Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135411 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sugeng Berantas
"Kesetiakawanan sosial adalah kemampuan untuk menempatkan diri dalam keadaan dan kesulitan pihak lain atau dengan kata lain memperdulikan orang lain dengan masing-masing pihak atau perorangan itu bukan bersikap mentang-mentang atau menang sendiri.
Berdasarkan hal itu, maka apabila nilai-nilai kesetiakawanan sosial dapat dihayati dan diaplikasikan secara nyata ke kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam kesehariannya oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sudah sewajarnya kecemburuan sosial yang selama ini senantiasa menjadi ancaman, sebagai akibat dari ketidakmerataan hasil pembangunan akan dapat ditekan.
Namun, realitas yang terjadi dalam tingkat kepedulian dan kesetiakawanan sosial yang diharapkan, masih jauh dari apa yang dicita-citakan. Oleh karena itu, kesenjangan antara si kaya dan si miskin kian tajam saja. Bahkan, terjadi kecemburuan sosial yang diakibatkan oleh rasa saling curiga satu sama lainnya. Sehingga, pada gilirannya dapat memicu terjadinya konflik yang berbuntut "SARA" dan kepentingan lainnya.
Kejadian itu, dari kacamata ketahanan nasional cenderung berdampak sangat tidak menguntungkan. Sebab, dapat mengakibatkan terjadinya perpecahan dan disintegrasi nasional. Mengingat, ketahanan nasional sendiri adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional melalui interaksi gatra alamiah dan gatra sosial, yang secara hierarkhi berurutan, dibawah kendali gatra politik, gatra ideologi, dan pengetrapan pendekatan jamak kesejahteraan, keamanan, demokrasi, dan kultural dalam memajukan kesejahteraan bangsa, dan mengatasi ATHG, baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Dengan mengacu kepada ketahanan nasional itu, apabila kesetiakawanan sosial diantara sesama bangsa Indonesia saja tidak dapat diciptakan, baik itu melalui proses asimiliasi, akulturasi, dan interaksi sosial yang kondusif maupun norma yang berlaku, maka secara laten hal itu akan menjadi potensi yang mengancam integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa. Dengan kata lain akan berdampak negatif terhadap ketahanan nasional. Oleh sebab itu, agar potensi negatif yang mengancam tidak menjadi efektif. Sewajarnya, hasil simpulan penelitian ini diantisipasi dengan pencarian solusi yang tepat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mire Laksmiari Priyonggo
"Penulisan thesis ini berangkat dari asumsi bahwa kedua kepala negara Republik Indonesia, yaitu Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, yang berasal dari kelompok etnis Jawa, serta lahir dan dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan Jawa, sikap dan pola pikirnya sangat dipengaruhi oleh kebudayaan tersebut, sehingga ketika mereka secara berturut-turut berhasil mencapai kedudukan sebagai pucuk pimpinan negara Republik Indonesia, segala kebijaksanaannya, baik di bidang sosial-politik, ekonomi maupun HANKAM, mengacu kepada kebudayaan Jawa.
Soekarno yang gemar nonton pagelaran wayang, sikap politiknya sangat dipengaruhi oleh watak tokoh-tokoh wayang idolanya. Tokoh Bima yang non-kooperatif telah mewarnai langkah-langkah politiknya. Namun, dengan demikian Soekarno telah mengangkat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang perlu diperhitungkan dalam percaturan politik dunia.
Dengan falsafah "alon-alon waton kelakon", Soeharto telah berhasil membimbing bangsa Indonesia dalam menyusun dan melaksanakan Repelita demi Repelita. Dimensi manapun dari kebudayaan Jawa yang telah mempengaruhi kebijaksanaan kedua kepala negara tersebut, keduanya ternyata telah berhasil menciptakan kondisi TANNAS yang tangguh."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Havid Wahyu Finansyah
"Dalam paradigma baru sistem pemerintahan daerah di Indonesia, DPRD mempunyai kedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah daerah. DPRD telah berfungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah yang merupakan wahana pemberdayaan untuk melaksanakan demokrasi Pancasila. DPRD melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan rakyat yang diwakilinya, merupakan ukuran kualitas penyelenggaraan fungsi sebagai wakil rakyat. Berhasil tidaknya pemberdayaan DPRD sebagai lembaga tergantung dari berhasil tidaknya DPRD melaksanakan fungsinya.
