Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52620 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lumban Tobing, Fredy Buhama
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat munculnya fenomena drug trafficking sebagai salah satu isu keamanan non-konvensional dan mencoba menyajikan bagaimana masalah ini dilihat dan berbagai aspek dengan studi kasus Asia Tenggara pada umumnya dan Indonesia pada khususnya.
Metode yang digunakan adalah metode deskripsi yang menggambarkan masalah ini melalui perspektif ancaman terhadap negara yang menjadi produsen dan konsumen yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa tinjauan, yaitu tinjauan politik, militer, ekonomi dan sosial.
Untuk menjelaskan bagaimana isu ini berkembang, maka dilakukan analisa data sekunder dengan berdasarkan pada data-data yang diperoleh melalui studi kepustakaan atas berbagai literatur.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan bahwa isu drug trafficking lebih dari sekedar isu sosial dan kesehatan, sehingga berimplikasi pada kebijakan yang harus diambil oleh negara atau suatu kawasan untuk menangani isu ini secara lebih serius."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2001
LP 2001 2
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Fredy Buhama
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat munculnya fenomena drug trafficking sebagai salah satu isu keamanan non-konvensional dan mencoba menyajikan bagaimana masalah ini dilihat dan berbagai aspek dengan studi kasus Asia Tenggara pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Metode yang digunakan adalah metode deskripsi yang menggambarkan masalah ini melalui perspektif ancaman terhadap negara yang menjadi produsen dan konsumen yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa tinjauan, yaitu tinjauan politik, militer, ekonomi dan sosial. Untuk menjelaskan bagaimana isu ini berkembang, maka dilakukan analisa data sekunder dengan berdasarkan pada data-data yang diperoleh melalui studi kepustakaan atas berbagai literatur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan bahwa isu drug trafficking lebih dari sekedar isu sosial dan kesehatan, sehingga berimplikasi pada kebijakan yang harus diambil oleh negara atau suatu kawasan untuk menangani isu ini secara lebih serius."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Francisca
"Banyaknya fenomena kecemasan dalam masyarakat yang diakibatkan karena isu
rnenyebabkan topik mengenai persepsi terhadap isu dan tingkat kecemasan
dijadikan pokok permasalahan. Menurut Rosnow & Pine (dalam Berkowitz,
1980), isu yang timbul pada saat adanya bencana, dapat menimbulkan ketakutan
dan kecemasan serta biasanya yang diceritakan adalah hal-hal buruk yang akan
terjadi. Akibatnya, orang yang mempersepsi isu secara berbeda (sebagai fakta,
antara fakta dan bukan fakta dan bukan sebagai fakta) memiliki tingkat kecemasan
yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis informasi
yang dianggap berpotensi menimbulkan bahaya, untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara persepsi terhadap isu dengan tingkat kecemasan, mendapatkan
gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap isu dan tingkat kecemasan
antara kelompok pribumi dan keturunan Cina.
Melalui metode accidental sampling, subyek sebanyak 100 orang (59 orang
masyarakat pribumi dan 41 orang masyarakat keturunan Cina) dengan usia subyek berkisar antara 26-60 tahun dilibatkan sebagai sampel penelitian. Data mengenai
informasi yang dianggap berpotensi menimbulkan bahaya, persepsi terhadap isu
dan tingkat kecemasan diperoleh melalui skor yang diuji dengan kuesioner. Untuk
mengetahui informasi yang dianggap berpotensi menimbulkan bahaya, dengan
menggunakan median, untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan
pengujian dengan korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui
perbedaan antar kelompok dilakukan perhitungan dengan menggunakan Factorial
Design. Analisa terhadap data pendukung lainnya dilakukan dengan presentase.
Hasil utama penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang positif antara
persepsi terhadap isu (sebagai fakta, antara fakta dan bukan fakta dan bukan
sebagai fakta) dengan tingkat kecemasan masyarakat Jakarta. Kedua, ternyata ada
perbedaan tingkat kecemasan antara masyarakat yang mempersepsi isu sebagai
fakta, antara fakta dan bukan fakta dan bukan sebagai fakta. Ketiga, tidak ada
perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan antara kelompok masyarakat
pribumi dan keturunan Cina. Keempat, tidak ada perbedaan tingkat kecemasan
yang signifikan antara kelompok masyarakat pribumi dan keturunan Cina yang
mempersepsi isu secara berbeda. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa informasi yang dianggap paling berpotensi menimbulkan bahaya adalah
informasi yang berkaitan dengan masalah SARA.
