Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15383 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lumumba, Patrice
"Pendahuluan
Bagi negara-negara yang baru memasuki fase industri secara lokal, kebijaksanaan yang tidak mendorong lancarnya arus pertumbuhan barang dan jasa, akan menguntungkan suatu negara, tetapi secara universal cenderung merugikan negara-negara lainnya dalam mencapai kemakmuran negara-negara yang bersangkutan.
Walaupun kemakmuran merupakan suatu tujuan yang universal dari diplomasi ekonomi, tetapi tidak ada suatu kesepakatan umum dalam mencapainya, bagi negara-negara maju dan terbuka yang menganut ekonomi pasar, maka perdagangan bebas, adalah sistem ekonomi yang tepat bagi negara-negara tersebut dalam mencapai sasarannya.
Perdagangan bebas bagi negara-negara yang menganut prinsip kekuasan pasar, akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan akan membawa kemakmuran bagi kedua belah pihak. Negara-negara yang menganut perdagangan bebas akan melakukan spesialisasi produksi, dalam mana biaya upah pekerja rendah, dan meraup keuntungan-keuntungan penuh dari skala ekonomi. Untuk itu, negara-negara yang maju dan terbuka dalam diplomasi ekonominya, cenderung melakukan pada market integration dan policy integration , bukan pada market separtion. Policy integration, diartikan sebagai tindakan satu kelompok negara-negara dalam menjalin interdependensi ekonomi. Pembentukan NAFTA (North Amerika Free Trade Agreement) antara Amerika Serikat, Canada dan Mexico (1993), merupakan salah satu keberhasilan diplomasi ekonomi Amerika dalam mendukung perkembangan perdagangan bebas di dunia internasional sejak terbentuknya GATT: Hal ini sangat penting karena GATT sendiri secara tidak langsung mengalami berbagai kendala sejak ministerial meeting tahun 1982, Amerika Serikat mulai memandang perlunya pendekatan-pendekatan bilateral dan plurilateral dalam menciptakan pasar bebas (terbuka) dari pada pendekatan multilateral, seperti yang tertuang dalam GATT.
Pembentukan NAFTA pada dasarnya bukan merupakan suatu hasil dilpomasi ekonomi langsung. Cikal bakal NAFTA adalah FTA (Free Trade Agreement) antara Amerika Serikat dan Canada yang dirintis sejak tahun 1986 sampai dengan tahun 1988. FTA yang merupakan jenis perundingan perdagangan bebas, karena posisi kedua negara (Amerika Serikat dan Canada) dalam ekonomi adalah sama dan kemudian?."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vedi Kurnia Buana
"Sampai dengan awal tahun 1990, tidak pernah terbayangkan bahwa sebuah negara yang masih menganut ideologi sosialis-komunis seperti Vietnam dapat menjadi anggota ASEAN. Diterimanya Vietnam sebagai anggota ke-7 ASEAN tentunya tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui serangkaian proses yang panjang. Proses ini melibatkan kedua belah pihak, yaitu Vietnam sendiri dan organisasi regional ASEAN.
Tesis ini akan berusaha menjawab permasalahan utama yang menjadi dasar penulisan ini, yaitu seberapa jauh perubahan kebijakan luar negeri Vietnam yang ditujukan ke ASEAN dan bagaimana ASEAN sendiri merespon perubahan tersebut sehingga akhirnya Vietnam diterima sebagai anggota ASEAN ke-7.
Sebagai alat bantu dalam analisa, digunakan beberapa teori yang pada pokoknya adalah melihat bagaimana melihat perubahan politik luar negeri Vietnam dapat terjadi. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal maupun internal ternyata membawa pengaruh yang besar terhadap kebijakan politik luar negeri suatu negara,, atau dengan kata lain, perubahan yang terjadi tersebut akan mempengaruhi setiap perumusan politik luar negeri. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut membawa implikasi pada strategi/gaya suatu negara terhadap negara lainnya.