Sedangkan dalam pelaksanaan penegakan hukum, pemerintah belum memberi rasa keadilan dan kepastian hukum. Para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dan pengacara) di lapangan masih kurang professional. Karena itu, perlu adanya pembenahan aparat penegak hukum.
Untuk mewujudkan demokrasi dan tertib hukum di tataran lokal dibutuhkan lembaga perwakilan rakyat daerah dan aparat penegak hukum lokal yang berdaya dan profesional agar berpengaruh terhadap terwujudnya ketahanan daerah sebagai bagian integral ketahanan nasional.
Penelitian ini mengkaji pengaruh variabel pemberdayaan DPRD (X1) dengan variabel ketahanan daerah (Y), variabel pembenahan aparat penegak hukum (X2) terhadap variabel ketahanan daerah (Y) serta variabel pemberdayaan DPRD (Xl) dan variabel pembenahan aparat penegak hukum (X2) secara bersama-sama terhadap variabel ketahanan daerah (Y).
Berdasarkan perhitungan statistik berkorelasi dan analisa jalur dapat dikatakan bahwa pengaruh pemberdayaan DPRD dan pembenahan aparat penegak hukum terhadap ketahanan daerah kota Surabaya sangat signifikan setelah diuji statistik inferensial sehingga dapat diambil kesimpulan:
1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel pemberdayaan DPRD (X1) terhadap variabel ketahanan daerah (Y) dengan besar koefisien korelasi = 2,077.
2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel pembenahan aparat penegak hukum (X2) terhadap variabel ketahanan daerah (Y) dengan besar koefisien korelasi = 4,213.
3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel pemberdayaan DPRD (X1) dan variabel pembenahan aparat penegak hukum (X2) terhadap variabel ketahanan daerah (Y) dengan besar koefisien korelasi = 2,961.
Dengan demikian dapat dikatakan sebagai akhir dari penelitian ini bahwa ketiga variabel tersebut diatas telah terbukti memiliki korelasi secara positif dan signifikan.

In new paradigm of local government system in Indonesia, local house of representatives or local legislative as an institution of people's representative in territory is a vehicle toward making empowerment to realize the democracy based on Pancasila. Local House of Representatives is independent institution and to stand on his own feet, not as a part of local government anymore. The local House of Representatives ability in doing an aggregation and an articulation of interest of the represented people is a measured quality of the operation of its function as a people representative. Local House of Representatives success or failure as an institution depends on the success of its members to realize the function.
So, in performed to law enforcement, the government not to give justice feel and law certainty yet. The law enforcement officers (police, district attorney, judge and lawyer) in the field do not professional yet. Because that, to improvement the law enforcement officers it's very necessary.
To achieve democracy and law order in local level to need House of Representatives people and officers law enforcement local of strongly or empowerment and professional in order to achieve region resilience as part by national resilience integral.
In this research recite the influence of variable local House of Representatives empowerment (X1) with variable region reliance (Y), variable improvement the law enforcement officer (X2) with variable region reliance (Y) and variable local House of Representatives empowerment (X1) and variable improvement the law enforcement officer (X2) together with variable region reliance (Y).
Based on the procedure of correlation statistic counting and the stripe analytic it is taken the conclusion as below:
1. The correlation coefficient of positive and significance between variable local house of representatives empowerment (X1) in front of variable region reliance (Y) with coefficient of correlation 2,077.
2. The correlation coefficient of positive and significance between variable improvement the law enforcement officer (X2) in front of variable region reliance (Y) with coefficient of correlation 4,213.