Penelitian ini menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan Rosnow dan juga
fenomena yang ada dalam masyarakat. Hal yang menarik di sini adalah tidak
adanya perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan antara kelompok masyarakat
pribumi dan keturunan Cina. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain
jumlah subyek yang tidak sama untuk masing-masing kelompok dan situasi yang
sudah lebih baik. Oleh karena itu disarankan untuk penelitian selanjutnya
diusahakan untuk mendapatkan jumlah subyek penelitian yang sama untuk
masing-masing kelompok dan penelitian hendaknya dilakukan pada saat ada ada
kejadian menakutkan atau perubahan suhu politik. Sehingga hasil penelitian yang
dilakukan pada saat yang berbeda dapat dibandingkan."
2000
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Esther Lamria
"Produk kosmetik, herbal maupun sintetik, telah banyak dikembangkan untuk mengatasi kerontokan rambut, namun produk sintetik berpotensi memberikan efek samping seperti gatal-gatal, sementara produk herbal umumnya lebih aman. Salah satu bahan aktif dari tanaman pangan yang berpotensi sebagai sediaan topikal penumbuh rambut adalah teh hijau.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan hair tonic yang stabil, memiliki khasiat penumbuh rambut, dan aman. Ekstrak etanol teh hijau diformulasikan dalam konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%, kemudian dilakukan berbagai evaluasi. Uji kestabilan fisik meliputi cycling test, penyimpanan pada suhu tinggi (40°C ± 2°C), suhu kamar (25°C ± 2°C), dan suhu rendah (4°C ± 2°C). Uji aktivitas pertumbuhan rambut dilakukan pada tikus putih jantan dengan pengamatan dan pengukuran panjang rambut pada hari ke-7, 14, dan 21, penimbangan bobot dan pengukuran diameter rambut pada hari ke-21. Uji keamanan dilakukan pada 9 sukarelawan dengan mengoleskan hair tonic pada lengan atas bagian dalam.
Hasil pengujian menunjukkan hair tonic stabil dalam penyimpanan, kecuali pada penyimpanan suhu rendah (4°C ± 2°C). Ketiga formula hair tonic memberikan aktivitas pertumbuhan rambut, bahkan lebih baik dibandingkan minoksidil 2,5%. Ketiga formulasi ini aman digunakan serta tidak mengiritasi kulit. Formula hair tonic ekstrak teh hijau yang paling optimal adalah formula dengan konsentrasi ekstrak teh hijau 2,5%.

Herbal and synthetic cosmetic products have been developed to unravel problem of hair loss, yet synthetics are potential to give side effects (e.g. itching), whilst herbal products are generally safer. Green tea is one of food derived active ingredient potential as topical hair grower.
The purpose of this study is to formulate hair tonic which is stable, effective towards hair growth, and safe. Ethanolic extract of green tea was formulated into varied concentrations i.e. 2.5%, 5%, and 7.5%. Physical stability test performed such as cycling test, storage in high temperature (40°C ± 2°C), room temperature (25°C ± 2°C), and low temperature (4°C ± 2°C). Activity of hair growth test was by hair length measurements on day 7, 14, and 21, plus diameter measurements and total weights of hair on day 21. Safety test was carried out on 9 volunteers? upper hands.
Results showed the hair tonic was stable in storage, except in low temperature (4°C ± 2°C). In addition to giving hair growth activity, all of the formulas had greater activity than synthetic drug i.e. minoxidil 2.5%. These hair tonics were safe and did not irritate skin. The most optimal formulation was formula 1 with green tea extract concentration 2.5%.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46176
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Mutiara Savana
"Prinsip non-punishment merupakan prinsip yang mengandung ketentuan bahwa korban perdagangan orang tidak dipidana ketika mereka melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku perdagangan orang. Di Indonesia, terdapat masalah dalam penerapan prinsip tersebut, terutama dalam tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan narkotika. Dengan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini membahas 2 (dua) pokok permasalahan, antara lain: 1) pengaturan prinsip non-punishment dalam perlindungan korban perdagangan orang, dan 2) implementasi prinsip tersebut berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Prinsip non-punishment diatur dalam Pasal 18 UU PTPPO, di mana keberlakuannya memiliki keterkaitan dengan bentuk penyertaan doen plegen, daya paksa (overmacht), dan dasar penghapus pidana. Pengaturan dan penerapan prinsip non-punishment dalam hukum pidana di Indonesia masih memiliki berbagai ketidakpastian. Mulai dari kaitannya dengan dasar penghapus pidana, kriteria paksaan yang perlu dipenuhi, hingga tidak adanya preseden dikabulkannya prinsip non-punishment sebagai dasar penghapus pidana. Oleh karena itu, diperlukan pedoman tentang keberlakuan yang disertai penjelasan komprehensif mengenai prinsip tersebut dalam kerangka hukum tindak pidana perdagangan orang. Pedoman tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan mengebangkan peran aktif APH, terutama hakim, untuk menggali fakta-fakta hukum dan nilai-nilai yang ada, serta menindaklanjuti pembuktian terhadap pembelaan dengan dasar prinsip non-punishment.

