Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176182 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yus Rizal
"Dalam era globalisasi sekarang ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Disatu pihak masalah gizi kurang masih merupakan kendala yang harus ditanggulangi, di lain pihak masalah gizi lebih dengan berbagai risiko penyakit yang ditimbulkannya cenderung meningkat terutama di kota-kota besar.
Pada dasarnya kedua masalah gizi tersebut terjadi karena satu masalah pokok yang sama yaitu dimana adanya kegagalan tubuh dalam mencapai keadaan gizi yang seimbang. Keadaan gizi lebih merupakan konsekuensi akumulatif dari adanya ketidakseimbangan antara masukan energi dengan energi yang dipergunakan tubuh. Salah satu faktor yang berperan adalah adanya kebiasaan mengkonsumsi makanan sumber energi yang berlebihan seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan trendi (fast food), kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak tinggi dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang dapat menghambat penyerapan bahan makanan sumber energi seperti makanan berserat (sayuran dan buah-buahan). Disamping itu faktor aktifitas fisik juga berperan didalam mengatur kebutuhan energi, dalam hal ini menyangkut aktifitas pekerjaan utama sehari-hari dan aktifitas olah raga. Selain itu faktor-faktor lain yang berperan adalah umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi lebih orang dewasa di 27 kota propinsi di Indonesia tahun 1996 - 1997 dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan gizi lebih tersebut. Desain penelitian ini adalah "cross sectional" dengan memanfaatkan data sekunder hasil pemantauan status gizi pada orang dewasa yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI di 27 kota Propinsi di Indonesia tahun 1996 - 1997. Kemudian data yang diperoleh dianalisa baik secara bivariat maupun multivariat dengan menggunakan regresi logistik antara faktor-faktor risiko (kebiasaan makan makanan trendi, kebiasaan makan makanan berlemak, kebiasaan makan sayuran dan buah, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan aktifitas olah raga) dengan keadaan gizi lebih orang dewasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi keadaan gizi lebih orang dewasa di 27 kota propinsi di Indonesia adalah sebesar 22,10% (klasifikasi WHO) dan 21,33% (klasif kasi Depkes). Proporsi keadaan gizi lebih ini merata di 27 kota propinsi dan hanya di dua kota yang proporsinya <15% yaitu Dili dan Pontianak. Dari hasil analisa bivariat ternyata faktor risiko yang berhubungan dengan keadaan gizi lebih orang dewasa adalah kebiasaan makan makanan trendi, kebiasaan makan makanan berlemak, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
Dari analisa multivariat dengan memasukkan secara bersama-sama faktor risiko yang diduga mempunyai hubungan dengan keadaan gizi lebih kedalam model ternyata ada tiga faktor risiko yang berhubungan yaitu kebiasaan makan makanan trendi, umur dan jenis kelamin. Dari hasil analisa tersebut diketahui bahwa proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok umur 30-39 tahun lebih tinggi 2,97 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Pada kelompok umur 40-49 tahun lebih tinggi 5,03 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Pada kelompok umur 50-59 tahun lebih tinggi 3,88 kali dan kelompok umur 60-65 tahun lebih tinggi 2,77 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Selain itu diketahui bahwa proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok perempuan 2,28 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Sementara itu proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok yang jarang (1-4 kali/bulan) mengkonsumsi makanan trendi lebih tinggi 1,36 kali dan kelompok yang sering (2 kali/minggu) lebih tinggi 3,01 kali dibandingkan dengan yang tidak pernah. Namun demikian ada interaksi antara faktor risiko kebiasaan makan makanan trendi dan jenis kelamin, dimana pada setiap tingkatan kebiasaan makan makanan trendi (jarang maupun sering) tampak bahwa kelompok perempuan kemungkinannya lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Factors Associated with Adult Overweight in 27 Provincial Capital Cities in Indonesia, 1996 - 1997In this globalization era, Indonesia faces double problems in nutrition. On the one hand under-nutrition is still a threat, which must be restrained; on the other hand overweight increases the risk for certain diseases, particularly in capital.
Basically, both malnutrition problems cause the same main problem, i.e. the failure of the body to reach a well-balanced condition of nutrition. Overweight is a cumulative consequence of unbalance between intake and useable energy. One of the factor is the habit of excessive consumption of high energy food such as, fast food, fatty food and certain foods which obstruct nutrient absorption of such as food rich in fiber (vegetables and fruits). Physical activity factors also play an important role to what extent energy is needed, in performing main daily working activities and physical exercise. Other factors which also play a role are age, sex and educational level.
The objective of this cross sectional study in to obtain information on adult overweight and related factors in 27 provincial capital cities in 1996 - 1997. Data used were secondary data from nutrition monitoring of adults, conducted by the Directorate Community Nutrition, MOH in 27 provincial capital cities during 1996 - 1997. In the analysis of data used logistic regression (bivariate and multivariate) between risk factors (eating habits of fast food, fatty food, vegetables and fruits, age, sex, educational level, occupation and physical exercise) and overweight condition of adult people.
The results of study revealed that the prevalence of adult overweight in 27 provincial capital cities in Indonesia was 22.10% (using WHO classification) and 21.33% (using MOH classification), Proportion of adult overweight was similar for 27 provincial capital cities, only 2 cities i.e. Dili and Pontianak, had proportions of <15%.