3. Both correlation coefficient of positive and significance between variable local house of representatives empowerment (X1) and improvement the law enforcement officer (X2) in front of variable region reliance (Y) with coefficient of correlation 2,961.
So, let's say that as the end of this research those the three variable have been proved process a positive correlation and significantly.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sabran
"Pemberdayaan Kembali Nagari Mengacu UU No.22/1999, merupakan penerapan kembali nagari, sesuai dengan sistem pemerintahan nagari dan administrasi yang pernah berlaku. Pemerintahan nagari sesuai dengan norma-norma adat Minangkabau dan pemerintahan nagari mempunyai suatu wilayah kesatuan masyarakat hukum adat yang otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum. Untuk mengatur dan mengurus kepentingan kehidupan masyarakat sendiri mempunyai pemerintahan sendiri, dan ditaati oleh penduduk berwibawa, legitimasi masyarakat. Pasal 18 UUD 1945 yang berbunyi `pembagian daerah Indonesia alas dasar besar kecil dengan susunan bentuk pemerintahan dengan memandang dan mengingati dasar bermusyawarah dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah istimewa". UU No.5/1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah telah membuat ruang tertib susunan struktur sosial masyarakat daerah, karena harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat UU No.5/1979 pemerintahan desa yang tidak menghormati daerah istimewa yang ada di dalam Pasal 18 UUD 1945. Karena pemerintahan desa sudah tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, serta membuat kurang tertib susunan struktur sosial masyarakat dengan diberlakukan UU No.5/1979 tersebut.
Temuan penelitian yaitu kepala desa mendapat beberapa kesulitan antara lain : (1) Pembatasan desa sulit untuk dibuat, (2) maka terjadinya disintegrasi sosial, karena rasa kenagarian mulai hilang akibat UU No.5/1979 atau yang dikehendaki oleh pemerintah pusat, (3) Penggunaan tanah ula et sulit dibagi kepala desa, (4) menjadi hubungan kekerabatan semakin renggang, (5) hilangnya harga diri penghulu, alim ulama, cerdik pandai di dalam masyarakat.
Dalam uraian berikut akan dapat dikemukakan . (1) tingkat kepekaan kekerabatan, (2) bentuk toleransi dalam kekerabatan, (3) peranan sonioritas dalam kepemimpinan kekerabatan, (4) peranan ibu dalam rumah tangga untuk memperkuat kekerabatan, kesemua sistem kekerabatan diterapkan kembali sesuai norma-norma adat Minangkabau. Kedudukan dan fungsi Penghulu hendak dikembalikan sesuai dengan adat yang berlaku, karena penghulu menyelesaikan perkara per data dibidang tanah, ini, masatah fungsi penghulu untuk menyelesaikan Tanah nagari, tanah suku, tanah ulayat, tanah individu/milik, yang mengenai persoalannya adalah penghulu, dan tugas penghulu menurut adat. Jadi UU No.5/1979 tidak memberikan hak-hak otonom kepada pemerintah nagari, untuk itu sebaiknya dihapus saja. Dan di Pemberdayaan kembali nagari sesuai sistem pemerintahan, administrasi, serta kembalikan fungsi dan kedudukan penghulu menurut adat yang berlaku. Da/am mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia (1). Tanah ulayat Nagari, yaitu tanah yang secara turun temurun dipergunakan untuk kepentingan Nagari seperti untuk tempat ibadah, balai adat dan lainnya. (2). Tanah ulayat suku, yaitu tanah yang dikelola secara turun temurun oleh satu suku dan hanya suku tersebutlah yang dapat memperoleh dan mempergunakan tanah itu. (3). Tanah pusaka tinggi, yaitu tanah yang dimiliki suatu kaum. yang merupakan milik bersama (komunal) dari seluruh anggota kaum yang diperoleh secara turun temurun dan pengawasannya berada ditangan mamak kepada wads. (4). Tanah pusaka rendah yaitu tanah yang diperoleh oleh seseorang atau suatu parurk berdasarkan pembenan atau hibah maupun yang dipunyai oleh suatu keluarga berdasarkan pencahariannya, pembelian, taruko dan lain sebagainya yang telah diwariskan. (5). Tanah harta pencarian, yaitu tanah yang diperoleh dengan pembelian, taruko atau berdasarkan kepada hasil usahanya sendiri. dalam arti bukan didapatkan karena pewarisan atau be/um pernah diwariskan Dalam memperkuat integrasi nasional, pemderdayaan nagari adalah salah satu memperkuat Ketahanan Nasional dan integrasi nasional dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan negara kesatuan Republik Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T11493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlambang Effendy