Fenomena politik luar negeri juga dapat dilihat sebagai suatu tingkah laku yang adaptif. Politik Luar Negeri suatu negara dikatakan adaptif, apabila politik luar negeri itu mampu menghadapi/menstimulasi perubahan-perubahan pada lingkungan eksternal dari suatu mayarakat yang memberi kontribusi terhadap upaya-upaya untuk mempertahankan struktur esensial dari suatu society di dalam batas-batas yang dapat diterima.
Dari analisa berbagai fakta yang ada, dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa perubahan struktur sistem internasional seiring meredanya Perang Dingin membawa beberapa konsekuensi bagi para pemimpin Vietnam untuk mengkaji ulang kebijakan politik luar negerinya. Secara umum perubahan perilaku Vietnam ini memberikan konsekuensi pada lebih adaptifnya pola hubungan luar negeri Vietnam, terutama dengan negara-negara tetangga terdekat yang tergabung dalam ASEAN. Runtuhnya Uni Soviet di tahun 1991 semakin memacu Vietnam untuk membuka diri dan adaptif di lingkungan konsentrisnya yang selama ini selalu bercirikan konfrontasi.
Format baru kebijakan luar negeri Vietnam yang adaptif terhadap lingkungan terdekatnya ditandai dengan serangkaian tindakan dan kebijakan yang mendorong negara-negara tetangga yang tergabung dalam ASEAN tidak lagi memandang Vietnam sebagai ancaman. Rangkaian tindakan dan kebijakan tersebut didorong oleh hasrat Vietnam untuk menjadi anggota ASEAN, guna mendapatkan keuntungan di bidang ekonomi dan politik. Vietnam menyadari bahwa ASEAN yang baru adalah mengejar tujuan-tujuan ekonomi, dan pencapaian tujuan tersebut secara tradisional dirujukkan oleh ASEAN dengan terlebih dahulu menciptakan stabilitas, bukan tuntutan semacam demokratisasi atau turut campur dalam aspek-aspek kehidupan negara lainnya. Pertimbangan ASEAN yang utama dalam menerima Vietnam sebagai anggota adalah untuk menghindarkan konflik baru, mengadakan kerjasama ekonomi yang sating menguntungkan, dan mengajak untuk mengembangkan stabilitas kawasan yang selama ini sulit diwujudkan karena penentangan Hanoi. Selain itu, keanggotaan Vietnam di ASEAN juga diacukan sebagai strategi dalam mewujudkan cita-cita ASEAN selama ini untuk membentuk ASEAN-10, yaitu ASEAN yang beranggotakan seluruh negara anggota kawasan Asia Tenggara."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasnika Hasanah Handayani
"Tesis ini membahas tentang implikasi dari sebuah organisasi ekonomi regional (NAFTA) terhadap kesejahteraan buruh di salah satu negara anggotanya yaitu Meksiko. Permasalahan yang hendak diteliti adalah bagaimana implikasi NAFTA terhadap kesejahteraan buruh Maquiladoras periode 1994-1999. Permasalahan ini dipilih untuk melihat bagaimana regionalisme (NAFTA) dapat mempengaruhi kesejahteraan buruh. Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dan peranan Amerika Serikat dan Kanada dalam perekonomian Meksiko, peranan NAFTA melalui NAALC daiam pelaksanaan kebijakan perburuhan di Meksiko, kesejahteraan buruh maquiladoras pada periode 1994-1999, dan kesimpulan. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori neoliberal institusionalisme dan teori pertumbuhan ekonomi.