The principle of non-punishment is a principle that stipulates that victims of trafficking are not punished when they commit criminal offenses because they are forced by traffickers. In Indonesia, there are problems in the application of this principle, especially in criminal offenses related to narcotics crimes. Using normative juridical research method, this research discusses 2 (two) main issues, among others: 1) the regulation of the principle of non-punishment in the protection of victims of human trafficking, and 2) the implementation of the principle based on Article 18 of Law No. 21/2007. The principle of non-punishment is regulated in Article 18 of Law No. 21/2007, where its applicability is related to doen plegen, overmacht, and the basis for criminal expungement. The regulation and application of the principle of non-punishment in criminal law in Indonesia still has various uncertainties. Therefore, there is a need for guidelines on the applicability and comprehensive explanation of the principle in the legal framework of human trafficking crimes. These guidelines are expected to increase and develop the active role of law enforcement officers, especially judges, to explore legal facts and values, as well as to ensure that the principle of non-punishment is applied."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denik Iswardani Witarti
"This thesis focuses on national regulations on Small Arms and Light Weapons (SALW) and their consequences to the national security of Indonesia. It is a qualitative research with descriptive analysis using one variable, SALW affairs in Indonesia.
The illicit spread of SALW in Indonesia especially in the conflict areas, such as Mollucas, Poso, Aceh and Papua causes insecurity. The proliferation of illicit SALW in Indonesia has derives from two resources; first, the internal sources, the ones stolen from TNI/Polri storage, sold by active members of TNI/Polri as well as deserters, and local producer of homemade firearms. Second, the external sources, the ones smuggled from Afghanistan, Thailand, Cambodia, Vietnam, and Philippines, through black market.
As a matter of fact, state should address this issue as one of their national security agenda. Even all of element have responsibilities to creation of national security, state is the major actor in curbing the SALW illicit trafficking. In addition, SALW can not solved by individual country because it relates to transnational actors. UN has an Action Program to curbing the illicit trade of SALW, however, it will be effective if supported by national legislation. Indonesia has some laws to regulate SALW, but it is too general. The weaknesses, especially in term of operational measures, should be adjusted to the recent situation.
I-low to deal with spread of SALW should be prioritized considering geopolitical aspects because Indonesia has four choke point (Malaka, Sunda, lombok and Wetar straits), and most of illicit transaction occurs in the sea territories. As conclusion, the lack of control on SALW proliferation has been exacerbating internal conflicts in Indonesia and decreasing the national security. To solve the problems, the government should work with all stakeholders (include non governmental organization) and create better domestic regulations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Femtocell hadir dengan menawarkan layanan konektivitas jaringan mobile yang lebih baik yakni dengan menempatkan jaringnnya di area yang lemah sinyal dan mengantarkan layanan jaringan mobile melalui jaringan berbasis IP ke operator servive provider. Dengan membangun jaringan Femtocell maka mampu menurunkan biaya infrastruktur, berdaya rendah, plug and play, meningkatkan availabilitas dan mobilitas baik bagi pengguna maupun bagian operator jaringan. Peningkatan cakupan jaringan Femtocell akan memecah domain akses bagi operator sehingga perlu diperhatikan pula isu-isu keamanan yang akan muncul dan bagaimana mengatasinya sesuai dengan standar keamanan yang berlaku. Beberapa Femtocell Access Point (FAP)yang ada di pasaran tidak memenuhi standar ini sehingga keamanannya dapat ditembus. "
JPI 11:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Ardella Vidia Putri
"Perdagangan narkotika merupakan salah satu ancaman dalam konsep keamanan non-tradisional. Di tingkat internasional, perdagangan narkotika telah disetujui sebagai kejahatan terorganisasi transnasional. Walaupun begitu, akademisi memiliki fokus pembahasan yang beragam mengenai perdagangan narkotika. Berbagai pendekatan digunakan untuk menganalisis perdagangan narkotika dengan lebih kritis. Para akademisi tidak berhenti pada anggapan mengenai pengedar narkotika sebagai kriminal. Oleh karena itu, tulisan ini berusaha memetakan perkembangan pendekatan dan pandangan para akademisi terhadap perdagangan narkotika di tingkat internasional. Tinjauan literatur ini menggunakan metode taksonomi dengan 50 literatur akademik yang dibagi dalam lima tema utama, 1) konseptualisasi, 2) agenda institusi dan negara, 3) kritik dan perspektif alternatif, 4) komponen perdagangan narkotika, dan 5) relasi antara pengedar dengan kelompok kriminal lain. Penulis menemukan bahwa akademisi mulai mengadopsi pandangan yang lebih toleran terhadap perdagangan narkotika. Analisis menjadi semakin kritis, mempertanyakan aktor yang bertanggungjawab atas perdagangan narkotika dan mengusung kebijakan rehabilitatif.