"Isyu utama dalam penelitian ini adalah pengaruh perilaku penggunaan energi listrik terhadap ketahanan ekonomi rumah tangga. Isyu ini diambil, karena harga jual listrik di Indonesia terus meningkat disebabkan pemerintah mengurangi subsidi listrik. Untuk menghindari pembayaran listrik yang tinggi, maka diperlukan perilaku penggunaan energi listrik yang hemat.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan model AHP. Metode deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual yang melukiskan gejala?gejala yang ada secara rinci. Model AHP digunakan untuk menentukan efisiensi penggunaan energi listrik (H1), faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan energi listrik (H2), subfaktor-subfaktor yang mempengaruhi penggunaan energi listrik (H3), dan alternatif perilaku penggunaan energi listrik agar efisien (H4).
Hasil kuesioner yang dibuat berdasarkan metode model AHP, diolah dengan program Expert Choice Hipre 3+. Hasil akhir model AHP adalah : alternatif pertama penggunaan energi listrik untuk siang hari, alternatif ke-dua adalah penggunaan energi listrik untuk malam hari, alternatif ke-tiga adalah penggunaan energi listrik siang dan malam hari dan alternatif ke-empat adalah penggunaan energi listrik untuk kadang-kadang.
Adanya penghematan penggunaan energi listrik rumah tangga akan mengurangi biaya kebutuhan hidup sehari hari. Hasil penghematan biaya dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan lain atau ditabung. Dengan demikian, maka akan lebih meningkatkan kemandirian rumah tangga. Meningkatnya kemandirian akan meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga.

The main issue in this research is the effect of the behavior of electric energy usage on the home economic resilience. This issue has been taken up, because of the ever-increasing price of electricity in Indonesia caused by the ever-decreasing electricity subsidy by the government to avoid high electricity payments. The behavior of electricity energy usage is necessary in aiming at efficiency.
The method of this research is Analytical Hierarchy Process (AHP). This analysis method is aimed at the collection of detailed actual information on the existing behavior. The AHP model in this research is aimed at determination of the efficiency of electric energy usage (H1), the factors affecting the electric energy usage (H2), the sub factors affecting the electric energy usage (H3), and the behavior of electric usage's alternatives for efficiency (H4).
The questionnaire results based on the AHP model have been processed using the Expert Choice Hipre 3+ Program. The final result produces as the first alternative the use of electricity during daytime, the second alternative using electric energy during nighttime, the third alternative using electric energy during day and nighttime, and the fourth alternative using electric energy once in a while.
With the efficient use of electric energy the household will reduce its cost of daily necessities of life. This cost saving can be used to fulfill other necessities or saved. Hence the cost saving will more enhance the household?s self-sufficiency. This enhancement will raise the household economic resilience.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julianus Pote Leba
"Tesis ini adalah hasil penelitian tentang kesadaran bela negara WNI keturunan Cina dengan masalah pokoknya "Apakah kesadaran bela negara WNI keturunan Cina tergolong rendah?. Penelitian ini mencoba mengungkapkan rasa, paham, dan semangat bela negara atau kesadaran bela negara WNI keturunan Cina dengan acuan cinta tanah air, persatuan dan kesatuan, yakin akan kebenaran Pancasila sebagai ideologi, dan rela berkorban untuk negara dan bangsa.
