Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153199 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Delmi Sulastri
"Tujuan :
1. Diketahuinya kadar malondialdehida (MDA) plasma subyek penelitian
2. Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan MDA plasma pada subyek penelitian.
Tempat : Poliklinik umum Rumah Sakit Umum Pusat Padang (RSUP).
Metodologi : Penelitian dengan desain cross sectional dilakukan pada 96 orang pasien baru laki-laki etnik Minangkabau. Pasien berusia 30 - 59 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan dipilih secara consecutive sampling. Data yang dikumpulkan terdiri dari karakteristik demografi, asupan makanan dengan menggunakan metode semi quantitative food frequency questionnaire (FFQ) dan recall 2x24 jam, pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium profil lipid, gula darah puasa dan MDA plasma.
Hasil Rerata umur subyek penelitian adalah 45 ± 7,5. Terdapat korelasi positif bermakna antara asupan lemak total dengan kadar kolesterol total (-r--0,268, p=0,008), LDL (r^ 0,258. p= 0,0I 1), HDL (r,280, p-31,006). ALJ menunjukkan korelasi positif bermakna dengan kadar kolesterol total (r= 0,272, p--0,007), LDL (r=0,266, p4ti,009) dan HDL (r=0,276, p= 0.006). Asupan ALTJT menunjukkan korelasi yang bermakna dengan kadar HDL plasma (1.0,240, p=0,018). Terdapat korelasi negatif bermakna antara asupan vitamin C dengan dengan kadar MDA plasma (r = -0,336, p = 0,001) dan vitamin E dengan kadar MDA plasma subyek penelitian (r=-0,236, p=D,020). Hasil analisis multivariat menunjukkan asupan lemak total merupakan faktor yang paling berperan terhadap kadar kolesterol total plasma (p = 0,058), asupan lemak jenuh mempunyai hubungan yang paling bermakna dengan kadar LDL (p= 0,006), asupan ALTJT menunjukkan hubungan yang paling bermakna dengan kadar HDL (p= 0,009).
Kesimpulan : Asupan antioksidan dan. serat masih kurang dari jumlah yang dianjurkan sedangkan asupan AU lebih dari jumlah yang dianjurkan. Faktor ini diduga yang menyebabkan prevalensi PJK tinggi pada etnik Minangkabau. Terdapat korelasi positif antara asupan lemak total dan ALJ dengan kadar kol.total, LDL dan HDL, sedangkan ALTJT mempunyai korelasi positif dengan kadar HDL. Asupan vitamin C dan vitamin E mempunyai korelasi negatif dengan kadar MDA plasma.

Objective :
1. To study the plasma Malondialdehyde (MDA) concentration
2. To study the factors associated with plasma MDA
Place : Clinics of Central General Hospital in Padang
Method: A cross sectional study was carried out among 96 new male patients, age 30 - 59 years old, Minangkabau ethnic, who fulfilled the inclusion and exclusion criteria and were selected by consecutive sampling . Data collected were demographic characteristics, food intake using semi quantitative FFQ and two days 24-hour recall method (fat, antioxidants and fiber intake), antropometric and laboratory. (lipid profile, fasting blood glucose and malondialdehyde concentration).
Results : Mean of age was 45 ± 7,5 years . There were significant positive correlations between total fat intake with total cholesterol (r=0,268, p4,008), LDL (r`- 0,258, p= 0,011), HDL (r.1,280, SFA intake showed significant positive correlation with total cholesterol (r 0,272, p=0,007), LDL (r-0,266, p~,009) and HDL (r-4,276, p= 0.006). There was significant positive correlations between MUFA intake and HDL (r~,240, p=0,018). There were significant negative correlations between vitamin C and vitamin E intakes with plasma MDA (r = -0,336, p = 0,001 ; r=0,236, p=0,020), There was difference of mean plasma MDA level between different levels of vitamin C intake (p=0,001). The result of multivariat analisis showed total fat intake mostly association with plasma total cholesterol (p" 0,058), SFA intake most associated with LDL (p 0,006) and MUFA intake most associated with HDL (p:1,009).