The bivariate analysis revealed that risk factors associated with adult overweight were consumption of fast food, fatty food, age, sex, educational level and occupation, and the multivariate analysis revealed that the three main risk factors associated with adult overweight were age, sex and consumption of fast food. The habit of eating fast food, age and sex in comparison with people aged <30 years, the proportion of overweight in 30-39 age group was 2.97 times higher, in the 40-49 age group 5.03 times higher, in the 50-59 and 60-65 age group 3.88 and 2.77 times higher respectively. It was also revealed that the proportion of female adult overweight was 2.28 times higher than male adult. Meanwhile, proportion of adult overweight in the group rarely eats fast food (1-4 times/month) and frequently eats fast food (2 times/week) 1.36 and 3.01 times higher than never eats fast food. Nevertheless there were interaction between risk factors, which were the habit to eats fast food and sex, wherever in every level of the habit to eats fast food (rarely and frequently) have also been observed: males tend to be more at risk to be overweight than females.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T6421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilda Welis
"Gizi lebih adalah suatu keadaan kelebihan berat badan bila dibandingkan dengan standar sesuai umur dan jenis kelamin. Gizi lebih pada dasarnya disebabkan ketidakseimbangan energi. Di satu sisi konsumsi energi yang berlebihan karena mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan lemak tapi rendah serat seperti konsumsi fastfood dan makanan jajanan. Dari sisi lain rendahnya penggunaan energi karena gaya hidup sedentaris seperti banyaknya aktifitas menonton televisi dan sedikit berolahraga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi lebih pada siswa SLTP Kesatuan dan SLTP Bina Insani Kota Bogor. Desain penelitian ini adalah crossectional dan cara pengambilan sampel dengan cara acak sederhana. Sampel adalah siswa kelas 1, 2 dan 3 SLTP Kesatuan dan SLTP Bina Insani yang berjumlah 200 orang. Analisis data dilakukan dengan uji khai kuadrat dan regresi logistik ganda. Variabel independen adalah umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi, persepsi terhadap tubuh, jumlah uang saku, frekuensi makan, kebiasaan jajan, kebiasaan mengkonsumsi .fastfood, konsumsi energi, protein, karbohidrat, lemak, lama menonton televisi, lama tidur, kebiasaan olah raga, pendapatan keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu dan status gizi orang tua.
Hasil penelitian ini mendapatkan persentase siswa dengan gizi lebih sebesar (44,9%). Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki, kebiasaan selalu jajan, kebiasaan olah raga yang rendah, pendidikan ayah yang rendah, pendapatan keluarga rendah dan orangtua yang gizi lebih dengan kejadian gizi lebih pada siswa. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda didapatkan variabel yang paling dominan berhubungan dengan gizi lebih adalah kebiasaan jajan ( OR= 5,311 ; 95% CI: 2,457 - 11,482 ).
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan kepada Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional agar menggiatkan kembali program UKS dan promosi gizi siswa sekolah lanjutan tingkat pertama serta peningkatan sosialisasi PUGS untuk remaja.
Bahan Bacaan : 134 (1980-2003)

Analysis Factors Related to Overweight at Student of SLTP Kesatuan and SLTP Bina Insani in Bogor 2003Overweight is an increase of body weight above a standard for age and sex. Overweight is a problem of nutrient imbalance as more foodstuff are stored as fat than are used for energy and metabolism.
This study aim to examine factors that related to overweight at student of SLTP Kesatuan and SLTP Bina Lnsani in Bogor. This research using crossectional design and simple random sampling. The samples were student grade 1-3, total sample are 200 students. Data analysis by chi square and multiple logistic regression. Variables age, sex, knowledge nutrition, body perception, pocket money, food frequency, habit to buy snack, habit to eat fastfood, food consume, duration of viewing TV, sleep duration, exercise, family income, father and mother' education and nutritional status of parent are as independent variables.
The result of this study found that subject with overweight was 44,9%. Based on bivariate analysis, male, high habit to buy snack, low habit of exercise, low father's education, Iow family income and parental overweight showed significant correlation with overweight in adolescent. The most dominant variable to overweight was habit to buy snack. We recommended to Ministry of Health and Department of Education to reactive School Health Program (UKS), Nutrition Education and Marketing Indonesian Nutrition Guideline (PUGS) for adolescent.
References : 134 (1980-2003)"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 11217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Halasan
"Salah satu upaya apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimal agar kualitas hidup yang bersangkutan tetap baik, gangguan gizi yang umumnya muncul pada lansia selain gizi kurang juga gizi lebih yang apabila dilihat dari sudut kesehatan, sama-sama merugikan dan dapat menyebabkan kematian dengan penyebab yang berbeda. Gangguan gizi pada lansia diduga berkaitan dengan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lansia di kota Bengkulu.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel sebanyak 207 orang lansia yang berumur > 60 tahun dan dipilih dengan menggunakan systematic random sampling.Pengumpulan data variabel bebas seperti jenis kelamin, status perkawinan, status tempat tinggal, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, status ekonomi dan aktifitas fisik dilakukan dengan wawancara terstruktur sedangkan untuk konsumsi makanan (total energi, karbohidrat, protein dan lemak) dengan menggunakan dua pendekatan yaitu food recall dan food frequencies.
Hasil penelitian melaporkan proporsi lansia yang mengalami gizi lebih sebesar 18,4% dan gizi kurang sebesar 19,3%. Hasil uji t menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (P>0,05) rata-rata IMT menurut jenis kelamin, status perkawinan dan status tempat tinggal serta tidak ada hubungan yang bermakna (p>0,05) antara pengetahuan gizi dengan IMT lansia. Akan tetapi, ada perbedaan yang bermakna (p<-0,05) rata-rata IMT antara lansia yang melakukan olah raga dengan yang tidak melakukan olah raga dan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) rata-rata IMT menurut frekuensi, lama dan jenis olah raga. Selanjutnya ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan IMT lansia. Ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara total energi dengan IMT serta ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan IMT setelah di adjusted dengan total energi. Hasil analisis multivariat regresi linier juga menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan dengan IMT lansia adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat dengan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,10 yang artinya variabel jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat hanya dapat menjelaskan IMT lansia sebesar 10%.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lansia di kota Bengkulu mengalami masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih sudah mulai timbul akan tetapi masalah gizi kurang masih terjadi. Untuk itu, perlu digalakkan promosi gizi melalui pendekatan keluarga dirnana lansia tinggal serta bila memungkinkan memberikan makanan tambahan kepada lansia yang kurang gizi terutama lansia dengan kondisi ekonomi yang kurang.

Factors Related to Nutritional Status among Elderlies Bengkulu City,2001When reaches elderly age, one should maintain an optimal nutritional status to ensure a good quality of life. Nutritional problems that occur during old ages may take two forms, that is, under nutrition or over nutrition, both are health devastating and might cause death due to different reasons. Nutritional problems among elderly relate to changes in both environment and health conditions in general. Thus, this study aims to describe the nutritional status and its related factors among elderly in Bengkulu city.
The study design is cross-sectional with 207 subjects aged > 60 years of old and were selected using systematic random sampling. Structured interview was used to collect data such as gender, marital status, residential status, educational level, nutrition knowledge, economic status, and physical activity level. While for food consumption (to predict macronutrients consumption such as total energy, carbohydrate, protein, and fat), two methods, that is, food recall and food frequency questionnaires were employed.