Guna mengungkapkan kesadaran bela negara tersebut, telah dilakukan penelitian di Timor Barat dengan wilayah sampel Kabupaten Dati II TTS dan Kabupaten Dati II TTU. Sedangkan unit sampel sebesar 120 orang penduduk yang ditetapkan secara acak. Unit sampel ini dibagi dalam dua golongan, dan golongan WNI pribumi dijadikan pembanding.
Data dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan daftar tanyaan dengan berpedoman pada skala Likert. Di samping itu dilakukan studi kepustakaan dan pengamatan. Data dianalisis dengan metode deskriptif dan inferensial dengan menggunakan model regresi linear berganda yang selanjutnya diolah melalui komputer.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa kesadaran bela negara WNI keturunan Cina tidaklah mengecewakan. Ini terlihat dari nilai koefisien regresi yang menunjukkan relatif sama, baik pada dimensi rasa, dimensi paham, dan dimensi semangat bela negara.
Demikian pula dalam perbandingan menurut kelompok responden terlihat ada perbedaan yang sangat kecil yakni WNI pribumi mempunyai nilai yang positif signifikan untuk dimensi rasa dan dimensi semangat. Sedangkan WNI keturunan Cina mempunyai nilai yang positif signifikan untuk dimensi paham atau pengetahuan bela negara.
Secara umum kesadaran bela negara WNI keturunan Cina maupun WNI pribumi adalah baik dan mempunyai korelasi positif dengan Ketahanan Nasional. Artinya, jika kesadaran bela negara dari warga negara ditingkatkan maka Ketahanan Nasional akan meningkat.
Dalam kaitan ini, mengingat masih adanya pemahaman yang berbeda-beda tentang bela negara, dan untuk mensosialisasikan serta mengaktualkan cinta tanah air, persatuan dan kesatuan, keyakinan akan kebenaran Pancasila, dan kerelaan berkorban untuk negara dan bangsa, maka konsep bela negara harus dibina-kembangkan secara terus menerus dalam setiap aspek kehidupan bangsa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosef Sutarkun
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Martin
"Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan tradisional di Indonesia dalam catatan sejarah selalu menampakkan performance yang tidak konstan, namun selalu bcrdasar pada kaidah keagamaan (fighiyah). Periode pertama NU yang dibidani para ulama-pesantren lebih sebagai gerakan keagamaan Islam ala ahlussunah wal Jamaah (seperti penetapan dari Islam 1936, Resolusi Jihad, waliyyul amri ad-dlaruri bissyaukah pada Soekarno). Periode kedua NU mengalami diversifkasi gerakan yang didominasi para santri-politisi dengan melakukan gerakan politik praktis (structural oriented) dengan berubah sebagai partai politik. Seperti ditunjukkan dalam perjuangan Piagam Jakarta dan di Konstituante, sampai kemudian harmonisasi pada kasus dcmokrasi terpimpin, Nasakom dan Pancasila. Di periode ketiga ditandai dengan khittah sebagai rumusan harmonisasi nilai-nilai ajaran Islam dalam konteks kebangsaan dan ke-Indonesiaan. Dan pasca khittah, terjadi depolitisasi formal yang telah membawa NU ke arah gerakan politik cultural (cultural oriented), yang diperankan oleh genre pembaharu yang di back-up oleh para ulama kharismatik, Implementasi khittah yang cenderung dimaknai "tafsir bebas", saat itu terderivasikan pada gerakan politik cultural, yang ternyata di kemudian hari menimbulkan problem konflik internal berujung pada polarisasi aspirasi politik NU dalam partai politik (PPP, Golkar dan PM). Saat itu NU mengalami marginalisasi, namun ternyata blessing in disguise dalam gerakan kultural NU untuk lebih concern pada internal organisasi, dakwah, keagamaan dan pendidikan. Di era reformasi yang disebut sebagai periode keempat, NU melakukan itihad politik dengan menampilkan kedua gerakan secara komplementer baik cultural oleh NU maupun struktural dengan pembentukan PKB, meskipun muncul tiga partai lain PKU, PNU, Partai SUNI sebagai counter hegemony dan tafsir bebas khittah atas Islam ahlussunah wal jamaah yang dilakukan elit NU saat itu. Pergeseran politik NU tersebut sebagai wujud reorientasi dan keputusan politik terhadap interaksi dan kepentingan-kepentingan yang dikompromikan (David E. Apter: 1992.232) sesuai yang dipahami dan dilakukan oleh para aktor yang mendominasinya (weberian theory).