Pada akhirnya, hasil penelitian ini adalah bahwa NAFTA di satu sisi meningkatkan kesejahteraan buruh maquiladoras pada periode tersebut yang bisa dilihat dari meningkatnya upah minimum dan kompensasi yang diterima buruh, tetapi di sisi lain terjadi berbagai pelanggaran terhadap hak-hak buruh meskipun NAALC dibentuk. Hal ini karena adanya ketentuan bab 11 NAFTA yang melindungi kepentingan para investor negara-negara anggota, sementara itu Pemerintah Meksiko lebih mengutamakan akumulasi modal untuk membiayai pembangunan perekonomiannya sehingga membiarkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak buruh maquiladoras. Sedangkan NAALC yang dibentuk dengan tujuan untuk menangani masalah perburuhan tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi pelanggaran baik yang dilakukan oleh pemilik maquiladoras maupun Pemerintah Meksiko. Ini disebabkan karena NAALC memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah dalam masalah struktural karena bukan merupakan badan yang independen."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gayuh Kurnia Aji
"Tesis ini menyorot bantuan luar negeri Norwegia yang ditujukan untuk pembangunan lingkungan melalui program REDD di Indonesia. Tujuan tesis ini yaitu untuk melihat motif bantuan Norwegia dengan menggunakan konsep ontological security. Konsep ontological security yang digunakan untuk menganalisis terdiri dari tiga variabel yaitu afirmasi identitas diri, aksi sosial, dan dorongan kehormatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengelaborasi hingga sejauh apa ontological security berpengaruh terhadap kelanjutan kerjasama antara Norwegia dengan Indonesia dalam program REDD+.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan meskipun pelaksanaan program REDD di Indonesia tidak berjalan lancar, Norwegia tetap mendukung Indonesia untuk menyelesaikan pelaksanaan program REDD+. Alasan Norwegia tetap mendukung pelaksanaan REDD di Indonesia, karena Norwegiamenilai REDD merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan ontologisnya. Dengan tetap mendukung upaya pelaksanaan REDD+ di Indonesia, kebutuhan afirmasiidentitas diri dan dorongan kehormatan yang diraih melalui aksi sosial akan dapat terpenuhi. Kesuksesan pelaksanaan program REDD+ akan meningkatkan reputasi dan kehormatan Norwegia di mata negara-negara lain.

This thesis highlights Norway rsquo's foreign aid for environmental development through REDD+ program in Indonesia. This research aims to uncover the true motive of Norway rsquo's foreign aid by employing ontological security concept. Ontological security comprises three variables self identity affirmation, social act, and honor driven. This research uses qualitative method to elaborate how far those three variables affect the continuity of bilateral cooperation between Norway and Indonesia.
This research shows that even though REDD implementation does not run properly, Norway is still keeping their support for Indonesia to complete REDD+ program. It is found that the main reason of continuing support is because Norway perceives REDD+ as a vehicle to fulfill its ontological interest. By supporting REDD+ in Indonesia, the self identity needs can be affirmed while the honor driven achieved through social acts can be fulfilled. This research concludes that the success of REDD+ in Indonesia would improve Norway rsquo's reputation and dignity in front of other countries.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Bahar
"Amerika Serikat pasca Perang Dunia II memberikan perhatian serius ke kawasan Eropa. Terdapat dua pertimbangan Amerika Serikat memperhatikan kawasan Eropa pertama adalah bila negara-negara Eropa menjadi lemah secara ekonomi dan politik maka sangat mungkin pengaruh Komunisme akan lebih mudah masuk ke Eropa dan kedua Eropa yang kuat lebih menguntungkan bagi Amerika Serikat disamping dapat secara bersama-sama menanggung beban internasional juga Eropa dapat menjadi tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terutama dalam masalah ekonomi dan perdagangan.
Tanggapan Amerika Serikat terhadap Masyarakat Eropa mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan Masyarakat Eropa itu sendiri. Sementara itu secara internal Masyarakat Eropa memberikan cukup waktu untuk dapat menyatukan berbagai perbedaan diantara mereka baik berkenaan dengan masalah ekonomi maupun politik. Sehingga negara-negara Eropa cenderung lebih memikirkan bagaimana mereka menyelesaikan berbagai persoalan diantara mereka sendiri dalam proses integrasi hingga berkaitan dengan penetapan pemberlakuan tarif bersama kepada negara ketiga tidak terkecuali dengan Amerika Serikat.
Beberapa persoalan kemudian muncul antara Masyarakat Eropa dengan Amerika Serikat setelah proses integrasi ekonomi Eropa makin menguat dan mulai menerapkan kebijakan tarif eksternal bersama dan masalah-masalah lain seperti subsidi pertanian, standardisasi produk dan lain-lainnya.