The study showed that the proportion of elderlies with over nutrition was 18,4% and elderlies with under nutrition was 19,3%. T-test showed no significant difference (p>O,05) in BMI for gender, marital status, and residential status. Moreover, there was no significant difference (p>O,45) in BM[ for nutrition knowledge. Significant difference (p< 0,05) was found in BMI for elderlies who perform sport activities and those who do not. However, no significant differences were found for frequency, duration, and type of sport activities. Significant differences in BMI (p<0,05) were found for different level of education, economic status, total energy intake, carbohydrate, protein, and fat intakes (after being adjusted for total energy intake). The multivariate tinier regression analysis showed that the dominant factors determining the BMI of elderlies in this study were gender, educational level, and carbohydrate intake (adjusted) with coefficient of determination (R2) of 0,10, meaning that these variables could only explain 10% of the BMI among elderlies in this study.
The results of the study lead to conclusion that elderlies in Bengkulu city faced a double burden of nutritional problems, that is over nutrition and under nutrition at the same time. Therefore, an adequate nutrition promotion is to be embarked through family approach where most of elderlies stay. If possible, for elderlies with low economic status, a supplementary food should be provided.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T5129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani Suryana
"Suksesnya pembangunan kesehatan dan gizi yang dilaksanakan Indonesia telah dapat menurunkan masalah gizi yang dihadapi secara bermakna. Tetapi suksesnya pembangunan tersebut mengakibatkan pula perubahan pola penyakit yang ada di Indonesia. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi terlihat berkurang, sebaliknya penyakit degenaratif dan penyakit kanker meningkat. Peningkatan kemakmuran ternyata diikuti oleh perubahan gaya hidup. Pola makan terutama di kota-kota besar bergeser dari pola makan tradisional yang banyak mengkonsumsi karbohidrat, sayuran dan serat ke pola makanan masyarakat barat yang komposisinya terlalu banyak mengandung lemak, protein, gula dan garam tetapi miskin serat. Sejalan dengan itu pada beberapa tahun terakhir ini mulai terlihat peningkatan angka prevalerisi kegemukan/obesitas pada sebagian penduduk Indonesia terutama di kota-kota besar, yang diikuti pula pada akhir-akhir ini di pedesaan.
Kelebihan gizi dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi dan penyakit batu kandung empedu. Salah satu faktor yang berperan adalah adanya kebiasaan makan-makanan trendi, makan-makan berlemak. Disamping itu faktor aktivitas fisik juga berperan dalam mengatur kebutuhan energi, dalam hal ini menyangkut aktivitas pekerjaan dan aktivitas olah raga. Selain itu faktor-faktor lain yang berperan adalah umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya masalah status gizi lebih dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada orang dewasa di Kota Bogor.
Desain penelitian ini adalah "cross sectional" dengan memanfaatkan data sekunder hasil pengumpulan data status gizi pada orang dewasa yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Bogor tahun 1997. Kemudian data yang diperoleh dianalisa baik secara bivariat maupun multivariat dengan menggunakan regresi logistik antara faktor risiko (kebiasaan makan-makanan trendi. kebiasaan makan-makanan berlemak, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan olah raga) dengan status gizi lebih pada orang dewasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi status gizi lebih orang dewasa di Kota Bogor adalah sebesar 23,88% (klasifikasi Depkes).
Berdasarkan hasil analisis bivariat faktor risiko yang mempunyai hubungan bermakna antara lain : kebiasaan makan-makanan trendi. kebiasaan makan-makanan berlemak, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
Dari hasil analisis model multivariat dengan memasukkan secara bersama-sama semua faktor risiko yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi lebih pada orang dewasa. dapat diketahui ada tiga faktor risiko yang berhubungan dengan status gizi lebih pada orang dewasa yaitu, kebiasaan makan-makanan trendi, umur dan jenis kelamin.
Selanjutnya dari analisis model regresi menunjukkan bahwa proporsi status gizi lebih orang dewasa di Kota Bogor pada kelompok orang dewasa yang berumur 30-39 tahun kejadiannya 2,96 kali lebih tinggi, 40-49 tahun kejadiannya 5,01 kali lebih tinggi, 50-59 tahun kejadiannya 3,91 kali lebih tinggi, 60-65 tahun kejadiannya 2,73 kali lebih tinggi. dibandingkan kelompok umur < 30 tahun. Selain itu juga dapat diketahui hasil dari analisis model regresi bahwa proporsi status gizi lebih orang dewasa di Kota Bogor pada kelompok yang jarang mengkonsumsi makan-makanan trendi 1,31 kali lebih tinggi dan yang sering mengkonsumsi makan-makanan trendi kejadiannya 2,97 kali lebih tinggi, dibandingkan dengan kelompok yang tidak pernah mengkonsumsinya. Sementara itu proporsi status gizi lebih orang dewasa pada kelompok orang dewasa yang berjenis kelamin perempuan 2,29 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Terdapat interaksi faktor kebiasaan makan-makanan trendi dengan jenis kelamin dalam kaitannya dengan status gizi lebih pada orang dewasa di Kota Bogor . Dimana pada kelompok perempuan yang jarang(1-4 kali/bulan) mengkonsumsi makan-makanan trendi proporsi status gizi lebilmya kemungkinannya 0,73 kali dari kelompok laki-laki yang jarang mengkonsumsinya. Demikian pula proporsi status gizi lebih orang dewasa pada kelompok perempuan yang sering mengkonsumsi makan-makanan trendi kemungkinannya 0,32 kali dari kelompok laki-laki yang sering mengkonsumsinya.

Factors Related to the Status of Excess of Nutrition on Adults in Bogor in 1997 (Analysis of Secondary Data)The success on health and nutrition development program carried out has been able to decrease nutritious problem that is faced by Indonesian significantly. However, the development also results in changing disease pattern that exists in Indonesia. Infectious disease and malnutrition seems decreased, on the contrary the generative and cancer diseases increased. The increasing of prosperity is followed by the changing of life style. The pattern of having food especially in the big cities moves from a traditional food pattern that consumes a lot of carbohydrate, vegetables and fiber into having a western food pattern that consumes a lot of fat, protein, sugar and salt but consumes less fiber. As consequences, the increase of over weight prevalent value can be seen in recent years in many part of Indonesia, especially in the big cities and also followed by the villages recently.