Conclusion : Intake of antioxidants and fiber were still below the recommendation while total SFA was higher than recommended. These factors might be the cause of cardiovascular disease in Minangkabau ethnic.There were significant positive correlation between total fat and SFA intake with total cholesterol total ,LDL, HDL. There were significant positive correlation between MUFA intake and HDL There were significant negative correlation between vitamin C and vitamin E intake with dengan MDA plasma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindiawaty Josito
"Tujuan: Mengelahui kadar karoten plasma, Malondialdehida plasma dan kebiasaan merokok pekerja laki-laki. Hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar memperbaiki pola hidup untuk menurunkan risiko aterosklerosis.
Tempat: PT Nasional Gabel Bogor Jawa Barat.
Metodologi: Penelitian dengan desain cross sectional pada 115 pekerja laki-laki baik yang merokok maupun tidak memrokok, berusia 20 - 55 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, dan terpilih secara simple random sampling, menggunakan tabel bilangan acak. Data yang dikumpulkan meliputi: umur, pendidikan, penghasilan, IMT, persentase massa lemak tubuh, asupan lemak, asupan serat, asupan karoten, kadar karoten plasma dan MDA plasma
Hasil: Median kadar karoten plasma subyek yang tidak merokok [0,38 (0,09 - 1,95) mmol/L] lebih linggi dari subyek yang merokok [0,34 (0,08 - 0,94) mmol/L]. Median kadar MDA plasma subyek yang tidak merokok [0,61 (0,22 -- 4,75) mmol/mL] lebih rendah dari subyek yang merokok [0,68 (0,32 - 3,01) mmol/mL]. Tidak didapat hubungan yang bermakna (p>0,05) antara asupan karoten, kadar karoten plasma, kadar MDA plasma dengan kebiasaan merokok. Terdapat korelasi negatif yang bermakna (p<0,05) antara IMT (r = - 0,23), persentase massa lemak tubuh (r = - 0.27) dengan kadar D-karoten plasma. Hampir tidak didapatkan korelasi (r = - 0.06) antara kadar 13-karoten dengan MDA plasma.
Kesimpulan: Hampir tidak didapatkan korelasi antara kadar R-karolen plasma dengan kadar MDA plasma.

Objective: To study plasma 0-carotene concentration, plasma MDA concentration and smoking habit male workers. The results are expected to be used as one of basis to enhance life pattern, to decrease atherosclerosis risk.
Place: PT National Gobel Bogor West Java
Method: A cross sectional study was carried out among 115 male smoking workers and non smoking workers, age 20 - 55 years old, who fulfilled the inclusion and exclusion criteria and were selected by simple random sampling using random table. The collected data consist of age, education, income, body mass index, fat mass percentage, fat intake, fiber intake, carolene intake, plasma 0-carotene and MDA concentrations.
Results: Median of plasma fl-carotene concentration among non smokers was higher [0.38 (0.09 - 1.95) µmol/L] than smokers [4.34 (0.08 -- 0.94) µmol/L]. Median of plasma MDA concentration among non smokers [0.61 (0.22 - 4.75) mmol/mL] was lower than smokers [0.68 (0.32 - 3.01) mmol/mL]. There was no significant relationship (p>0.05) between [carotene intake, plasma II-carotene concentration, plasma MDA concentration and smoking. There was significant (p<0.05) negative correlation between body mass index (r = -0.23), fat mass percentage (r = -0.27) and plasma [-carotene concentration. Almost no con-elation (r = -0.06) was found. between plasma [carotene and MDA concentrations.
Conclusions: Almost no correlation was found between plasma carotene and MDA concentrations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nugraheni
"Latar Belakang: Laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki LSL merupakan populasi yang sedang berkembang dan memiliki masalah-masalah spesifik, salah satunya gangguan jiwa yang merupakan manifestasi dari psikopatologi. Faktor-faktor yang memengaruhi psikopatologi pada LSL penting untuk diketahui.