Peneliti dalam hal ini akan memperhatikan tanggapan Amerika Serikat terhadap beberapa masalah yang timbul bersamaan dengan proses integrasi ekonomi Eropa tersebut. Analisa dalam penulisan ini secara garis besar dibagi dalam dua bagian penting. Pada bagian pertama menjelaskan perhatian dan kepentingan Amerika Serikat terhadap proses pemulihan ekonomi dan perkembangan hubungan Eropa dengan Amerika Serikat. Setelah Masyarakat Eropa mencapai kemajuan yang ditandai oleh pembentukan Uni Eropa pada 1993, Amerika Serikat berupaya memanfaatkan kawasan Eropa untuk kepentingan ekonominya terutama pada saat perekonomian dalam negeri mengalami kelesuan sementara negara negara dunia lain mengalami kemajuan dalam bidang industri dan menjadi pesaing utama bagi dominasi ekonomi Amerika Serikat. Pada bagian kedua akan dipaparkan mengenai upaya Amerika Serikat menghadapi kemajuan yang telah dicapai Masyarakat Eropa dalam proses integrasi.
Amerika Serikat memahami bahwa kawasan Eropa merupakan tujuan bagi kepentingan Amerika sehingga meskipun terjadi perbedaan dalam beberapa masalah ekonomi dan perdagangan, Amerika Serikat berusaha dapat menemukan jalan keluar untuk dapat menyelesaikannya. Salah satu jalan untuk mencegah konflik perdagangan adalah dengan membentuk kerjasama bilateral dalam kerangka Transatlantik. Karena itu dalam pembahasan ini tidak dapat dilepaskan pentingnya peranan kerjasama Transatlantik untuk menjembatani kepentingan antara kedua negara kawasan tersebut.
Penulis menemukan dalam penelitian ini bahwa hubungan Amerika Serikat dengan Uni Eropa dalam menyelesaikan beberapa permasalahan cenderung bersifat kooperatif ditandai dengan dibentuknya Transatlantic Declaration pada 1990 untuk meletakkan prinsip-prinsip dasar kerjasama dan konsultasi antara Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Penulis akan memaparkan perkembangan kemajuan kerjasama antara Amerika Serikat-Uni Eropa tersebut dengan memperhatikan pada data yang menunjukkan aktivitas ekonomi dan perdagangan kedua negara pasca penyusunan program Pasar Tunggal 1992 dan pembentukan Uni Eropa."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Heliana
"Tesis ini menjabarkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kerjasama sub-kawasan di ASEAN dari tahun 1989 hingga 2015. Penelitian ini menjabarkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan empat kerjasama sub-kawasan di ASEAN yaitu Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT GT), Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Phillippines East Asian Growth Area (BIMP EAGA), dan Greater Mekong Sub-region (GMS). Analisis dilakukan menggunakan empat faktor kerjasama sub-kawasan yang dikembangkan oleh Tongzon (2002) yaitu geographical proximity, komplementaritas ekonomi, komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, dan katalis. Dalam analisis ditemukan bahwa untuk dapat menjadi kerjasama sub-kawasan termaju di ASEAN dibutuhkan geographical proximity yang memadai, komplementaritas ekonomi, adanya komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, dan kehadiran katalis.