Excess in nutrition can cause various health problems such as coronary heart, diabetes, hypertension, and gall stone. One factor which plays role is a habit of consuming trend food and fat food. Moreover, physical activity factor also plays role in regulating energy need which includes work and exercise activity. Besides that, other factors that plays role are age, gender and education level.
The purpose of this research is to know the problems of excess of nutrition status and its related factors on the adults in Bogor.
This research design is "cross sectional" by utilizing secundary data on nutritional status of adults. This data collected by Directorate for the Establishment of Nutrition for Community (Direktorat Bina Gizi Masyarakat), Health Department (Departemen Kesehatan) Republic of Indonesia and Health Service Bogor in 1997. The collected data was analyzed by either ` bivariat" or "multivariat" using "Logistic Regression" between risk factors (habit of having trend food, habit of having fat food, age, gender, education level, type of jobs and exercise) and excess of nutrition status of the adults.
The result shows that the excess of nutrition status prevalent of adults in Bogor is 23,88% (Depkes' classification). According to the analysis of "Bivariat" model, the risk factors which have significant relation are: habit of having trend food, habit of having fat food, ages, gender, education levels, and type of jobs.
From the analysis of "multivariat" model using all of the risk factors that are assumed has =elation with the excess of nutrition status of adults, found that there are three risk factors related to the excess of nutrition status of the adults. The three risk factors are habit of having trend food, ages and gender.
Further more, regression analysis model shows that the proportion of excess of nutrition status of the adults in Bogor compare to the group of people with less than 30 years old are as follows:
- Group with the age between 30 and 39 is 2.96 higher,
- Group with the age between 40 and 49 is 5.01 higher,
- Group with the age between 50 and 59 is 3.91 higher, and
- Group with the age between 60 and 69 is 2,73 higher.
Besides that, the regression analysis model also shows that:
- the proportion of excess to nutrition status of the adults in Bogor for a group of people that seldom consumed trend food is 1.31 higher compare to that of group that never consumed trend food, and The group that often consumed trend food is 2.97 higher compare to that of group that never consumed trend food.
Meanwhile the proportion of excess of nutrition status of the female adults is 2.29 higher than male adults.
There is interaction between the habit of having trend food factor and gender that is related to excess of nutrition status of the adults in Bogor. The female group that seldom (1-4 times/month) consumed trend food; the proportion of their excess of nutrition status is 0.73 more than the male group that seldom consumed it. The proportion of excess of nutrition status of the female adults that often consumed trend food is 0.32 higher than the male group that often consumed trend food.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Martinus
"Kurang Energi Protein (KEP) yang merupakan gambaran status gizi masih menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia terutama di daerah pedesaan. Dampak buruk KEP pada balita adalah terhambatnya perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berpikir, penampilan dan prestasi kerja, sehingga mengakibatkan rendahnya daya produksi dan kegiatan ekonomi, menurunnya daya tahan tubuh, yang dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Penanggulangan KEP secara nasional diprioritaskan pada daerah tertinggal/miskin, sementara informasi keadaan gizi di desa tertinggal dan tidak tertinggal belum memadai, khususnya di propinsi Kalimantan Barat. Maka keadaan gizi pada desa tertinggal dan tidak tertinggal serta faktor-faktor yang berhubungan menarik untuk diteliti.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status gizi dan konsumsi energi serta protein balita usia 6-59 bulan di desa tertinggal dan tidak tertinggal pada daerah pesisir dan pegunungan serta hubungan status gizi dengan lingkungan perumahan, pendapatan per kapita, pengetahuan gizi, pendidikan orang tua, jumlah anggota rumahtangga, dan pekerjaan orang tua.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup dua kecamatan yang masing-masing terdiri dan satu desa tertinggal dan satu desa tidak tertinggal dari kabupaten Pontianak, propinsi Kalimantan Barat yang dikumpulkan oleh Tim Praktek Kerja Lapangan Sekolah Pembantu Ahli Gizi tahun 1995. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel seluruh rumahtangga yang mempunyai anak balita usia 6-59 bulan. Jumlah sampel yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 360 rumahtangga. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan bantuan program EPI INFO versi 6.0 dan SPSS for Windows release 6.0.
Dari hasil analisis ditemukan bahwa prevalensi KEP menurut indeks BB/U di kecamatan Mempawah Hilir tidak terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara desa tertinggal dengan desa tidak tertinggal, sementara di kecamatan Toho prevalensi KEP menurut BB/U lebih tinggi di desa tertinggal dibandingkan desa tidak tertinggal.
Menurut indeks TB/U prevalensi KEP lebih baik di desa tidak tertinggal dibandingkan di desa tertinggal pada kedua kecamatan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP menurut indeks BB/U di kecamatan Mempawah Hilir baik untuk desa Sejegi (tertinggal) maupun desa Tanjung (tidak tertinggal) adalah pendapatan perkapita dan pengetahuan gizi, sementara di kecamatan Toho faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di desa Sekabuk (tertinggal) adalah pendapatan perkapita, sedangkan di desa Pentek (tidak tertinggal) adalah pendapatan per kapita dan pengetahuan gizi. Menurut indeks TB/U, faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di semua desa penelitian adalah pendapatan per kapita.
Meskipun terlihat ada perbedaan status gizi, terutama menurut indeks TBN antara desa tertinggal dengan desa tidak tertinggal pada kedua kecamatan, tetapi karena prevalensi KEP masih cukup tinggi di kedua kategori desa tersebut sehingga disarankan agar program penanggulangan KEP tidak perlu difokuskan ke desa tertinggal saja, tetapi strategi penanggulangannya yang perlu dibedakan dengan melihat faktor-faktor yang berkaitan di masing-masing desa.

Factors Relating To The Under Fives Nutritional Status In Four IDT and Non IDT Villages in Pontianak District, West Kalimantan Province in 1995Protein Energy Malnutrition (PEM) which represent the nutritional status has remained as one of the main nutrition problems in Indonesia, especially in rural areas. The bad outcome of PEM under fives years is the hindrance of their growth and intelligence development which will further influence the ability of their thinking, performance and work achievement capacity creating low productivity in the economic terms, the decrease in physical endurance which then impact the quality of the Indonesian human resources.