Objektif: Tujuan penelitian ini adalah mencari jenis psikopatologi yang ada pada populasi LSL dan faktor-faktor yang berhubungan di dua lembaga swadaya masyarakat LSM khusus LSL di Jakarata.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang. Sampel diambil dengan metode cluster random sampling. Pengukuran data dilakukan menggunakan kuesioner Brief COPE untuk mengukur mekanisme koping, WHOQOL-Bref untuk mengukur kualitas hidup, dan SCL-90 untuk mengukur psikopatologi. Data lain yang diukur adalah data demografik, status seksual, keterbukaan orientasi seksual, HIV/AIDS dan penggunaan NAPZA, dan perilaku seksual berisiko. Analisis data menggunakan uji bivariat menggunakan Pearson chi-square atau Fisher rsquo;s exact test dan dilanjutkan dengan uji multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil: Terdapat 100 sampel yang dimasukkan ke dalam analisis data. Sebagian besar responden mengalami psikopatologi 77. Psikopatologi yang paling banyak ditemukan adalah depresi 29. Analisis multivariat menunjukkan bahwa pernah tidak menggunakan kondom 3 bulan terakhir, membuka orientasi seksual kepada keluarga, dan menggunakan mekanisme koping negatif meningkatkan risiko psikopatologi sebesar 2.9 kali, 2 kali dan 1.4 kali IK 95 =1.0-8.9; IK 95 =0.5-8.2; IK 95 =0.3-5.7.

Background: Men who have sex with men MSM is a growing population with specific problems such as mental disorder, a manifestation of psychopathology. The factors associated with psychology is an important matter to discuss.
Objective: The purpose of this study is to portrait the pychopathology in MSM population and the related factors in two organizations which care about MSM's well being in Jakarta.
Methods: This is a cross sectional study using cluster random sampling. Coping mechanism, psychopathology and quality of life were measured using Brief COPE, SCL 90 and WHOQOL Bref. Demography of the respondents, sexual status, disclosure of sexual orientation, HIV AIDS status, drug use, and risky sexual behavior were also measured. Bivariate analysis using Pearson chi square or Fisher's exact test was continued with multivariate analysis using logistic regression model.
Results: Data from one hundred respondents were analyzed. Most of them have psychopathology 77, especially depression 29. Never use condoms in the last 3 months, disclosing sexual orientation to family member, and negative coping mechanisms increase the risk of psychopathology 2.9 times, 2 times, and 1.4 times 95 CI 1.0 8.9 95 CI 0.5 8.2 95 CI 0.3 5.7 .
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harefa, Tetty Ernawati
"Tujuan: Mengetahui kadar vitamin E plasma, malondialdehida plasma dan kebiasaan merokok pekerja laki-laki. Hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar memperbaiki pola hidup untuk menurunkan risiko aterosklerosis pada perokok dan bukan perokok.
Tempat: PT. Nasional Gobel - Bogor Jawa Barat.
Metodologi: Penelitian dengan desain cross sectional pada 115 pekerja laki-laki, yang merokok dan tidak merokok, berusia 20-55 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, dan terpilih secara simple random sampling, menggunakan tabel bilangan acak. Data yang dikumpulkan meliputi : umur, pendidikan, penghasilan, IMT, persentase lemak tubuh, asupan lemak, asupan serat, asupan vitamin E, kadar vitamin E plasma dan MDA plasma.
Hasil: Median kadar vitamin E plasma subyek yang tidak merokok [24,76 (I8,89-50,61) μmol/L] lebih tinggi dari subyek yang merokok [23,80 (12,25-38,14) μunol/L]. Median kadar MDA plasma subyek yang tidak merokok [0,61 (0,22-4,75) nmol/mL] lebih rendah dari subyek yang merokok [0,68 (0,32-3,01) nmol/mL]. Tidak didapat hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara asupan vitamin E, kadar vitamin E plasma, kadar MDA plasma dengan kebiasaan merokok. Terdapat korelasi positif yang bermakna (p < 0,05) antara IMT (r = 0,28), persentase massa lemak tubuh (r = 0,25) dengan kadar vitamin E plasma. Didapatkan korelasi negatif yang sangat lemah (r = -0,11) antara kadar vitamin E dengan MDA plasma pada subyek penelitian yang tidak merokok dan pada subyek yang merokok hampir tidak didapat korelasi (r = -0,07) dan tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar vitamin E plasma dengan kadar MDA plasma pada pekerja laki-laki yang tidak merokok dan yang merokok.