Sifat gerakan politik NU selama perjalanan sejarah seperti kasus Islam dan negara, Pancasila, demokrasi dan pluralisme tidak sendirinya hadir dalam konteks pragmatis an sick Akan tetapi melalui rumusan fiqhiyah seperti tasamuh (toleran), tawasuth (tengah), tawazun (seimbang) dan i'tidal (lurus), serta mekanisme organisasi yang baku seperti Muktamar, Konbes, Munas dan sebagainya. Hingga gerakan NU dan Poros Tengah yang mengantarkan Abdurrahman Wahid ke kursi presiden meski tidak sampai akhir periode, ternyata membawa ekses yang besar pada gerakan NU. Desakan mundur Abdurrahman Wahid ditanggapi warga NU dengan sikap radikal, keras, anti-demokrasi yang justru kontra produktif dan cenderung konflik horizontal. Maka pada konteks stabilitas politik dan ketahanan nasional legitimasi pada Abdurrahman Wahid dikemukakan, berdasar fihiyah mendukung presiden yang sah dan harus memerangi musuh yang makar (bughoot). Walaupun tidak menjadi kenyataan, namun hal itu merupakan wujud sifat, gerak dan wacana unik, ironis serta ambigu terhadap nilai-nilai yang di pegang NU selama ini seperti sifat gerakannya yang tasamuh, tawasuth, tawazun dan i'tidal. Pada nilai-nilai gerakan itu sifat NU lebih mengutamakan harmoni dengan kelompok dan kekuatan lainnya. Maka dalam konteks stabilitas politik, gerakan politik NU mempunyai signifikansi terhadap ketahanan politik yang mendukung ketahanan nasional. Karena sebenarnya NU adalah sebagai bagian kekuatan kebangsaan pula.
NU as an Indonesia organization of traditional religious, in the historical record always appear the inconsistent performance, it always take the rule of religious as a principle (fighiyah). In the first period NU that be initiated by Moslem religious leader almost function as Islamic movement with take ahlussunah wal jama'ah as mind stream (with reference to dar Islam 1936, resolusi jihad, waliyyul amri ad-dlaruri bissyaukah to Soekarno). Second period, NU has experience for Moslem politician dominated movement diversification with carry out political practice and change into politic party. In the same manner as indicated in Jakarta Charter (Piagam Jakarta) building and strunggie in the constituent assembly (konstituante), and then the harmonization for political practice through mechanism of democracy be led by president (demokrasi terpimpin) till declare of Nasakom and Pancasila. Third period was signed with commitment to harmonize the value of Islamic tenet in conceptuality of nationality and the Indonesian minded, it's named by khittah. And after that there is happen formal depolitization have carried out NU become a cultural political movement that was initialed by reformer genre and was supported by moslem charismatic leader. Implementation of khittah was incline to interpreting with independent interpretation when it derivate at cultural politic movement. It could be cause of problem on internal conflict until happen the NU polarization of politic aspiration in the politic party (PPP, Golkar and PDI). NU was marginalized organization, nevertheless actually blessing undisguised onto NU cultural movement for all internal organization, missionary endeavor, religious and education. In the reformation era, or could be called by fourth period, NU have been doing the political interpretation and judgment (Ohad politic) through actuality the both of movement complementally. It's mean cultural movement through NU and structural movement through PKB, even though spring up three others party are PKU, PNU and SUNI party with their motive to counter the hegemony of PKB and as effort to interpreting with independent interpretation on ahlussunah wal jama'ah was committed by NU, leader at the time. The shifting of NU politic as manifestation of political reorientation and political decision on interaction and interest compromised (David E.Apter; 1992:232) similar with be understood and be committed by actor who dominated (weberian theory).