The priority to overcome the PEM nationally is emphasized in the severe areas, while the information on the nutritional status in IDT ("under developed areas") and NON IDT ("developed areas") has been inadequate yet, in West Kalimantan in particular. Therefore, the nutritional status in IDT and NON IDT villages including its related factors is interesting to be observed.
The purpose of this research is to know the nutritional status, energy and protein consumption of the under fives from 6 to 59 months in IDT and NON IDT villages in the coastal and mountains areas and relation of nutritional status with housing environment, household income, knowledge on nutrition, parent's education level, the family size, and parent's job.
This research used secondary data covering two subdistricts which consist respectively of two IDT and two NON IDT villages in Pontianak District, West Kalimantan Province gathered by a team of students of the Assistant Nutritionist School during their field work practice in 1995. This cross-sectional study used samples of all families having under five years old children of 6 to 59 months. The number of analyzed samples in the research was 360 families. The analysis was done in univariate, bivariate, and multivariate with the help of EPI INFO program of 6.0 version and SPSS for Windows release 6.0.
It was found from the analysis that the prevalence of PEM according to Weight/Age index in Mempawah Hilir District has no significant differences between the IDT and NON IDT villages, while in Toho District the prevalence of PEM according to Weight/Age index in the IDT is higher than that in the NON IDT villages.
Based on Height/Age index, the prevalence of PEM in the NON IDT is better than that in the IDT villages in both districts. The factors relating to the PEM based on Weight/Age index in Mempawah Hilir District, either in Sejegi village (IDT) or Tanjung (NON IDT) are per capita income and knowledge on nutrition, while in Toho District, the factor relating to the PEM in Sekabuk village (IDT) is per capita income, while in Pentek village (NON IDT) are per capita income and knowledge on nutrition.
Based on Height/Age index, the factor relating to the PEM in all villages is per capita income. Although there have been differences in the PENT, especially based on Height/Age index between IDT and NON IDT villages in the two districts, it is suggested that since the prevalence of PEM is still relatively high in the two village categories, the program to overcome PEM is not necessarily focused only in the IDT villages, but the strategy of overcoming the PEM must be distinguished through paying attention to the related factors in the respective villages.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T2109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Ramadhani
"Kejadian status gizi lebih pada remaja merupakan masalah yang sudah terjadi dimana-mana. Prevalensi status gizi lebih pada remaja di Jakarta Timur lebih tinggi dibandingkan dengan angka provinsi DKI Jakarta. Remaja yang memiliki status gizi lebih dapat berisiko terkena berbagai penyakit degeneratif, memiliki status gizi lebih dimasa mendatang, dan dampak paling buruknya, yaitu kematian dini. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor risiko terhadap status gizi lebih pada murid SLTA X di Jakarta Timur Tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan adalah desain potong lintang pada 130 orang responden usia 15-17 tahun.
Metode pengambilan data yang digunakan antara lain pengukuran tinggi badan dan berat badan dengan microtoise dan timbangan digital, pengisian kuesioner, dan pencatatan waktu makan. Analisis statistik yang digunakan adalah univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 33,8 murid memiliki status gizi lebih. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen, yaitu jenis kelamin, asupan energi dan zat gizi makro, kebiasaan jajan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik, kecepatan makan, dan persepsi citra tubuh dengan status gizi lebih. Namun, terdapat beberapa variabel yang memiliki kecenderungan terhadap status gizi lebih, yaitu asupan lemak, kebiasaan jajan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik, kecepatan makan, dan persepsi citra tubuh. Untuk itu, perlu adanya edukasi atau penyuluhuan mengenai cara menjaga status gizi dan mengaplikasikan pedoman gizi seimbang.

Over nutrition status in adolescents is a common problem. Prevalence of it in Jakarta Timur was higher than DKI Jakarta 39 s overall. Adolescents with over nutrition are in risk of many degenerative diseases, have over nutrition status in the future, and early death as the worst case. This thesis is a quantitative research with the purpose to find the relation between the risk factors of over nutrition status in the students of SLTA X in Jakarta Timur year 2017. A cross sectional was perform on 130 participants aged 15 17.
The method used to collect the data are the height measurement using microtoise, weight measurement using camry digital scale, self administered questionnaire, and self reported meal time. The statistical analyses used are the univariate and bivariate with a chi square test.
The result was shown that 33,8 students have over nutrition status. According to bivariate analysis, there was no significant relation between the independent variabels, which are sex, energy and macronutrient intake, snacking habit, nutrition knowledge, physical activity, eating rate, and body image perception with over nutrition status in students. However, there are some variables that have tendency toward over nutrition status, which are fat intake, snacking habit, nutrition knowledge, physical activity, eating rate, and body image perception. Therefore, it rsquo s necessary to provide education or intervention about how to maintain nutrition status and implementation of balanced nutrition guidelines.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68619
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nany Syuryati R.
"Terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu, berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan status Gizi masyarakat, terutama keluarga miskin. Salah satu kelompok yang rentan adalah balita yang dengan keadaan ini menjadi Kurang Energi Protein (KEP). Untuk mencegah meluasnya kasus KEP, maka pemerintah Propinsi Sumatera Barat bekerja sama dengan swasta memberikan bantuan berupa makanan tambahan untuk pemulihan (PMT-P). Pemberian PMT-P telah diteliti di beberapa daerah, namun sampai saat ini di kota Padang sendiri belum pernah dilaksanakan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan status Gizi balita KEP keluarga miskin. Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kuranji dan Puskesmas Belimbing, Kecamatan Kuranji, kota Padang terhadap balita KEP keluarga miskin yang mendapatkan PMT-P.Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel terdiri dari 93 orang balita KEP keluarga miskin yang merupakan total sampling dengan responden ibu balita KEP.
Pengolahan data menggunakan analisis -univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan peningkatan status gizi balita KEP setelah PMT pemulihan selama 3 bulan hanya 43%. Ada hubungan yang bermakna antara jumlah dan jenis PMT-P, berat ringan infeksi serta pelayanan kesehatan (p < 0.05). Variabel balita KEP dengan infeksi berat mempunyai hubungan yang paling kuat untuk tetap/kurang status gizinya dibandingkan dengan balita KEP yang menderita infeksi ringan. Pada pelaksanaan PMT-P, agar tegadi peningkatan status gizi balita KEP yang lebih baik, maka disarankan adanya pengobatan dan perawatan khusus di Rumah Sakit pada kasus-kasus balita KEP berat dan KEP dengan infeksi berat.