Objective: To study plasma vitamin E concentration, MDA concentration and smoking habit male workers. The results are expected to be used as one of the basis to enhance life pattern, and to decrease the risk of atherosclerosis.
Place: PT. National Gabel Bogor, West Java.
Method: A cross sectional study was carried out among 115 male smoking workers and non smoking workers, age 20-55 years old, who fulfilled the inclusion and exclusion criteria selected by simple random sampling using random table. Data collection consist of age, education, income, body mass index, fat mass percentage, fat intake, vitamin E intake, plasma vitamin E and MDA concentrations.
Results: Median of plasma vitamin E concentration among non smokers was higher [24,76(18,89-50,61) μmol/L] than smokers [23,80(12,25-38,14) μmol/L]. While median of plasma MDA concentration among non smokers [0,61(0,22-4,75) μmol/L] was lower than smokers [0,68(0,32-3,01) μmol/mL]. There were no significant relationship (p>0,05) between vitamin E intake, plasma vitamin E concentration, plasma MDA concentration and smoking. There were significant (p<0,05) positive correlation between body mass index (r=0,28), fat mass percentage (r=0,25) and plasma vitamin E concentration. Weak negative correlation was found between plasma vitamin E and MDA concentration.
Conclusions: There was weak negative correlation but not significant between plasma vitamin E and MDA concentration in smoking workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Agnes
"Paparan debu keramik yang mengandung silika bebas di lingkungan kerja pabrik keramik Inerupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit pare akibat kerja. Untuk mencegah timbulnya penyakit pneumokoniosis perlu dilakukan upaya pemantauan secara khusus dan berkelanjutan terhadap para pekerja melalui pemeriksaan kesehatan secara berkala dan pemantauan terhadap lingkungan kerja. Penelitian terhadap tenaga kerja pabrik kerami; di Cikarang dilakukan pada 66 pekerja laki-laki, dengan metode krosseksional., terdiri dari 31 orang dare bagian pembuatan badan keramik dan 35 orang dad bagian pengepakan. Penelitian lingkungan kerja dilakukan dengan mengukur kadar debu total, kadar debu respirable dan kadar silika bebas di bagian pembuatan badan keramik dan di bagian pengepakan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi paru dan pemeriksaan foto toraks.
Hasil dan kesimpulan: Didapatkan prevalensi batuk kronik 4,5%, bronkitis kronik 4,5%, dahak kronik 4,5%, kelainan radiologi paru 10,6% dan restriksi 47% di pabrik tsb. Dibagian pembuatan badan keramik, kadar debu total, kadar debu respirable dan kadar silika bebas melebihi NAB yang ditetapkan. Tidak ditemukan hubungan antara kelainan fungsi pare dengan faktor-faktor umur, pendidikan, status gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan memakai alat pelindung diri. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi batuk kronik, bronkitis kronik, restriksi dan kelainan radiologi dengan tingkat paparan.

Scope and Methodology
Exposure to ceramic dust which contains free silica in a ceramic factory is a risk factor for occupational lung diseases. To prevent pneumoconiosis, specific and continuous monitoring of the workers through periodic health examinations and work environment measuring is very important. A study on 66 by ceramic factory workers consisting of 31 men from ceramic-body preparation division and 35 men from packaging division in Cikarang using cross-sectional method has been conducted. The work environment study was done by measuring total dust contamination, respirable dust, and free silica in ceramic-body preparation division and packaging division. Data collection was done by interviews, physical examination, lung function test and X-ray examination.
