Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50636 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuli Yetri
"Tujuan utama pelapisan elektrogalvanisasi pada baja adalah untuk meningkatkan ketahanan korosi dan ketahanan aus, akan tetapi proses pelapisan tersebut dapat menyebabkan atom-atom hidrogen berdifusi ke dalam baja yang bisa mengakibatkan hydrogen embrittlement sehingga dapat menggetaskan material. Penggetasan ini mengarah kepada terjadinya kegagalan atau kerusakan yang tertunda (delayed brittle failure). Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah untuk U-bolt pada salah satu komponen otomotif. Untuk mengurangi hidrogen yang berdifusi ke dalam material baja karbon rendah akibat proses galvanisasi, dalam penelitian ini dilakukan pemanasan (baking) pada temperatur 200 °C selama 15 jam, 48 jam dan 65 jam.
Pengujian metalografi dilakukan menggunakan mikroskop optik, sedangkan pengujian sifat mekanik yang dilakukan meliputi pengujian kekerasan, tekuk, tank dan kelelahan. Hasil pengujian struktur mikro memperlihatkan bahwa material mempunyai struktur ferit dan perlit, dan temperatur baking 200 °C tidak merubah struktur mikro material namon merubah sifat mekanik material tersebut. Kekerasan semakin menurun dengan meningkatnya waktu baking, hal ini diduga disebabkan oleh menurunnya kadar hidrogen yang terkandung di dalam material karena terjadi difusi hidrogen ke permukaan akibat pemanasan. Dengan demikian, untuk temperatur yang sama dengan meningkatnya waktu baking, waktu perpatahan pengujian kelelahan (fatigue) juga semakin lama.

The main purpose of electrogalvanizing in steel is to improve corrosion resistance and wear resistance. Unfortunately, electrogalvanizing can cause hydrogen atoms to diffuse into the steel core which results in hydrogen embrittlement. The embrittlement of materials tends to cause failure or delayed brittle failure. Materials used in this research are low carbon steel for U-bolt used as an automotive component. To reduce hydrogen diffusion into the low carbon steel after electrogalvanizing the materials were baked at temperature 200 °C at various time, i.e. 15, 48 and 65 hours.
Metallographic examination was carried out using optical microscope and mechanical properties measurements included hardness, bending, tensile and fatigue test. The micro structural examination shows that the samples have ferrite and pearlite structure. The baking temperature at 200 °C does not change the microstructure but changed the mechanical properties of the materials. The lengthening of baking time decreases the hardness due to the decreasing of hydrogen content in the materials as a result of diffusion process during the baking."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Eberson
"Korosi pada iogam merupakon suotu permasalahan sering redadi dalam dunia industri. Sudah bonyak dana yang dikeluarkan oleh pihak industri untuk menanggulangi mosalah ini. Permasalahan korosi pada logam dapai diselesaikon dengan cara memilih logam yang tepat/sesuai dengan ling/amgan atau memberikan periakucm kepada logam atau Iingkungon yang akan ditempatkan oleh Iogam. Penelitian ini membohas remrang Iaju korosi Iogam baja karbon yang diceiupkan pada Iarutan asam sulfur yang diberikan inhibitor berbasis sodium suyir. Inhibitor Berbasis Sodium Sum! adalah senyawa sodium suifit yang iergolong ke dalam oxygen scavenger yang berghmgsi untuk rnenarik kandungan oksigen dari larutan dan mengurangi lfju korosi. Pengujian ini dilakukan dalam skaia iaboratorium. Pengujian yang dilalmkan adalah pengujian sialic yang mengacu kepada standard ASTM G1-03 dan ASTM G31 -72. Material yang digunakan adalah bqia karban rendah. Penghirungan Iaju lnorosi dilakukan dengan merode kehilangan beraf. Dari hasil penelitian didaparkan bahwa Iaju korosi baja [carbon rendah semakin