Disamping itu perlu adanya pengawasan dalam mengkonsumsi makanan, sehingga PMT-P yang diberikan benar-benar hanya diberikan pada sasaran. Walaupun dari hasil penelitian tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan, penyuluhan dan pemantauan oleh petugas dengan peningkatan status gizi, yang kemungkinan oleh karena sebagian besar ibu berpendidikan rendah, untuk itu penyuluhan praktis yang informatif perlu ditingkatkan, sehingga hal ini dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi dan KEP pada balita. Penelitian ini juga menyarankan agar PMT-P diteruskan terutama pada kasus-kasus KEP berat dan sedang serta adanya penelitian yang lebih lanjut dengan desain khusus yang menggunakan indeks BBITB.

Factors Related with the Increase of the Nutrition Status of PEM at the Under Five Year, on Poverty Community in Distric of Kuranji, PadangThe long economic crisis since 1997, cause bad effects to the community, specially community's health and nutrition's on poverty community. One of the most vulnerable group to get protein - energy malnutrition (PEM) is children under five year with this condition can get PEM. To prevent the protein - energy malnutrition from spreading further, the regional government on West Sumatra and some privates commits donated to the community, such supplementary feeding program. The supplementary feeding program was researched some regions, but until now the research never done in Padang.
The purpose of the research is to knowing the factors which related with the increase of the nutrition status of PEM at the children under five year, on poverty community. The research is done on Community Health Center on Kuranji and Belimbing region, distric, Kuranji, Padang; to the children under five year, with PEM on poverty community who got supplementary feeding. The research design was Cross Sectional. The sample's are 93 children's under five year on poverty community; they were total sampling, using their mother as respondents.
The data processing is using Univariat, Bivariat and Multivariat analysis. The result of research shows that only 43% success on increasing Nutrition's status at the children's under five year with PEM on poverty community after 3 months giving supplementary feeding. Kind and number of supplementary feeding, severe and mild infection and the health services have significant relation (p < O, 05). PEM at children under five year variable with the severe infection have a strong relation to statis or less of nutrition status compared with PEM at the children under, five year who got mild infection.
To increase the good children under five year nutrition status, suggested to handle seriously severe protein - energy malnutrition and severe infection with the intensive care. Beside that, need to giving supplementary feeding with the adequate number. It necessary to observe more intensively so that kind and number of the supplementary feeding given used by the PEM at children under five year only. Although from the research did not found significant relationship beetwen knowledge. give of information and supervision of health providers with the rise of nutrition status that may be most of mather have low education, that's need to increase giving of information with informatif practice in order it can increase knowledge of mather about nutrition and PEM at the children under five year, and also the supervision that done of health providers need to be repair in quality and adequacy. The research also recommended to be continuing supplementary feeding program, especially for moderate and severe PEM. And the further researchs with special design like body weight and body height indecs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edmon
"Kemajuan dalam bidang ekonomi telah memberikan dampak pada terjadinya proses transisi epidemiologi termasuk dalam bidang gizi. Indonesia saat ini dan pada dekade yang akan datang diperkirakan akan menghadapi 2 jenis masalah gizi. Disatu sisi Indonesia masih menghadapi masalah gizi kurang, sementara disisi lain terjadi peningkatan prevalensi penderita gizi lebih terutama di perkotaan. Keadaan gizi kurang atau lebih terjadi karena kegagalan mencapai gizi seimbang. Ditinjau dari konsumsi makanan ternyata keadaan gizi tidak hanya ditentukan oleh total konsumsi energi saja tetapi juga ditentukan oleh komposisi zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari.
Beberapa pengukuran dapat digunakan untuk mengetahui keadaan gizi seseorang. Khusus untuk pemantauan keadaan gizi orang dewasa, salah satu cara yang dikenal dan sering digunakan adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Dengan mengetahui IMT dapat dinilai apakah keadaan gizi seseorang kekurangan berat badan (kurus), normal atau kelebihan berat badan (gemuk). Dalam rangka mengetahui masalah gizi pada orang dewasa, dan menemukan alternatif penanggulangannya terutama di daerah perkotaan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI bekerjasama dengan FKM-UI telah melakukan penelitian di 12 kota di Indonesia. Sedangkan data yang dianalisa dalam rangka pembuatan tesis ini adalah merupakan bagian dad penelitian diatas yang mencakup 10 kota di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang lebih berperanan dari berbagai variabel yang diteliti terhadap Status Gizi orang dewasa dengan desain penelitian potong lintang (Cross Sectional). Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih.
Penelitian ini melibatkan 11 variabel Independen yaitu faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi (IMT) pada orang dewasa, variabel tersebut adalah sebagai berikut: umur dan jenis kelamin, status perkawinan, konsumsi makanan, aktifitas fisik , status sosio ekonomi, kebiasaan makan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi, etnik, dan kebiasaan merokok.
Dari seluruh hasil analisa ternyata umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kebiasaan makan, % konsumsi lemak dari energi, % konsumsi karbohidrat dan energi, status perkawinan, dan tingkat pendidikan, berhubungan secara statistik dengan Status Gizi orang dewasa di 10 kota di Indonesia.
Dari variabel yang bermakna ternyata umur, jenis kelamin, % lemak dari energi, dan pola kebiasaan makan mempunyai peranan yang dominan dibanding variabel lainya., Hasil analisis multivariat telah menghasilkan sebuah model yang dapat dipergunakan sebagai peramal status gizi dalam hal ini digambarkan oleh Indeks Massa Tubuh seseorang.
Dari hasil yang diperoleh dapat disampaikan saran bahwa dalam rangka penanggulangan masalah gizi, ada dua faktor yang harus menjadi titik perhatian di dalam penanggulangan masalah gizi lebih yaitu faktor kebiasaan makan dan komposisi konsumsi zat gizi , terutama % lemak dari energi.
Kepustakaan : 50 (1971-1996)

Factors Connected with the Nutritional Status of Adults in 10 Cities in Indonesia in 1996The advancement in economics have given the impact in the transition process of the epidemiologist including in nutrition problem. In Indonesia, today and the coming decade, was estimated to have two kinds of problems in nutrition. In one side Indonesian is still having the under nutrition, while in another side the increase of the over nutrition prevalence occurs especially in the city areas. The under nutrition or over nutrition occurs does to the failure in balancing the nutrition. From the food consumption point of view, it is clear that the nutritional status is not determined by total energy only, but also the composition of the nutrition substance consumed daily.