Results : The prevalence of chronic cough were 4,5 %, chronic bronchitis 4,5 %, changes in lung radiologic 10,6 % and restriction 47 %. The total dust concentration, respirable dust and the free silica concentration was found to exceed the permissible limit in ceramic-body preparation division. No relation was found between lung function changes, age, education, nutrition condition, work period, smoking habits and mask users habits. No significant different in the prevalence of chronic cough, chronic-bronchitis, restriction and radiologic changes was found different level of dust exposure."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Sundaru Dwi Hendarta
"Ruang lingkup dan metodologi : Salah satu penyakit akibat kerja yang harus dipikirkan akibat debu kapas di lingkungan industri tekstil adalah bisinosis, yang menimbulkan gangguan kesehatan serta menurunkan produktivitas kerja. Penelitian ini ingin mengidentifikasi bisinosis dan membuktikan hubungan antara pajanan debu kapas dengan prevalensi bisinosis. Desain penelitian yang digunakan adalah kros seksional dengan mengikutsertakan total populasi pekerja laki-laki bagian spinning yang terpajan debu kapas. Jumlah responden adalah 81 pekerja dengan rentang usia 21 - 52 tahun. Data di dapatkan dari wawancara, pengukuran fungsi paru dan pengukuran debu respirabel yang dilaksanakan pada bulan Febnuari sampai Maret 2005.
Hasil dan kesimpulan : Prevalensi bisinosis pada responden sebesar 11,1 % (9 dari 81 pekerja ). Setelah dilakukan analisis multivariat, diketahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya bisinosis yaitu pemakaian masker ( OR = 13,666 95 % CI = 2,217 - 84,222 dengan p = 0,005 ) disusul dengan status gizi ( OR = 6,029, 95% CI = 0,951 - 38,222 dengan p = 0,057 ). Dapat disimpulkan bahwa pemakaian masker dan status gizi berperan penting dalam terjadinya bisinosis.

Scope and methodology: One of the important work related disease caused by cotton dust in textile industry is byssinosis that would create medical problem and decrease work productivity. This research aims to identify byssinosis and prove the relation between cotton dust exposures with prevalence of byssinosis. For the research design we will use cross-sectional and take into consideration the overall population of male worker in spinning department who are exposed to cotton dust. The number of respondent is 81 workers aged from 21 to 52 years. We have collected the data from interview, measurement of lung function and measurement of respirable dust conducted on February until March 2005.
Result and conclusion: Prevalence of byssinosis of respondents at 11.1% (9 out of 81 workers). After multivariate analysis, the dominant risk factor impacting byssinosis is the use of mask (OR = 13,666 95 % CI = 2,217 - 84,222 with p = 0,005) followed by nutrient status (OR = 6,029, 95% CT = 0,951 - 38,222 with p - 0,057). Our conclusion is that the use of mask and nutrient status have significant role for byssinosis cases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Fajar Angkasa
"Tes HIV merupakan pintu gerbang awal yang menghubungkan dengan pelayanan pencegahan HIV lainnya. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tes HIV pada LSL merupakan hal yang penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang program intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan angka tes HIV. Sebuah studi potong lintang dilakukan dengan menggunakan data STBP 2015 pada 921 LSL. Hubungan perilaku tes HIV diestimasi melalui nilai prevalens odds ratio (POR) dan 95% confidence interval (CI). Dari 921 LSL, 781 (84,8%) LSL memiliki perilaku tes HIV yang baik. Faktor yang berpengaruh secara independen dengan perilaku tes HIV pada LSL adalah umur (aPOR: 3,472; 95% CI: 2,164 – 5,572), tempat tinggal (aPOR: 1,678; 95% CI: 1,136 – 2,478) dan keterpaparan informasi (aPOR: 6,506; 95% CI: 3,821 – 11,077) dengan keterpaparan informasi menjadi variabel yang dominan dalam hubungannya dengan perilaku tes HIV