The non-traditional security concept has considered drug trafficking as a threat. The international world has agreed to view drug trafficking as a transnational organized crime. In reality, analysis regarding drug trafficking has had a variety of focuses. Researchers have been adopting a deeper understanding of drug trafficking. Therefore, they have a more critical view of drug traffickers, not only branding them as criminals. This literature review uses taxonomy method with the aim to give a bigger picture of approach and opinion derived from 50 academic literature, divided into five main themes, 1) conceptualization, 2) institution and countries agenda, 3) critics and alternative perspective, 4) components of drug trafficking, and 5) drug trafficker relations with other criminal groups. The writer found that researchers have adopted a more tolerant view of drug trafficking. It builds a more in-depth analysis, questioning actors deemed responsible and proposing a rehabilitative approach."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Felicity Gerry
"Both Australia and Indonesia have made commitments to combatting human trafficking.
Through the experience of Mary Jane Veloso it can be seen that it is most often the vulnerable
‘mule’ that is apprehended by law enforcement and not the powerful leaders of crime syndicates.
It is unacceptable that those vulnerable individuals may face execution for acts committed under
threat of force, coercion, fraud, deception or abuse of power. For this reason it is vital that a
system of victim identification is developed, including better training for law enforcement, legal
representatives and members of the judiciary. This paper builds on submissions by authors for
Australian Parliamentary Inquiry into Human Trafficking, and focusses on issues arising in
the complex cross section of human trafficking, drug trafficking, and the death penalty with
particular attention on identifying victims and effective reporting mechanisms in both Australia
and Indonesia. It concludes that, in the context of human trafficking both countries could make
three main improvements to law and policy, among others, 1) enactment of laws that create
clear mandatory protection for human trafficking victims; 2) enactment of criminal laws that
provides complete defence for victim of human trafficking; 3) enactment of corporate reporting
mechanisms.
Australia dan Indonesia, keduanya telah membuat komitmen untuk memerangi perdagangan
manusia. Melalui pengalaman Mary Jane Veloso, dapat dilihat bahwa seringkali penyelundup
yang tertangkap oleh aparat penegak hukum adalah kaum rentan, dan bukannya pemimpin
sindikat kriminal yang berkuasa. Sulit untuk diterima bahwa orang-orang yang rentantersebut
mungkin menghadapi eksekusi atas perbuatannya yang dilakukan di bawah ancaman,
paksaan, penipuan, atau penyalahgunaan wewenang. Karena alasan itulah, penting agar
sistem pengenalan korban dikembangkan, termasuk pelatihan lebih baik untuk aparat penegak
hukum, pengacara, serta hakim dan jaksa. Tulisan ini disusun berdasarkan laporan para penulis
kepada komisi penyelidikan Parlemen Australia terhadap isu perdagangan manusia, dan
berfokus pada permasalahan yang timbul dari irisan kompleks antara perdagangan manusia,
perdagangan obat-obatan terlarang, dan hukuman mati, dengan perhatian khusus kepada isu
identifikasi korban dan mekanisme pelaporan yang efektif bagi Australia dan Indonesia. Tulisan
ini menyimpulkan bahwa dalam konteks pemberantasan perdagangan manusia, kedua negara
dapat membuat tiga perbaikan dalam hukum dan kebijakannya, ketiga solusi tersebut adalah,
1) penerapan hukum yang memberikan perlindungan wajib bagi korban perdagangan manusia
yang jelas; 2) pembuatan hukum pidana yang yang memberikan perlindungan secara lengkap
kepada korban; 3) pembuatan mekanisme pelaporan bagi perusahaan."
Faculty of Law University of Indonesia, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>