bertambah seiring dengan penambahan konsentrasi asam sumrt. Pada penambahan berturur-turut 30, 50, 70, dan 100 ppm inhibitor pada lingicungan HZSO4 (98%) sebanyak 0,15 ml seiama riga hari, menunjukkan bahwa Iaju korosi semakin berlcurang dengan bertambahnya jurnlah inhibiror. Sedangkan unluk dengan semalcin bertambahnya wakzu penceiupan maka Iaju korosi pada bcya karbon rendah semokin berkurang. Nilai ejisiensi inhibitor terbesar tedadi dengan penambahan 100 ppm pada H;S04 (98%) sebanyak 0,15 ml .selama tiga hari dengan nilai efisiensi 15, 6%. Kesimpulan Iain yang didapat yaitu bahwa inhitor ini lrurong makfimal jika digunakan dalam lingkungarz asam, kareno kelarutan oksigen dalarn Iinglmngan asam szdfat sedildt."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41702
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjadi Hassan Hoesein
"ABSTRAK
Baja tipe AISI 304 adalah salah satu baja anti karat jenis Austenit merupakan modifikasi dari komposisi 18-8 yang memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari baja anti karat jenis Ferit dan Martensit. Pemberian panas dan pendinginan secara perlahan-lahan pada baja AISI 304 di daerah temperatur sensitasi sekitar 4000C sampai dengan 8000C akan terbentuk presipitasi Chrom karbida sepanjang batas butir, sehingga daerah di sekitar batas butir mengalami kekurangan Chrom. Akibatnya pada daerah tersebut tidak terbentuk lapisan pasif C Cr 2 03 dan akibat adanya media korosi larutan asam dan perlakuan tegangan tarik akan mempercepat pecahnya lapisan pasif yang merupakan awal terjadinya retak.
Penelitian i ni ber t u j uan mengamati efek korosi akibat deformasi terhadap sifat mekanik baja anti karat Austenit 304 yang mengalami berbagai pendinginan. Dengan metode yang digunakan adalah melakukan uji tarik, uji kekerasan dan pemeriksaan struktur mikro pada sampel yang dipanaskan 10000C selama satu jam, kemudian didinginkan secara cepat dalam air (Water Cooling, WC), udara (Air Cooling, AC) dan secara lambat di dalama tungku (Furnace Cooling, FC).
Kemudian di l ak uk an perendaman dal am media korosi larutan Natrium Chlor i da dan setelah itu diberikan variasi tegangan tarik. Hasil penelitian sampel yang mengalami korosi tegangan menunjukkan adanya perubahan sifat mekanik, kekuatan, keuletan dan kekerasannya."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Md Gd Indo H
"Proteksi korosi dengan penggunaan inhibitor telah menjadi alternatif yang cukup menguntungkan terutama untuk industri-industri gas dan petrokimia. lnhibitor merupakan substansi yang dapat menghambat bahkan menghentikan reaksi kimia. Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan konsentrasi penambahan inhibitor yang opiimal untuk menurunkan laju korosi baja paduan rendah inhibitor memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung aplikasinya dalam industri. Untuk penelitian ini digunakan inhibitor korosi P 99-S yang tergolong ke dalam oxygen scavenger yang berfungsi untuk menarik kandungan oksigen dari lingkungan dan mengurangi laju korosi. Lingkungan yang menjadi fokus penelitian adalah larutan HCI dengan konsenfrasi 0,1 M; 0,001 M: 0,00001 M. Sampel yang digunakan untuk penelitian adalah baja ST 41 yang tergolong low alloy steel."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41368
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Subaga Widiatmaka
"ABSTRAK
Perlindungan struktur dari bahan besi dalam lingkungan air laut yang korosif, mutlak diperlukan, karena besi mempunyai sifat aktif dalam lingkungan tersebut dan cenderung untuk bereaksi secara elektrokimia dengan lingkungannya.
Salah satu metode yang digunakan untuk melindungi logam besi tersebut adalah proteksi katodik, yang menurunkan potensial besi mendekati potensial pasif. Ada dua metode proteksi katodik yang digunakan, yaitu metode Anoda Korban dan Arus Paksa.