HIV testing is the initial gateway and links HIV cases to HIV care, support and treatment. Understanding the factors associated with HIV testing among men who have sex with men (MSM) is important to be taken for consideration in the planning of intervention programs that aimed to increase HIV testing rates. A cross-sectional study was conducted using IBBS 2015 data on 921 MSM. Association between HIV testing behavior was estimated through the prevalence odds ratio (POR) and 95% confidence interval (CI). Of 921 MSM, 781 (84.8%) MSM had good HIV testing behavior. Factors independently associated with HIV testing behavior are age (aPOR: 3,472; 95% CI: 2,164 - 5,572), recent living situation (aPOR: 1,678; 95% CI: 1,136-2,478) and recent exposed HIV information (aPOR: 6,506; 95% CI: 3,821 - 11,077) with recent exposed HIV information as a dominant variable in association with HIV testing."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Surya Atmaja
"Bahan dan Metode : Desain cross seksional pada 99 subyek laki-laki tahun yang dipilih secara simple random sampling dari sarnpel MONICA Jakarta III. Data yang dikumpulkan meliputi data umum subyek, asupan makanan, antropometri, tekanan darah, EKG dan pemeriksaan laboratorium darah. Uji statistik yang digunakan adalah uji X2, Fisher dan Kolmogorov-Smimov, Mann Whitney dan korelasi Pearson / Spearman rank.
Hasil : Kadar feritin serum ?200 p.glL tedapat pads 8,1% subyek. Asupan besi total 4,81 mg (1,59-13,24 mglhari), besi hem 0,21 mg (0-1,22 mg/had), 93,9% asupan besi kurang 1 AKG. Terdapat 13,1% dengan IMT >27 kglm2, 20,2% dengan Lpe X94 cm aan rasio LpelLpa X0,95; 34,3% dengan tekanan darah >149190 mm Hg, Kadar kolesterol total abnormal 41,4% (?200 mgldL); kolesterol HDL abnormal 63,6%(z40 mgldL); kolesterol LDL abnormal 52,5% (?130 mgldL); trigiiserida abnormal 11,I%(200 mg/dL); gula puasa abnormal 5,1% (?126 mgldL). Kebiasaan merokok pada 54,5% subyek. Tidak trdapat korelasi bermakna antara asupan besi total (r--0,038) dan besi hem (r,027) dengan feritin serum. Rasio Odds kasar antara feritin serum dengan PJK (diagnostik EKG) 5,5 kali (CI. 0,87-34,33). Pada uji statistik didapat perbedaan bermakna median feritin serum pads subyek diabetes daengan non diabetes (p~,001) dan subyek dengan kelebihan lemak tubuh dengan subyek dengan lemak tubuh normal (Lpe dengan p:1,009; LpelLpa dengan p"0,047).
Kesimpulan: Didapatkan hubungan tidak bermakna antara feritin serum dengan asupan zat gizi. Terdapat hubungan moderat antara feritin serum dengan risiko PJK. Subyek dengan feritin serum ? 200 .iglL mempunyai kecenderungan risiko 5,5 kali menderita PJK (diagnostik EKG) dibandingkan subyek dengan feritin serum <200 p.g(L,

Serum ferritin in men 35 years old or over and its relating factors at Mampang PrapatanMethods : A cross sectional study had been carried out of on 99 subjects age 35 years selected using simple random sampling method from MONICA Jakarta's III sample. Data collected consist of socio-economic state, dietary intake, anthropometric, laboratory, blood pressure and electrocardiogram examination. Statistical analysis was performed by X-, Fisher, Kolmogorov-Sm imov, Mann-Whitney, and Pearson/ Spearman rank correlation.