This thesis analyzed about the influence factors of ASEAN sub-regional cooperation growth in ASEAN from year 1989-2015. This research analyze about factors which affecting sub-regional cooperation growth in ASEAN, namely Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT GT), Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Phillippines East Asian Growth Area (BIMP EAGA), and Greater Mekong Sub-region (GMS). This research employed four sub-regional cooperation factors from Tongzon (2002) consist of geographical proximity, economic complementarity, politics commitment and privat sector participation, and the presence of catalyst. Through this research, the writer found that to be an advanced sub-regional cooperation in ASEAN, it needs supporting factors consist of geographical proximity, economic complementarity, politics commitment and privat sector participation, and the presence of catalyst."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Leonardis Arthur Parlindungan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas penetapaan oleh AS terhadap sejumlah negara sponsor kelompok terorisme. Pembahasan dilakukan untuk memahami bagaimana kebijakan AS tersebut dapat ditinjau sebagai deterrence yang mengalami perluasan konsep dan non tradisional. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Dari hasil penelitian akan teridentifikasi variabelvariabel pembentuk deterrence yang dapat menangkal (denial) atau menghukum (punish) negara pendukung kelompok pelaku teror. Hasil penelitian ingin menyarankan pengembangan teori deterrence secara lebih luas dan penerapannya dapat lebih terukur efektivitasnya untuk memperkaya keilmuan dan kebijakan negara guna merespon ancaman terorisme internasional.

ABSTRACT
The thesis will discuss about the designation of state-sponsors of terrorism by the US upon several terrorist group supporting states. This discussion aims to build a comprehension on how the designation policy by the US could be reviewed as a broader, and a non-traditional concept of deterrence. Research is conducted with descriptive method on qualitative approach.
Results will determine and identify the variables that form deterrence effect on a denial and punishment purpose against state-sponsors of terrorism. At the end, this thesis would also like to encourage the future development of a broader yet measurable deterrence concept in order to enrich the studies and state policy on responding potential threat posed by international terrorism.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Damayanti
"

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana terjadinya perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap program nuklir Iran pada periode pemerintahan Obama. Amerika Serikat lebih terbuka untuk berdiplomasi dengan Iran, tetapi masih mempertahankan pendekatan koersifnya. Guna memahami perubahan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep perubahan kebijakan luar negeri oleh Jakob Gustavsson. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tujuh perubahan kebijakan luar negeri yang merupakan konsekuensi dari empat hal. Pertama, pelemahan power militer Amerika Serikat dan perubahan fokus wilayah Amerika Serikat ke Asia. Kedua, polarisasi politik domestik dan penguatan perekonomian Amerika Serikat. Ketiga, keinginan Obama untuk membatasi penggunaan militer di luar negeri dan menyelesaikan isu nuklir Iran melalui diplomasi. Keempat, dinamika pengambilan keputusan di Gedung Putih. Maka dari itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa keempat faktor ini berkontribusi terhadap tujuh perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap program nuklir Iran pada periode pemerintahan Obama. 


This research aims to answer how United States foreign policy towards Irans Nuclear Program change during the Obamas administration. United States is more open to diplomacy with Iran yet still maintain its coercive postures. In order to understand this problem, this research uses the concept of foreign policy change by Jakob Gustavsson. The methodology used on this research is a qualitative approach with descriptive analysis. This research shows there are seven foreign policy changes that are the results of four factors. First, United States declining military power and the shift of United States regional focus to Asia. Second, the polarized domestic politic situation and United States strengthening economic power. Third, Obamas personal preference in limiting the use of United States military power abroad and solve the Iran nuclear issue through diplomacy. Fourth, the decision-making process at the White House. Therefore, this research concludes that these four factors contribute to the seven changes of United States foreign policy towards Irans nuclear program. 

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Fitriyanti
"Tesis ini membahas politik luar negeri Amerika Serikat yang mengkaji use of force AS terhadap Afghanistan dalam upaya self-defense akibat serangan teroris 1 I September 2001, Analisisnya dilakukan berdasarkan Piagani PBB dan Resolusi Dewan Keamanan No. 1368 dan 1373 (2001) yang dikaitkan dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Unit analisa yang digunakan dalam tesis ini adalah negara (state) yang merupakan bagian dari perspektif Realis. Penulis tertarik pada persoalan serangan udara AS terhadap Afghanistan yang dilakukannya secara sepihak tanpa persetujuan dan perintah dari PBB sehingga AS dapat dikatakan melanggar Piagam PBB serta menyimpang dari Resolusi Dewan Keamanan No. 1368 dan 1373 (2001).