Metode Arus Paksa ditetapkan oleh NACE (National Assosiation of Corrosion Engineer), dalam salah satu kriterianya, yaitu -0,85 V potensial besi terhadap elektroda referensi Cu-CuSO4. Hal tersebut selama ini berlaku untuk lingkungan air tanah, dimana tahanan tanah persatuan panjang termasuk besar. Dalam hal ini kriteria tersebut akan diuji dalam lingkungan air laut selat Lalang yang mengandung unsur-unsur limbah industri kimia yang bermuara diselat tersebut. Kriteria ini tidak berlaku universal. Dalam kondisi ekstrim, kriteria tunggal mungkin tidak mencukupi, sehingga dibutuhkan beberapa kriteria. Kriteria ini akan diuji di Selat Lalang, dimana konsentrasi dari unsur-unsur tertentu berlebihan sehingga tingkat konduktivitasnya menjadi tinggi.
Kondisi overpotensial dan under potensial sebagai akibat ketidak telitian pengaturan potensial juga akan diamati, sejauh mana memberikan dampak terhadap proteksi dan efek samping yang ditimbulkannya. Kondisi selat yang berbeda dari laut lepas, memungkinkan kebutuhan arus proteksi yang lebih besar persatuan luas pada sebuah struktur yang diproteksi. Rapat arus proteksi ini merupakan hal yang penting dalam proses desain proteksi katodik, untuk menentukan kapasitas tenaga atau jumlah anoda korban yang diperlukan. Bagi sebuah struktur yang secara terus menerus berada dilokasi ini mutlak dibutuhkan rapat arus yang spesifik untuk kondisi di Selat Lalang.
Kerak yang timbul dalam kondisi overproteksi juga merupakan suatu hal yang dapat menguntungkan atau merupakan. Dari segi penambahan berat mati suatu struktur mengapung, jelas hal ini merupakan, begitu pula pada struktur yang mengalami pasang surut. Namun kerak yang melapisi permukaan logam ternyata dapat menahan laju reaksi elektrokimia, sehingga tidak terjadi korosi. Kandungan magnesium, kalsium dan karbonat yang tinggi pada lingkungan korosif tersebut merupakan salah satu sebab terbentuknya kerak tersebut.
Arus air laut, kedalaman, lapisan cat, kandungan mineral jelas merupakan variabel yang menentukan jumlah arus proteksi yang dibutuhkan. Kesemuanya ini diamati dalam sebuah simulasi mini tentang struktur yang diwakili oleh sebuah sampel korosi standard, dalam sebuah lingkungan mini air laut, di daerah Selat Lalang.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rafli Ihsan Hernandi
"Pada sumur geotermal, korosi dapat terjadi dengan mudah akibat cairan panas bumi yang mengandung beragam ion dan gas sehingga dapat merusak pipa. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pipa adalah konsentrasi larutan geotermal, tingkat pH, suhu, dan tekanan CO2. Oleh karena itu baja karbon AISI 4140 dipilih karena memiliki sifat mekanik yang baik dan ketahanan korosi yang baik. Pada larutan geotermal yang mengandung ion Ca+2, Ion Ca+2 memiliki pengaruh dalam peningkatan laju korosi, dengan tidak adanya ion Ca+2 dapat menghambat laju korosi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh CO2 pada larutan geotermal bebas ion Ca+2 terhadap jenis dan laju korosi pada AISI 4140. Dalam penelitian ini untuk mencari laju korosi dilakukan 2 metode yaitu uji elektrokimia dan uji imersi. Berdasarkan hasil analisis pengujian elektrokimia dan imersi, baja karbon dengan injeksi CO2 memiliki laju korosi yang lebih cepat yaitu sebesar 37,14 mmpy, daya tahan korosi kurang baik, dan hilang berat yang lebih banyak. Untuk menganalisis permukaan AISI 4140 dilakukan dengan pengamatan XRD dan mikroskop optik. Dari pola XRD hanya terdeteksi fasa Fe yang mengindikasikan tidak terbentuknya fasa kristal produk korosi. Berdasarkan hasil analisis mikroskop optik jenis korosi yang di hasilkan dari pengujian elektrokimia dan imersi adalah korosi merata dan pitting.