Result : Serum ferritin 1200 1.tglL was found in 8,1% subjects. Total iron intake 4,81 mg (1,59-13,24 mg/day), heme iron 0,21 mg (0-1,22 mg/day), 93,9%% of iron intake below the RDA. There were 13,1% subjects with BMI >27 kg/m2; 20,2% with AC >94 cm and WHR >0,95; 34,5% with blood pressure >140/90 mm Hg. Abnormal total cholesterol level 41,4% (1200 mg/dL); abnormal HDL cholesterol 63,6% (<40 mg/dL); abnormal LDL cholesterol 52,5% (1130 mg/dL); abnormal triglyceride 1,1% (~0d mg/dL); abnormal fasting glucose 5,1% (?126 mgldL); 54,5% had smoking habits. Lack association between total iron (r=-0,038) and heme iron (r 0,027) with serum ferritin. Men with ferritin serum 1200 l.tg1L had an crude odds ration 5,5 fold suffer from CHD (according to ECG diagnostic) compare to subjects with ferritn serum <200 .iglL (CI. 0,87-34,33). Statistical analysis showed significant difference of serum ferritin median in diabetic and non diabetic subjects (p:1,001), overfatness subjects and normo fatness subjects (AC with. pC,009 and WHR with p=0,047).
Conclusion : There is no significant relationship between serum ferritin level and dietary intake. Bivariate analysis found moderate relationship between serum ferritin and CHD. Men with serum ferritin 1200 pglL had a crude odds ratio 5,5 fold suffer from CHD (according to ECG diagnostic) compare to the subjects with serum ferritin < 200 pg/L."
2001
T597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Gunawan
"Tujuan: Mengetahui pengaruh konsumsi jus tomat 350 gram/hari selama 4 hari berturut-turut terhadap kadar likopen plasma dan 8-OHdG DNA lekosit pada 27 subyek pekerja laki-laki perokok ringan
Bahan dan cara: Penelitian eksperimental dengan desain pre dan post test, dengan subyek penelitian sebanyak 27 orang yang telah memenuhi kriteria penerimaan. Subyek penelitian diberikan jus tomat sebanyak 350 gram setiap hari selama 4 hari berturut-turut. Data yang dikumpulkan meliputi data demografi, data antropometri sebelum perlakuan, data asupan nutrisi sebelum dan selama perlakuan serta data laboratorium sebelum dan sesudah perlakuan berupa kadar likopen plasma dan 8-OHdG DNA lekosit.
Hasil : Data demografi menunjukkan sebagian besar subyek berpendidikan menengah dengan penghasilan di bawah garis kemiskinan, mengalami paparan tidak langsung terhadap debu panas dalam pekerjaannya dan merokok jenis rokok standar. Data antropometri sebelum perlakuan menunjukkan 1MT dan persentase massa lemak tubuh masih dalam Batas normal. Asupan nutrisi selama perlakuan meliputi asupan energi, lemak, serat dan likopen meningkat bermakna (p<0,05). Data laboratorium menunjukkan median kadar likopen plasma sesudah perlakuan mengalami peningkatan bermakna (p<0,05) sebesar 39,1% dari 0,143 (0,019 - 0,259) µmol/L menjadi 0,185 (0,065 - 0,317) µmol/L. Median kadar 8-OHdG DNA lekosit sesudah perlakuan mengalami penurunan berrnakna (p<0,05) sebesar 45,3% dari 62,425 (13,499 - 133,206) ng/mL menjadi 35,459 (7,595 - 91,247) ng/mL. Terdapat korelasi negatif derajat cukup (r = -0,28) antara persentase massa lemak tubuh dengan kadar likopen plasma sebelum perlakuan. Juga tedapat korelasi negatif derajat cukup (r = -0,39) dan bermakna (p<0,05) antara besarnya peningkatan kadar likopen plasma dengan penurunan kadar 8-OHdG DNA lekosit sesudah perlakuan.
Simpulan : Konsumsi jus tomat sebanyak 350 gram/hari selama 4 hari berturut-turut pada pekerja laki-laki perokok ringan, terbukti meningkatkan kadar likopen plasma dan menurunkan kadar 8-OHdG DNA lekosit.

The Effects of Tomato Juices on Plasma Lycopene and 8-Hydroxy-Deoxyguanosin of Leukocyte DNA Levels of Light Smoking Male WorkersObjective : To evaluate the effects of 350 gram/day tomato juices consumption for 4 consecutive days on plasma lycopene and 8-hydroxy-deoxyguanosin of leukocyte DNA levels of 27 light smoking male worker subjects.