Several measurements could be used to identify the nutritional status. For a special evaluation of adult the nutritional status, the Body Mass Index (BMI) is one known and commonly used. Using in adults the BMI could estimate under nutrition, normal, or over nutrition. In the frame of identifying the nutrition problems and for finding alternative solutions especially in the city areas. The Directorate of the Community Nutrition and Faculty of Public Health University of Indonesia has done a research in 12 cities in Indonesia. The data analyzed for this thesis was part of the above research mainly the ten cities in Indonesia.
This research was intended to see the more significant factors from different variables observed, designed using a Cross Sectional method. The sample in this observation were the 18 years old adults or older.
This research involved 11 variables independents possibly related to the nutrition status (BMI) for adults, those variable as follows : age and sex, marital status, food consumption , physical activities, level of social economics, level of education, food habits, level of nutrition knowledge and health, ethnics, and smoking habits.
This study found out that the age, sex, food habits, percentage of the fat consumption in energy, percentage of carbohydrates from energy, marital status, and level of education are statistically related to the status of nutrition of adults in ten cities in Indonesia.
From the meaningful variables are seen that sex, percentage of fat from the energy, and food habits have dominant roles compared with other variables. The multivariate analysis produced a model, which could be used as a prediction of nutrition status.
It could be suggested for of overcoming the problems of the nutrition, it should be focused in two factors, mainly food habits and the percentage of fat from energy.
References: 50 ( 9971-1996)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Lita Renata
"Gizi kurang merupakan keadaan yang sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Kekurangan gizi terutama pada anak mempengaruhi resiko kematian, kesakitan, pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status gizi anak balita berdasarkan klasifikasi kurang energi protein (KEP) menurut WHO-NCHS dan mendapat informasi hubungan KEP dengan faktor anak (konsumsi makanan, frekuensi makan, umur balita, jenis kelamin, mendapat vitadele, status kesehatan), faktor keluarga (status pekerjaan orang tua, jumlah balita, jumlah anggota keluarga, bantuan uang, lama tinggal dipengungsian) dan faktor lingkungan (sumber air bersih, ketersediaan air bersih, air minum dan kondisi jamban). Daerah survei merupakan kamp pengungsi Timor-timur yang berada di daerah Kabupaten Belu Propinsi NTT Data diambil dari keluarga yang mempunyai anak balita.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study (potong lintang), dimana data yang digunakan adalah data sekunder dari rapid Nutritional Assessment tahun 1999.
Dari 258 anak balita yang menjadi sampel didapatkan proporsi KEP 26,4% menurut BBITB dan 41,1% menurut BBIU. Dari hasil bivariat diperoleh faktor yang berhubungan dengan KEP adalah Konsumsi makan (OR=2,82 pada 95% CI :1,44-5,51), Frekuensi makan gula (OR=1,75 pada 95% CI :1,62-6,00) mendapat vitadele (OR=5,31 pada 95% CI :2,49-11,32) dan status pekerjaan ibu (OR=0,38 pada 95% CI :0,19-0,77) sedangkan hasil analisis muitivariat diperoleh faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi KEP, yaitu konsumsi makan (OR=3,03 pada 95%CI:1,46-6,29), frekuensi makan gula (OR=2,30 pada 95%CI:1,09-4,84), umur (OR=0,43 pada 95%Cl:0,20-0,91), mendapat vitadele (OR=2,68 pada 95%Cl:1,09-6,53) dan status pekerjaan ibu (OR=0,34 pada 95%CI:0,15-0,74) dan terdapat interaksi antara frekuensi makan nasi dengan vitadele dalam kaitannya dengan status gizi KEP.
Dari hasil penelitian disarankan perlunya surveilans gizi dalam rangka penanggulangan KEP, pemberian bahan makanan beras, pemberian makanan tambahan (PMT) seperti vitadele atau sejenisnya dan penyuluhan bagi ibu-ibu untuk meningkatkan pengetahuan gizi dan cara pemberian makanan tambahan pada balita baik melalui kader (posyandu) maupun tenaga kesehatan, serta diperlukan bantuan-bantuan dibidang sanitasi (lingkungan) mengingat terbatasnya sumber dan ketersediaan air bersih serta jamban yang baik.
Daftar Pustaka : 73 (1971 - 2000)

The Factors Related with Protein Energy Malnutrition on the Refugees whose Age Underfive in District Belu Province East Nusa Tenggara (NTT) (Rapid Nutritional Assessment, 1999)Malnutrition extremely influences the quality of human life. Malnutrition, especially on children, influences the risk of death, sickness, the physical growth, the mental development and the intelligence.
This study aims to find out the description of the nutrition status of the children underfive based on WHO-NCHS and the relationship between Protein Energy Malnutrition (PEM) and the children factor (food intake, frequency of feeding the age of children under five, the sex, the providing of vitadele, health status); family factor (the parent's occupation, the number of children underfive, the number of family member, the duration in the place of refugees, financial support) and environmental factor (the source of clean water, the availability of clean water, potable water and toilet condition). The survey areas were the Timor Timur's refugee camps in Belu District, the province of East Nusa Tenggara (NTT). Data were collected from the family who had a child underfive.
The design of this study is Cross Sectional study. This study used secondary data, the rapid Nutritional Assessment in 1999. Among 258 children underfive who became samples, the proportion of PEM was 26.4% for Weight/Height and 41.1% for Weight/Age.
Bivariate analysis showed that the related factors were food intake OR-2.82 (95% CI :I.44-5.51), frequency of the eating of sugar OR=1.75 (95% CI :1.62-6.00), providing of vitadele 0R=5.3 (95% CI :2.49-11.32) and mother's occupation OR=0.38 (95% CI :0.19-0.77)_
Analysis with logistic regression method showed that the related factors were food intake OR=3.03 (95% CI:1.46-6.29), frequency of the eating of sugar OR=2.30 (95% C1:1.09-4.84), the age OR=0.43 (95% CI:0.20-0.91), providing of vitadele OR=2.68 (95% C1:1.09-6.53) and motheras occupation OR=0.34 (95% CI:0.15-0.74) and there was a modifier effects between frequency of the eating of rice and providing of vitadele on the PEM. Thefore this study suggest to hold a nutritional surveillance provide the rice, provide the supplementary feeding, like vitadele and intensify the motivation of the increase in the nutritional knowledge and the knowledge about the procedure of the providing of supplementary feeding to children underfive for mothers.