In geothermal wells, corrosion can occur easily due to geothermal fluids containing various ions and gases that can damage pipes. Factors that can affect pipe damage are the concentration of the geothermal solution, pH level, temperature, and CO2 pressure. Therefore, AISI 4140 carbon steel was chosen because it has good mechanical properties and good corrosion resistance. In the geothermal solution containing Ca+2 ions, Ca+2 ions influence increasing the corrosion rate, in the absence of Ca+2 ions can inhibit the corrosion rate. This study aims to analyze the effect of CO2 in a Ca+2 ion-free geothermal solution on the type and rate of corrosion in AISI 4140. In this study, two methods were used to determine the corrosion rate, namely an electrochemical test and an immersion test. Based on the analysis results of electrochemical and immersion tests, carbon steel with CO2 injection has a faster corrosion rate of 37.14 mmpy, less corrosion resistance, and more weight loss. To analyze the surface of AISI 4140, XRD observations and optical microscopy were carried out. From the XRD pattern, only the Fe phase was detected, which indicated that there was no crystalline phase of corrosion products. Based on the results of optical microscopy analysis, the types of corrosion produced from electrochemical and immersion testing are uniform corrosion and pitting.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rini Riastuti
"Baja tahan karat austenitik Sandvik 2RE69 atau tipe UNS 531050 merupakan baja tahan karat dengan kadar kandungan krom sebesar 25%, nikel 22%, dan molibdenum 2%. Karena baja tahan karat ini memiliki kandungan kromium dan nikel yang tinggi untuk memberi ketahanan terhadap oksidasi pada tekanan dan temperatur tinggi, maka baja ini dikembangkan dengan tujuan agar memiliki ketahanan terhadap berbagai jenis korosi yang terjadi di daerah Industri Urea. Pengalaman di lapangan mengkonfirmasikan bahwa baja tersebut dapat tahan dalam larutan urea/karbamat (Ammonium Carbamate) pada temperatur dan tekanan tinggi selain itu baja ini juga memiliki ketahanan korosi yang sangat baik dalam asam nitrat (HNO3) yang merupakan oksidator kuat.
Berdasarkan karakteristik ketahanan terhadap korosi di daerah tekanan dan temperatur tinggi dan ketahanan korosi yang sangat baik di lingkungan yang oksidatif maka dilikukan penelitian terhadap daya tahan korosi batas butir dengan cara: baja tahan karat tersebut ditemper pada temperatur 675°C dengan waktu tahan yang bervariasi yakni 120 menit, 180 menit, 300 menit, 420 menit, 540 menit, dan 600 menit dengan kecepatan pendinginan yang sangat lambat yaitu 2,5°C/menit dan diuji ketahanan korosinya dengan mencelupkan dalam asam nitrat (HNO3) 65% mendidih selama 240 jam yang dibagi menjadi 5 periode. Selain itu juga akan diteliti kemungkinan terbentuknya fasa sigma dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Penelitian ini akan dibandingkan dengan baja tahan karat AISI 316L yang banyak digunakan sebagai pipa pada heat exchanger pada industri kimia pada umumnya.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kehilangan berat yang didapat oleh baja tahan karat Sandvik 2RE69 (UNS 531050) per satuan luas lebih kecil dibandingkan dengan AISI 316L (mencapai 1/4 sampai 1/5 kali nya) pada kondisi yang sama. Namun clan kedua baja tersebut memperlihalkan kecenderungan yang sama yakni dengan bertambahnya waktu tahan dalam dapur kehilangan berat per satuan luas makin meningkat. Untuk fasa sigma, pada Sandvik 2RE69 terbentuk dimulai pada waktu tahan 540 menit dan AISI 316L pada waktu tahan 600 menit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>