Material and method: An experimental study with pre and post test design was carried out on 27 subjects who fulfilled the criteria of the selection. Subjects were given 350 gram tomato juices daily for 4 consecutive days. Data collected were demographic, anthropometric, nutritional and laboratory such as plasma lycopene and 8-OHdG of leukocyte DNA.
Results: Demographic data showed that most of the subjects had moderate education, monthly income below the poverty line, indirect exposure to the working environmental pollutant and smoked standard cigarette. Anthropometric data showed that BMI and fat mass percentage were in normal range. Dietary intake during treatment increased significantly (p<0.05), for energy, fat, fiber and lycopene intake. Median value of plasma lycopene after treatment increased significantly (p<0.05) by 39.1% from 0.143 (0.019 - 0.259) µmol/L to 0.185 (0.065 - 0.317) µmol/L. Median value of 8-OHdG of leukocyte DNA after treatment decreased significantly (p<0.05) by 45.3% from 62.425 (13.499 - 133.206) ng/mL to 35.459 (7.595 - 91.247) ng/mL. A moderate negative correlation (r = -0.28) was obtained between percentage of body fat mass and plasma lycopene levels before treatment although non significant. There were a moderate negative and significant (pc0.05) correlation (r = - 0.39) was obtained between elevated plasma lycopene level and decreased of 8-OHdG of leukocyte DNA after treatment.
Conclusion: Consumption of 350 gram tomato juices daily for 4 consecutive days on light smoking male workers was proven to elevate the level of plasma lycopene and decrease the level of 8-OHdG of leukocyte DNA."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Purwaningsih
"Tren infeksi HIV di Indonesia memperlihatkan adanya peningkatan jumlah infeksi baru terutama di kalangan LSL. Tingginya laju epidemi HIV dapat ditekan dengan menerapkan perilaku seks aman yaitu dengan menggunakan kondom. Efektivitas kondommencapai 95% jika digunakan secara konsisten. UNAIDS (2016) menyebutkan bahwa penggunaan kondom secara konsisten terbukti sulit dicapai di semua populasi. Penggunaan kondom pada kalangan LSL secara global tidak mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada LSL dilihat berdasarkan teori perilaku Green (faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat). Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan sumber data sekunder dari hasil STBP tahun 2018. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi square.Total jumlah sampel penelitian adalah 3.399 LSL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom adalah umur, pendidikan, pekerjaan, persepsi risiko tertular HIV/AIDS, pengetahuan tentang HIV/AIDS, ketersediaan kondom, akses sumber informasi, program pencegahan HIV/AIDS, dan program tes HIV. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembanganintervensi HIV/AIDS berbasis internet, memperkuat kerjasama dengan OMS dan tokoh yang dekat dengan LSL (mami/mucikari, komunitas LSL), dan mengembangkan model layanan kesehatan ramah LSL.

HIV infection trends in Indonesia show an increasing number of new infections, especially among MSM. The high rate of the HIV epidemic can be suppressed by implementing safe sex behaviors, especially by using condoms. The effectiveness of condoms reaches 95% if used consistently. UNAIDS (2016) stated that the use of condoms consistently was difficult to achieve in all populations. Condom use among MSM globally has not increased in recent years. This study aims to determine the factors associated with condom use behavior among MSM based on Green's behavioral theory (predisposing, enabling, and reinforcing factors). This cross-sectional study was conducted among 3.399 MSM selected from IBBS 2018. Univariate and bivariate (chi square) analyses were performed to identify factors associated with condom use behavior. The results showed that the factors associated with condom use behavior were age, education, occupation, perceived risk of contracting HIV/AIDS, knowledge about HIV/AIDS, condom availability, access to information sources, HIV/AIDS prevention programs, and HIV testing programs. Therefore, it is necessary to develop internet-based HIV/AIDS interventions, strengthen collaboration with CSOs and figures close to MSM (mothers/pimps, MSM communities), and develop MSM-friendly health service models."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>