Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178839 dokumen yang sesuai dengan query
cover
P. Ferry Helianto
"Lepasnya Timor Timur dari negara kesatuan Republik Indonesia berdampak negatif terhadap hubungan bilateral Indonesia-Australia. Berawal dari disposisi surat PM Howard yang dialamatkan kepada Presiden Habibie, yang dalam suratnya, Howard menyarankan agar Indonesia memberikan hak untuk menentukan nasibnya sendiri bagi rakyat Timor Timur. Surat tersebut jelas membuat posisi Indonesia merasa dilecehkan dan kemudian balas mengecam Australia karena dinilai terlalu jauh mencampuri masalah dalam negeri Indonesia.
Namun surat itu pula, yang pada akhirnya membuat pemerintahan Habibie memberikan dua opsi bagi rakyat Timor Timur untuk tetap bergabung dalam negara kesatuan Republik Indonesia, atau menolak otonomi luas dan melepaskan diri dari Indonesia. Situasi krisis multidimensi di Indonesia, adalah faktor yang memperlemah kinerja diplomasi Indonesia saat itu. Terlebih lagi, Indonesia harus menerima kenyataan pahit, bahwa Timor Timur akhirnya memilih lepas dan merdeka dari Indonesia. Hal ini membuat para pejuang integrasi yang setia kepada Indonesia menjadi kecewa dan marah, hingga terjadi huru hara dan pembumihangusan di Timor Timur, disinyalir telah terjadi pelanggaran HAM besar besaran di propinsi tersebut.
Dibawah tekanan dunia internasional dan sanksi yang akan dijatuhkan kepada Indonesia, membuat Presiden Habibie tidak punya pilihan lain, kecuali menerima kehadiran INTERFET untuk mengendalikan situasi keamanan yang bergejolak di Timor Timur pasca jajak pendapat. Komposisi Australia yang memiliki jumlah pasukan lebih besar dalam INTERFET menyebabkan Indonesia merasa dipermalukan. Hal ini menyebabkan ketegangan hubungan antara Jakarta dan Canberra pada tingkat yang terburuk dalam sejarah hubungan diplomatik kedua negara.
Seiring waktu berlalu, dan terpilihnya Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Indonesia, ketegangan hubungan Jakarta-Canberra akibat keterlibatan Australia yang terlampau jauh di Timor Timur telah mengalami berbagai tahap perbaikan yang cukup berarti bagi pemulihan hubungan bilateral kedua negara.
Faktor-faktor seperti mendesaknya penyelesaian masalah dalam negeri di bidang ekonomi dan mengatasi gerakan separatisme pasca jajak pendapat di Timor Timur, adanya dorongan untuk memperkuat solidaritas Asia Pasifik, upaya memperbaiki citra Indonesia di luar negeri dalam bidang HAM, melemahnya peran ASEAN, serta mitos terhadap posisi Indonesia vis-à-vis dengan Australia dapat menjadi alat bedah dalam menganalisis bagaimana politik Iuar negeri Abdurrahman Wahid dijalankan selama setahun pemerintahannya.
Penulis menggunakan pemikiran Holsti dalam menganalisis berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi arah politik luar negeri Indonesia yang dijalankan pada masa Pemerintahan Habibie dan pada masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid.
Penulis menggunakan metode penelitian berdasarkan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis untuk membandingkan data-data yang tersedia dengan pemikiran-pemikiran yang digunakan dalam penulisan tesis ini. Penulis membatasi pengumpulan data melalui studi kepustakaan, yaitu masa Pemerintahan Habibie dan pada masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid pada kurun waktu tahun 1999-2001."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T12373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Nasroen
Jakarta: Aksara Baru, 1986
320.3 NAS i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
S. Pamudji
Jakarta: Bina Aksara, 1988
320.3 PAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
S. Pamudji
Jakarta: Bumi Aksara, 1994
320.3 PAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Inu Kencana Syafiie
Jakarta: Refika Aditama, 2007
320.3 INU p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
S. Pamudji
Jakarta: Bina Aksara, 1982
320.3 PAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Yani Yuningsih
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi kedudukan Pemerintah Kecamatan dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan di Indonesia. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dinyatakan bahwa pemerintah kecamatan merupakan perangkat pemerintah kabupaten dan atau pemerintah kota, sehingga dalam penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah kecamatan mendapat pelimpahan tugas, fungsi dan kewenangan yang luas dari pemerintah kabupaten. Akan tetapi, pelimpahan tersebut tidak disertai dengan perbaikan sumber daya baik secara suprastruktur maupun infrastruktur. Apalagi karakteristik wilayah Kecamatan Majalaya yang merupakan wilayah pengembangan industri di Kabupaten Bandung, sehingga pemerintah harus dikondisikan untuk menjadi bagian dalam proses industrialisasi. Salah satu tuntutan dalam proses industrialisasi adalah melakukan upaya modernisasi politik pada sistem pemerintah kecamatan.
Dalam penelitian itu digunakan metode deskriptif untuk menggambarkan Modernisasai Politik Sistem Pemerintah Kecamatan Majalaya dengan menggunakan aspek/kategori yang tercakup dalam variabel modernisasi politik tersebut; sebagaimana dikemukakan Samuel P Huntington yaitu aspek rasionalisasi kewenangan, aspek diferensiasi struktur/fungsi dan aspek peran serta politik massa. Dalam menganalisis data yang diperoleh, penulis menggunakan label frekuensi dengan pendekatan kualitatif.
Penemuan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pemerintah kecamatan Majalaya sesungguhnya memiliki kesiapan suprastruktur dalam proses modernisasi politik. Akan tetapi dari segi kesiapan infrastruktur, Kecamatan Majalaya belum mengalami modernisasi politik, karena pemberdayaan masyarakat melalui Ormas/LSM belum dimanfaatkan oleh Ormas/LSM, pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Adapun partisipasi masyarakat dalam melakukan aktiviras-aktivitas politik terutama terkait dengan keberadaan partai politik cukup memadai sebagai syarat modernisasi politik.