Kerangka berpikir dalam tesis ini berupa kerangka konseptual. Berdasarkan persoalan penelitian, maka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep politik luar negeri, use of .force, self-defense, terorisme, serta pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dengan demikian, tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi dokumen.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa AS berupaya memperluas ruang lingkup perang terhadap terorisme yang tidak hanya ditujukan terhadap Afghanistan saja. Tujuan AS yang sebenarnya adalah mengubah bentuk pemerintahan suatu negara yang dianggapnya dapat membahayakan eksistensi AS sebagai kekuatan tunggal dalam sistem internasional serta yang dapat menghalangi kepentingan nasionalnya. Hal ini dilakukan AS melalui politik Inn negerinya yang semakin agresif, cenderung unilateral, dan bersifat impulsit
Use of.force AS terhadap Afghanistan hanyalah merupakan salah satu bagian dari strategi AS dalam rangka menegakkan demokrasi, pasar bebas, perdagangan bebas, dan sebagainya guna menginfiltrasi urusan dalam negeri anggota PBB yang dilakukan dengan memanfaatkan momentum 11 September.
Oleh karena itu, tujuan politik luar negeri AS melalui operasi militernya terhadap Afghanistan harus dapat dibedakan dengan jelas. Serangan yang dilakukan AS itu benarbenar bertujuan memerangi terorisme internasional ataukah untuk menggulingkan pemerintahan Taliban demi kepentingan nasional AS yang sebenarnya sama sekali tidak berkaitan dengan Tragedi 11 September 2001 .
Dalam hal ini, politik luar negeri AS cenderung memanfaatkan islilah self defense guna membenarkan use of ,force yang dilakukannya demi mengejar kepentingan nasionalnya terhadap suatu negara meskipun negara yang diserangnya tidak mengancam AS.
Kesimpulan ini berkaitan dengan fakta yang ada dalam kasus use of force AS terhadap Afghanistan. Walaupun dalam kenyataannya 14 dari 19 pelaku serangan 11 September yang tertangkap adalah warga negara Arab Saudi, AS justru menyerang Afghanistan. Padahal, teroris adalah nonstate actor sedangkan Afghanistan merupakan state actor.
Berdasarkan Piagam PBB, upaya self-defense hanya ditujukan terhadap aktor negara, yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lainnya. Sehingga, upaya self-defense AS sebagai respon atas serangan 11 September yang menimpanya seharusnya ditujukan terhadap Arab Saudi karena mayoritas pelaku yang berhasil ditangkap merupakan warga berkebangsaan Arab Saudi. Selain itu, dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1368 dan 1373 (2001) sama sekali tidak menyebutkan tentang Afghanistan, Taliban, maupun Al-Qaidah.
Tak ada satupun ketentuan dalam hukum internasional yang membenarkan serangan udara AS terhadap Afghanistan sehingga landasan hukum atas use of force AS terhadap Afghanistan sangat "kabur". Memang, meskipun penggunaan kekerasan oleh suatu negara terhadap negara lainnya sudah dilarang secara resntil oleh hukum internasional dan Piagam PBB, namun ada dua pengecualian scbagaimana yang terdapat dalam Pasul 51 dan 53 Piagam PBB.