Considering the lack of the sources and the availability of clean water and good toilet condition.
References : 73 (1971- 2000)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zul Amri
"Kekurangan Energi Protein (KEP) masih merupakan satu masalah gizi utama pada usia balita di Indonesia. KEP ini meningkat di masa krisis ekonomi terutama pada keluarga miskin. KEP ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu faktor langsung meliputi rendahnya asupan makanan dan penyakit infeksi, faktor tidak langsung yang meliputi pola asuh anak yang kurang baik, tingkat ketahanan pangan yang rendah, pelayanan kesehatan yang kurang baik, dan sanitasi lingkungan yang belum memadai, serta penyebab dasar yang meliputi kualitas sumber daya dan pemanfaatannya yang masih kurang (manusia, ekonomi, dan organisasi).
Penelitian cross sectional ini menggunakan data sekunder hasil Studi Epidemiologi masalah Gizi Propinsi Sumatera Barat tahun 2002, atas kerja sama Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat dengan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Padang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode klaster dan ditentukan secara Probability Proportional to Size (PPS). Penelitian ini dilakukan terhadap anak berusia 6-23 bulan yang berjumlah 2251 orang. Analisis regresi logistik berganda dilakukan untuk mendapatkan model prediksi hubungan antara beberapa faktor resiko dengan kejadian KEP anak usia 6-23 bulan.
Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi KEP pada anak usia 6-23 bulan untuk indikator BB/UM sebesar 24,7 %, indikator TB/UM sebesar 19,6 %, dan indikator BB/TB sebesar 16,8 %. Berdasarkan indikator BBIUM terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi energi dan protein, penyakit infeksi, pola asuh anak, ketahanan pangan, dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Berdasarkan indikator TB/UM terdapat hubungan yang signifikan antara status konsumsi protein dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Berdasarkan indikator BB/TB terdapat hubungan signifikan antara status konsumsi energi, gala pengasuhan anak, tingkat ketahanan pangan, dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan.
Tingkat konsumsi energi dan protein, penyakit infeksi, dan pola pengasuhan anak secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian KEP pada anak usia 6-23 bulan berdasarkan indikator BB/UM. Konsumsi protein kurang merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya KEP pada anak usia 6-23 bulan (OR 1,56). Berdasarkan indikator TB/UM variabel yang secara bersama-sama berhubungan dengan status KEP adalah tingkat konsumsi energi dan protein serta sanitasi lingkungan, sedangkan faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian KEP adalah tingkat konsumsi energi (OR 1,71). Faktor-faktor yang secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian KEP pada indikator BB/TB adalah tingkat konsumsi energi dan protein, pola pengasuhan anak, dan tingkat ketahanan pangan. Tingkat konsumsi energi merupakan faktor paling dominan mempengaruhi kejadian KEP (OR 1,58).
Karena variabel sanitasi lingkungan berhubungan signifikan dengan semua kategori status gizi (BB/UM, TB/UM, BB/TB), variabel ini perlu mendapat perhatian serius. Disarankan penanggulangan KEP secara terpadu antara pihak yang berkompeten dengan lintas-lintas program yang diperlukan. Karena besarnya kontribusi tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kejadian KEP pada anak usia 6-23 bulan di Propinsi Sumatera Barat, perlu penyuluhan yang lebih intensif terutama terhadap keluarga anak yang menderita KEP perihal pemenuhan makanan seimbang.

Factors that Related with Protein Energy Mal-Nutrition that Occur with Infants on Age between 6 - 23 Month Old at West Sumatra in The Year 2002 (Secondary Data Analysis West Sumatra Nutrition Epidemiological Studies in The Year 2002)Protein Energy Mal-Nutrition (PEM) is still one of major problem that always occur with infants in Indonesia. It is progressively rise in economical crisis situation especially in families that lived in poverty. Three subjects cause it: first, direct factors: less food intake and infectious diseases. Second, indirect factors that cover the lack of quality: infants education pattern, food endurance level, health services, and environmental sanitation. And the last subject causes it, the lack of human resource quality and the benefit of it (man, economy, and organization).
This cross sectional research, using secondary data from epidemiological studies about nutrition at West Sumatra Province in the year 2002, which is collaborates with health department of West Sumatra Province and Nutritional Program of Health Polytechnic in Padang. Taking sample is using Cluster Method and resolute by using Probability Proportional to Size (PPS). Objects of this research are 2251 infants in age area 6-23 months. Multiple logistic regression analysis is used to get connectivity prediction between some risk factors and PEM situation that happened to 6-23 months old infants.
Result of this research shows that PEM prevalence that happened to 6-23 months old infants for BBIUM indicator is 24,7 %, TB/UM indicator is 19,5 %, and BBITB indicator is 16.8 %. BB/UM indicator shows significant relationship between protein and energy level consumption. infectious disease, infants education pattern, food endurance, and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. TBIUM indicator shows significant relationship between protein consumption status and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. BB/TB indicator shows significant relationship between energy consumption status, infants education pattern, food endurance level, and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants.
Protein and energy consumption level, infectious disease, and infants education pattern together related with PEM situation that happened to 6-23 months old infants according to BBIUM indicator. Protein consumption is less dominant factor that influence PEM situation to 6-23 months old infants (OR 1.56). According to TBIUM indicator, protein and energy consumption level. and environmental sanitation are the variable that related with PEM status, and factor that dominantly influence PEM situation is energy consumption level (OR 1,71). According to BB/TB indicator, factors that together related with PEM situation are protein and energy consumption level, infants education pattern, and food endurance level. Energy consumption level is the dominant factor that influence PEM situation (OR 1,58).
Because of environmental sanitation had a significant relationship with all nutrition status categories (BB/UM, TB/UM, BB/TB), so this variable must be given serious attention. Action from authority who has a competency with programs that needed is the suggestion to handle the PEM situation. Because of the huge contribution from protein and energy consumption level which influenced the PEM situation to 6-23 months old infants at West Sumatra, more intensive campaign especially to the families which their infants have PEM problems about set of scales food intake.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>