This research is performed due to the current condition of the position of Sub-district Government in the implementation of governmental system in Indonesia. According to the Regulation No: 22, 1999 regarding Local Government Autonomy stipulating that the Sub-district Government constitutes part of Regency Government or City Government. Therefore in the implementation of Local Government autonomy, the Sub-district Government will have governmental task delegation, wider function, and authorities from the Regency Government. Nevertheless, the authorities delegation is not accompanied by the improvement of the resources of suprastructure and infrastructure. Moreover the characteristic of the Sub-district Majalaya is the area in the Regency of Bandung which is developed as an Industrial area, therefore the Government has to be conditioned as part of industrilization process. One of the important demands in process of industrilization is to make effort to modernize political and Sub-district governmental system.
This research is applying description method to picture the modenization of political system of the Government of Sub-district Majalaya which is using categories included in political modernization variables from Samuel P Huntington: authority rationalization aspect, structural/functional differential aspect, and society political role aspect. In analyzing the data collected, the author is using frequency chart under qualitative approach.
The outcome of the research reveals that the Sub-district Government of Majalaya actually has the suprastructural readiness to implement political modernization. But in terms of infrastructure readiness, the Sub-district Majalaya has not performed political modernization yet, this is due to the society empowerment trough the non-governmental organization is not yet taken advantage of by those non-governmental organization, by the government or by society themselves. The participation of the society in the implementation of the political activities is still related to the existing of political parties which is considered adequate as condition for the political modernization.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lentera Abadi, 2010
R 320.3 ENS I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
R. Moh. Hiu Dilangit Ramadhan Sasongkojati
"

SARS-CoV-2–disebut juga sebagai coronavirus–telah menyebar ke seluruh dunia dalam kurun waktu beberapa bulan sejak ditemukan pada Desember 2019 lalu, membentuk sebuah isu keamanan dengan mengganggu perekonomian banyak negara serta menyebabkan sebuah krisis kesehatan yang sangat luas. Tesis ini hendak membuat perbandingan antara respons oleh pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat mengikuti kerangka keamanan antara bulan Januari hingga Mei 2020. Melalui sekuritisasi, respons dibuat mengikuti bagaimana virus tersebut dikonstruksikan sebagai sebuah ancaman terhadap ekonomi, politik, dan/atau kesehatan, ditambah dengan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memusnahkan ancaman tersebut. Saat pandemi tengah berlangsung, penulis melaporkan penemuan awal yang menunjukkan bahwa pemerintah federal A.S., dengan arahan Presiden Donald Trump, melihat coronavirus sebagai sebuah ancaman terhadap prospek elektoral yang menentukan kemenangannya dalam pemilu di bulan November kelak. Sementara itu, pemerintah Indonesia merumuskan respons yang bertujuan untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia melalui taktik pengerjaan informasi massal untuk mencegah kepanikan skala besar. Di kedua kasus tersebut, kebijakan yang diambil untuk memperkuat sektor keesehatan kemudian dicabut seiring dengan tekanan untuk memulai kembali roda perekonomian negara.


SARS-CoV-2–commonly known as the coronavirus disease–has spread globally within months since its discovery in December 2019, becoming a security issue by disrupting the economy of many countries as well as instigating a widespread public health crisis. In managing the ensuing crisis, governments have securitized the issue to better secure needed resources with the goal of ending the outbreaks within each country. This thesis draws comparisons between initial responses made by the governments of Indonesia and the U.S. in the framework of security between January and May 2020. Through securitization, initial responses are made following how the virus is construed as a threat towards either economic, political, or public health concerns, in addition to the steps taken to render the threat eliminated. As the pandemic continues on, the author presents preliminary findings that suggest U.S. President Donald Trump views the pandemic as a threat towards his electoral prospects, particularly his bid for re-election in November this year, in which he directs the U.S.’ initial responses according to reported approval ratings. In comparison, the Indonesian government formulated initial responses that aimed to secure the stable-yet-fragile Indonesian economy through mass information tactics meant to suppress public concerns towards the virus. In both cases, measures meant to strengthen public health were later gradually lifted in response to their prolonged application aggravating the aforementioned security concerns.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>