Dalam haI ini, AS telah menyalahgunakan konsep right of self-defense untuk kepentingannya sehingga dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri AS pasca 11 September 2001 yang berkaitan dengan serangan udaranya terhadap Afghanistan telah melanggar Pasal 2 ayat 1, ayat 3, ayat 4, dan ayat 7) Piagam PBB serta menyimpang dari Resolusi Dewan Keamanan No. 1368 dan 1373 (2001). Padahal, satu-satunya cara dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan internasional adalah melalui jalur hukum internasional, bukan dengan menggunakan kekerasan sebagai upaya balas dendam."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhe Rizki Mulkiana
"Amerika adalah salah satu negara yang fokus memberikan bantuan kepada negara lain. Salah satu bantuan yang diberikan Amerika adalah melalui Millennium Challenge Corporation (MCC). Bantuan MCC di Indonesia dikelola oleh Millennium Challenge Account Indonesia (MCAI) yang salah satu programnya adalah Kemakmuran Hijau. Program Kemakmuran Hijau merupakan program MCC pertama yang berfokus pada upaya mitigasi perubahan iklim. Melalui program Kemakmuran Hijau, dapat dilihat bagaimana politik lingkungan yang dimainkan oleh Amerika melalui MCC di Indonesia, serta apa kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh Amerika di Indonesia. Penelitian ini mengambil contoh program yang dikelola oleh Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK) di Lombok Utara, Lombok Timur, dan Kolaka. Penelitian ini menggunakan teori politik ekologi dari Raymond L. Bryant dan teori kepentingan nasional dengan pendekatan lingkungan dari Simon Dalby. Hasil penelitian antara lain: Pertama, politik lingkungan yang dimainkan oleh Amerika melalui MCC sangat erat kaitannya dengan konsep scientific forestry. Melalui konsep scientific forestry, Amerika ingin menekankan bahwa upaya pengelolaan lingkungan yang paling tepat adalah dengan pendekatan ilmiah dan teknologi. Hal inilah yag kemudian diajarkan oleh MCC kepada para partner dan masyarakat di Indonesia. Kedua, kepentingan MCC di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu ekonomi dan keamanan nasional. Melalui kepentingan ekonomi, MCC berusaha membantu masyarakat Indonesia agar memperoleh peningkatan pendapatan dengan cara pemberdayaan lingkungan. Sedangkan kepentingan dalam bidang keamanan dilandasi pada masalah lingkungan yang tidak mengenal batas wilayah sehingga dampaknya bisa menyebar ke negara lain. Selain itu, keamanan nasional juga erat kaitannya dengan kepentingan ekonomi, yaitu untuk mencegah munculnya kelompok teroris atau separatis. Amerika percaya bahwa upaya pencegahan terorisme dapat dilakukan dengan mensejahterakan kehidupan ekonomi dari masyarakat di suatu negara. Sayangnya, pelaksanaan program MCAI Kemakmuran Hijau belum diiringi dengan kesiapan pihak MCC dan MCAI dalam mengawal pelaksanaan programnya. Sehingga hasil program Kemakmuran Hijau bisa dikatakan menjadi kurang maksimal dalam membantu pemberdayaan lingkungan sekaligus pemberdayaan masyarakat.  

America is one of the countries that focus on providing assistances to other countries. One of the assistance provided by America is through the Millennium Challenge Corporation (MCC). In Indonesia, MCC is managed by the Millennium Challenge Account Indonesia (MCAI), and one of its programs is Green Prosperity. The Green Prosperity Program is the first MCC program to focus on climate change mitigation effort. Through the Green Prosperity program, it can be seen how environmental politics is played by America through the MCC in Indonesia, and what national interests America wants to achieve in Indonesia. This study takes the example of a program managed by a Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK) in North Lombok, East Lombok, and Kolaka. This research uses the theory of political ecology from Raymond L. Bryant and the theory of national interests with the environmental approach of Simon Dalby. The results of the study include: First, environmental politics played by America through the MCC is very closely related to the concept of scientific forestry. Through the concept of scientific forestry, America wants to emphasize that the most appropriate environmental management efforts are through scientific and technological approaches. MCC then taught this system to the partners and communities in Indonesia. Second, the interests of MCC in Indonesia can be divided into two main categories, which are the economic and national security. Through economic interests, MCC seeks to help the people of Indonesia to increase their income by improving the environment. On the other hand, the interests in the security sector are based on the idea that the environmental issues that know no boundaries may spread and affect national security of other countries. In addition, national security is also closely related to economic interests, which is to prevent the emergence of terrorist or separatist groups. America believes that counter-terrorism act can be done by prospering the economic life of the people in a country. Unfortunately, the implementation of the MCAI Green Prosperity program is not accompanied by the readiness of the MCC and MCAI in overseeing their programs. As a result, the Green Prosperity program is less than optimal in helping environmental and community empowerment."
Lengkap +
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>