During its histories, for some example in the cases of Islam and State, Pancasila, Democracy and Pluralism, character of NU political movement is not formed automatically (an sick) in the pragmatic context. But it formed through accordance of fiqhiyah among other things are tasumuh (tolerant), tawasuth (m idle). tawazun (balance) and i'tidal (straight) and also standard mechanism of organization for example Muktamar (congress), Konbes (large conference), Munas (national deliberative council), etc. And until NU movement and central axis (poros rengah) promote Abdurrahman Wahid to be president, even though his predicate was not finished up to final period, it turned out caused impact at NU movement. Pressure to bring Abdurrahman Wahid back away was responded by NU civic with radical attitude, violence and anti democracy that just become contra productive into democracy and stimulates the horizontal conflict. Because of that on the context of political stability and national resilience, so legitimation for Abdurrahman Wahid.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Hartono
"Perkembangan suatu masyarakat atau negara mempunyai hubungan yang erat dengan pertumbuhan golongan terpelajar atau cendekiawan di dalam masyarakat tersebut. Negara yang pada waktu ini mempunyai keunggulan dalam bidang tehnik tenaga nuklir, elektronika atau kedokteran, berarti negara itu telah memiliki tenaga ahli yang cukup tangguh sesuai dengan disiplin ilmu yang mendukung kegiatan tersebut. Meskipun suatu negara dapat memperoleh bantuan tenaga ahli dari luar negeri, tetapi ia tidak dapat bersandar sepenuhnya terhadap tenaga ahli asing ditinjau dari kepentingan Ketahanan Nasional suatu bangsa. Ketergantungan terhadap tenaga ahli asing sangat merugikan negara-negara yang sedang berkembang di dalam menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian itu. Tidak ada sahabat yang kekal dan tidak ada pula musuh yang abadi di dalam hubungan internasional.
Yang selalu ada dan diperjuangkan ialah kepentingan nasional (national interest) dari masing-masing bangsa. Berbagai kepentingan nasional di dalam hubungan internasional kadangkadang sejalan, tetapi kadang-kadang dapat pula berbeda, sehingga dapat mencapai bentuk konflik yang tajam. Banyak aspek golongan terpelajar di dalam suatu masyarakat. Edward Shils yang pertama melukiskan dimensi-dimensi cendekiawan di dalam suatu bangsa yang sedang berkembang. Dengan mempergunakan perspektif sosiologis ditampilkan gambaran secara umum (profil) seorang cendekiawan sebagai seorang pembaharu, perumus sasaran-sasaran baru dan sebagai penjabar sikap tidak setuju. Mereka sering tampil sebagai seorang yang disiksa oleh rasa alienasinya.
Sedangkan Soedjatmoko melukiskan profil cendekiawan di negara yang sedang berkembang dengan memperhatikan sejauh mana mereka dibatasi oleh dilema yang dihadapinya, meneliti dari dalam konflik-konflik internnya. Dilema yang menimbulkan konflik intern yang utama adalah hubungan para cendekiawan dengan kekuasaan. Mereka menyadari bahwa kekuasaan yang berada di tangannya merupakan syarat mutlak agar pandangan-pandangannya dapat menjadi kenyataan. Tetapi apabila mereka terlibat dalam suatu tanggung jawab politik dan pemerintahan secara langsung akhirnya mereka mengabdikan diri pada kekuasaan, di mana mereka tidak lagi babas menyatakan pendapatnya sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka kuasai, karena posisinya di dalam birokrasi."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>