasi menyusui. Pertambahan BB, PB, LK per hari mempunyai korelasi <0,25 dengan frekuensi menyusui dan durasi menyusui. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat korelasi antara kadar lemak dalam ASI dan pola menyusui dengan pertumbuhan bayi usia satu bulan.

Breast milk is the main source of energy that is sufficient for infant up to 6 months old. Various breastfeeding problems can come in providing exclusive breastfeeding, one of the problem is mother perceived of her ability to meet the infant’s needs for optimal growth. Every mother should know about the pattern of optimal breastfeeding infant to support breastfeeding decisions and avoid improper feeding. Lipid is providing 50% of total breastmilk energy. Lipid is a component of breast milk that highly variable, depending on maternal intake, circadian rhythm, level of lactation, between breasts, parity, age, and between individuals.
The purpose of this study is to correlate between the levels of lipid in breastmilk and breastfeeding pattern with growth of one month old infants. The study used a cross-sectional study design at RSIA Budi Kemuliaan from September to November 2014. Sampling was taken with consecutive. Inclusion criteria were full-term infant, birth weight 2500–4000 g, healthy. Breast milk lipid was estimated with creamatocrit procedure. There were 50 mothers and infants who entered the study.
This study showed that subjects one month old infants have normal growth. The majority result of growth indicators for WHZ, WAZ, HAZ and HCAZ are between ≥-2 SD until ≤2 SD. Breastfeeding patterns have good result with frequency 12 times per day (84%) and duration <20 minutes (58%). Creamatocit examination showed average levels of lipid in the breastmilk is high (6.6±1.9 g/dl). Correlation of breastmilk lipid with WHZ, WAZ, HAZ is ranged from 0.03–0.013. WHZ, WAZ, HAZ and HCAZ has a correlation <0.2 with the frequency and duration of breastfeeding. Weight, height and head circumference increment per day correlated <0.25 with breastfeeding frequency and duration of breastfeeding.This study conclude that there was no correlation between breastmilk lipid and breastfeeding patterns with growth of one month old infants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhie Nur Radityo S
"Latar Belakang: Air susu ibu (ASI) merupakan asupan yang direkomendasikan pada semua bayi baru lahir. ASI pada bayi yang menjalani perawatan intensif diberikan dalam bentuk ASI perah (ASIP). Akan tetapi, berbagai penelitian menunjukkan bahwa serangkaian proses persiapan ASIP merupakan sumber kontaminasi dan penularan infeksi. Infeksi pada bayi baru lahir merupakan salah satu masalah serius yang belum terpecahkan dalam perawatan bayi baru lahir, termasuk pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Meskipun alur pengelolaan ASIP yang digunakan sudah sesuai dengan standar WHO, belum pernah dilakukan evaluasi terhadap kejadian kontaminasi ASIP sebelumnya.
Tujuan: Mengetahui angka kejadian kontaminasi ASIP di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Dilakukan penelitian potong lintang terhadap 60 sampel ASIP di divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) - Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada bulan Desember 2018 hingga Januari 2019. Sampel penelitian merupakan ASIP yang didapatkan dari proses pemerahan oleh ibu dengan bayi yang dirawat di ruang perawatan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSCM. Ibu dengan riwayat penyakit yang menular lewat ASI, mengalami mastitis, atau sedang mengonsumsi antibiotik dan probiotik dieksklusi dari penelitian. Dilakukan pemeriksaan kultur terhadap ASIP sebanyak dua kali yaitu pertama kali maksimal dua jam setelah ASI diperah dan kedua kali setelah disimpan di lemari pendingin dengan suhu <4oC selama 48 jam, selesai dilakukan pemrosesan dan siap diberikan pada bayi.
Hasil: Didapatkan hasil angka kontaminasi ASIP di NICU RSCM adalah sebesar 66,67%. Profil kuman terbanyak sebagai kontaminan ASIP di NICU RSCM adalah Staphyloccocus epidermidis (ASIP setelah diperah 46,7%, ASIP sebelum pemberian 40%), Acinetobacter baumanii (ASIP setelah diperah 18,3%, ASIP sebelum pemberian 16,7%) dan Staphylococcus haemolyticus (ASIP setelah diperah 13,3%, ASIP sebelum pemberian 6,7%). Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kontaminasi ASIP di NICU RSCM diantaranya adalah tindakan cuci tangan ibu sebelum memerah ASI dan penggunaan masker oleh petugas saat memproses ASIP untuk bayi.

Background: Breast milk is the recommended nutrient for every newborn. Newborn in neonatal intensive care unit is also provided in form of expressed breast milk. However, various studies have shown that expressed breast milk preparation is prone to contamination and infection transmission. Infection in newborn is a serious problem which has not been solved in newborn care, including in Cipto Mangunkusumo National Hospital (CMH). In spite of its expressed breast milk process correspond with World Health Organization guideline, evaluation has never been thouroughly done for expressed breast milk contamination rate.
Objective: To investigate expressed breast milk contamination rate in Cipto Mangunkusumo National Hospital and its affecting factors
Method: Cross sectional study was done to 60 expressed breast milk samples in Neonatology division, Child Health Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia (FKUI) - Cipto Mangunkusumo National Hospital (CMH) on December 2018 to January 2019. Samples for the study were expressed breast milk taken from mother whose baby was admitted to Neonatal Intensive Care Unit (NICU) of CMH. Mothers with breast milk transmission infection, having mastitis, or consuming antibiotic or probiotic were excluded from the study. Culture from samples was done two times, the first time was at maximum of two hours after breast milk was expressed and the second time was after the breast milk had been stored in freezer with temperature below 4o Celsius for 48 hours, processed, and ready to be taken by newborn.
Result: It is shown that the contamination rate of expressed breast milk in NICU of Cipto Mangunkusumo Hospital was 66,67%. Most prevalent bacteria for expressed breast milk contaminant were Staphylococcus epidermidis (1st sampling 46,7% , 2nd sampling 40%), Acinetobacter baumanii (1st sampling 18,3%, 2nd sampling 16,7%), and Staphylococcus haemolyticus (1st sampling 13,3%, 2nd sampling 6,7%). Risk factors affecting expressed breast milk contamination in NICU of Cipto Mangunkusumo Hospital were mother handwashing before breast milk expression and the use of mask for officers processing expressed breast milk.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>